Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh
PEMBUATAN GARAM KALSIUM KAROTENIL SULFAT DAN
PENGARUH SIFAT PEMANTAPNYA TERHADAP METIL
ESTER TIDAK JENUH
SKRIPSI
CATHERINE
050802002
PROGRAM STUDI SARJANA KIMIA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
(2)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
PEMBUATAN GARAM KALSIUM KAROTENIL SULFAT DAN PENGARUH SIFAT PEMANTAPNYA TERHADAP METIL ESTER TIDAK JENUH
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
CATHERINE 050802002
PROGRAM STUDI SARJANA KIMIA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
(3)
PERSETUJUAN
Judul : PEMBUATAN GARAM KALSIUM
KAROTENIL SULFAT DAN PENGARUH SIFAT PEMANTAPNYA TERHADAP METIL ESTER TIDAK JENUH
Kategori : SKRIPSI
Nama : CATHERINE
Nomor Induk Mahasiswa : 050802002
Program Studi : SARJANA (S-1) KIMIA
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di Medan, Desember 2009 Komisi Pembimbing :
Pembimbing II, Pembimbing I,
Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc Drs. Nimpan Bangun, M.Sc NIP. 19490718 197603 1001 NIP. 19501222 198003 1002
Disetujui oleh
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
Dr. Rumondang Bulan, MS
(4)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
iii
PERNYATAAN
PEMBUATAN GARAM KALSIUM KAROTENIL SULFAT DAN PENGARUH SIFAT PEMANTAPNYA TERHADAP METIL ESTER TIDAK JENUH
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Desember 2009
CATHERINE 050802002
(5)
PENGHARGAAN
Pujian dan syukur penulis naikkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih setia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat dan Pengaruh Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh.
Terima kasih kepada Drs. Nimpan Bangun, M.Sc selaku pembimbing I serta Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Terima kasih kepada Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS dan Bapak Drs. Firman Sebayang, MS selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA-USU Medan dan seluruh Staff dan Dosen FMIPA-USU Medan yang telah membimbing penulis selama perkuliahaan. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada asisten Laborotarium Kimia Anorganik: Julianto, Alexon, Gullit, Elisa, k’Mangisi, k’Rosida dan k’Vera. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman stambuk 2005.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada penyandang dana, Sinergi Penelitian dan Pengembangan Bidang Pertanian (SINTA) yang dibiayai oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Sesuai Surat Perjanjian No: 513/SP2H/PP/DP2M/VII/2009, TGL 21 JULI 2009.
Akhirnya, Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayah dan Ibu tercinta Fatola dan Ibu Henny Kim Lian serta adik-adik tersayang David dan Christine yang telah memberikan banyak dukungan, baik secara moril maupun materil mulai dari awal perkuliahan hingga selesainya penulisan penelitian dan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih teristimewa kepada Ricki yang telah memberikan semangat, waktu dan dukungan doa kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna karena keterbatasan penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan.
(6)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
v
PEMBUATAN GARAM KALSIUM KAROTENIL SULFAT DAN PENGARUH SIFAT PEMANTAPNYA TERHADAP METIL ESTER TIDAK JENUH
ABSTRAK
Karotenoid merupakan salah satu komponen minor dalam minyak kelapa sawit. Karotenoid dari minyak kelapa sawit dengan kadar 322 ppm. Karotenoid ini dapat diperkaya dengan mereaksikan campuran metil ester karotenoid dengan larutan urea dalam etanol 25% sehingga diperoleh karotenoid dengan kadar 3452 ppm yang dikarakterisasi dengan kromatografi gas dan UV-Vis. Karotenoid ini kemudian dapat ditransformasi menjadi kalsium karotenil sulfat dengan mengadisi H2SO4 dalam dietil
eter menggunakan katalis SiO2. Produk adisi berupa hidrogen karotenil sulfat
kemudian diubah menjadi garam natrium karotenil sulfat dengan menambahkan NaOH dalam metanol hingga pH 8. Padatan natrium karotenil sulfat dikarakterisasi dengan FT-IR dan 1H-NMR. Spektrum FT-IR menunjukkan 4 peak utama diantaranya pada 1418.55 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus sulfat organik, pada 2930 cm-1 yang menunjukkan adanya regangan –CH2− hasil reaksi adisi, pita serapan 721.48 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus alkena cis yang belum teradisi serta pita serapan pada 775.49 cm-1 menunjukkan adanya C−C aromatik. Spektrum 1H-NMR menunjukkan 3 puncak pada 1.25 ppm, 3.5 ppm dan 8.12 ppm. Pergeseran kimia
pada daerah 1.25 ppm menunjukkan proton –CH3, metil dari sikloheksena. Pada
daerah 8.12 ppm menunjukkan proton yang terikat pada alkena yang belum teradisi. Sedangkan pada daerah 3.5 ppm menunjukkan adanya proton dari rantai konjugasi
yang telah teradisi. Padatan natrium karotenil sulfat kemudian diubah menjadi garam kalsium karotenil sulfat dengan mereaksikannya dengan CaCl2(aq).
Selanjutnya kalsium karotenil sulfat digunakan sebagai pemantap dalam pemurnian metil ester tidak jenuh dari campuran metil ester melalui proses destilasi fraksinasi. Hasil destilasi pada residu dianalisa dengan kromatografi gas menunjukkan bahwa kandungan metil ester tidak jenuh sebesar 68%, metil palmitat 23.38% dan metil stearat 7.96%.
(7)
SYNTHESIS OF CALCIUM CAROTENYL SULFATE SALT AND THE SELECTIVE TO UNSATURATED METHYL ESTER
ABSTRACT
Carotenoid is one of a minor component in crude palm oil. Carotenoid enrichment could be done with reacting methyl ester with urea in ethanol 25% increasing the concentration of carotenoid from 322 ppm to 3452 ppm. Carotenoid was characterized by gas chromatography and UV-Vis Spectrophotometer. High concentration of carotenoid could be transformed being calcium carotenyl sulfate by addition sulfuric acid in diethyl eter as solvent and adding of silica gel as catalyst. Sulfation products as hydrogen carotenyl sulfate were transformed being sodium carotenyl sulfate by added NaOH in methanol to bring the pH to approximately 8. Sodium carotenyl sulfate was analyzed by FT-IR and 1H-NMR. FT-IR spectrum has shown 4 major peaks. There were at 1418.65 cm-1 that shown organic sulfate group, 2930 cm-1 that shown –CH2− stretching as addition product, 721.48 cm-1 has shown alkene cis that have been not added by sulfate and 775.49 cm-1 that shown C−C aromatic. 1H-NMR spectrum has shown 3 chemical shifts. There were at 1.25 ppm, 3.5 ppm dan 8.12 ppm. At 1.25 ppm showed proton −CH3, methyl from cyclohexene, at 3.5 ppm showed protons from –CH2−as addition product and at 8.12 ppm showed proton from C=C. Solid of sodium carotenyl sulfate was transformed being calcium carotenyl sulfate by adding CaCl2(aq).
Calcium carotenyl sulfate has been used as stabilizer in fractional distillation of methyl ester. The residue result was analyzed under gas chromatography. The residual fraction was found as high 68%, methyl palmitate 23.38% and methyl stearate 7.96%.
(8)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
vii
DAFTAR ISI
Persetujuan... Pernyataan... Penghargaan... Abstrak... Abstract... Daftar Isi... Daftar Tabel ... Daftar Gambar... Daftar Lampiran ... Bab I. Pendahuluan... 1.1. Latar Belakang ... 1.2. Permasalahan... 1.3. Tujuan Penelitian... ... 1.4. Manfaat Penelitian... 1.5. Lokasi Penelitian ... 1.6. Metodologi Penelitian... Bab II. Tinjauan Pustaka... 2.1. Kelapa Sawit... 2.2. Karotenoid... 2.2.1. Metode-Metode Perolehan Karotenoid... 2.3. Adisi... 2.3.1. Reaksi Karoten Dengan Asam... 2.3.2. Karotenoid Sulfat ... 2.4. Adsorpsi... 2.5. Kalsium... 2.6. Metil Ester ... Bab III. Metodologi Penelitian... 3.1. Alat-Alat... 3.2. Bahan-Bahan... 3.3. Prosedur Penelitian... 3.3.1. Isolasi Karotenoid dari Metil Ester... 3.3.2. Pembuatan Natrium Karotenil Sulfat... 3.3.3. Pembuatan Kalsium Karotenil Sulfat... 3.3.4. Destilasi Fraksinasi Vakum Menggunakan Pemantap... 3.4. Bagan Penelitian...3.4.1. Isolasi Karotenoid dari Metil Ester... 3.4.2. Pembuatan Natrium Karotenil Sulfat... 3.4.3. Pembuatan Kalsium Karotenil Sulfat... 3.4.4. Destilasi Fraksinasi Vakum Menggunakan Pemantap...
ii iii iv v vi vii ix x xi 1 1 4 4 4 4 5 6 6 7 10 11 12 15 16 18 19 21 21 22 23 23 23 23 24 25 25 27 28 29
(9)
Bab IV. Hasil dan Pembahasan... 4.1. Pengayaan Karotenoid Dari Minyak Kelapa Sawit ... 4.2. Pembuatan Natrium Karotenil Sulfat ... 4.3. Pembuatan Kalsium Karotenil Sulfat ... 4.4. Sifat Pemantap Kalsium Karotenil Sulfat Terhadap Metil Ester
Tidak Jenuh ... Bab V. Kesimpulan dan Saran ...
