Islamisme: Upaya Memperjuangkan Islam Sebagai Sistem Politik

22 membentuk pola tingkah laku, identitas, kepentingan yang khas sebelum mengorganisasikan diri dan memobilisasi sumber daya untuk mencapai tujuanya. 40 Eksistensi gerakan sosial membutuhkan proses mobilisasi politik yang bertujuan menguatkan basis organisasi gerakan dengan memobilisasi masa melalui bentuk pengkaderan. Mobilisasi umumnya disertai dengan pengerahan golongan masyarakat awam dalam upaya mencoba menggunakan kekuatan melawan golongan elit, penguasa dan kelompok lawan. Mobilisasi sumber daya merupakan gerakan kolektif sebagai aksi-aksi rasional, bertujuan, dan terorganisasi. 41 Keberhasilan mobilisasi sumber daya yang dipengaruhi beberapa faktor internal dan eksternal. Faktor internal biasanya berasal dari organisasi dan kepemimpinan. Sedangkan faktor eksternal biasanya dipengaruhi oleh peluang politik yang ada serta lembaga politik yang menunjangnya. 42 Kepemimpinan memegang peranan inti dalam gerakan sosial. Dalam membentuk karakter seorang individu untuk dimobilisasi kedalam aktifitas gerakan sosial, biasanya para pemimpin mengidentifikasi perasaan ketidakadilan yang dialami individu yang terangkum dalam kelompok, membangun identitas kolektif, serta memfasilitasi pengembangan strategi dan pelaksanaan aksi kolektif 40 Darmawan Triwibowo dan Moh. Syafi’ Alielha, “Mengangankan Perubahan Sosial: Analisis Perkembangan Bantuan Hukum Struktural di Indon esia” dalam Darmawan Triwibowo, ed., Gerakan Sosial: Wahana Civil Society Bagi Demokratisasi Jakarta: LP3ES, 2006, 157. 41 Darmawan Triwibowo dan Moh. Syafi’ Alielha, “Mengangankan Perubahan Sosial: Analisis Perkembangan Bantuan Hukum Struktural di Indonesia” dalam Triwibowo, ed., Gerakan Sosial: Wahana Civil Society Bagi Demokratisasi , 157. 42 Darmawan Triwibowo dan Moh. Syafi’ Alielha, “Mengangankan Perubahan Sosial: Analisis Perk embangan Bantuan Hukum Struktural di Indonesia” dalam Triwibowo, ed., Gerakan Sosial: Wahana Civil Society Bagi Demokratisasi, 158. 23 dengan memanfaatkan peluang politik yang tersedia. Peranan pemimpin menduduki posisi penting dalam membangkitkan ketidakpuasan menjadi sebuah gerakan protes. 43 Dalam memobilisasi sumber daya, faktor lain yang mempengaruhi adalah struktur peluang politik yang tersedia. Faktor ini merujuk pada kondisi sistem politik yang bisa memfasilitasi namun bisa juga menghambat pertumbuhan gerakan sosial. Namun, struktur peluang politik yang ada tidaklah bersifat tetap dan tantangan bagi gerakan sosial adalah mengidentifikasikan serta mendayagunakanya secara optimal. Karakter kelembagaan politik yang ada juga menentukan keberhasilan proses mobilisasi. 44 Dalam hal ini, tiga konsep gerakan sosial yang penting diantaranya, struktur peluang politis political opportunity, siklus penentangan cycles of contention, dan pembikaian framing. 