53 Abu Bakar Ba’asyir menegaskan bahwa dalam Islam pemimpin dipilih
dan diturunkan bila ia melanggar syariat, meninggal, mengundurkan diri, atau sakit permanen. Seorang pemimpin tidak perlu mempertanggung jawabkan
kepemimpinanya di kongres, melainkan langsung bertanggung jawab kepada Allah.
107
Abu Jibril sendiri menegaskan bahwa MMI yang ada sudah berjalan sesuai dengan tujuanya untuk menegakan syariat Islam, karena syariat Islam tidak
bisa dipandang lewat perspektif seseorang, karena itu dalam MMI tidak ada simbol atau figuritas sentral. Abu Jibril sendiri membenarkan pernyataan Abu
Bakar Ba’asyir tersebut, hanya saja menurutnya pandangan Abu Bakar Ba’asyir tersebut tidak selaras dengan realitas yang ada, karena seorang pemimpin tidak
perlu mempertanggung jawabkan kepemimpinanya di kongres, melainkan langsung bertanggung jawab kepada Allah hanya dapat direalisasikan bila sudah
tegak kepemimpinan umat Islam internasional Khilafah dan pemimpinya disebut Khalifah atau secara nasional disebut Amirud Daulah. Pandangan Abu Bakar
Ba’asyir dinilai tidak realistis karena MMI saat ini masih berbentuk jamaah kecil.
108
MMI dibawah kepemimpinan Abu Jibril bertekad meneruskan kebijakan- kebijakan sebelumya, antara lain berfungsi sebagai motivator umat untuk
penegakan syariat Islam dalam lingkup keluarga, masyarakat, dan pemerintahan negara, serta membuat fatwa tentang kasus-kasus tertentu mengenai ajaran-ajaran
107
“Baasyir Dirikan Ormas Baru” tersedia di http:regional.kompas.comread2008091713241387BaE28099ashir20Mundur20dari
20Majelis20Mujahidin20Indonesia Internet; diunduh 21 Februari 2013.
108
Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan, 18 Desember 2012.
54 yang menyimpang dari Islam seperti ajaran Ahmadiyah, Syi’ah yang dianggap
sesat dan menyesatkan. Abu Jibril dan MMI selalu b
er
upaya untuk memperkenalkan sekaligus memperkuat ingatan umat tentang syariat Islam adalah melalui jalan dakwah. Abu
Jibril sebagai Amir MMI tidak henti-hentinya mendakwahkan betapa pentingnya syariat Islam bagi keberlangsungan kehidupan sosial bangsa Indonesia menuju
kehidupan yang lebih baik. Menegakan syariat Islam merupakan kewajiban setiap Muslim, oleh
karena itu siapapun yang ingin menegakan syariat Islam, harus didukung secara maksimal. Abu Jibril mengungkapkan harapanya agar usaha yang dilakukan para
mujahid untuk menegakan syariat Islam dapat memperoleh dukungan dari masyarakat Islam sendiri. Umat Islam harus bersatu dalam satu barisan dan jangan
sampai terkotak-kotak. Umat Islam harus senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dan mendalami Islam dengan sebenar-benarnya.
109
109
Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan, 18 Desember 2012.
55
BAB IV JIHAD DAN UPAYA PENEGAKAN SYARIAT ISLAM
A. Jihad
1. Makna Jihad
Istilah jihad berasal dari bahasa Arab ‘Jahada’ yang berarti ‘upaya
sungguh- sungguh’. Jihad bisa juga berarti perang suci. Istilah perang seringkali
diterjemahkan merupakan bagian dari ajaran Islam. Oleh karena itu, stigmatisasi yang berkembang adalah Islam sebagai agama brutal, dimana perang tidak hanya
dibenarkan tetapi juga dianggap suci.
110
Dalam Al- Qur’an sebetulnya telah banyak dijelaskan mengenai makna
jihad, dan wajib bagi setiap Muslim untuk berjuang demi menegakan Islam di muka bumi.