5.1. Kesimpulan... 5.2. Saran ... Daftar Pustaka ...
30 30 34 38 38 40 40 40 41
(10)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Komponen Dalam Minyak Kelapa Sawit ... Tabel 2.2. Kandungan Rata-Rata Total Karotenoid ... Tabel 2.3. Perbedaan Adsorpsi Fisika dan Adsorpsi Kimia ... Tabel 4.1. Data Kandungan Metil Ester Hasil Sebelum dan Setelah Destilasi
Fraksinasi Vakum Menggunakan Kalsium Karotenil Sulfat Pada Bagian Residu Dianalisa Dengan Kromatografi Gas ...
6 9 17
(11)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Struktur Poliena ... Gambar 2.2. Isomer Karotenoid ... Gambar 2.3. Kromatogam HPLC Dari Ekstrak Karoten ... Gambar 2.4. Reaksi Karoten Dengan BF3 ...
Gambar 2.5. Reaksi Karotenol Dengan CF3COOH ...
Gambar 2.6. Skema Ilustrasi Dari Lima Tipe Bentuk Ikatan Pada Permukaan Logam ... Gambar 2.7. Tingkat Energi Elektron Pada Atom Menurut Susunan Berkala .... Gambar 2.8. Persamaan Reaksi Transesterifikasi ... Gambar 2.9. Persamaan Reaksi Esterifikasi ... Gambar 4.1. Kromatogram CR1 ... Gambar 4.2. Kromatogram CR2 ... Gambar 4.3. Kurva Kadar CR1 dan CR2 ... Gambar 4.4. Spektrum FT-IR Natrium Karotenil Sulfat ... Gambar 4.5. Spektrum 1H-NMR Natrium Karotenil Sulfat ... Gambar 4.6. Interaksi Logam Dengan Ikatan Dari Olefin ...
8 8 13 14 15 17 18 19 20 31 32 33 36 37 39
(12)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kromatogram Metil Ester Sebelum Destilasi... Lampiran 2. Kromatogram Metil Ester Setelah Destilasi Tanpa Kalsium
Karotenil Sulfat Pada Residu ... Lampiran 3. Kromatogram Metil Ester Setelah Destilasi Dengan Kalsium Karotenil Sulfat Sebanyak 1% Pada Residu... Lampiran 4. Kromatogram Metil Ester Setelah Destilasi Dengan Kalsium Karotenil Sulfat Sebanyak 10% Pada Residu ...
44 45 46 47
(13)
1.1. Latar Belakang
Kelapa sawit telah menjadi suatu unggulan bahan kimia karena minyak kelapa sawit jika dihidrolisa akan terbentuk asam lemak dan gliserol. Komposisi utama dari minyak kelapa sawit adalah lemak, asam lemak bebas (FFA) 3-5%, gums 300 ppm, kotoran 0,01%, kadar air 0,15%, trace metal 0,50% dan total karotenoid 500-1000 mg/L sebagai komponen minor. (Pahan, I. 2006).
Salah satu turunan minyak kelapa sawit adalah biodiesel yang merupakan pengganti bahan bakar alternatif yang dapat terdegradasi dan diperbaharui kembali serta menghasilkan polutan yang lebih sedikit dibandingkan dengan bahan bakar fosil (Ma, H. 2008). Salah satu kendala penggunaan biodiesel campuran sebagai bahan bakar adalah kandungan metil ester tak jenuh yang cukup tinggi. Adanya ikatan rangkap didukung suhu yang tinggi pada mesin dapat memicu terjadinya oksidasi sehingga menyebabkan karat pada mesin. Oleh karena itu penting untuk memurnikan metil ester tidak jenuh dari biodiesel.
Pemurnian metil oleat dari minyak kelapa sawit telah dicoba melalui reaksi interesterifikasi dengan katalis natrium metoksida diikuti dengan destilasi vakum pada suhu 160-200°C pada tekanan 29-0.001 mbar. Proses kemudian dilanjutkan dengan pendinginan pada 8ºC. Metil Oleat diperoleh sebesar 59,5% (Ramli, M. 2009).
Karotenoid sendiri sebagai hasil samping dari pembuatan biodiesel banyak digunakan dalam industri makanan, farmasi dan kosmetika. Berbagai metode telah dikembangkan untuk mengisolasi karotenoid dari minyak kelapa sawit, diantaranya melalui saponifikasi, adsorpsi, ekstraksi pelarut dan transesterifikasi yang diikuti dengan destilasi.
(14)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
2
Salah satu proses modifikasi pemisahan karotenoid dari CPO yang pernah dilakukan adalah melalui adsorpsi menggunakan adsorben polimer sintetis (kopolimer stiren-divinil benzen), dimana adsorben polimer tersebut mampu mengikat karotenoid yang merupakan hidrokarbon rantai panjang dengan kadar hingga 20.000 ppm. (Latip, R. 2001).
Dengan prinsip yang sama seperti di atas, peneliti tertarik menggunakan proses adsorpsi untuk memurnikan metil ester tidak jenuh menggunakan pemantap berbahan dasar karotenoid yang mempunyai karbon rantai panjang yaitu kalsium karotenil sulfat.
Telah lama diketahui bahwa karotenoid direaksi dengan asam kuat H2SO4 akan
membentuk kompleks berwarna biru diperkirakan sebagai berikut.
β-karoten
+ H OSO3H
H H H + H H H kompleks biru H H H O S O O O H n H H O S O O H O n H
Hidrogen Karotenil Sulfat
Adisi alkena dengan asam sulfat membentuk alkil hidrogen sulfat yang larut dalam asam sulfat (Kokosa, J. 2002). Karotenoid dalam minyak kelapa sawit bereaksi dengan asam kuat dalam kondisi anhidrat untuk membentuk kation biru. Untuk β -karoten posisi paling aktif adalah pada atom karbon ketujuh dan kedelapan dengan adanya delokalisasi muatan antara ikatan konjugasi atom kedelapan dan kesembilan. Sehingga pada protonasi pada atom karbon ketujuh pada rantai akan menghasilkan kation karoten yang tidak stabil dan rentan terhadap serangan sisa oksigen dari asam
(15)
sulfat yang menyerang nukleofilik, menghasilkan hidrogen karotenil sulfat dengan rantai konjugasi yang lebih pendek (Liew, K. 1994).
Pada reaksi adisi di atas terdapat kompetisi antara lemak dan karotenoid dimana karoten akan lebih cepat diserang apabila terdapat lebih sedikit molekul lemak disekelilingnya dan sebaliknya (Bonnie, T. 1999).
Hidrogen karotenil sulfat yang terbentuk tidak stabil dan belum dapat berperan untuk memurnikan metil ester campuran. Penambahan kalsium untuk membentuk kalsium karotenil sulfat akan bereaksi dengan asam sulfat berlebih membentuk garam pengotor CaSO4 yang juga tidak larut dalam pelarutorganik dan air. Oleh karena itu,
hidrogen dari karotenil sulfat dapat diubah terlebih dahulu dalam bentuk natrium dengan penambahan NaOH dalam metanol membentuk natrium karotenil sulfat yang sedikit larut dalam metanol.
+ NaOH/Metanol H H H O S O O O H n H H O S O O H O n
-O S
O O H O H + H H H O S O O O Na n H H O S O O Na O n
Na2SO4
Natrium Karotenil Sulfat H
Karotenoid dimaksudkan sebagai ligan yang akan saling berinteraksi dengan rantai karbon dari metil ester dengan adanya prinsip like dissolves like. Untuk membuat pemantap yang lebih selektif terhadap metil ester tidak jenuh karotenoid direaksikan dengan Ca2+. Kalsium merupakan logam alkali tanah yang mempunyai orbital 3d kosong yang mampu menampung ikatan dari ester tidak jenuh selain itu juga mempunyai kelarutan yang kecil dalam bentuk sulfat sehingga dapat digunakan dalam destilasi sebagai pemantap karena tidak akan larut dalam pelarut organik dan air.
(16)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
4
Kelarutan karotenoid sulfat di dalam air tidak hanya dipengaruhi oleh sifat karotenoid itu sendiri dan jumlah gugus sulfat yang ada tetapi juga oleh garam anorganik, dimana kelarutan karotenoid dalam air akan menurun secara drastis dengan adanya garam anorganik (Liaane, S. 1996).
1.2. Permasalahan
- Apakah karotenoid dalam minyak kelapa sawit dapat ditransformasi menjadi kalsium karotenil sulfat?
- Apakah kalsium karotenil sulfat mampu selektif terhadap metil ester tidak jenuh?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat kalsium karotenil sulfat dan mengetahui sifat pemantapnya terhadap metil ester tidak jenuh.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian bermanfaat sebagai pemantap untuk memurnikan metil ester tidak jenuh.
