Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
Kelarutan karotenoid sulfat di dalam air tidak hanya dipengaruhi oleh sifat karotenoid itu sendiri dan jumlah gugus sulfat yang ada tetapi juga oleh garam
anorganik, dimana kelarutan karotenoid dalam air akan menurun secara drastis dengan adanya garam anorganik Liaane, S. 1996.
1.2.
Permasalahan
- Apakah karotenoid dalam minyak kelapa sawit dapat ditransformasi menjadi
kalsium karotenil sulfat? -
Apakah kalsium karotenil sulfat mampu selektif terhadap metil ester tidak jenuh?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat kalsium karotenil sulfat dan mengetahui sifat pemantapnya terhadap metil ester tidak jenuh.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian bermanfaat sebagai pemantap untuk memurnikan metil ester tidak jenuh.
1.5. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laborotarium Kimia Anorganik FMIPA-USU Medan. Analisa Kromatografi Gas dilakukan di salah satu perusahaan swasta. Analisa kadar
karotenoid dengan Spektrofotometer UV-Vis di Pusat Penelitian Kepala Sawit Medan. Karakterisasi Spektroskopi FT-IR di Laboratorium Bea Cukai Medan dan analisis
1
H- NMR di Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
1.6. Metodologi Penelitian
1. Pembuatan Natrium Karotenil Sulfat
CPO dilarutkan dalam dietil eter kering dan ditambahkan setetes demi setetes H
2
SO
4p
dalam dietil eter, sambil diaduk dengan magnetik stirer dan dalam wadah es. Terbentuk dua lapisan, lapisan ataslapisan eter dan lapisan bawah
lapisan H
2
SO
4
. Lapisan H
2
SO
4
ditambah NaOH jenuh yang dilarutkan dalam metanol kering hingga pH 8 dan diekstraksi selama 2 malam lalu disaring.
Fraksi metanol diuapkan dan diperoleh padatan natrium karotenil sulfat. Natrium karotenil sulfat dikeringkan dan dianalisa dengan FT-IR dan
1
H- NMR.
2. Pembuatan Kalsium Karotenil Sulfat
Natrium karotenil sulfat dilarutkan dalam aquadest dan ditambah CaCl
2aq
dan disaring. Padatan dicuci dengan aquadest dan n-heksan lalu dikeringkan
dalam vakum.
BAB
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelapa Sawit
Kelapa sawit merupakan unggulan bahan kimia karena minyak kelapa sawit banyak mengandung asam-asam lemak dan jika dihidrolisa menghasilkan gliserol. Tanaman
kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut. Divisi
: Embryophyta Siphonagama Kelas
: Angiospermae Ordo
: Monocotyledonae Famili
: Arecaceae dahulu disebut Palmae Subfamili
: Cocoideae Genus
: Elaeis Spesies
: 1. E.guineensis Jacq. 2. E.oleifera H.B.K. Cortes
3. E.odora Tabel 2.1 Komponen Dalam Minyak Kelapa Sawit
No Komponen
Kuantitas 1
Asam lemak bebas 3,0 – 4,0
2 Karoten ppm
500 – 700 3
Fosfolipid ppm 500 – 1000
4 Dipalmitro stearin
1,2 5
Tripalmitin 5,0
6 Dipalmitolein
37,2 7
Palmito stearin olein 10,7
8 Palmito olein
42,8 9
Triolein linole 3,1
Sumber: Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis Dari Hulu Hingga Hilir. Jakarta. Penebar Swadaya.
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
Keunikan lain dari minyak kelapa sawit adalah tingginya kandungan karotenoid dan tokoferol. Karotenoid mengambil bagian besar dalam menyebabkan
warna orange-merah pada minyak kelapa sawit. Darnoko, D. 2006. Minyak kelapa sawit CPO merupakan sumber karoten terbesar dari alam
yang terdapat dalam bentuk retinol provitamin A, mengandung 15 sampai 300 kali lebih banyak retinol dalam wortel dan sayuran hijau lainnya. Latip, R. 2001.
Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat C
16:0
jenuh dan asam oleat C
18:1
tidak jenuh. Umumnya, komposisi asam lemak minyak kelapa sawit sebagai berikut:
C
12:0
Laurat 0,2
C
14:0
Miristat 1,1
C
16:0
Palmitat 44,0
C
18:1
Oleat 39,2
C
18:2
Linoleat 10,1
Lainnya 0,9
Pahan, I. 2006 2.2.
Karotenoid
Karoten yang merupakan pigmen berwarna orange-kuning pertama kali diisolasi dan diberi nama oleh H. Wackenroder pada tahun 1831. Kemudian pada tahun 1911 M.
Tswett, yang merupakan penemu kromatografi kolom, mengelompokkan itu sebagai “karotenoid”. Struktur utama dari Beta-karoten dinyatakan oleh P. Karrer pada tahun
1931, sehingga dia memperoleh Penghargaan Nobel dalam bidang kimia pada tahun 1937. ZMC Beta Carotene Brochure, tanggal akses 06042009.
Lebih dari 600 karotenoid di alam telah diidentifikasi. Beta karoten yang merupakan rantai poliena yang dapat mempunyai konfigurasi cistrans dapat
membentuk 272 isomer sedangkan isomer asimetrik alpha karoten dapat membentuk 512 isomer. ZMC Beta Carotene Brochure, tanggal akses 06042009.
Poliena berwarna dan polimethin berwarna dapat dikarakterisasi melalui gugus rantai methin -CH
2
=, contoh rangkaian ikatan rangkap konjugasi yang biasanya
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
dalam bentuk s-trans. Atom C pada gugus methin dapat disubtitusi oleh atom lain, atau dapat menjadi bagian dari karbosiklik atau sistem heterosiklik.
C C
C C
C C
C C
C C
C H
H
H H
H H
H
H H
H H
Gambar 2.1 Struktur Poliena Ikatan rangkap karbon-karbon berinteraksi satu sama lain memungkinkan
elektron-elektron di dalam molekul saling berpindah secara bebas di sekitar molekul tersebut. Dengan meningkatnya jumlah ikatan rangkap, elektron yang berasosiasi
dengan sistem terkonjugasi mempunyai ruang lebih untuk bergerak, sehingga membutuhkan energi yang lebih sedikit untuk berubah muatan. Hal ini menyebabkan
energi absorpsi cahaya terhadap molekul berkurang. Semakin besar frekuensi cahaya yang diserap dari spektrum tampak, warna merah dalam senyawa semakin meningkat.
http:www.mashpipe.com
β-Carotene
α-Carotene
γ-Carotene
δ-Carotene
Gambar 2.2 Isomer karotenoid Karoten dari minyak kelapa sawit mengandung sekitar 60-65 beta-karoten
dan 35-40 alpha karoten, disamping sejumlah lycopene dan gamma-karoten. Blaizot, P. 1953.
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
Tabel 2.2 Kandungan Rata-Rata Total Karotenoid Source
Mgpound estimated as beta-carotene
Fresh Dry
Wortel 12
110 Kentang Manis
14 64
Alfalfa 28
118 Barley
21 140
Daun Semanggi …
153 Gandum Roti
38 203
Semanggi Manis 15
89 Gandum
30 118
Estate Palm Oil Belgian Congo, Far East 225
Wild Palm Oil Ivory Coast, Dahomey 450 – 800
Estate Palm fiber oil 650 – 1100
Wild Palm fiber oil 1300 – 2200
Sumber : Blaizot, P. dan Pierre Cuvier. 1953. A New Source of Carotene: Palm Fiber Oil From Elaeis Guineensis.
Karoten dapat terdegradasi oleh panas, cahaya dan oksigen. Karoten terdegradasi dengan cepat mulai pada temperatur 60ºC. Titik leleh
β-karoten dan - karoten berturut-turut adalah 183ºC dan 187.5ºC. Siahaan, D dan Lamria, M. 2006.