Dalam teori hukum Islam banyak cara yang digunakan untuk memenuhi kewajiban jihad diantaranya menggunakan hati, lidah, tangan, dan
pedang. Jihad yang menggunakan hati berkaitan dengan pertarungan melawan setan, dan dipandang sebagai jihad terbesar jihad akbar. Jihad yang
menggunakan lidah dan tangan adalah jihad yang memerintahkan kebenaran dan melarang kejahatan
amar ma’ruf nahi munkar. Jihad yang menggunakan pedang sama dengan perang dan dinilai sebagai jihad paling ringan jihad asghar.
111
110
Chaider S. Bamualim, “What’s Wrong with the Notion of Jihad”. Lihat, Cheyne Scoot
dan Irfan Abubakar ed, Contemporary Issues in the Islamic World: The IndonesianPerspective, Jakarta: CSRC UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008, 5-6.
111
Hasan, Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia Pasca- Orde Baru, 216.
56 Para ahli hukum Islam fuqaha tradisional membagi jihad ini dalam dua
bentuk, jihad ofensif menyerang dan jihad defensive mempertahankan diri.
112
Jihad ofensif merupakan suatu bentuk perlawanan masyarakat Muslim terhadap kolonialisme kaum kafir. Jihad ofensif merupakan kewajiban, namun
penyebarluasanya hanya boleh dilakukan oleh negara, karena didalamnya terkandung tujuan mulia yaitu mengajak atau menghimbau agar manusia lebih
mendekatkan diri kepada Tuhan dan menjadikan Islam sebagai satu-satunya keyakinan yang diyakini dapat menuntun menuju kemaslahatan umat, maka jihad
ini menjadi tanggung jawab dan kewajiban khalifah sebagai pemimpin negara. Sedangkan jihad defensive dikatakan sebagai jihad perseorangan karena hanya
wajib bagi umat Muslim yang mampu melaksanakanya. Baik jihad ofensif maupun jihad defensive, pelaksanaanya harus mendapat persetujuan imam
sebagai pemegang otoritas tertinggi agar dalam pelaksanaanya umat Islam senantiasa terbebas dari segala sanksi hukum yang dinilai memberatkan. Jihad
juga harus senantiasa memperhatikan etika dan hak preroatif. Maka dari itu peran imam sangatlah kuat dalam mewujudkan dan mengamalkan kedua jihad
tersebut.
113
Menurut Abu Jibril, jihad yang benar itu diantaranya jihad melawan hawa nafsu, setan, orang kafir, orang zalim dan munafik. Dari jihad tersebut, jihad
melawan orang kafir merupakan bentuk jihad yang paling sukar. Dan jihad wajib
112
Hasan, Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia Pasca- Orde Baru, 216.
113
Djelantik, Terorisme: Tinjauan Psiko-Politis, Peran Media, Kemiskinan, dan Keamanan Nasional, 151.
57 dipelajari dan diamalkan kaum Muslim karena jihad merupakan benteng
pertahanan umat Islam dan cara umat Islam untuk menegakkan agama Allah. Jihad apapun bentuknya bukanlah perbuatan buruk karena jihad merupakan jalan
Islam.
114
Abu Jibril menuturkan sesungguhnya Islam itu tinggi dan mulia, tidak ada suatu agama yang dapat mencapai ketinggian dan kemuliaan Islam, juga satu-
satunya agama yang diridhai Allah. Allah berfiman dalam QS. Ali-Imran, ayat 19:
“sesungguhnya dien agama yang diridhai, diakui diiktiraf di sisi Allah ialah Islam” QS Ali-Imran,3: ayat 19
115
Berdasarkan ayat tersebut Abu Jibril menjelaskan bahwa ketinggian dan kemuliaan Islam telah dirasakan oleh dunia dan seisinya pada saat ajaran Islam
dilaksanakan sepenuhnya secara kaffah syumul pada saat Islam ditegakan mengikuti metode manhaj Rasulullah. Islam ditegakan Nabi Muhammad SAW
dengan dakwah dan diakhiri dengan jihad.
116
Maka menurut Abu Jibril, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa dakwah Islam sudah menyebar ke seluruh pelosok dunia. Namun sayangnya dakwah Islam
saat ini tidak diikuti dengan seruan kepada Hijrah dan Jihad, yang justru dianggap sebagai sesuatu yang asing ditengah kehidupan masyarakat kini. Padahal,
kesemuanya merepukan satu komponen yang tidak bisa dipisahkan.