1.5. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laborotarium Kimia Anorganik FMIPA-USU Medan. Analisa Kromatografi Gas dilakukan di salah satu perusahaan swasta. Analisa kadar karotenoid dengan Spektrofotometer UV-Vis di Pusat Penelitian Kepala Sawit Medan. Karakterisasi Spektroskopi FT-IR di Laboratorium Bea Cukai Medan dan analisis 1 H-NMR di Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
(17)
1.6. Metodologi Penelitian
1. Pembuatan Natrium Karotenil Sulfat
CPO dilarutkan dalam dietil eter kering dan ditambahkan setetes demi setetes H2SO4(p) dalam dietil eter, sambil diaduk dengan magnetik stirer dan dalam
wadah es. Terbentuk dua lapisan, lapisan atas(lapisan eter) dan lapisan bawah (lapisan H2SO4). Lapisan H2SO4 ditambah NaOH jenuh yang dilarutkan dalam
metanol kering hingga pH 8 dan diekstraksi selama 2 malam lalu disaring. Fraksi metanol diuapkan dan diperoleh padatan natrium karotenil sulfat. Natrium karotenil sulfat dikeringkan dan dianalisa dengan FT-IR dan 1 H-NMR.
2. Pembuatan Kalsium Karotenil Sulfat
Natrium karotenil sulfat dilarutkan dalam aquadest dan ditambah CaCl2(aq) dan
disaring. Padatan dicuci dengan aquadest dan n-heksan lalu dikeringkan dalam vakum.
(18)
BAB
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelapa Sawit
Kelapa sawit merupakan unggulan bahan kimia karena minyak kelapa sawit banyak mengandung asam-asam lemak dan jika dihidrolisa menghasilkan gliserol. Tanaman kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut.
Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermae
Ordo : Monocotyledonae
Famili : Arecaceae (dahulu disebut Palmae) Subfamili : Cocoideae
Genus : Elaeis
Spesies : 1. E.guineensis Jacq.
2. E.oleifera (H.B.K.) Cortes 3. E.odora
Tabel 2.1 Komponen Dalam Minyak Kelapa Sawit
No Komponen Kuantitas
1 Asam lemak bebas (%) 3,0 – 4,0
2 Karoten (ppm) 500 – 700
3 Fosfolipid (ppm) 500 – 1000
4 Dipalmitro stearin (%) 1,2
5 Tripalmitin (%) 5,0
6 Dipalmitolein (%) 37,2
7 Palmito stearin olein (%) 10,7
8 Palmito olein (%) 42,8
9 Triolein linole (%) 3,1
Sumber: Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis Dari Hulu Hingga Hilir. Jakarta. Penebar Swadaya.
(19)
Keunikan lain dari minyak kelapa sawit adalah tingginya kandungan karotenoid dan tokoferol. Karotenoid mengambil bagian besar dalam menyebabkan warna orange-merah pada minyak kelapa sawit. (Darnoko, D. 2006).
Minyak kelapa sawit (CPO) merupakan sumber karoten terbesar dari alam yang terdapat dalam bentuk retinol (provitamin A), mengandung 15 sampai 300 kali lebih banyak retinol dalam wortel dan sayuran hijau lainnya. (Latip, R. 2001).
Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat C16:0 (jenuh) dan asam oleat C18:1 (tidak jenuh). Umumnya, komposisi asam
lemak minyak kelapa sawit sebagai berikut: C12:0 Laurat 0,2%
C14:0 Miristat 1,1%
C16:0 Palmitat 44,0%
C18:1 Oleat 39,2%
C18:2 Linoleat 10,1%
Lainnya 0,9%
(Pahan, I. 2006)
2.2. Karotenoid
Karoten yang merupakan pigmen berwarna orange-kuning pertama kali diisolasi dan diberi nama oleh H. Wackenroder pada tahun 1831. Kemudian pada tahun 1911 M. Tswett, yang merupakan penemu kromatografi kolom, mengelompokkan itu sebagai “karotenoid”. Struktur utama dari Beta-karoten dinyatakan oleh P. Karrer pada tahun 1931, sehingga dia memperoleh Penghargaan Nobel dalam bidang kimia pada tahun 1937. (ZMC Beta Carotene Brochure, tanggal akses 06/04/2009).
Lebih dari 600 karotenoid di alam telah diidentifikasi. Beta karoten yang merupakan rantai poliena yang dapat mempunyai konfigurasi cis/trans dapat membentuk 272 isomer sedangkan isomer asimetrik alpha karoten dapat membentuk 512 isomer. (ZMC Beta Carotene Brochure, tanggal akses 06/04/2009).
Poliena berwarna dan polimethin berwarna dapat dikarakterisasi melalui gugus rantai methin (-CH2=), contoh rangkaian ikatan rangkap konjugasi yang biasanya
(20)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
8
dalam bentuk s-trans. Atom C pada gugus methin dapat disubtitusi oleh atom lain, atau dapat menjadi bagian dari karbosiklik atau sistem heterosiklik.
C C C C C C C C C C C H H H
H H H H
H H H H
Gambar 2.1 Struktur Poliena
Ikatan rangkap karbon-karbon berinteraksi satu sama lain memungkinkan elektron-elektron di dalam molekul saling berpindah secara bebas di sekitar molekul tersebut. Dengan meningkatnya jumlah ikatan rangkap, elektron yang berasosiasi dengan sistem terkonjugasi mempunyai ruang lebih untuk bergerak, sehingga membutuhkan energi yang lebih sedikit untuk berubah muatan. Hal ini menyebabkan energi absorpsi cahaya terhadap molekul berkurang. Semakin besar frekuensi cahaya yang diserap dari spektrum tampak, warna merah dalam senyawa semakin meningkat.
β-Carotene
α-Carotene
γ-Carotene
δ-Carotene
Gambar 2.2 Isomer karotenoid
Karoten dari minyak kelapa sawit mengandung sekitar 60-65% beta-karoten dan 35-40% alpha karoten, disamping sejumlah lycopene dan gamma-karoten. (Blaizot, P. 1953).
(21)
Tabel 2.2 Kandungan Rata-Rata Total Karotenoid Source
Mg/pound (estimated as beta-carotene) Fresh Dry
Wortel 12 110
Kentang Manis 14 64
Alfalfa 28 118
Barley 21 140
Daun Semanggi … 153
Gandum Roti 38 203
Semanggi Manis 15 89
Gandum 30 118
Estate Palm Oil (Belgian Congo, Far East) 225 Wild Palm Oil (Ivory Coast, Dahomey) 450 – 800 Estate Palm "fiber oil" 650 – 1100 Wild Palm "fiber oil" 1300 – 2200
Sumber : Blaizot, P. dan Pierre Cuvier. 1953. A New Source of Carotene: Palm Fiber Oil From Elaeis Guineensis.
Karoten dapat terdegradasi oleh panas, cahaya dan oksigen. Karoten terdegradasi dengan cepat mulai pada temperatur 60ºC. Titik leleh β-karoten dan -karoten berturut-turut adalah 183ºC dan 187.5ºC. (Siahaan, D dan Lamria, M. 2006). Telah dilaporkan baru-baru ini bahwa -karoten murni berwarna hitam, tapi karena bereaksi secara langsung dengan oksigen maka diasumsikan berwarna merah/orange. (Gunstone, F. 2004).
Deret pelarut berdasarkan tingkat kemampuan (mulai dari yang paling tinggi) melarutkan karoten adalah sebagai berikut: eter minyak bumi (pentana, heptana, heksana) > CCl4 > trikloroetilen > benzena > metilen diklorida > kloroform > eter >
etil asetat > n-propil alkohol > etanol > metanol > air.
Kegunaan karoten antara lain sebagai provitamin A, mencegah pembentukan tumor, sebagai pewarna kuning untuk makanan, sebagai bahan adiktif di industri farmasi dan kosmetika, dan lainnya. (Siahaan, D dan Lamria, M. 2006).
(22)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
10
2.2.1.Metode-Metode Perolehan Karotenoid
Selama beberapa tahun telah banyak dipelajari sifat kimia dan cara mengisolasi karotenoid. Berbagai metode memperoleh kembali karoten dari minyak kelapa sawit telah dipublikasikan, diantaranya melalui saponifikasi, adsorpsi, ekstraksi pelarut, dan transesterifikasi yang diikuti dengan destilasi.
Proses penjumputan karoten melalui proses saponifikasi dilakukan dengan cara mereaksikan metil ester yang mengandung karoten dengan KOH metanolik (17% KOH). Selanjutnya, dilakukan ekstraksi terhadap campuran reaksi dengan menggunakan n-heksan. N-heksan kemudian dievaporasi pada suhu 30ºC dan tekanan 25 cmHg hingga dihasilkan konsentrat karoten dengan konsentrasi 18.6% (Tan, B. 1992).
Karoten konsentrat tinggi dari minyak kelapa berhasil diperoleh melalui proses adsorpsi menggunakan adsorben polimer sintetik diikuti dengan ekstraksi pelarut. Adsorben yang digunakan adalah kopolimer sintetik stiren-divinil-benzen. Proses tersebut pertama dimulai dengan mencampurkan adsorben dengan IPA (isopropanol) kemudian diaduk selama 15 menit. Adsorben dipisahkan dari IPA, dan dikeringkan dalam temperatur kamar sehingga dapat digunakan dalam proses adsorpsi. Selanjutnya, minyak kelapa sawit dilarutkan dalam IPA (Isopropanol). Adsorben kemudian dimasukkan ke dalam kolom diikuti dengan minyak kelapa sawit. Karoten kemudian diekstraksi dengan n-heksan untuk memisahkannya dari adsorben. Karoten yang diperoleh sampai dengan 20.0000 ppm, dengan variasi yang paling sesuai adalah pada 1,5 jam dan temperatur 40ºC. (Latip, R. 2001)
Dalam penelitian sebelumnya, metode pemurnian karoten juga dilakukan melalui beberapa tahap, antara lain:
1. Saponifikasi
Umpan dengan konsentrasi karoten 2% dilarutkan dalam pelarut organik seperti THF, lalu direaksikan dengan zat penyabun (KOH atau NaOH) di dalam alkohol dengan konsentrasi 10%.