Telah dilaporkan baru- baru ini bahwa -karoten murni berwarna hitam, tapi karena
bereaksi secara langsung dengan oksigen maka diasumsikan berwarna merahorange. Gunstone, F. 2004.
Deret pelarut berdasarkan tingkat kemampuan mulai dari yang paling tinggi melarutkan karoten adalah sebagai berikut: eter minyak bumi pentana, heptana,
heksana CCl
4
trikloroetilen benzena metilen diklorida kloroform eter etil asetat n-propil alkohol etanol metanol air.
Kegunaan karoten antara lain sebagai provitamin A, mencegah pembentukan tumor, sebagai pewarna kuning untuk makanan, sebagai bahan adiktif di industri
farmasi dan kosmetika, dan lainnya. Siahaan, D dan Lamria, M. 2006.
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
2.2.1. Metode-Metode Perolehan Karotenoid
Selama beberapa tahun telah banyak dipelajari sifat kimia dan cara mengisolasi karotenoid. Berbagai metode memperoleh kembali karoten dari minyak kelapa sawit
telah dipublikasikan, diantaranya melalui saponifikasi, adsorpsi, ekstraksi pelarut, dan transesterifikasi yang diikuti dengan destilasi.
Proses penjumputan karoten melalui proses saponifikasi dilakukan dengan cara mereaksikan metil ester yang mengandung karoten dengan KOH metanolik 17
KOH. Selanjutnya, dilakukan ekstraksi terhadap campuran reaksi dengan menggunakan n-heksan. N-heksan kemudian dievaporasi pada suhu 30ºC dan tekanan
25 cmHg hingga dihasilkan konsentrat karoten dengan konsentrasi 18.6 Tan, B. 1992.
Karoten konsentrat tinggi dari minyak kelapa berhasil diperoleh melalui proses adsorpsi menggunakan adsorben polimer sintetik diikuti dengan ekstraksi pelarut.
Adsorben yang digunakan adalah kopolimer sintetik stiren-divinil-benzen. Proses tersebut pertama dimulai dengan mencampurkan adsorben dengan IPA isopropanol
kemudian diaduk selama 15 menit. Adsorben dipisahkan dari IPA, dan dikeringkan dalam temperatur kamar sehingga dapat digunakan dalam proses adsorpsi.
Selanjutnya, minyak kelapa sawit dilarutkan dalam IPA Isopropanol. Adsorben kemudian dimasukkan ke dalam kolom diikuti dengan minyak kelapa sawit. Karoten
kemudian diekstraksi dengan n-heksan untuk memisahkannya dari adsorben. Karoten yang diperoleh sampai dengan 20.0000 ppm, dengan variasi yang paling sesuai adalah
pada 1,5 jam dan temperatur 40ºC. Latip, R. 2001 Dalam penelitian sebelumnya, metode pemurnian karoten juga dilakukan
melalui beberapa tahap, antara lain: 1.
Saponifikasi Umpan dengan konsentrasi karoten 2 dilarutkan dalam pelarut organik
seperti THF, lalu direaksikan dengan zat penyabun KOH atau NaOH di dalam alkohol dengan konsentrasi 10.
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
2. Ekstraksi
Campuran hasil reaksi saponifikasi dikontakkan dengan pelarut organik misalnya, heksana dan pentana. Lapisan organik bagian atas dicuci dua kali
dengan air yang mengandung metanol atau etanol hingga pH 7. lapisan bawah yang terbentuk dibuang. Lapisan organik di atas kemudian dikeringkan dengan
natrium sulfat anhidrat dan dievaporasi hingga benar-benar kering dan menghasilkan minyak merah tua.
3. Kristalisasi
Minyak merah tua tersebut kemudian dicampurkan dengan alkohol untuk menyingkirkan pengotor hingga menghasilkan kristal karoten dengan
kemurnian 49-55. Padatan ini kemudian dilarutkan dengan sesedikit mungkin pelarut organik seperti aseton, THF, dll dan ditambahi sejumlah
alkohol sampai larutan berkabut. Campuran tersebut didinginkan pada temperatur 15ºC atau lebih rendah untuk menghasilkan karoten dengan
kemurnian 76-80. Kristalisasi tahap kedua akan menghasilkan karoten dengan kemurnian minimal 95.