45 Konsep struktur peluang politis menjelaskan bahwa kebangkitan gerakan sosial seringkali dipicu oleh perubahan besar yang terjadi dalam struktur politik. Perubahan drastis semacam ini membuka banyak peluang yang menyediakan keuntungan-keuntungan bagi aktor sosial untuk memprakarsai fase-fase baru politik penentangan dan mendorong masyarakat untuk ikut mengambil peluang. S eiring dengan terbukanya peluang politik, gerakan sosial menjadi suatu siklus 43 Mubarak, Genealogi Islam Radikal di Indonesia: Gerakan, Pemikiran dan Prospek Demokrasi, 27. 44 Darmawan Triwibowo dan Moh. Syafi’ Alielha, “Mengangankan Perubahan Sosial: Analisis Perkembangan Bantuan Hukum Struktural di Indonesia” dalam Triwibowo, ed., Gerakan Sosial: Wahana Civil Society Bagi Demokratisasi, 158. 45 Hasan, Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia Pasca- Orde Baru, 131. 24 kehidupan, dari tahap perencanaan, ke tahap pembentukan, dan konsolidasi. 46 Dari tahapan-tahapan inilah seorang awam bertransformasi menjadi aktifis gerakan sosial, yang mana siklus kehidupan membawa seorang aktifis pergerakan berubah menjadi ideolog sesuai dengan peluang politis yang ada. Keberlangsungan suatu gerakan sosial banyak ditentukan oleh seberapa lama peluang politik tersedia. Kemunculan para aktifis Islam Radikal sebetulnya dipengaruhi oleh kejatuhan rezim Orde Baru yang secara dramatis telah mengakibatkan perubahan politik besar-besaran di Indonesia. Perubahan politik tersebut ditandai dengan adanya kebebasan politik yang menimbulkan efek bagi seluruh anggota masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam segala bentuk aksi-aksi politik. Kondisi semacam ini telah melahirkan berbagai kelompok identitas dan kelompok-kelompok kepentingan yang beramai-ramai mengisi ruang-ruang publik yang tersedia. Bagian penting lainya dari kelahiran gerakan sosial adalah siklus penentangan. Siklus penentangan lahir dari sekelompok orang yang tidak memiliki kuasa apapun namun berusaha melakukan aksi penentangan melawan pemerintahan yang ada. Aksi penentangan terjadi dikarenakan adanya tuntutan- tuntutan baru yang memaksa untuk segera direalisasikan. Siklus penentangan tumbuh demi untuk mewujudkan tujuan-tujuan kolektif yang dilatarbelakangi oleh rasa solidaritas para anggota kelompok. 47 46 Hasan, Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia Pasca- Orde Baru, 132. 47 Hasan, Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia Pasca- Orde Baru, 131. 25 Kondisi penting lainya yang melatarbelakangi kemunculan gerakan sosial adalah pembingkaian. Proses pembingkaian terjadi ketika aktor gerakan sosial mengemukakan wacana-wacana di tengah masyarakat yang akan dijadikan target mobilisasi. 48 Pembingkaian sebenarnya merupakan suatu proses yang dilakukan dengan cara menampung berbagai aspirasi, keluhan dan permasalahan berdasarkan arah pembingkaian yang telah ditentukan. Para pelaku gerakan sosial merupakan individu-individu atau kelompok yang tengah mengembangkan strategi untuk dapat mencapai tujuan dasar mereka. Perasaan diskriminasi dan ketidakadilan yang dirasakan sebetulnya hanyalah perasaan yang sifatnya tidak langsung dalam suatu gerakan sosial, tapi hal tersebut suatu waktu bisa berubah wujud menjadi gerakan sosial bila terdapat sumber daya yang memadai untuk dimobilisasi serta adanya peluang besar untuk menggerakan aksi-aksi kolektif.