(23)
2. Ekstraksi
Campuran hasil reaksi saponifikasi dikontakkan dengan pelarut organik misalnya, heksana dan pentana. Lapisan organik (bagian atas) dicuci dua kali dengan air yang mengandung metanol atau etanol hingga pH 7. lapisan bawah yang terbentuk dibuang. Lapisan organik di atas kemudian dikeringkan dengan natrium sulfat anhidrat dan dievaporasi hingga benar-benar kering dan menghasilkan minyak merah tua.
3. Kristalisasi
Minyak merah tua tersebut kemudian dicampurkan dengan alkohol untuk menyingkirkan pengotor hingga menghasilkan kristal karoten dengan kemurnian 49-55%. Padatan ini kemudian dilarutkan dengan sesedikit mungkin pelarut organik seperti aseton, THF, dll dan ditambahi sejumlah alkohol sampai larutan berkabut. Campuran tersebut didinginkan pada temperatur 15ºC atau lebih rendah untuk menghasilkan karoten dengan kemurnian 76-80%. Kristalisasi tahap kedua akan menghasilkan karoten dengan kemurnian minimal 95%.
(Khachik, F. 2002) Karotenoid dengan konsentrasi tinggi dapat diperoleh melalui proses adsorpsi menggunakan membran nanofiltrasi untuk memisahkan meti ester dengan karotenoid. Proses dengan membran multistage dirancang khusus untuk memproduksi secara berkelanjutan karotenoid berkonsentrasi tinggi dan dekolorisasi metil ester. Pada proses ini mampu menghasilkan 10 ton metil ester per jam yang mengandung 0.5 gL-1
β-karoten, yang kemudian dilanjutkan dengan proses menghasilkan karoten dengan konsentrasi tinggi mencapai 1.19 gL-1 dan 7500 liter per jam metil ester yang telah didekolorisasi yang mengandung tidak lebih dari 0.1 gL-1 β-karoten. (Darnoko, D. 2006).
2.3. Adisi
Jika dua atom baru atau gugus diberikan atau ditambahkan pada suatu ikatan , maka
(24)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
12
Adisi alkena dengan asam sulfat membentuk alkil hidrogen sulfat yang larut dalam asam sulfat. Adisi alkena dengan asam sulfat juga dapat membentuk bahan polimer dan tar, yang dapat menimbulkan bau yang tidak enak dan berwarna coklat hingga hitam.
CH2
CH2 C C
H
H
OSO2H
H H H
H2SO4
+ Polimer
(Kokosa, J. 2002) Kombinasi asam sulfat dengan ikatan rangkap menghasilkan sulfat ester seperti reaksi di bawah.
CH CH CH CH
H O SO2OH
Sulfat ester ini tidak stabil dan mudah terhidrolisa walaupun terikat langsung pada hidoksi asam lemak rantai panjang dan asam sulfat.
Kombinasi gugus CH2 yang berikatan langsung dengan gugus CH=CH yang
tidak jenuh. CH CH CH
R1 R2
H
+ H2SO4 R1 CH CH CH R2
SO3H
+ H2O
(Trask, R. 1956)
2.3.1. Reaksi Karoten Dengan Asam
Telah lama diketahui bahwa karotenoid direaksi dengan asam kuat H2SO4 akan
membentuk kompleks berwarna biru. Minyak ikan kod, dengan kandungan vitamin A yang tinggi, membentuk warna ungu terang dengan reagent yang sama. Tidak ada karotenoid biru yang terdapat di alam dalam bentuk yang tidak terkomplekskan. (Kildahl G., 2007).
Karoten dalam minyak kelapa sawit bereaksi dengan asam kuat dalam kondisi anhidrat untuk membentuk kation biru-hijau yang terabsorpsi pada panjang
(25)
gelombang kira-kira 900 nm. kation tersebut diperoleh dari pertukaran proton dari -
dan -karoten pada atom karbon ketujuh, dengan adanya delokalisasi muatan antara ikatan konjugasi atom kedelapan dan kesembilan. (Liew, K. 1994).
Pada -karoten, posisi paling aktif ada pada karbon nomor 7 dan 8. Protonasi atom karbon ke 7 pada rantai akan menghasilkan kation kembali pada atom karbon ke sembilan. Konsentrasi dari kation ini tergantung pada konsentrasi asam yang ditambahkan. Keseimbangan akan terbentuk antara karoten dan asam dengan adanya kation. (Liew, K. 1994).
Kation ini kurang stabil dalam temperatur kamar dan dapat hilang hanya dalam satu jam. Kation ini juga rentan diserang oleh air dan basa, dan molekul karoten dapat diperoleh kembali. Bagaimanapun, molekul karoten yang terbentuk kembali tersebut tidaklah sama dengan molekul karoten awal yang belum bereaksi dengan H2SO4. (Liew, K. 1994).
Gambar 2.3. Kromatogram HPLC dari ekstrak karoten. (A) Larutan karoten awal dan (B) Produk reaksi dari campuran minyak kelapa sawit dan larutan H2SO4.
(26)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
14
Kation yang terbentuk juga mudah terisomerisasi dan dengan adanya oksigen sisa dan asam sulfat pekat sebagai penyerang nukleofilik molekul minyak, menghasilkan molekul dengan konjugasi pendek.
dan karoten + H+
kation karoten (
kation karoten H+ + produk oksidasi, isomerisasi dan produk lain Metode lain untuk membuat karbokation karotenoid antara lain:
a) Reaksi karoten dengan asam Lewis BF3-etherate sebagai pereaksi, dimana BF3
sebagai elektrofil kuat, yang mampu menggeser elektron dari rantai poliena. Boron, merupakan unsur golongan ketiga dalam sistem periodik, yang mempunyai tiga elektron valensi dan oleh ikatan kovalen berikatan dengan tiga atom fluor masih mempunyai dua elektron untuk membentuk oktet pada elektron kulit terluar. Kompleks antara gas BF3 dan eter melalui donasi pasangan elektron dari eter
membentuk larutan BF3 yang relatif stabil.
Gambar 2.4. Reaksi Karoten Dengan BF3
b) Pembuatan karbokation poliena dengan menggunakan asam protik diperoleh melalui reaksi dengan asam trifluoroasetat atau asam trifluoromethanesulfonat.
(27)
c) Reaksi alilik karotenol dengan CF3COOH atau CF3SO3H dalam CH2Cl2 untuk
selektif protonasi dari gugus hidroksil, dibandingkan protonasi rantai poliena. Gugus hidroksi yang terprotonasi merupakan gugus pergi yang baik.
Gambar 2.5. Reaksi Karotenol dengan CF3COOH
(Kihdahl, G. 2007)
2.3.2. Karotenoid Sulfat
Seluruh karotenoid sulfat dibuat melalui sintesis partial dari karotenol melalui reaksi dengan sulfur trioksida/kompleks piridin yang dibuat dari asam kloro sulfonat dan piridin, diikuti dengan pembentukan garam natrium dari penambahan NaOH atau untuk karotenoid yang labil terhadap basa dengan NaCl. Asam alkil sulfat diketahui bersifat asam seperti asam sulfat dan akan secara langsung membentuk garam anorganik (Liaane, S. 1996).
Menurut prosedur umumnya, sulfur trioksida/kompleks piridin, dalam keadaan berlebih, dicampurkan pada -10ºC dan reaksi dipantau dengan TLC pada temperatur kamar. Reaksi kemudian diikuti dengan penambahan larutan NaOH 10% hingga pH 9, atau dengan penambahan larutan NaCl. Larutan karotenoid kemudian diekstraksi dengan etil asetat (atau untuk disulfat dengan kloroform-metanol) dan dipisahkan
(28)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
16
dengan TLC. Pigmen recovery secara umum sekitar 75% dan karotenol yang tidak bereaksi sekitar 25% dari total karotenoid yang diperoleh kembali (Liaane, S. 1996).
Kelarutan karotenoid sulfat di dalam air tidak hanya dipengaruhi oleh sifat karotenoid itu sendiri dan jumlah gugus sulfat yang ada tetapi juga oleh garam anorganik, dimana kelarutan karotenoid dalam air akan menurun secara drastis dengan adanya garam anorganik (Liaane, S. 1996).
2.4. Adsorpsi
Adsorpsi merupakan proses satu arah dengan temperatur rendah dan adsorben yang digunakan dapat diperoleh kembali. Adsorpsi merupakan proses yang selektif dan hanya merupakan proses satu arah. (Lefond, S. 1975).
