G. Risiko dalam Perjanjian Jual Beli
Yang dimaksud dengan risiko adalah suatu kewajiban untuk menanggung kerugian sebagai akibat dari adanya suatu peristiwa atau kejadian yang menimpa
obyek perjanjian dan bukan karena kesalahan dari salah satu pihak.Dalam Pasal 1237 KUHPerdata dinyatakan bahwa, “dalam hal adanya perikatan untuk
memberikan sesuatu kebendaan tertentu maka sejak perikatan itu dilahirkan adalah atas tanggungan kreditur atau si berpiutang.Dengan demikian maka sejak
lahirnya perjanjian untuk menyerahkan sesuatu itu, sejak saat itu risiko ada di tangan pihak yang berhak menerima penyerahan itu.Yang dimaksudkan dalam
pasal itu adalah suatu perjanjian yang meletakkan kewajiban kepada satu pihak saja misalnya hibah. Selanjutnya ayat 2 dalam pasal itu dinyatakan bahwa,
“apabila pihak yang berpiutang lalai maka sejak saat kelahirannya itu risiko atas barang dibebankan untuk mengganti kerugian.” Hal ini karena satu perikatan
untuk memberikan sesuatu barang tertentu adalah suatu perikatan yang sepihak. Dalam pengertian risiko sebagaimana sudah dikemukakan di atas, disana
dikatakan “kewajiban untuk menanggung suatu kerugian sebagai akibat suatu peristiwa atau kejadian di luar kesalahan kedua belah pihak,” disana yang
dimaksudkan adalah “overmacht” Ciri-ciri overmacht tersebut antara lain:
1. Tidak dapat diduga-duga sebelumnya
2. Tidak dapat dihindari
3. Tidak dapat diperhitungkan sebelumnya sehingga orang tidak dapat
melepaskan diri dari peristiwa itu
70
Overmacht yang dimaksudkan disini adalah overmacht yang absolut yaitu sama sekali peristiwa itu tidak dapat dihindari lagi sehingga barang yang menjadi
obyek dari perjanjian itu menjadi musnah, jadi yang dimaksudkan disini bukan overmacht yang relatif, karena overmacht yang relatif ini tidak mengakibatkan
barang yang menjadi obyek perjanjian itu musnah, melainkan karena sesuatu hal maka barang itu tidak dapat dibawa, misalnya karena ada peperangan dan setelah
perang berhenti barang itu sudah dapat dibawa, jadi hanya tertunda untuk sementara waktu saja.
Mengenai risiko dalam jual beli ini dalamKUHPerdata ada tiga peraturan yaitu:
a. Mengenai barang tertentu
Bahwa barang itu sejak saat pembelian saat ditutupnya perjanjian adalah atas tanggungan di pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan dan si
penjual berhak menuntut harganya.Yang dimaksud dengan barang tertentu adalah barang yang pada waktu perjanjian dibuat sudah ada dan ditunjuk oleh si
pembeli.Misalnya pembeli masuk toko meubel dan menjatuhkan pilihannya pada sebuah lemari yang disetujui untuk dibelinya. Yang dibeli adalah lemari yang
ditunjuk itu, bukan lemari lain dan bukannya ia pesan untuk dibuatkan lemari yang seperti itu. Dan mengenai barang seperti itu di dalam pasal 1460 menetapkan
bahwa resiko dipikulkan kepada si pembeli, biarpun barangnya belum diserahkan.
70
Ibid, hal 24
Jadi, umpanya lemari itu dalam perjalanan sewaktu sedang diangkut kerumahnya si pembeli dimana ia akan diserahkan hancur karena suatu kecelakaan maka
tetaplah si pembeli diharuskan membayar harganya. Inilah yang dinamakan memikul resiko atas suatu barang.Hal ini dikatakan tidak adil karena lemari
tersebut belum kepunyaan si pembeli masih dikatakan calon pemilik. Akan tetapiKUHPerdatamenganut sistem yang berlainan dengan Code Civil dalam hal
pemindahan hak milik, sehingga dengan ditutupnya perjanjian maka barang tersebut sudah menjadi milik si pembeli sesuai dengan yang dinyatakan dalam
Pasal 1460 KUHPerdata.
b. Mengenai barang yang dijual menurut berat, jumlah atau ukuran
Risiko atas barang yang dijual menurut berat,jumlah atau ukuran diletakkan pada pundaknya si penjual hinga barang-barang itu telah ditimbang,
dihitung atau diukur. Barang-barang yang masih harus ditimbang dahulu, dihitung atau diukur dahulu sebelumnya dikirim diserahkan kepada si pembeli, boleh
dikatakan baru dipisahkan dari barang-barang milik si penjual lainnya setelah dilakukan penimbangan, penghitungan atau pengukuran.Baru setelah dipisahkan
itu merupakan barang yang disediakan untuk dikirimkan kepada pembeli atau untuk diambil oleh pembeli.Ketika barang-barang itu masih harus ditimbang
dihitung atau diukur dahulu, sebelum dilakukan maka risikonya diletakkan pada si penjual.Akan tetapi jika setelah dilakukan penimbangan, perhitungan dan
pengukuran resiko tersebut otomatis dipindahkan pada si pembeli sesuai yang dinyatakan dalam Pasal 1461 KUHPerdata.
c. Mengenai barang-barang yang dijual menurut tumpukan
Risiko atas barang-barang yang dijual menurut tumpukan diletakkan pada si pembeli.Barang yang dijual menurut tumpukan, dapat dikatakan sudah dari
semula disendirikan dipisahkan dari barang-barang milik penjual lainnya, sehingga sudah dari semula dalam keadaan siap untuk diserahkan kepada
pembeli.Kesimpulannya adalah bahwa selama belum di levering terhadap barang dari macam apa saja resikonya masih harus dipikul oleh si penjual, dan yang
masih merupakan pemilik sampai pada saat barang itu secara yuridis diserahkan kepada pembeli sesuai yang dinyatakan dalam Pasal 1462 KUHPerdata.
Perlu diketahui, sehubungan dengan Pasal 1460 KUHPerdata sebagaimana sudah uraikan di muka, bahwa terdapatnya suatu keadaan yang tidak adil itu maka
sejak saat timbulnya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963, risiko yang diatur dalam Pasal 1460 itu dianggap tidak berlaku lagi. Dan dalam
menghadapi risiko dalam perjanjian jual beli ini sebagaimana yang tersebut dalam pasal 1460 itu, setelah adanya Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut dapat
dilihat secara kasuistis, bahkan kalau perlu kerugian itu dapat dipikul oleh kedua belah pihak. Dengan demikian maka pembeli hanya membayar separuh saja dari
harga dan si penjual pun menerimanya.Jadi masing-masing menderita 50 persen.Inilah jalan keluar yang diambil oleh Mahkamah Agung.
BAB IV BENTUK PERJANJIAN JUAL BELI TANAMAN BIBIT KARET
ANTARA CV. SAPUTRO JAYA AGRINDO DENGAN MASYARAKAT PETANI DI KABUPATEN
SIMALUNGUN
A. Deskripsi Singkat Mengenai CV. Saputro Jaya Agrindo