Khachik, F. 2002 Karotenoid dengan konsentrasi tinggi dapat diperoleh melalui proses adsorpsi
menggunakan membran nanofiltrasi untuk memisahkan meti ester dengan karotenoid. Proses dengan membran multistage dirancang khusus untuk memproduksi secara
berkelanjutan karotenoid berkonsentrasi tinggi dan dekolorisasi metil ester. Pada proses ini mampu menghasilkan 10 ton metil ester per jam yang mengandung 0.5 gL
-1
β-karoten, yang kemudian dilanjutkan dengan proses menghasilkan karoten dengan konsentrasi tinggi mencapai 1.19 gL
-1
dan 7500 liter per jam metil ester yang telah didekolorisasi yang mengandung tidak lebih dari 0.1 gL
-1
β-karoten. Darnoko, D. 2006.
2.3.
Adisi
Jika dua atom baru atau gugus diberikan atau ditambahkan pada suatu ikatan , maka proses ini disebut dengan reaksi adisi. Smith, M. 2002.
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
Adisi alkena dengan asam sulfat membentuk alkil hidrogen sulfat yang larut dalam asam sulfat. Adisi alkena dengan asam sulfat juga dapat membentuk bahan
polimer dan tar, yang dapat menimbulkan bau yang tidak enak dan berwarna coklat hingga hitam.
CH
2
CH
2
C C
H
H OSO
2
H
H H
H H
2
SO
4
+ Polimer
Kokosa, J. 2002 Kombinasi asam sulfat dengan ikatan rangkap menghasilkan sulfat ester seperti reaksi
di bawah.
CH CH
CH CH
H O
SO
2
OH
Sulfat ester ini tidak stabil dan mudah terhidrolisa walaupun terikat langsung pada hidoksi asam lemak rantai panjang dan asam sulfat.
Kombinasi gugus CH
2
yang berikatan langsun g dengan gugus CH=CH yang
tidak jenuh.
CH CH
CH R
1
R
2
H +
H
2
SO
4
CH CH
CH R
1
R
2
SO
3
H +
H
2
O
Trask, R. 1956
2.3.1. Reaksi Karoten Dengan Asam
Telah lama diketahui bahwa karotenoid direaksi dengan asam kuat H
2
SO
4
akan membentuk kompleks berwarna biru. Minyak ikan kod, dengan kandungan vitamin A
yang tinggi, membentuk warna ungu terang dengan reagent yang sama. Tidak ada karotenoid biru yang terdapat di alam dalam bentuk yang tidak terkomplekskan.
Kildahl G., 2007.
Karoten dalam minyak kelapa sawit bereaksi dengan asam kuat dalam kondisi anhidrat untuk membentuk kation biru-hijau yang terabsorpsi pada panjang
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
gelombang kira-kira 900 nm. kation tersebut diperoleh dari pertukaran proton dari -
dan -karoten pada atom karbon ketujuh, dengan adanya delokalisasi muatan antara ikatan konjugasi atom kedelapan dan kesembilan. Liew, K. 1994.
Pada -karoten, posisi paling aktif ada pada karbon nomor 7 dan 8. Protonasi atom karbon ke 7 pada rantai akan menghasilkan kation kembali pada atom karbon ke
sembilan. Konsentrasi dari kation ini tergantung pada konsentrasi asam yang ditambahkan. Keseimbangan akan terbentuk antara karoten dan asam dengan adanya
kation. Liew, K. 1994. Kation ini kurang stabil dalam temperatur kamar dan dapat hilang hanya
dalam satu jam. Kation ini juga rentan diserang oleh air dan basa, dan molekul karoten dapat diperoleh kembali. Bagaimanapun, molekul karoten yang terbentuk kembali
tersebut tidaklah sama dengan molekul karoten awal yang belum bereaksi dengan H
2
SO
4
. Liew, K. 1994.