Bila larutan ada dua zat atau lebih, zat yang satu akan diserap lebih kuat daripada yang lain. Zat-zat yang dapat menurunkan tegangan permukaan antara, lebih kuat diserap. Makin kompleks zat terlarut, makin kuat diserap oleh adsorben. Makin tinggi temperatur, makin kecil daya serap, namun demikian pengaruh temperatur tidak sebesar seperti pada adsorpsi gas. (Sukardjo, 1985). Luas permukaan yang besar juga merupakan faktor utama dalam proses adsorpsi (Lefond, S. 1975) dimana adsorben yang baik dapat menahan sejumlah besar adorbat, dengan adanya interaksi antara adsorben dan adsorbat (Fried, V. 1983).
Sifat-sifat umum dari proses adsorpsi:
1. Adsorpsi adalah proses kesetimbangan antara konsentrasi pada satu bidang permukaan dan konsentrasi lain di bidang mana komponen itu terkandung. Jadi keadaannya adalah reversibel.
2. Banyaknya komponen yang diadsorpsi sebanding dengan luas permukaan zat adsorben.
3. Daya adsorpsi tiap jenis adsorben terhadap suatu zat berbeda, bahkan cara pembuatan adsorben yang berbeda menyebabkan daya adsorpsi yang berlainan. 4. Daya adsorpsi akan berkurang bila temperatur bertambah tinggi.
5. Adsorpsi diikuti oleh pengeluaran panas (energi).
(29)
Molekul atau atom dapat berikatan dengan permukaan adsorben melalui dua cara, yaitu melalui adsorpsi kimia dan adsorpsi fisika.
Tabel 2.3 Perbedaan adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia
No. Adsorpsi Fisika Adsorpsi Kimia
1. Adsorpsi dengan adanya gaya tarik Van der Waals.
Adanya reaksi kimia pada bidang permukaan.
2. Perubahan panas kecil. Perubahan panas besar.
3. Tidak spesifik Spesifik
4. Jumlah zat yang diadsorpsi berkurang dengan naikknya temperatur.
Dapat berkurang dan bertambah.
5. Energi pengaktif kecil. Energi pengaktif besar.
Sumber: Sukmariah, dan Kamianti. 1990. Kimia Kedokteran. Edisi 2. Jakarta. Binarupa Aksara.
Gambar 2.6 Skema ilustrasi dari lima tipe bentuk ikatan kimia pada permukaan logam Adsorpsi hidrokarbon jenuh dalam substrat logam merupakan sebuah interaksi fisik lemah, dimana lebih di dominasi oleh gaya Van der Waals. Pembagian dari tipe interaksi ini, menunjukkan adanya penyerapan fisik dimana tidak ada ikatan kimia
(30)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
18
secara langsung yang terbentuk antara adsorben dan subtrat, yang didasarkan pada pemanasan adsorpsi. (Nilsson, A. 2008).
Ikatan dari hidrokarbon tidak jenuh dengan logam pertama kali dikembangkan oleh Dewar, Chatt dan Duncanson dan sekarang dikenal sebagai model DCD yang didasarkan pada konsep orbital terdepan. Pada model ini, interaksi ditunjukkan dengan adanya donasi muatan dari orbital- tertinggi yang terisi dari logam dan substansi backdonation dari muatan logam yang terisi ke orbital- terendah yang tidak terisi. (Nilsson, A. 2008).
2.5. Kalsium
Unsur golongan IIA dapat membentuk komplek dengan 6H2O, seperti Mg(H2O)6Cl2
mengindikasikan bahwa unsur ini memberikan bonding melalui kontribusi orbital d sekalipun energi tinggi (Madan, 2003). Dengan Ca dan Ba interaksi orbital d lebih moderat. Berbeda jika dengan logam transisi, orbital d energi cukup rendah sehingga mengikat kuat ikatan pada oleat. Telah dilaporkan bahwa tingkat energi orbital d dengan berbagai unsur seperti diagram dibawah ini.
Gambar 2.7. Tingkat energi elektron pada atom menurut susunan berkala Sumber: Shriver. 1990. Inorganic Chemistry.
(31)
Untuk logam kalsium, energi orbital d lebih tinggi dari unsur transisi lainnya. Pemakaian Ba mungkin sedikit berbeda dengan kalsium dalam tingkat besar lobe orbital( 4d dengan 3d orbital) .Sifat ini perlu dikaji untuk mendapatkan reaktifitas dan stabilitas sebagai bahan pemantap senyawa dengan ikatan tak jenuh (Shriver 1990).
Kemampuan untuk menukar basa berhubungan dengan kekuatan basa logam tersebut: semakin tinggi sifat kebasaan, semakin mudah menukar basa. Untuk logam golongan I, dimana sifat kebasaan meningkat dari litium ke natrium ke kalium, lebih mudah untuk menukar kalium daripada untuk menukar litium. Pada logam golongan II, sifat kebasaan meningkat dari magnesium ke kalsium ke stronsium ke barium; dimana lebih mudah untuk menukar magnesium daripada untuk menukar barium (Rizvi, S. 2003).
2.6. Metil Ester
Metil ester didefinisikan sebagai monoalkil ester dari asam-asam lemak rantai panjang yang terkandung dalam minyak nabati atau hewani untuk digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel (Krawczyk, 1996). Metil ester dapat diperoleh melalui reaksi transesterifikasi trigliserida atau reaksi esterifikasi asam lemak bebas tergantung dari kualitas minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku (Joelianingsih, 2006).
Transesterifikasi adalah proses yang mereaksikan trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewan dengan alkohol rantai pendek seperti metanol atau etanol menghasilkan metil ester asam lemak atau biodiesel dan gliserol sebagai hasil samping.
CH2 O C R1
O CH CH2 O O C O C R2 R3 O
+ CH3OH
CH3 O C R1
O CH3 CH3 O O C O C R2 R3 O +
CH2 O OH
CH CH2 O O OH OH
Trigliserida Metanol Campuran Metil Ester Gliserol
(32)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
20
Esterifikasi adalah proses yang mereaksikan asam lemak bebas (FFA) dengan alkohol rantai pendek menghasilkan metil ester asam lemak dan air.
C OH
R O
+ CH3OH R C OCH3
O
+ H2O Metanol
FFA Sabun Air
(33)
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Alat-Alat
Gelas Erlenmeyer 1000 mL Pyrex
Gelas Beaker 250 mL Pyrex
Gelas Ukur 100 mL Pyrex
Neraca Analitis - Mettler PM 2000
Labu Leher Dua 500 mL Pyrex
Statif dan Klem Pengaduk Magnet
Kondensor Graham 24/29
Kondensor Liebig 24/29 Quickfit
Corong - Pyrex
Hot Plate Stirer Magnetik Stirer
Termometer 260°C
Pengaduk Kaca - -
Corong Penetes 50 mL Pyrex
Corong Pisah 500 mL Pyrex
(34)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
22
3.2. Bahan-Bahan
CPO Metanol Alkohol N-Heksan
Dietil Eter p.a. E’Merck
H2SO4 98% p.a. E’Merck
NaOH - p.a. E’Merck
CaCl2.2H2O p.a. E’Merck
(35)
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Isolasi Karotenoid Dari Metil Ester
Metil ester sebanyak ditambahkan ke dalam larutan urea-etanol 25% kemudian didiamkan selama 1 malam dan terbentuk 3 lapisan antara lain larutan merah pada lapisan atas, larutan kuning pada lapisan tengah dan padatan kuning pada lapisan bawah. Padatan merah dipisahkan dari padatan kuning dan larutan kuning lalu didinginkan pada suhu -20ºC selama 1 jam. Padatan merah tersebut disebut CR1. Padatan CR1 yang diperoleh dicuci hingga larutan etanol tidak keruh. CR2 yang diperoleh diuapkan pelarutnya kemudian didinginkan pada suhu -20ºC diperoleh padatan merah (CR2) yang lebih kaya karotenoid. CR1 dan CR2 dianalisa dengan kromatografi gas dan spektrofotometer UV-Visible.
3.3.2. Pembuatan Natrium Karotenil Sulfat
Karotenoid hasil isolasi dari metil ester (CR2) dilarutkan dalam dietil eter kering dan ditambah silika gel yang ditempatkan dalam wadah es. Kemudian ditetesi larutan H2SO4 98% dalam dietil eter kering sambil terus diaduk dengan magnetik stirer.
Terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan atas (lapisan eter) yang berwarna kuning dan lapisan bawah (lapisan H2SO4) yang berwarna biru. Lapisan bawah ditambah NaOH
jenuh dalam metanol hingga pH = 8. Campuran diekstraksi selama 2 malam lalu disaring. Metanol diuapkan dan dikeringkan dalam vakum. Padatan natrium karotenil sulfat dianalisa dengan FT-IR dan 1H-NMR.
3.3.3. Pembuatan Kalsium Karotenil Sulfat
Natrium karotenil natrium sulfat dilarutkan dalam aquadest dan ditambah CaCl2(aq)
lalu disaring. Padatan dicuci dengan aquadest dan n-heksan. Padatan dikeringkan dalam suasana vakum dan diperoleh padatan kuning.
