16
B. Sifat utama dukacita 1.Dukacita bersifat unik
Dukacita dapat terjadi pada orang yang sama, mengalami peristiwa kehilangan yang sama namun kedalaman dukacitanya
berbeda. Perbedaan kedalaman itu dapat disebabkan oleh waktu, kondisi dan situasi yang berbeda. Tidak ada kedukaan yang sama
sebab proses dukacita bukanlah merupakan sebuah proses garis lurus, melainkan seperti seutas tali yang melingkar-lingkar Wiryasaputra,
2003.
2.Dukacita bersifat holistik
Selain bersifat unik, khas, personal, situasional dan kontekstual dukacita juga merupakan pengalaman yang bersifat
holistik. Dalam pandangan holistik ada empat aspek utama kehidupan yang dipandang sebagai satu kesatuan utuh secara sinergistik, yakni:
fisik, mental, spiritual dan sosial. Kubler-Ross 1969 menjelaskan bahwa aspek fisik berkaitan dengan tubuh manusia yang dapat dilihat
dan diraba atau disentuh. Inilah aspek somatis yang juga berhubungan dengan makanan, pakaian, tempat tinggal, kebersihan
tubuh, lingkungan alam dan metabolisme tubuh. Sementara aspek mental berhubungan dengan cara manusia dapat menghidupkan,
memberadakan dan membedakan dirinya. Dalam aspek ini manusia menjadi pribadi yang otonom dan memiliki identitas diri. Aspek
mental berhubungan dengan pikiran, emosi pikiran positif dan negativ, motivasi, harga diri, integritas dan kreatifitas diri.
Sedangkan aspek spiritual memungkinkan manusia memiliki visi, misi dan harapan yang jelas dalam hidup. Aspek tersebut
memungkinkan manusia tetap memberadakan dirinya sebagai manusia dengan nilai-nilai leluhurnya. Yang terakhir adalah aspek
17
sosial yakni aspek yang berkaitan dengan hubungan antar manusia dalam kelompok bermasyarakat.
Dalam hubungan dengan dukacita melalui keempat aspek inilah manusia dikatakan manusia yang sinergik yaitu manusia yang
mampu bertumbuh melalui pengalaman kehilangan atas kematian. Artinya manusia tidak mampu menghindar dari pengalaman dukanya,
melainkan harus masuk dan merangkul pengalaman dengan jiwa yang terbuka.
Adapun gejala-gejala dukacita secara holistik berdasarkan keempat aspek tersebut, menurut Wiryasaputra 2003 adalah sebagai
berikut: a.Aspek fisik
Secara fisik umumnya muncul gejala-gejala seperti menangis, mata menerawang, mati rasa, kesemutan, tubuh gemetaran, kalau
berjalan seperti melayang, tidak tenang, tubuh lemah, tenggorokan terasa kering, dada sesak, kejang-kejang, nasfas pendek, pusing,
kadang terasa gatal-gatal, bisulan, perut nyeri atau mulas, diare, ingin kencing terus, perut kembung, tidak dapat tidur dengan pulas, ngilu
di persendian, nafsu makan menurun atau bertambah dan nafsu sex juga menurun.
b. Aspek mental Biasanya muncul gejala-gejala seperti tidak dapat menerima
kenyataan menyangkal, menolak terkejut, sedih, bingung, gelisah, pikiran kacau tidak teratur, kehilangan konsentrasi, selalu berpikir dan
merindukan yang hilang, mudah tersinggung, benci, marah, kecewa, putus asa, batin tertekan, perasaan menyesal yang berlebihan, rasa
bersalah, merasa berdosa, merasa tidak berarti lagi, merasa sendiri atau kesepian dan kadang muncul keinginan untuk bunuh diri.
18
c. Aspek spiritual Dalam aspek ini gejala yang nampak adalah gejala seperti rasa
berdosa, mempersalahkan Tuhan, marah pada Tuhan, tidak dapat konsentrasi misalnya saat berdoa, membaca kitab suci, tidak berminat
mengikuti kegiatan keagamaan, merasa dikucilkan oleh kelompok keagamaannya, tawar menawar dengan Tuhan.
d. Aspek sosial Gejala dukacita yang nampak melalui aspek ini, antara lain suka
menyendiri, menarik diri, mengurung diri, selalu ingin menceritakan tentang sesuatu atau seseorang yang hilang secara berlebihan, suka
mengunjungi makam atau tempat-tempat yang berhubungan dengan orang atau sesuatu yang hilang, mempersalahkan, marah bahkan
membenci orang lain, bersikap kasar atau berlebihan dalam berbagai hal. Peristiwa kehilangan juga sering menimbulkan perselisihan antara
anggota keluarga.
C. Proses dukacita dan aspek-aspeknya