BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN
A. Pengertian Perjanjian
Pengertian perjanjian pada Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dinyatakan bahwasanya “Tidak menggunakan kata perjanjian melainkan
persetujuan, persetujuan adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Menurut Setiawan,rumusan pada Pasal 1313 KUHPerdata, di atas selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan
persetujuan sepihak saja.Sangat luas karena dengan digunakannya perkataan “perbuatan” tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum.
7
1. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang
bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum Sehubungan dengan itu, perlu kiranya diadakan perbaikan mengenai defenisi
tersebut, ialah:
2. Menambah perkataan “atau saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal 1313
KUHPerdata. Sehingga perumusannya menjadi “Perjanjian adalah perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”
7
Setiawan,Pokok-pokok Hukum Perikatan,Jakarta:Bina Cipta,1987 , hal 49
16
Demikian halnya menurut Suryodiningratbahwa defenisi Pasal 1313KUHPerdata ditentang beberapa pihak dengan argumentasi sebagai berikut:
8
a. Hukum tidak ada sangkut pautnya dengan setiap perikatan, dan demikian pula
tidak ada sangkut pautnya dengan setiap sumber perikatan, sebab apabila penafsiran dilakukan secara luas, setiap janji adalah persetujuan.
b. Perkataan perbuatan apabila ditafsirkan secara luas, dapat menimbulkan akibat
hukum tanpa dimaksudkan misalnya perbuatan yang menimbulkan kerugian sebagai akibat adanya perbuatan melanggar hukum.
c. Defenisi Pasal 1313 KUHPerdata hanya mengenai persetujuan sepihak
unilateral, satu pihak sajalah yang berprestasi sedangkan pihak lainnya tidak berprestasi misalnya schenking atau hibah. Seharusnya persetujuan itu
berdimensi dua pihak, dimana para pihak saling berprestasi. d.
Pasal 1313 KUHPerdata hanya mengenai persetujuan obligatoir melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak, dan tidak berlaku bagi persetujuan jenis
lainnya misalnya perjanjian liberatoir atau membebaskan; perjanjian di lapangan hukum keluarga; perjanjian kebendaan; perjanjian pembuktian
Terhadap defenisi Pasal 1313 KUHPerdata ini Purwahid
Patrikmenyatakan beberapa kelemahan yaitu : 1
Defenisi tersebut hanya menyangkut perjanjian sepihak saja. Hal ini dapat disimak dari rumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih lainnya”. Kata mengikatkan merupakan kata kerja yang sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua pihak. Sedang
8
R.M. Suryodiningrat,Azas-azas Hukum Perikatan,Bandung:Tarsito,1985,hal 72
maksud perjanjian itu para pihak saling mengikatkan diri, sehingga tampak kekurangan yang seharusnya ditambah dengan rumusan “saling mengikatkan
diri” 2
Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus atau kesepakatan, termasuk perbuatan mengurus kepentingan orang lain zaakwaarneming dan perbuatan
melanggar hukum onrechtmatige daad. Hal ini menunjukkan makna “perbuatan” itu luas dan yang menimbulkan akibat hukum
3 Perlu ditekankan bahwa rumusan Pasal 1313 KUHPerdata mempunyai ruang
lingkup di dalam hukum harta kekayaan vermogensrecht.
9
Terhadap pengertian perjanjian terdapat beberapa pendapat sarjana, antara lain:
a Sri Soedewi Masychoen Sofwan
“Bahwa perjanjian itu adalah suatu perbuatan hukum dimana seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih”.
10
b R.Wirjono Prodjodikoro
“Suatu perjanjian diartikan sebagai suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau
dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”.
11
9
Purwahid Patrik,Dasar-dasar Hukum Perikatan, Bandung:Mandar Maju,1994, hal 45
10
AQirom Syamsudin Meliala,Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya,Yogyakarta:Liberty,1985,hal 7
11
R Wirjono Prodjodikoro,Azas-azas Hukum Perjanjian Cetakan VII,Bandung:Mandar Maju,2000, hal 4
c R. Subekti
“Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
Beliau juga mengatakan bahwa suatu perjanjian itu dinamakan juga oersetujuan karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu”.
12
d KRMT Tirtodiningrat
“Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat di antara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang
diperkenankan oleh Undang-undang”.
13
e M.Yahya Harahap
“Perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaanharta benda antara dua orang atau lebih. Yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk
memperoleh prestasi dan juga sekaligus mewajibkan para pihak yang lain untuk menunaikan prestasinya”.
14
Pengertian perjanjian yang dikemukakan para ahli tersebut melengkapi kekurangan defenisi Pasal 1313 KUHPerdata, sehingga secara lengkap
pengertianperjanjian diatas dapat dikatakan bahwa perjanjian itu adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu
saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
15
12
R.Subekti 1,Hukum Perjanjian Cetakan XIII,Jakarta:Intermasa,1990,hal 1
13
AQirom Syamsudin Meliala,Loc.cit
14
M.Yahya Harahap,Segi-segi Hukum Perjanjian,Bandung:Alumni,1986,hal 6
15
R.Subekti 1,Op.cit,hal 1
Dan sesuatu hal tersebut dapat menimbulkan atau meletakkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban pada yang
bersangkutan atau yang terlibat dalam perjanjian tadi, yaitu satu pihak menerima
atau menuntut prestasi dari pihak yang lainnya.Sedangkan pihak yang lainnya berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Sehingga menjadi jelaslah apa yang
menjadi hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak, karena mereka telah melakukan perjanjian sebelumnya.
16
B. Syarat Sahnya Perjanjian