(36)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
24
3.3.4. Destilasi Fraksinasi Vakum Menggunakan Pemantap
Metil ester asam lemak campuran dimasukkan ke dalam labu alas serta magnetik stirer. Dirangkai alat vakum destilasi fraksinasi bertekanan 10 cmHg. Campuran dipanaskan pada silikon oil bath 180ºC sambil diaduk. Ditampung destilat dengan titik didih < 120ºC. Residu diekstraksi dengan n-heksan lalu disaring. Filtrat ditambahkan dengan Na2SO4 anhidrat dan disaring lalu n-heksan diuapkan. Residu dan destilat
dianalisa dengan kromatografi gas. Prosedur yang sama dilakukan lagi dengan penambahan pemantap dengan variasi sebagai berikut:
- metil ester : pemantap kalsium karotenil sulfat = 10 mL : 0.1 g. - metil ester : pemantap kalsium karotenil sulfat = 10 mL : 1 g.
(37)
3.4. Bagan Penelitian
3.4.1. Isolasi Karotenoid Dari Metil Ester
Metil Ester
Dua Lapisan
Didinginkan pada suhu -20ºC selama ± 1 jam Didiamkan selama 1 malam
Larutan Kuning Endapan
Kuning
Dicampurkan dengan larutan urea etanol 25% Diaduk
Tiga Lapisan
Larutan Merah Larutan Kuning Endapan kuning
Padatan merah didekantasi Padatan Merah
Padatan Merah (CR1)
Didinginkan pada suhu -20ºC Dianalisa dengan spektrofotometer UV-Visible dan kromatografi gas Tiga Lapisan
Padatan Merah Larutan Kuning Endapan kuning
(38)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
26
Padatan Merah (CR_1)
Ditambah etanol Dua Lapisan
Larutan Kuning Keruh Larutan
merah
Didiamkan pada suhu kamar
Didinginkan pada -20ºC Dua Lapisan
Padatan Kuning Padatan
Merah
Didekantasi padatan kuning
Padatan Kuning Padatan Merah
Diuapkan pelarut Didinginkan pada 20ºC
Padatan Merah (CR2)
Diulangi pencucian dengan etanol hingga larutan etanol tidak keruh
Dianalisa dengan
spektrofotometer UV-Visible dan kromatografi gas
(39)
3.4.2. Pembuatan Natrium Karotenil Sulfat Karotenoid
(CR_2)
Dietil eter kering Silika gel Larutan Merah
Ditambah NaOH dalam metanol hingga pH=8 H2SO4 98%
Dietil eter kering Larutan bening
Larutan bening diteteskan setetes demi setetes ke dalam larutan merah sambil diaduk dan ditempatkan dalam wadah es Dua Lapisan
Dipisahkan Lapisan Atas
(Hijau kekuningan)
Lapisan Bawah (Biru)
Diekstraksi dalam metanol selama 2 malam Disaring
Endapan Filtrat
Diuapkan metanol
Di analisa FT-IR dan 1H-NMR Padatan kuning
Natrium Karotenil Sulfat Dikeringkan
(40)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
28
3.4.3. Pembuatan Kalsium Karotenil Sulfat
Karotenil Natrium Sulfat
Dilarutkan dalam aquadest dan sedikit metanol Disaring
Ditambah CaCl2(aq)
Karotenil Kalsium
Sulfat Filtrat Jernih
Dicuci dengan aquadest dan n-heksan Dikeringkan
Karotenil Kalsium Sulfat
(41)
3.4.4. Destilasi Fraksinasi Vakum Menggunakan Pemantap
Metil Ester Campuran
Ditambahkan pemantap
Dimasukkan dalam labu alas
Dirangkai alat destilasi fraksinasi vakum dengan
tekanan 10 cmHg
Residu
Destilat
Ditampung destilat dengan TD
<120
ºC
Diekstraksi dengan n-heksan
Analisa
Kromatografi Gas
Disaring
Endapan
Filtrat
Na
2SO
4anhidrat
Diuapkan n-heksan
Disaring
Endapan
Filtrat
Analisa
Kromatografi Gas
Dipanaskan pada silikon oil bath pada suhu 180ºC sambil
diaduk
Dimasukkan magnetik stirer
Keterangan:
Destilasi dilakukan dalam beberapa variasi antara lain: 1. Destilasi tanpa adsorben.
2. Destilasi menggunakan adsorben kalsium karotenil sulfat 1%. 3. Destilasi menggunakan adsorben kalsium karotenil sulfat 10%.
(42)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengayaan Karotenoid Dari Metil Ester Asam Lemak
Ke dalam larutan urea dalam etanol 25% dimasukkan 500 g campuran metil ester hasil metanolisis CPO, diaduk dan didiamkan selama 1 malam. Terbentuk 3 lapisan antara lain larutan merah pada lapisan atas, larutan kuning pada lapisan tengah dan padatan kuning pada lapisan bawah lalu didinginkan pada suhu -20ºC selama 1 jam. Lapisan atas berwarna merah (CR1) sebanyak 250 g merupakan campuran trigliserida, metil ester serta karotenoid dalam etanol dengan kadar 322 mg/L. Selanjutnya CR1 dicuci dengan etanol sampai cucian etanol tidak keruh. Dihasilkan padatan merah CR2, kemudian etanol diuapkan, dianalisa dengan kromatografi gas dan spektrofotometer UV-Visible. Pada CR2 diperoleh sebanyak 50 g dengan kandungan karotenoid 3452 ppm, sedangkan kandungan metil esternya turun menjadi 32%.
Perolehan jumlah CR1 dipengaruhi dari kandungan metil ester dan trigliserida. Semakin tinggi kandungan trigliserida semakin banyak CR1 yang diperoleh dikarenakan karotenoid yang lebih distabilkan di dalam trigliserida. Pencucian dengan etanol dimaksudkan untuk mengurangi kadar metil ester dalam campuran, dimana metil ester larut dalam etanol, karotenoid sedikit larut dan trigliserida tidak larut dalam etanol. Sehingga pada CR2 kadar karotenoid dapat meningkat.
(43)
Gambar 4.1. Kromatogram CR1
1 5.525 4055 714 0.0661
2 5.611 5646 1319 0.0921
3 5.694 3276 1043 0.0534
4 5.781 9791 2059 0.1596
5 7.253 30442 3092 0.4963
6 7.356 43428 11307 0.7081
7 10.201 5624895 50071 91.7134 ester
8 10.382 12748 2724 0.2084 ester
9 10.514 9784 1394 0.1595 ester
10 10.757 4164 711 0.0679
11 10.878 3396 578 0.0554
12 10.960 5301 947 0.0864
13 11.198 4332 767 0.0706
14 11.357 8649 1928 0.1410
15 11.612 12810 3460 0.2089
16 15.718 3236 647 0.0528 mono
17 16.028 4205 844 0.0686
18 19.270 88207 35399 1.4382 internal
19 20.189 3769 1488 0.0615 da
20 20.274 5632 2451 0.0918 da
21 20.602 10621 3781 0.1732 da
22 20.693 21210 8857 0.3458 da
23 20.998 4712 1282 0.0768 da
24 21.095 10828 3170 0.1766 da
25 23.213 28126 8624 0.4586 ta
26 23.649 83627 22040 1.3635 ta
27 23.798 7274 1135 0.1186 ta
28 24.051 59521 13646 0.9661 ta
29 24.199 7732 1210 0.1261 ta
30 24.441 11938 1883 0.1946 ta
(44)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
32
Gambar 4.2. Kromatogram CR2
Gambar 4.2. Kromatogram CR2
Peak # Ret.Time Area Height Area % Name
1 5.592 7846 1406 0.2665
2 7.326 3836 879 0.1303
3 10.206 946849 2446 32.1649 ester
4 10.352 5194 1214 0.1764 ester
5 10.478 3096 443 0.1052 ester
6 10.940 5653 1002 0.1920
7 11.334 4471 605 0.1519
8 11.603 9388 2540 0.3189
9 15.254 3331 856 0.1131 mono
10 16.048 6705 1502 0.2278
11 19.278 102785 43639 3.4917 internal
12 20.189 3426 1273 0.1146 da
13 20.276 3796 1781 0.1290 da
14 20.604 15603 3455 0.5301 da
15 20.692 16630 6748 0.5649 da
16 20.853 5033 851 0.1710 da
17 21.049 9689 1883 0.3291 da
18 21.102 10167 2804 0.3454 da
19 22.782 30549 3683 1.0378 ta
20 23.058 11805 1457 0.4010 ta
21 23.225 109844 19751 3.7315 ta
22 23.415 10479 2704 0.3560 ta
23 23.457 11074 2661 0.3762 ta
24 23.774 736840 55904 25.0308 ta
25 24.137 221631 45132 7.5289 ta
26 24.217 452360 47999 15.3669 ta
27 24.597 189326 23481 6.4315 ta
28 25.033 6324 1374 0.2148 ta
(45)
No Kode Sampel Kode Sampel Pada Spektro
Berat
Sampel Berat*25*10 WL 446
Karoten
(ppm) Rerata
1 CR_1 CR1a 0.042 10.5 0.356 325
322
CR1b 0.0418 10.45 0.349 320
2 CR_2 CR2a 0.000416 0.104 0.037 3406
3452
CR2b 0.000427 0.10675 0.039 3498
(46)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
34
4.2. Pembuatan Natrium Karotenil Sulfat
Karotenoid hasil isolasi dari metil ester (CR2) sebanyak 300 g dilarutkan dalam 150 mL dietil eter kering dan ditambah 3 g silika gel sebagai katalis dan ditempatkan dalam wadah es karena reaksi dengan asam sulfat yang bersifat eksoterm. Kemudian ditetesi 150 mL larutan H2SO4 98% dalam 250 mL dietil eter kering sambil terus
diaduk dengan magnetik stirer. Terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan atas (lapisan eter) yang berwarna kuning dan lapisan bawah (lapisan H2SO4) yang berwarna biru.