Gambar 2.3. Kromatogram HPLC dari ekstrak karoten. A Larutan karoten awal dan B Produk reaksi dari campuran minyak kelapa sawit dan larutan H
2
SO
4
.
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
Kation yang terbentuk juga mudah terisomerisasi dan dengan adanya oksigen sisa dan asam sulfat pekat sebagai penyerang nukleofilik molekul minyak, menghasilkan
molekul dengan konjugasi pendek. dan karoten + H
+
kation karoten kation karoten
H
+
+ produk oksidasi, isomerisasi dan produk lain Metode lain untuk membuat karbokation karotenoid antara lain:
a Reaksi karoten dengan asam Lewis BF
3
-etherate sebagai pereaksi, dimana BF
3
sebagai elektrofil kuat, yang mampu menggeser elektron dari rantai poliena. Boron, merupakan unsur golongan ketiga dalam sistem periodik, yang mempunyai
tiga elektron valensi dan oleh ikatan kovalen berikatan dengan tiga atom fluor masih mempunyai dua elektron untuk membentuk oktet pada elektron kulit terluar.
Kompleks antara gas BF
3
dan eter melalui donasi pasangan elektron dari eter membentuk larutan BF3 yang relatif stabil.
Gambar 2.4. Reaksi Karoten Dengan BF
3
b Pembuatan karbokation poliena dengan menggunakan asam protik diperoleh
melalui reaksi dengan asam trifluoroasetat atau asam trifluoromethanesulfonat.
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
c Reaksi alilik karotenol dengan CF
3
COOH atau CF
3
SO
3
H dalam CH
2
Cl
2
untuk selektif protonasi dari gugus hidroksil, dibandingkan protonasi rantai poliena.
Gugus hidroksi yang terprotonasi merupakan gugus pergi yang baik.
Gambar 2.5. Reaksi Karotenol dengan CF
3
COOH Kihdahl, G. 2007
2.3.2. Karotenoid Sulfat
Seluruh karotenoid sulfat dibuat melalui sintesis partial dari karotenol melalui reaksi dengan sulfur trioksidakompleks piridin yang dibuat dari asam kloro sulfonat dan
piridin, diikuti dengan pembentukan garam natrium dari penambahan NaOH atau untuk karotenoid yang labil terhadap basa dengan NaCl. Asam alkil sulfat diketahui
bersifat asam seperti asam sulfat dan akan secara langsung membentuk garam anorganik Liaane, S. 1996.
Menurut prosedur umumnya, sulfur trioksidakompleks piridin, dalam keadaan berlebih, dicampurkan pada -10ºC dan reaksi dipantau dengan TLC pada temperatur
kamar. Reaksi kemudian diikuti dengan penambahan larutan NaOH 10 hingga pH 9, atau dengan penambahan larutan NaCl. Larutan karotenoid kemudian diekstraksi
dengan etil asetat atau untuk disulfat dengan kloroform-metanol dan dipisahkan
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
dengan TLC. Pigmen recovery secara umum sekitar 75 dan karotenol yang tidak bereaksi sekitar 25 dari total karotenoid yang diperoleh kembali Liaane, S. 1996.
Kelarutan karotenoid sulfat di dalam air tidak hanya dipengaruhi oleh sifat karotenoid itu sendiri dan jumlah gugus sulfat yang ada tetapi juga oleh garam
anorganik, dimana kelarutan karotenoid dalam air akan menurun secara drastis dengan adanya garam anorganik Liaane, S. 1996.
2.4.