C. Islam Radikal di Indonesia Pasca Orde Baru

Sepak terjang gerakan radikal selalu menimbulkan ketakutan tersendiri bagi masyarakat. Gerakan Islam Radikal telah menjadi isu politik di tengah masyarakat seiring dengan serangkaian aksi peledakan bom di beberapa tempat di Indonesia antara tahun 1990 hingga menjelang tahun 2000. Kecurigaan publik mengarah langsung kepada kelompok-kelompok Islam Radikal yang dituduh sebagai pihak-pihak paling bertanggung jawab dari aksi kekerasan yang telah menghilangkan ratusan nyawa tersebut. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah 48 Hasan, Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia Pasca- Orde Baru, 132. 26 bagaimana kelompok Islam Radikal bisa tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat Indonesia yang dikenal ramah dan cinta damai? Apa penyebab utamanya? Dan sikap subversif rezim Orde Baru kepada para aktifis Islam Radikal disebut-sebut sebagai salah satu penyebab tumbuh suburnya gerakan- gerakan ini. 49 Dan pergerakan kelompok Islam Radikal semakin terlihat nyata dan terbuka pada kondisi Indonesia setelah ditinggalkan kekuasaan Orde Baru, ketika reformasi mengalirkan demokratisasi ke tengah-tengah publik. Runtuhnya rezim Orde Baru diikuti dengan munculnya rasa trauma terhadap Pancasila. Ketakutan terhadap Pancasila ini merebak karena dasar negara itu dianggap identik dengan rezim Orde Baru. Pancasila seakan menandakan adanya semacam trauma terhadap dasar negara yang menjadi ideologi tunggal dan satu-satunya sumber nilai kebenaran itu. 50 Keutamaan Pancasila sebagai ideologi tunggal negara membuatnya kerap kali berbenturan dengan norma-norma atau ideologi lain yang hidup ditengah masyarakat, bahkan benturanya dengan ajaran-ajaran agama juga tidak terelakan. Benturan itu tidak hanya pada level gagasan, bahkan melebar menjadi benturan sosial politik. Contohnya, pemaksaan asas tunggal bagi partai politik parpol dan organisasi masyarakat ormas, penangkapan mereka yang tidak setuju asas tunggal, dan sebagainya. 51 Hampir sepanjang pemerintahan Orde Baru, semua organisasi yang mendukung penerapan hukum Islam dipandang sebagai ancaman politik, dan 49 As’ad Said Ali, Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa, Jakarta: LP3ES, 2009, 50. 50 Ali, Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa, 50. 51 Ali, Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa, 50. 27 negara melakukan upaya-upaya untuk mendepolitisisasi Islam. Kondisi ini mendesak banyak orang yang mendukung penerapan hukum Islam untuk menyingkir dan menuju pergerakan-pergerakan bawah tanah. Bagi para aktifis Muslim, tentu sangat menyulitkan menerima adanya asas tunggal, karena Pancasila yang merupakan buatan manusia, ditempatkan diatas Al- qur’an dan Islam yang berasal langsung dari Tuhan. Banyaknya permasalahan dan konflik yang menimpa Indonesia dengan ideologi pancasilanya, membuat para aktifis Muslim berani mengusulkan syariat Islam sebagai visi alternatif bagi masyarakat. Banyak aktifis Muslim menganggap politik asas tunggal sebagai upaya untuk mendepolitisisasi otoritas Islam. Orde Baru berusaha melemahkan dan mendepolitisisasi Islam politik untuk menghapuskan kemampuannya menghadirkan oposisi efektif terhadap rezim itu. Namun tentu bukan hal yang mudah bagi para aktifis Muslim untuk dapat merealisasikan cita-cita Islamis mereka. Ketiadaan jalur institusional untuk berpartisipasi adalah penghambat bagi pergerakan mereka. Ketiadaan akses justru malah membuat mereka semakin termarginalisasi, diasingkan, dan akhirnya berubah radikal. K ebijakan Orde Baru “menyembunyikan” Islam politik demi melenyapkan gerakan-gerakan tersebut justru semakin membuat pergerakan Islamis bawah tanah menjadi gerakan konservatif yang kuat berakar dan sama sekali tidak lenyap. Kenyataan yang ada, despolitisasi Islam politik justru telah banyak 28 meradikalkan para aktifis Muslim yang bercita-cita menjadikan Islam sebagai sistem alternatif ideal untuk masyarakat. 