Menurut Hukum Islam Sanksi Pidana
judi dengan orang mabuk karena khamr dan judi termasuk perbuatan syaitan.
30
Dalam hukum yang mengatur tentang sanksi hukum peminum khamr dan judi diungkapkan
oleh Allah dalam Al- Qur’an secara bertahap tentang status hukum.Meminum
minuman memabukan khamr dan berjudi adalah dua perbuatan yang dilarang.Para peminum khamr dan berjudi dinilai sebagai perilaku setan.Dalil hukum yang
mengatur tentang sanksi hukum peminum khamr diungkapkan oleh Allah SWT dalam Al-
Qur’an secara bertahap tentang status hukum.Hal itu diungkapkan sebagai berikut.
Surah Al-Baqarah ayat 219
. “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada
keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya. dan mereka bertanya kepadamu apa yang
mereka nafkahkan. Katakanlah: yang lebih dari keperluan. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-
Nya kepadamu supaya kamu berfikir,” Q.S. Al-Baqarah [2]: 219.
Mengenai isi kandungan ayat tersebut, tampak jelas bahwa ayat ini sudah menyentuh sisi
manfaat dan mudharat, ketika di turunkan ayat ini. Dalam Al-Qur’an dan tafsirnya menjelaskan manfaat meminum khamr sedikit sekali, boleh dikatakan
tidak ada artinya dibandingkan dengan bahayanya.
30
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram, Penerjemah: Abu Sa’id al-Falahi dan Aunur Rafiq
Sholeh Tamhid, Jakarta: Robbani Press, 2010, Cet. XI, h. 352.
Misalnya: minum khamr, mungkin dapat menjadi obat, dapat dijadikan perdagangan yang mendatangkan keuntungan, dan dapat menimbulkan semangat bagi
para prajurit-prajurit yang akan pergi berperang dan lain-lain. Tapi semua itu bukanlah manfaat yang berarti. Begitu juga berjudi dapat menolong orang miskin
kalau yang menang itu orang yang dermawan, cepat mendapat keuntungan tanpa susah payah. Tapi semuanya itu juga tidak ada artinya, dan tidak ada berkatnya.
Tentang bahaya-bahaya minum khamr dan judi, dan apa yang akan diderita oleh peminum khamr dan pemain judi nantinya, selain dijelaskan oleh Allah SWT dalam
Al- Qur’an juga banyak diterangkan dalam hadist-hadist Nabi Muhammad SAW.
31
Kata maisir dijumpai dalam Al- Qur’an sebanyak 3 kali, yaitu dalam surah Al-
Baqarah ayat 219 dan surah Al- Maa’idah ayat 90-91 diketahui bahwa judi merupakan
perbuatan keji yang diharamkan Islam. Keharaman judi dalam surah Al-Baqarah ayat 219 tidak begitu jelas. Dalam surah Al-
maa’idah ayat 90, Allah SWT secara tegas menyatakan yang artinya: “wahai oran-orang yang beriman, sesungguhnya
meminum khamar, berjudi berkorban untuk berhala, mengudi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan. Maka jahuilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keuntungan.Penyebab diharamkannya perbuatan judi dijelaskan Allah SWT dalam ayat 91 yang artinya, “sesungguhnya
setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu
31
Sonhadji, Al- Qur’an dan Tafsirnya, h. 369.
lantaran meminum khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengintai Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu dari mengerjakan perintah itu.
Dari ketiga ayat tersebut, para mufasir menyimpulkan beberapa hal. 1 judi merupakan dosa besar. 2 judi merupakan perbuatan setan. 3 judi sejajar dengan
syirik. 4 judi menanamkan rasa permusuhan dan kebencian di antara sesama manusia. 5 judi membuat orang malas berusaha. 6 judi juga akan menjauhkan orang
dari Allah SWT. Selain lebih banyak mudharat dari pada manfaatnya, perbuatan judi dilarang oleh Allah SWT karena tidak sesuai
dengan ajaran agama Islam yang senantiasa memotivasi umatnya untuk melakukan kreasi yang positif dalam
menunjang di dunia dan akhirat.
32
Jika Islam membolehkan bermacam-macam hiburan dan permainan bagi orang Muslim, namun ia mengharamkan setiap permainan yang dibarengi dengan
judi, di mana pemain tidak lepas dari untung dan rugi. Dan sabda Rasulullah SAW mengenai hal itu: “barangsiapa berkata kepada kawannya: ‘marilah berjudi’, maka
hendak lah ia bersedekah.” Dengan demikian, seorang Muslim tidak menjadikan
permainan judi sebagai alat untuk menghibur diri dan mengisi waktu senggang, sebagaimana tidak diperbolehkan menjadikannya sebagai cara mencari uang, dengan
alasan apapun.
33
Ketentuan-ketentuan pidana perjudian menurut hukum Islam adalah bentuk jarimah takzir. Pidana perjudian termasuk ke dalam jarimah takzir sebab setiap orang
32
Hasan Muarif Ambary, Suplemen Ensiklopedi Islam, h. 298-299.
