Taruhan dan Uang taruhan Pertandingan:

Jumhur Ulama sepakat bahwa bentuk yang pertama adalah boleh jika harta uang taruhan bersumber dari pemerintah atau baitul mal, namun jika rakyat yang mengeluarkannya seperti seorang bangsawan atau orang kaya, maka Imam Malik r.h berpendapat tidak boleh, karena urusan Jihad adalah urusan pemerintah. Namun, pendapat yang rajih kuat adalah boleh karena ini hanyalah latihan jihad bukan pelaksaan jihad sesungguhnya sama seperti boleh bagi siapa saja mewaqafkan kuda dan peralatan perang. 18 Bentuk yang kedua pula adalah boleh juga di sisi Jumhur Ulama, kecuali Imam Malik r.h karena beliau hanya mengharuskan uang taruhan daripada pemerintah saja, jika uang taruhan dikeluarkan pemain, maka termasuk ‘Qimar’ judi dan menjadi permainan yang bathil. 19 Namun, yang sa hih adalah pendapat Jumhur, karena terdapat hadits dari Ibn ‘Umar r.a: َو َع ِن ْبا ِن ُع َم َر { َأ ن لا ِب - َص ل ى ُل َع َل ْي ِه َو َس ل َم - َس ب َق ِب َْْا ْي ِل َو َر َا َن } َو ِْف َل ْف :ظ َس ب َق َ ب َْي َْْا ْي ِل َو َأ ْع َط ى سلا ِبا .ق َر َو َُهاا َأ َْم د. artinya: “Bahwa Nabi s.a.w berlomba kuda dan baginda memberi uang taruhan kepada pemenang” . [Ahmad, sahih]. 18 Abu Husein Yahya Ibn Abi al-Khair Ibn Salim al- ‘Imroniy, al-Bayan Fi Madzhab al- Imam asy-Sya fi’I, Beirut: Dar el-Minhaj, tt., Jilid VII, h. 425-426 19 Yahya Ibn Syarf Al-Nawawi, Kitab al- Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Jeddah: Saudi Arabia, Maktabah al-Irsyad, tt., Jilid XVI, h.24 Bentuk yang ketiga pula, Jumhur Ulama mengharamkannya karena termasuk dalam keumuman larangan Qimar dan Maisir judi sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala:                . : دئاماُ 90 َ artinya: “Wahai orang-orang yang beriman Bahwa Sesungguhnya arak, dan judi, dan pemujaan berhala, dan mengundi nasib dengan batang-batang anak panah, adalah Semuanya kotor keji dari perbuatan syaitan. oleh karena itu hendaklah kamu menjauhinya supaya kamu beruntung . ” [al-Maidah: 90]. yang dimaksud al-Maisir adalah Qimar: “Semua permainan atau pertaruhan yang mensyaratkan yang kalah mesti membayar uang taruhan kepada yang menang”. 20 Berkata Ibn Abbas r.a: رسيما .رامقلا ناك لجرلا ف ةيل الا رطاخ ىلع هل أ ،هلامو امهيأف رمق هبحاص ب ذ هل أب .هلامو artinya: “al-Maisir itu adalah qimar. Ada seseorang di zaman Jahiliyyah bertaruh dengan keluarga dan hartanya, maka siapa yang menang atas pertaruhan rekannya maka dia akan mengambil keluarga dan hartanya”. 21 Maka semua permainan yang melibatkan ada untung dan rugi pada kedua pihak adalah qimar dan maisir yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya. Namun, Syeikhul Islam Ibn Taimiah r.h dan Ibn al-Qayyim r.h melihat keumuman sabda Nabi s.a.w berkenaan musabaqah dan kebolehan membuat pertaruhan atasnya dan dalam hadits: 20 Muhammad Rawwas Qal’ahji dan Hamid Shadiq Qanaybiy, Mu’jam Lughat al-Fuqaha, Beirut-Lebanon: Dar an-Nafaais, 1988, Cet. II, h. 355 21 Abu Ja’far At-Thabari, Jami’ al-Bayan Fi Ta’wil al-Qur’an, Beirut: Muassasah ar- Risaalah, 1994, Jilid IV, Cet. I, h. 324 ْنَع ِبَأ ٍديِبَل َلاَق ْتَلِسْرُأ ُلْيَْْا َنَمَز ِجاجَْْا ُمَكَْْاَو ُنْب َبويَأ ٌيِمَأ ىَلَع ِةَرْصَبْلا َلاَق اَْ يَ تَأَف َناَِّرلا امَلَ ف ْتَءاَج ُلْيَْْا اَْلُ ق ْوَل اَْلِم َلِإ ِسَنَأ ِنْب ٍكِلاَم ُاَْلَأَسَف ْمُتُْكَأ َنوُِاَرُ ت ىَلَع ِدْهَع ِلوُسَر ِّا ىلَص ُّا ِهْيَلَع َملَسَو ُاَْ يَ تَأَف َوَُو ِف ِِرْصَق ِف ِةَيِوازلا ُاَْلَأَسَف اَْلُقَ ف اَي اَبَأ َةَزَْم ْمُتُْكَأ َنوُِاَرُ ت ىَلَع ِدْهَع ِلوُسَر ِّا ىلَص ُّا ِهْيَلَع َملَسَو َناَكَف ُلوُسَر ِّا ىلَص ُّا ِهْيَلَع َملَسَو ُنِاَرُ ي َلاَق ْمَعَ ن ِّاَو ْدَقَل َنَاَر ُلوُسَر ِّا ىلَص ُّا ِهْيَلَع َملَسَو ىَلَع ٍسَرَ ف ُهَل ُلاَقُ ي ُهَل ٌةَحْبَس َقَبَسَف َسا لا ىَشَتْ ناَف َكِلَذِل ُهَبَجْعَأَو . َر َو ُا َأ َْم د َو دلا ُرا ُق ْط ِن َو ْلا َ ب ْ ي َه ِق .ي artinya: dari Abu Labid berkata; Telah dikirim seekor kuda ketika Al Hajjaj dan Al Hakam bin Ayyub menjadi amir di Bashroh. Lubaid RH berkata; Kami melakukan perlombaan adu cepat kuda dengan memberikan hadiah bagi yang menang, dan tatkala seekor kuda telah datang, kami berkata; bagaimana kalau kita pergi kepada Anas bin Malik. Kita bertanya kepadanya, apakah kalian melakukan lomba kuda pada masa Rasulullah Shallallahualaihi wasallam? maka kami mendatangi dia di rumahnya yang ada di tepi, kami bertanya padanya, wahai Abu Hamzah apakah engkau melakukan lomba adu kuda pada masa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam , apakah Rasulullah Shallallahualaihi wasallam ikut berlomba kuda di dalamnya? Anas bin Malik RA berkata; Ya, demi Allah Rasulullah Shallallahualaihi wasallam telah ikut lomba berkuda dengan seekor kuda miliknya yang dijuluki dengan Sabhah, maka beliau menang hingga beliau kagum dan suka akan itu. [HR. Ahmad, al-Daruqutni, al-Baihaqi-sahih]. kata “نهارت” secara bahasa menunjukkan adanya perlakuan dari dua pihak, maka zhahir hadits ini kedua belah pihak meletakkan uang taruhan dalam perlombaan kuda itu dan tidak ada dalam hadits ini menceritakan berkenaan ‘Muhallil’ yakni orang ketiga. 22 Adapun jika dikatakan jika tidak ada Muhallil maka ini adalah ‘Qimar’ judi maka dijawab ini adalah yang diharuskan dengan dalil khusus. 23 22 Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad Ibn Abi Bakar Ibn Ayyub Ibn Qayyim al- Jauziyyah, al-Furusiyyah, Hail-Saudi Arabia: Dar el-Andalus, 2003, Cet. I, h.165-166 23 Shalih Ibn Fauzan Ibn Abdullah al-Fauzan, al-Mulakhkhash al-Fiqhiy, Riyadl-Saudi Arabia: Riaasah Idarat al-Buhuuts al- ‘Ilmiyyah Wa al-Ifta, 1423 H, Jilid II, Cet. I, h. 158 Adapun Jumhur Ulama berdalilkan hadits berikut: ْنَع ِبَأ َةَرْ يَرُ ْنَع ِِّبلا ىلَص ُّا ِهْيَلَع َملَسَو َلاَق ْنَم َلَخْدَأ اًسَرَ ف َْيَ ب ِْيَسَرَ ف َوَُو َا ُنَمْأَي ْنَأ َقِبْسَي َلَف َسْأَب ِهِب ْنَمَو َلَخْدَأ اًسَرَ ف َْيَ ب ِْيَسَرَ ف ْدَق َنِمَأ ْنَأ َقِبْسَي َوُهَ ف .