Adsorpsi
Adsorpsi merupakan proses satu arah dengan temperatur rendah dan adsorben yang digunakan dapat diperoleh kembali. Adsorpsi merupakan proses yang selektif dan
hanya merupakan proses satu arah. Lefond, S. 1975. Bila larutan ada dua zat atau lebih, zat yang satu akan diserap lebih kuat
daripada yang lain. Zat-zat yang dapat menurunkan tegangan permukaan antara, lebih kuat diserap. Makin kompleks zat terlarut, makin kuat diserap oleh adsorben. Makin
tinggi temperatur, makin kecil daya serap, namun demikian pengaruh temperatur tidak sebesar seperti pada adsorpsi gas. Sukardjo, 1985. Luas permukaan yang besar juga
merupakan faktor utama dalam proses adsorpsi Lefond, S. 1975 dimana adsorben yang baik dapat menahan sejumlah besar adorbat, dengan adanya interaksi antara
adsorben dan adsorbat Fried, V. 1983. Sifat-sifat umum dari proses adsorpsi:
1. Adsorpsi adalah proses kesetimbangan antara konsentrasi pada satu bidang
permukaan dan konsentrasi lain di bidang mana komponen itu terkandung. Jadi keadaannya adalah reversibel.
2. Banyaknya komponen yang diadsorpsi sebanding dengan luas permukaan zat
adsorben. 3.
Daya adsorpsi tiap jenis adsorben terhadap suatu zat berbeda, bahkan cara pembuatan adsorben yang berbeda menyebabkan daya adsorpsi yang berlainan.
4. Daya adsorpsi akan berkurang bila temperatur bertambah tinggi.
5. Adsorpsi diikuti oleh pengeluaran panas energi.
Sukmariah, 1990
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
Molekul atau atom dapat berikatan dengan permukaan adsorben melalui dua cara, yaitu melalui adsorpsi kimia dan adsorpsi fisika.
Tabel 2.3 Perbedaan adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia No.
Adsorpsi Fisika Adsorpsi Kimia
1. Adsorpsi dengan adanya gaya tarik
Van der Waals. Adanya reaksi kimia pada bidang
permukaan. 2.
Perubahan panas kecil. Perubahan panas besar.
3. Tidak spesifik
Spesifik 4.
Jumlah zat yang diadsorpsi berkurang dengan naikknya
temperatur. Dapat berkurang dan bertambah.
5. Energi pengaktif kecil.
Energi pengaktif besar. Sumber: Sukmariah, dan Kamianti. 1990. Kimia Kedokteran. Edisi 2. Jakarta.
Binarupa Aksara.
Gambar 2.6 Skema ilustrasi dari lima tipe bentuk ikatan kimia pada permukaan logam Adsorpsi hidrokarbon jenuh dalam substrat logam merupakan sebuah interaksi
fisik lemah, dimana lebih di dominasi oleh gaya Van der Waals. Pembagian dari tipe interaksi ini, menunjukkan adanya penyerapan fisik dimana tidak ada ikatan kimia
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.
secara langsung yang terbentuk antara adsorben dan subtrat, yang didasarkan pada pemanasan adsorpsi. Nilsson, A. 2008.
Ikatan dari hidrokarbon tidak jenuh dengan logam pertama kali dikembangkan oleh Dewar, Chatt dan Duncanson dan sekarang dikenal sebagai model DCD yang
didasarkan pada konsep orbital terdepan. Pada model ini, interaksi ditunjukkan dengan adanya donasi muatan dari orbital-
tertinggi yang terisi dari logam dan substansi backdonation dari muatan logam yang terisi ke orbital-
terendah yang tidak terisi. Nilsson, A. 2008.
2.5. Kalsium
Unsur golongan IIA dapat membentuk komplek dengan 6H
2
O, seperti MgH
2
O
6
Cl
2
mengindikasikan bahwa unsur ini memberikan bonding melalui kontribusi orbital d sekalipun energi tinggi Madan, 2003. Dengan Ca dan Ba interaksi orbital d lebih
moderat. Berbeda jika dengan logam transisi, orbital d energi cukup rendah sehingga mengikat kuat
ikatan pada oleat. Telah dilaporkan bahwa tingkat energi orbital d dengan berbagai unsur seperti diagram dibawah ini.
Gambar 2.7. Tingkat energi elektron pada atom menurut susunan berkala Sumber: Shriver. 1990. Inorganic Chemistry.
Catherine : Pembuatan Garam Kalsium Karotenil Sulfat Dan Pengaruh Sifat Pemantapnya Terhadap Metil Ester Tidak Jenuh, 2010.