33
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram, h. 350-351.
yang melakukan perbuatan maksiat yang tidak memiliki sanksi had dan tidak ada kewajiban membayar harus di takzir, baik perbuatan maksiat itu berupa pelanggaran
atas hak Allah atau hak manusia.
34
Jarimah takzir adalah segala bentuk tindak pidana yang dikenakan hukuman takzir.Yang dimaksud dengan takzir adalah mengenakan hukuman selain hukuman
hudud dan kafarat kepada pelaku perbuatan tindak pidana, baik perbuatan tindak pidanaitu menyangkut hak Allah SWT maupun hak pribadi seseorang.Hukuman
dalam jarimah takzir tidak di tentukan bentuk, jenis dan jumlahnya oleh syara’.Hanya
menentukan sejumlah hukuman, dari hukuman terendah sampai hukuman tertinggi. Untuk menentukan hukuman mana yang harus dilaksanakan terhadap suatu tindak
pidana hukuman takzir, hukum Islam menyerahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan
hakim, setelah
mempertimbangkan kemaslahatan
terpidana, lingkungan yang mengitarinya, dan tujuan yang hendak dicapai dalam pelaksanaan
hukum tersebut.
35
Hakim diberi kebebasan untuk memilih hukuman-hukuman sesuai dengan macam tindak pidana takzir serta keadaan pelaku.Singkatnya, hukuman-hukuman
tindak pidana takzir tidak mempunyai batasan-batasan tertentu.Meskipun demikian, hukum Islam tidak memberi wewenang kepada penguasa atau hakim untuk
menentukan tindak pidana setengah hati, tetapi harus sesuai dengan kepentingan- kepentingan masyarakat dan tidak boleh berlawanan dengan nash-nash ketentuan
34
Wahbah Zuhaili , Fiqh Imam Syafi’i, h. 359-360.
35
Abdul Azis Dahlan,Ensiklopedi Hukum Islam,Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996.
serta prinsip umum hukum Islam.Dari keterangan di atas bahwa tidak ada satu kejahatan yang tidak dikenakan sanksi atau hukuman.
36
Para ulama sepakat bahwa bentuk dan kualitas hukuman takzir tidak boleh menyamai hukuman diat atau
hudud.
37
Dalam hukum Islam, akan disebutkan beberapa hukuman takzir terpenting yang ditetapkan oleh hukum Islam. Selain itu, harus diingat bahwa prisnsip-prinsip
hukum Islam tidak menolak untuk mengambil hukuman lain apapun juga yang dapat mewujudkan tujuan hukuman dalam hukum Islam.
38
a. Hukuman Mati
Pada dasarnya menurut syari’at Islam hukum takzir adalah untuk memberikan pengajaran Al-
ta’dib dan tidak sampai membinasakan, oleh karena itu dalam hukuman takzir tidak boleh pemotong anggota badan atau penghilangan nyawa, akan
tetapi kebanyakan fuqaha membuat suatu pengecualian dari aturan umum tersebut, yaitu kebolehan dijatuhkannya hukuman tersebut jika kepentingan umum
menghendaki demikian, atau jika pemberantasan kejahatan tidak bisa terlaksana kecuali dengan jalan membunuhnya; seperti mata-mata, pembuat fitnah, dan residivis
yang berbahaya.
39
Adapun alat yang digunakan untuk melaksanakan hukuman mati
36
Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, h. 100.
37
H.E. Hasan Saleh Ed. 1, Kajian Fiqh Nabawi Fiqh Kontemporer, Jakarta: Rajawali Pres, 2008, h. 465.
38
Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, h. 86-87.
39
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 2005, cet. 6, h. 299.
sebagai takzir tidak ada keterangan yang pasti. Ada yang mengatakan boleh dengan pedang, dan ada pula yang mengatakan boleh dengan alat yang lain, seperti kursi
listrik.Namun kebanyakan ulama memilih pedang sebagai alat eksekusi, karena pedang mudah digunakan dan tidak menganiaya terhukum, karena kematian
terhukum dengan pedang lebih cepat.
40
b. Hukuman cambuk
Hukuman cambuk cukup efektif dalam menjerakan pelaku jarimah takzir. Hukuman ini dalam jarimah hudud telah jelas jumlahnya bagi pelaku jarimah zina
ghairu muhshan dan jarimah qadzf. Namun dalam jarimah takzir, hakim diberikan kewenangan untuk menetapkan jumlah cambukan disesuaikan dengan kondisi pelaku,
situasi dan tempat kejahatan.
41
Alat yang digunakan untuk hukuman cambuk ini adalah cambuk yang pertentangan sedang, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil
atau tongkat.Pendapat ini juga dikemukakan oleh imam Ibnu Taimiyah, dengan alasan sebaik-baiknya perkara adalah pertengahan.
42
Adapun sifat atau cara pelaksanaan hukuman cambuk masih diperselisihkan oleh para fuqaha. Menurut Hanafiyah, cambuk sebagai takzir harus dicambukkan
lebih keras dari pada cambuk dalam had agar dengan takzir orang yang terhukum akan menjadi jera, di samping karena jumlahnya lebih sedikit daripada dalam had.