Lapisan bawah ditambah NaOH jenuh dalam metanol hingga pH = 8. Campuran diekstraksi selama 2 malam lalu disaring. Metanol diuapkan dan dikeringkan dalam vakum dan diperoleh natrium karotenil sulfat sebanyak 3.45 g. Padatan natrium karotenil sulfat dianalisa dengan FT-IR dan 1H-NMR.
Spektrum FT-IR natrium karotenil sulfat seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.4 menunjukkan pita serapan pada panjang gelombang 3443.66 cm-1; 2930.46 cm-1; 1638.04 cm-1; 1418.55 cm-1; 1339.76 cm-1; 1321.94 cm-1; 1129.16 cm-1; 775.49 cm-1; 721.48 cm-1 dan 638.50 cm-1.
Adanya regangan –CH2– ditunjukkan pada dua pita serapan 2930.46 cm-1 dan 2850
cm-1. Pada pita serapan 1638.04 cm-1 menunjukkan adanya gugus regangan C=C bagian dari karotenoid yang belum teradisi. Begitu juga dengan pita serapan 721.48 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus alkena cis yang belum teradisi. Pita serapan ini sesuai dengan literatur analisis spektrum senyawa organik (Creswell, C. 1982).
Literatur Anionic Surfactants Analytical Chemistry menunjukkan pada pita serapan 1418.55 cm-1 adanya gugus sulfat organik didukung dengan pita serapan pada 638.50 cm-1 yang menunjukkan adanya O–SO3-. Logam alkil sulfat dan logam aril sulfat mempunyai struktur dasar R-O-(O=S=O)-O-M+, dimana M dapat berupa kalium atau natrium menunjukkan pita serapan 1129 cm-1 dengan adanya gugus C–O, didukung dengan pita serapan dibawah 700 cm-1 (Cross, J. 1998).
Pita serapan pada 775.49 cm-1 menunjukkan adanya aromatik meta (3 H berdampingan) dengan intensitas pita yang kuat. Data pita serapan terlampir pada literatur analisis spektrum senyawa organik (Creswell, C. 1982).
(47)
Spektrum 1H-NMR natrium karotenil sulfat dalam pelarut DMSO seperti pada gambar 4.5 menunjukkan puncak-puncak pada pergeseran kimia di daerah 1.25 ppm, 3.5
ppm dan 8.12 ppm. Pergeseran kimia pada daerah 1.25 ppm menunjukkan proton
–CH3, metil dari sikloheksena. Pada daerah 8.12 ppm menunjukkan proton yang terikat pada alkena yang belum teradisi. Sedangkan pada daerah 3.5 ppm menunjukkan adanya proton dari rantai konjugasi yang telah teradisi. Prediksi pergeseran kimia natrium karotenil sulfat dicocokkan dengan prediksi software kimia Chemdraw Ultra 8.0.
(48)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
36
Gambar 4.4.Spektrum FT-IR Natrium Karotenil Sulfat
CH3 H
H H
O S
O O
O Na
O S O O Na O H
(49)
Gambar 4.5. Spektrum 1H-NMR Natrium Karotenil Sulfat
CH3
H
H H
O S
O O
O Na
O S O O Na O H
(50)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
38
4.3. Pembuatan Kalsium Karotenil Sulfat
Natrium karotenil natrium sulfat sebanyak 3 g dilarutkan dalam aquadest dan sedikit metanol lalu ditambah dengan 2.8 g CaCl2.2H2O yang telah dilarutkan dalam
aquadest dan terbentuk padatan lalu disaring. Padatan kalsium karotenil sulfat dicuci dengan aquadest untuk menghilangkan CaCl2 berlebih dan n-heksan untuk
menghilangkan sisa karotenoid yang belum teradisi. Padatan dikeringkan dalam suasana vakum dan diperoleh padatan kuning sebanyak 2.4 g. Hasil substitusi natrium oleh kalsium diperoleh yield sebesar:
Yield = x100%
teori berat
diperoleh yang
berat
= 100%
6 . 2 4 . 2 x g g
= 92.3%
4.4. Sifat Pemantap Kalsium Karotenil Sulfat Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh
Kalsium karotenil sulfat digunakan sebagai adsorben metil ester tidak jenuh melalui destilasi fraksinasi vakum. Kalsium karotenil sulfat digunakan dalam 2 variasi yaitu 1% dari berat metil ester dan 10% dari berat metil ester. Data kromatografi gas residu dan destilat hasil destilasi fraksinasi vakum ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Data Kandungan Metil Ester Hasil Sebelum Dan Setelah Destilasi Fraksinasi Vakum Menggunakan Kalsium Karotenil Sulfat Pada Bagian Residu Dianalisa Dengan Kromatografi Gas.
RESIDU C12 C14 C16 C18 C18:1 C18:2 C20
Tanpa Destilasi - 0.15 44.72 4.97 44.57 4.24 0.28
Destilasi Tanpa Pemantap - - 53.07 3.93 40.19 2.18 0.06 Destilasi Dengan Pemantap 1% 0.11 - 37.65 6.25 50.89 4.21 0.32 Destilasi Dengan Pemantap 10% - - 23.38 7.96 62.35 5.36 0.54
(51)
Berdasarkan data pada Tabel 4.1 ditunjukkan bahwa metil ester tidak jenuh jauh lebih suka terikat bersama pemantap pada fraksi residu. Kadar metil oleat meningkat dari 44.57% menjadi 62.35% dan kadar metil linoleat meningkat dari 4.24% menjadi 5.36%. Kadar metil ester tidak jenuh meningkat dengan penggunaan pemantap kalsium karotenil sulfat sebanyak 10% dibandingkan dengan penggunaa 1% sehingga semakin banyak penggunaan pemantap, semakin tinggi kadar metil ester tidak jenuh yang diperoleh.
Kemampuan pemantap sangat dipengaruhi oleh kemampuan ion Ca2+ mempolarisasi rantai olefinik dimana dengan adanya orbital 3d kosong dengan energi cukup rendah sehingga mampu mengikat kuat ikatan pada metil ester tidak jenuh. Kation dengan kemampuan mempolarisasi yang tinggi mempunyai pusat muatan positif dengan kerapatan yang tinggi, sehingga akan menghasilkan interaksi yang kuat. Ion dengan ukuran kecil bermuatan tinggi akan memiliki kekuatan ikatan yang tinggi (Nur, A. 2007).
Gambar 4.6.Interaksi Logam Dengan Ikatan Dari Olefin
Selain karena pengaruh ion logam yang digunakan, kemampuan pemantap untuk mengikat metil ester juga dipengaruhi oleh rantai C panjang dari pemantap yang saling berinteraksi dengan metil ester asam lemak sesuai dengan prinsip like dissolves like. Hal itu tampak dari variasi titik didih destilat. Dimana titik didih destilat tanpa adsorben adalah 114ºC, dengan adsorben 1% adalah 108ºC dan dengan adsorben 1% adalah 102ºC. Titik didih destilat dengan adanya adsorben akan lebih rendah karena metil ester tidak jenuh yang mempunyai titik didih tinggi sudah terikat kepada pemantap dan metil ester jenuh akan terlebih dahulu menguap dimulai dari yang mempunyai rantai karbon C rendah. Dengan demikian selain untuk memurnikan metil ester tidak jenuh, penggunaan pemantap kalsium karotenil sulfat juga dapat digunakan untuk memurnikan metil ester asam lemak dengan atom C rendah.
(52)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
− Pemakaian kalsium karotenil sulfat mampu selektif terhadap metil ester tidak jenuh.
− Pemakaian kalsium karotenil sulfat yang paling baik adalah perbandingan 10% dengan kadar metil ester tidak jenuh mencapai 68%.
5.2. Saran
− Pembuatan pemantap untuk memurnikan metil ester tidak jenuh dengan mengganti ligan karotenil dengan rantai karbon C yang lebih panjang.
− Membandingkan kemampuan pemantap dengan mengganti ion logam Ca2+ dengan logam lain pada golongan yang sama yang memiliki orbital 3d yang kosong seperti Ba2+.
(53)
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. CaroteneAkses 12/10/2008.
Anonymous. CarotenoidAkses 12/10/2008.
Baharin, B. et all. 1998. Separation of Palm Carotene from Crude Palm Oil by Adsorption Chromatography with a Synthetic Polymer Adsorbent. JAOCS 75(3):399-404.
Berdeaux, O; Christie, W; Gunstone, F. and Sebedio, J. 1997. Large-Scale Synthesis of Methyl cis-9,trans-11-Octadecenadienoate from Methy Ricinoleate. JAOCS 74 (8):1011-1015 .
Blaizot, P. 1956. Methods of Obtaning Carotene from Palm Oil. United States Patent Office No. 2,741,644.