ٌراَمِق ُاَوَر دَْمَأ نْباَو هَجاَم ِنْطُقُرادلاَو يِقَهْ يَ بْلاَو . Artinya : dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda: Barangsiapa memasukkan kudanya pada dua kuda lainnya yang sedang berlomba sedang dirinya tidak merasa yakin bahwa kudanya akan mendahului maka tidaklah mengapa. Dan barangsiapa memasukkan kudanya pada dua kuda lainnya sedang dirinya merasa yakin bahwa kudanya akan menang maka itu adalah judi. [HR. Abu Daud, Ibn Majah, Ahmad, al-Daruqutni, al-Baihaqi]. Maksud hadis ini ialah apabila dua orang yang berlomba mengeluarkan uang taruhan, maka perlu ada peserta ketiga yang tidak mengeluarkan uang taruhan dan disyaratkan peserta ketiga ini juga setara dengan dua peserta lainnya dari segi kecepatan kuda misalnya pada lomba kuda, jika dia hanya sekedar masuk sedangkan kudanya memang pasti lemah dan tidak mampu menandingi kuda dua peserta lainnya maka ia tetap qimar judi. 24 Hadits ini dinilai berbeda pandangan antara Ulama hadits, Ibn Hajar al-Asqalani dalam Bulughul Maram mendhaifkannya dan disokong oleh mereka yang tidak mensyaratkan Muhallil seperti Ibn Taimiah, Ibn al-Qayyim, dan kebanyakan Ulama Hanabilah Mutaakhirin dan disetujui juga oleh Syeikh al-Albani. 25 24 Yahya Ibn Syarf Al-Nawawi, Op. Cit., h. 30-31 25 Muhammad Nashir ad-Din al-Albani, Irwaa al-Ghalil, Lebanon: al-Maktab al-Islamiy, 1979, Jilid V, Cet. I, h. 340 Sebagian Ahli Hadits lagi menshahihkan hadits ini, diantaranya: al-Hakim dan Ibn Hibban namun yang benarnya hadits ini adalah dh a’if tetapi dalam Shahih Ibn Hibban: ،اًقْ بَس اَمُهَ ْ يَ ب َلَعَجَو ،ِلْيَْْا َْيَ ب َقِباَس َملَسَو ِهْيَلَع ُّا ىلَص ِبلا ّنَأ ،َرَمُع ِنْبا ِنَع اَمُهَ ْ يَ ب َلَعَجَو َلاَقَو ،لِّلَُُ : َا َقْبَس ِإ ا ٍلْصَن ْوَأ ٍرِفاَح ِف . .ِنابِح ُنْبا ُاَوَر artinya: “dari Ibn Umar, bahwa Nabi s.a.w berlomba kuda dan baginda jadikan antara keduanya uang taruhan dan baginda letakkan muhallil dan bersabda: “Tidak ada uang taruhan kecuali dalam lomba kuda atau unta”. [HR. Ibn H~ibban]. Tetapi hadits ini juga dha’if karena dha’ifnya Abdullah bin Dinar, namun yang rajih kuat pada kami –wallahua’lam- disyaratkan muhallil walaupun dalil- dalil naqlinya dha’if namun dari segi qiyas hal tersebut adanya muhallil itu benar, supaya tidak termasuk qimar. Maka dapat disimpulkan bahwa antara empat bentuk uang taruhan dalam musabaqah yang dibolehkan padanya uang taruhan ini, hanya bentuk pertama, kedua, dan keempat saja, adapun bentuk yang ketiga adalah haram menurut Jumhur Ulama. 26

5. Urgensi Muhallil dalam Musabaqah

Muhallil ialah pihak ketiga di dalam sebuah perlombaan yang menyebabkan suatu perlombaan menjadi sah dan bukan termasuk ke dalam qimar. Karena terdapat 26 Wahbah az-Zuhailiy, al-Fiqh al-Islamiy Wa Adillatuh, Damaskus: Dar el-Fikr, 1985, Jilid V, Cet. II, h. 787-788 sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Ra. Bahwasanya Nabi SAW. Bersabda: “Barangsiapa yang memasukkan kuda antara dua kuda sedangkan dia tidak aman daripada didahului maka tidaklah mengapa bukanlah qimar, dan barangsiapa yang memasukkan kuda antara dua ekor kuda sedangkan dia aman daripada didahului maka ia adalah qimar ”.