Alasan yang lain adalah bahwa semakin keras cambukan itu semakin menjerakan.
40
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 260.
41
M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, Jakarta: Amzah, 2013, h. 149.
42
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 260.
Akan tetapi, ulama selain Hanafiyah menyamakan sifat cambuk dalam takzir dengan sifat cambuk dalam hudud.Apabila orang yang dihukum takzir itu laki-laki maka baju
yang menghalangi sampainya cambuk ke kulit harus di buka. Akan tetapi,apabila orang terhukum itu seseorang perempuan maka bajunya tidak boleh di buka, karena
jikan demikian akan terbukalah auratnya. Pukulan atau cambukan tidak boleh diarahkan ke muka, farji, dan kepala, melainkan diarahkan ke bagian punggung.
Imam Abu Yusuf menambahkan tidak boleh mencambuk bagian dada dan perut, karena bisa membahayakan keselamatan orang yang terhukum
43
c. Hukuman Penjara
Hukuman penjara dalam syari’at Islam dibagi kepada dua bagian, yaitu: 1
Hukuman Penjara Terbatas Hukuman penjara terbatas adalah hukuman penjara yang lama waktunya
dibatasi secara tegas. Hukuman penjara terbatas ini ditegaskan untuk jarimah penghinaan, penjualan khamr, pemakan riba, melanggar kehormatan bulan suci bulan
ramadhan dengan berbuka di siang hari tanpa uzur, mengairi ladang dengan air dari saluran tetangga tanpa izin, caci mencaci antara dua orang yang perkara di depan
sidang pengadilan, dan saksi palsu. Batas tertinggi hukuman penjara terbatas ini juga tidak ada kesepakatan di kalangan fuqaha, menurut Imam Syafi’i batas tertinggi
hukuman penjara terbatas ini adalah satu tahun.Adapun pendapat yang dinukil dari
43
Ibid., h. 260.
Abdullah Az-zaubairi adalah ditetapkanya masa hukuman penjara dengan satu bulan, atau enam bulan.
44
2 Hukuman Penjara Tidak Terbatas
Hukuman penjara tidak terbatas tidak dibatasi waktunya, melainkan berlangsung terus sampai orang yang terhukum meninggal dunia atau sampai ia
bertaubat. Dalam istilah lain bisa disebut hukuman penjara seumur hidup. Hukuman seumur hidup ini dalam hukum pidana Islam dikenakan kepada penjahat yang sangat
berbahaya. Misalnya, seseorang yang menahan orang lain untuk dibunuh oleh orang ketiga. Hukuman penjara tidak terbatas macam yang kedua sampai ia bertaubat
dikenakan antara lain untuk orang yang dituduh membunuh dan mencuri, melakukan homoseksual, atau penyihir. Mencuri untuk yang ketiga kalinya menurut Imam Abu
Hanafiah, atau mencuri untuk kedua kalinya menurut imam yang lain.
45
d. Hukuman Pengasingan
Hukuman pengasingan termasuk hukuman had yang diterapkan untuk pelaku tindak pidana hirabah perampokan. Meskipun hukuman pengasingan itu merupakan
hukuman had, namun di dalam praktiknya, hukuman tersebut diterapkan juga sebagai hukuman takzir. Di antara jarimah takzir yang dikenakan hukuman pengasingan
buang adalah orang yang berperilaku mukhannasts waria, yang pernah dilaksanakan oleh Nabi dengan mengasingkannya ke luar dari Madinah. Hukuman
pengasingan ini dijatuhkan kepada pelaku jarimah yang dikhawatirkan berpengaruh
44
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 262-263.
45
Ibid.
kepada orang lain sehingga pelakunya harus dibuang diasingkan untuk menghindarkan pengaruh-pengaruh tersebut.
46
Lamanya masa pengasingan juga tidak ada kesepakatan di kalangan para fuqaha.
Menurut Imam Syafi’i dan Hambali, masa pengasingan tidak boleh lebih dari satu tahun. Menurut Imam Abu Hanafi, masa pengasingan bisa lebih dari satu tahun,
sebab pengasingan di sini merupakan hukuman takzir, bukan hukuman had.
47
e. Hukuman Denda Al-gharamah
Hukuman denda bisa merupakan hukuman pokok yang berdiri sendiri dan dapat pula digabungkan dengan hukuman pokok lainnya. Penjatuhan hukuman denda
bersama-sama dengan hukuman yang lain bukan merupakan hal yang dilarang bagi seorang hakim yang mengadili perkara jarimah takzir, karena hakim diberi kebebasan
yang penuh dalam masalah ini. Dalam hal ini hakim dapat mempeetimbangkan berbagai aspek, baik yang berkaitan dengan jarimah, pelaku, situasi, maupun kondisi
tempat dan waktunya.
48
46
Ibid., h. 264.
47
Ibid., h. 265.
48
Ibid., h. 267.
40