Blaizot, P; Cuvier, P. 1953. A New Source of Carotene: Palm Fiber Oil From Elaeis Guineensis. Institut de Recherches pour les Huiles et Oleagineux. France. Bonnie, T; Choo, Y. 1999. Oxidation and Thermal Degradation of Carotenoids.
Journal of Oil Palm Research II (1):62-78.
Creswell, C; Runquist, O; Campbell, M. 1982. Analisis Spektrum Senyawa Organik. Edisi kedua. Bandung. Penerbit ITB.
Cross, J. 1998. Anionic Surfactants Analytical Chemistry. Second Edition, Revised and Expanded. Marcel Dekker, Inc. New York.
Darnoko, D; Munir Cheryan. 2006. Carotenoids from Red Palm Methyl Ester by Nanofiltration. JAOCS 83(4):365-370.
Day, R. A; Underwood, A. L. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima. Jakarta. Erlangga.
Fried, V; Hameka, H; Uldis Blukis. 1983. Physical Chemistry. MacMillan Publishing Co.,Inc. New York.
Gunstone, F. 2004. The Chemistry of Oils and Fats Sources, Composition, Properties and Uses. Great Britain. MPG Books Ltd.
Joelianingsih, et all. 2006. Perkembangan proses Pembuatan Biodiesel Sebagai Bahan Bakar Nabati (BBN). Jurnal Keteknikan Pertanian. 20(3):205-216.
(54)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
42
Khachik, F. 2002. Process for Purification and Crystallization of Palm Oil Carotenoids. International Application Published under The Patent Coorperation Treaty (PCT) WO0204415.
Kildahl, G; Andersen. 2007. Polyenyl Cations and Radical Cations – Synthesis, Spectroscopic Properties and Reactions. Trondheim. NTNU.
Kokosa, J. 2002. Industrial Organic Chemistry Laboratory Manual. USA. Kendall/Hunt Publishing Company.
Latip, R. et all. 2001. Evaluation of Different Types of Synthetic Adsorbent for Carotene Extraction from Crude Palm Oil. JAOCS 78 (1):1277-1282.
Lefond, S. 1975. Industrial Minerals and Rocks (Nonmetallics Other Than Fuels). Port City Press. Baltimore.
Liaaen, S; Kildahl, G; Andersen. 2008. Blue Carotenoids. Trondheim. NTNU.
Liaaen, S; Jensen. 1996. Carotenoids : Synthesis. Volume 2. Berkhauser Verlag Basel. Liew, K; Nordin, M; Goh, L. 1994. Reactions of Carotenes in Palm Oil with Acid.
JAOCS 71 (3):303-306.
Ma, H; Li, S; Wang, B; Wang, R; Tian, S. 2008. Transesterification of Rapeseed Oil for Synthesizing Biodiesel by K/KOH/ -Al2O3 as Heterogenous Base Catalyst.
JAOCS 5(3):263.
Madan, R. D. 2003. Modern Inorganic Chemistry. S.Chand & Company Ltd. New Delhi 110055.
Mann, J. Et all. 1994. Natural Products: Their Chemistry and Biological Significance. First Edition. United Kingdon. Longman Group.
Nilsson, A; Petterson, L. G. 2008. Chemical Bonding at Surfaces and Interfaces. USA. Elseviers B. V.
Nur, A. 2007. Immobilisasi Limbah Fermentasi Pabrik Alkohol Terhadap Adsorpsi Logam Berat Kadmium (Cd). Ekuilibrium 6(1):27-31.
Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis Dari Hulu Hingga Hilir. Jakarta. Penebar Swadaya.
Perry, R. 1997. Perry’s Chemical Engineers’Handbook. Seventh Edition. USA. Mc-Graw Hill Comapnies, Inc.
Ramli, M; Wai, L. S; Kien, Y. C. 2009. Production of High Oleic Palm Oil on a Pilot Scale. JAOCS 86(6):587.
(55)
Sauls. T; Walter H. C. Rueggeberg. 1956. Effect of Free Carboxylic Group on Course of Sulfur Trioxide Sulfonation of Unsaturated Fatty Acids. JAOCS 33:383-389.
Shriver, D. E; Atkin, P.W; Langford, C.H, 1999. Inorganic Chemistry , W.H. Freeman and Company, New York.
Siahaan, D; Lamria, M. 2006. Kajian Produksi Terpadu Karoten, Vitamin E, dan Biodiesel dari Minyak Sawit Mentah.
Smith, M. 2002. Organic Synthesis. USA. McGraw-Hill. Sukardjo. 1985. Kimia Anorganik. Yogyakarta. Bina Aksara.
Sukmariah; Kamianti. 1990. Kimia Kedokteran. Edisi 2. Jakarta. Binarupa Aksara. Tan, B; Saleh, M. 1992. Integrated Process for Recovery of Carotenoid and
Tocotrienols from Oil. U.S. Patent no.5,157,132.
(56)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
44
LAMPIRAN
(57)
Lampiran 2. Kromatogram Metil Ester Setelah Destilasi Tanpa Kalsium Karotenil Sulfat Pada Residu
(58)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
46
Lampiran 3. Kromatogram Metil Ester Setelah Destilasi Dengan Kalsium Karotenil Sulfat Sebanyak 1% Pada Residu
(59)
Lampiran 4. Kromatogram Metil Ester Setelah Destilasi Dengan Kalsium Karotenil Sulfat Sebanyak 10% Pada Residu
(1)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
Khachik, F. 2002. Process for Purification and Crystallization of Palm Oil Carotenoids. International Application Published under The Patent Coorperation Treaty (PCT) WO0204415.
Kildahl, G; Andersen. 2007. Polyenyl Cations and Radical Cations – Synthesis, Spectroscopic Properties and Reactions. Trondheim. NTNU.
Kokosa, J. 2002. Industrial Organic Chemistry Laboratory Manual. USA. Kendall/Hunt Publishing Company.
Latip, R. et all. 2001. Evaluation of Different Types of Synthetic Adsorbent for Carotene Extraction from Crude Palm Oil. JAOCS 78 (1):1277-1282.
Lefond, S. 1975. Industrial Minerals and Rocks (Nonmetallics Other Than Fuels). Port City Press. Baltimore.
Liaaen, S; Kildahl, G; Andersen. 2008. Blue Carotenoids. Trondheim. NTNU.
Liaaen, S; Jensen. 1996. Carotenoids : Synthesis. Volume 2. Berkhauser Verlag Basel. Liew, K; Nordin, M; Goh, L. 1994. Reactions of Carotenes in Palm Oil with Acid.
JAOCS 71 (3):303-306.
Ma, H; Li, S; Wang, B; Wang, R; Tian, S. 2008. Transesterification of Rapeseed Oil for Synthesizing Biodiesel by K/KOH/ -Al2O3 as Heterogenous Base Catalyst. JAOCS 5(3):263.
Madan, R. D. 2003. Modern Inorganic Chemistry. S.Chand & Company Ltd. New Delhi 110055.
Mann, J. Et all. 1994. Natural Products: Their Chemistry and Biological Significance. First Edition. United Kingdon. Longman Group.
Nilsson, A; Petterson, L. G. 2008. Chemical Bonding at Surfaces and Interfaces. USA. Elseviers B. V.
Nur, A. 2007. Immobilisasi Limbah Fermentasi Pabrik Alkohol Terhadap Adsorpsi Logam Berat Kadmium (Cd). Ekuilibrium 6(1):27-31.
Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis Dari Hulu Hingga Hilir. Jakarta. Penebar Swadaya.
Perry, R. 1997. Perry’s Chemical Engineers’Handbook. Seventh Edition. USA. Mc-Graw Hill Comapnies, Inc.
Ramli, M; Wai, L. S; Kien, Y. C. 2009. Production of High Oleic Palm Oil on a Pilot Scale. JAOCS 86(6):587.
(2)
Sauls. T; Walter H. C. Rueggeberg. 1956. Effect of Free Carboxylic Group on Course of Sulfur Trioxide Sulfonation of Unsaturated Fatty Acids. JAOCS 33:383-389.
Shriver, D. E; Atkin, P.W; Langford, C.H, 1999. Inorganic Chemistry , W.H. Freeman and Company, New York.
Siahaan, D; Lamria, M. 2006. Kajian Produksi Terpadu Karoten, Vitamin E, dan Biodiesel dari Minyak Sawit Mentah.
Smith, M. 2002. Organic Synthesis. USA. McGraw-Hill. Sukardjo. 1985. Kimia Anorganik. Yogyakarta. Bina Aksara.
Sukmariah; Kamianti. 1990. Kimia Kedokteran. Edisi 2. Jakarta. Binarupa Aksara. Tan, B; Saleh, M. 1992. Integrated Process for Recovery of Carotenoid and
Tocotrienols from Oil. U.S. Patent no.5,157,132.
(3)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
LAMPIRAN
(4)
Lampiran 2. Kromatogram Metil Ester Setelah Destilasi Tanpa Kalsium Karotenil Sulfat Pada Residu
(5)
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
Lampiran 3. Kromatogram Metil Ester Setelah Destilasi Dengan Kalsium Karotenil Sulfat Sebanyak 1% Pada Residu
(6)
Lampiran 4. Kromatogram Metil Ester Setelah Destilasi Dengan Kalsium Karotenil Sulfat Sebanyak 10% Pada Residu