52 Sampai saat ini hubungan antara Islam dan negara modern memang problematis, hal ini bisa kita lihat dari masih banyak pandangan dan mazhab yang tidak mudah dipertemukan apalagi disatukan. Dan realita yang terjadi, banyak timbul konflik di tengah masyarakat lantaran ambisi sebagian orang yang memimpikan berdirinya negara Islam, dan sejarah modern tidak pernah sepi dari wacana Islamisme tersebut. Gelombang reformasi telah memunculkan kembali wacana penyatuan agama-negara yang diikuti dengan berdirinya partai-partai politik Islam dan agenda Perda Syariah yang mulai di isukan di beberapa daerah. Mengamati fenomena gerakan Islam dirasakan tepat bila menempatkan negara sebagai faktor penting yang turut serta menumbuh suburkan gerakan- gerakan Islam. Hal ini dikarenakan kemunculan gerakan keagamaan pada umumnya, kendatipun tidak semuanya, merupakan reaksi terhadap negara, atas apa yang dipunya atau dilakukan negara, baik dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan, kebijakan, alokasi sumberdaya, kesediaan untuk mengakomodasikan berbagai kepentingan yang berkembang di masyarakat, dan lain sebagainya. Tidak hanya terbatas pada kemunculannya, bentuk, isi, pola maupun strategi yang diadopsi oleh gerakan-gerakan keagamaan itu pun pada dasarnya merupakan hasil penyesuaian terhadap sikap dan perilaku negara. 53 52 Bahtiar Effendy, pengantar dalam Hwang, Umat Bergerak: Mobilisasi Damai Kaum Islamis di indonesia, Malaysia, dan Turki, Jakarta: freedom Institute, 2011, xx. 53 Bahtiar Effendy, pengantar dalam Hwang, Umat Bergerak: Mobilisasi Damai Kaum Islamis di indonesia, Malaysia, dan Turki, xx. 29 Walaupun mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, tapi kenyataanya negara tidak menempatkan Islam sebagai sumber hukum utama. Namun, negara tetap bersedia menerapkan syariat Islam walau hanya dalam hukum-hukum tertentu, seperti hukum waris, perkawinan, hibah, dan sebagainya. 54 Di masa Orde Baru hubungan politik antara Islam dan negara tidak berjalan baik. Kecurigaan negara terhadap para aktifis gerakan Islam sangatlah kuat, para aktifis Islam dianggap sebagai musuh negara yang sewaktu-waktu dapat menjadi bumerang tersendiri untuk negara. Runtuhnya rezim Orde Baru setelah 32 tahun berkuasa, maka secara drastis negara berubah menjadi demokratis. Demokratisasi ini direspon baik oleh kalangan Islamis, banyak aktifis-aktifis Muslim yang bergabung dengan partai pemerintah, dan banyak juga yang mendirikan partainya sendiri, semua itu dilakukan demi memperjuangkan hukum Islam sebagai hukum positif utama dalam UUD kenegaraan. Wacana mewujudkan kembali Piagam Jakarta seketika kembali terdengar. Namun, perjuangan menegakan syariah Islam tidak selalu melalui aksi di parlemen, karena banyak juga aktifis-aktifis Muslim yang menunjukan keenggananya ikut serta dalam proses demokratis, namun tetap mempromosikan sistem pemerintahan Khilafah Islamiyah. Intinya, bagi kelompok Islamis, syariat Islam tidak akan mampu berjalan maksimal bila syariat Islam tidak dilibatkan langsung dalam sistem kenegaraan. 55 54 Bahtiar Effendy, pengantar dalam Hwang, Umat Bergerak: Mobilisasi Damai Kaum Islamis di indonesia, Malaysia, dan Turki, xx. 55 Bahtiar Effendy, pengantar dalam Hwang, Umat Bergerak: Mobilisasi Damai Kaum Islamis di indonesia, Malaysia, dan Turki, xx.