[Abu Daud, Ibn Majah, Ahmad, al-Daruqutni, al-Baihaqi]. Maksud hadis tersebut ialah apabila dua orang yang berlomba mengeluarkan uang taruhan, maka perlu ada peserta ketiga yang tidak mengeluarkan uang taruhan dan disyaratkan peserta ketiga ini juga setara dengan dua peserta lainnya dari segi kecepatan kuda misalnya pada lomba kuda, jika dia hanya sekedar berpartisipasi sedangkan kudanya memang pasti lemah dan tidak mampu menandingi kuda dua peserta lainnya, maka ia tetap qimar judi. Dengan adanya muhallil, Perlombaan tersebut bukan termasuk perjudian, karena ada seseorang yang mengambil taruhan bila Ia menang dan tidak memberi taruhan jika Ia kalah. Namun bila tanpa muhallil, maka yang terjadi adalah seseorang mengambil taruhan apabila Ia menang, dan memberikan taruhan apabila Ia kalah, dan hal yang demikian itu merupakan bentuk perjudian qimar. Muhallil juga diperbolehkan terdiri dari dua orang atau lebih, karena hal tersebut semakin menjauhkan dari bentuk perjudian. Jika perlombaan tersebut antara dua kelompoktim, maka hukum kedua kelompok tersebut dalam mengikutsertakan muhallil sama seperti hukum 2 orang kontestan, karena tujuan dari masuknya muhallil adalah membebaskan dari bentuk perjudian, dan hal itu dapat dicapai dengan cara mengikutsertakan seorang muhallil, baik sedikit ataupun banyaknya jumlah kontestan. Dan ashaab ‘ulaama berbeda pendapat mengenai masuknya muhallil, mayoritas dari mereka berpendapat bahwa masuknya muhallil tersebut untuk menghalalkan taruhan bagi setiap peserta yang menang diantara para kontestan. Sedangkan Abu ‘Ali Ibn Khairan berpendapat bahwa masuknya muhallil itu adalah untuk membolehkan taruhan hanya bagi dirinya saja. Ia muhallil mengambil taruhan bila Ia menang, dan tidak mendapat uang taruhantaruhan bagi kedua kontestan bila mereka berdua yang menang. Karena bila seandainya dikatakan kepada kami: “jika kedua kontestan tersebut menang, kemudian mereka mendapat uang taruhantaruhan, hasilnya ialah ada pihak yang memberi taruhan, dan ada pihak yang mengambil taruhan, dan itu termasuk qimar judi. Menurut pendapat pertama ashaab, bahwa dengan masuknya muhallil, maka kedua kontestan terbebas dari unsur perjudian, karena dalam perjudian ada pihak yang memberi taruhan dan ada pihak yang menerima taruhan. Dengan masuknya muhallil menghasilkan ada pihak yang mengambil taruhan dan tidak memberi taruhan, maka hal tersebut tidak menjadi qimar judi. Kemudian jika mereka semua seimbang, yakni mereka sampai ke garis finish secara berbarengan, maka salah seorang yang mengeluarkan taruhan dari kedua kontestan menyimpan kembali harta taruhannya, karena berarti tidak ada seorangpun yang memenangkan pertandingan. Dan bagi muhallil tidak mendapat apapun karena Ia tidak mengungguli salah seorang dari mereka berdua. Dan jika kedua kontestan yang menang, maka salah seorang yang mengeluarkan taruhan dari kedua kontestan