117
114
Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan, 17 September 2013.
115
Abu Muhammad Jibriel AR, Karakteristik Lelaki Shalih, Pamulang:Ar Rahmah Media, 2005, 106.
116
Jibriel AR, Karakteristik Lelaki Shalih, 107.
117
Jibriel AR, Karakteristik Lelaki Shalih, 108.
58 Selanjutnya Abu Jibril berkata bahwa Islam adalah agama damai dan
pembawa perdamaian. Perdamaian akan terjadi jika seluruh manusia sudah berhenti memerangi agama Allah atau agama itu milik Allah seluruhnya.
118
Ditegaskanya pula bahwa jihad fie sabilillah adalah puncak ketinggian Islam dan merupakan ibadah yang paling utama dan tiada suatu amalpun yang mampu
menandinginya. Jihad adalah satu-satunya cara untuk mengatasi persoalan- persoalan yang menimpa umat Islam saat ini dan untuk menegakkan martabat
Islam, maka dari itu jihad merupakan hal yang penting bagi kehidupan umat Islam.
2. Jihad Sebagai Tugas Bersama Seluruh Umat Islam
Menurut Abu Jibril, jihad itu adalah tugas bersama, maka wajib hukumnya mengajak seluruh komponen kaum Muslimin apa pun latar belakangnya untuk
bersama-sama kaum Muslimin seluruh dunia untuk memerangi orang-orang kafir yang memerangi Islam.
119
Abu Jibril mengutip surat At Taubah ayat 123:
“Wahai kaum mukmin, perangilah orang-orang kafir yang membahayakan kalian yang tinggal di sekitar negeri kalian, agar mereka
merasakan kekerasan kalian terhadap mereka. Ketahuilah bahwa Allah bersama hamba-Nya yang taat kepada-Nya Q.S. At Taubah : 123.
118
Abu Muhammad Jibril AR, “Potret Medan Jihad” dalam Awwas, ed., Risalah Kongres
Mujahidin I dan Penegakan Syariah Islam, 103.
119
Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan, 5 Februari 2013.
59 Maka dari itu Abu Jibril berpendapat bahwa tidak ada alasan bagi kaum
Muslimin untuk mengesampingkan apalagi sampai menolak jihad dan menganggapnya sebagai ajaran yang sesat dan menyesatkan.
Lebih lanjut mengenai jihad, Abu Jibril menegaskan bahwa jihad merupakan amalan Islam yang tinggi dan mulia, namun sekaligus merupakan
amalan yang paling berat dan sukar. Medan jihad adalah suatu tempat untuk tidak bersenang-senang dan memikirkan kemewahan dunia. Medan jihad suatu tempat
yang penuh cobaan dan ujian, kesusahan dan penderitaan. Maka dari itu tidak banyak manusia yang sanggup mengarungi medan jihad.
120
Dijelaskan oleh Abu Jibril, bahwa tugas manusia dalam hidup ini adalah menegakan Dienullah Agama Allah. Dan menegakkan Dienullah di muka bumi
ini merupakan suatu pekerjaan yang mesti disertai dengan jihad. Abu Jibril berpendapat, sesungguhnya jihad tidak mungkin akan tegak kecuali memenuhi
dua syarat yang asas dan pokok. Pertama, sabar yang membuahkan keberanian. Kedua, dermawan yang siap mengorbankan yang paling berharga dari apa yang
dimilikinya yaitu jiwa, raga, keluarga, dan hartanya. Kedua syarat tersebut hampir hilang dari kehidupan umat Islam hari ini, dan banyak yang menjadi penakut dan
pengecut. Mereka lupa, terlalu cinta kepada dunia dan takut berjihad adalah puncak tragedi kebinasaan umat Islam.
121
120
Abu Muhammad Jibril AR, “Potret Medan Jihad” dalam Awwas, ed., Risalah Kongres Mujahidin I dan Penegakan Syariah Islam, 103.
121
Abu Muhammad Jibril AR, “Potret Medan Jihad” dalam Awwas, ed., Risalah Kongres Mujahidin I dan Penegakan Syariah Islam, 103.