PERBANDINGAN PERSEPSI KONSUMEN TENTANG KARAKTERISTIK MANAJEMEN TOKO RITEL TRADISIONAL DAN RITEL MODERN (Studi Kasus di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung)
THE COMPARISON OF CONSUMERS PERCEPTIONS ABOUT THE CHARACTERISTICS OF THE TRADITIONAL MANAGEMENT
RETAIL STORE AND MODERN RETAIL
(CASE STUDY AT SUB-DISTRICT RAJABASA CITY BANDAR LAMPUNG)
By Lailatul Barokah
This study discusses the comparison of consumer perceptions about the characteristics of traditional retail store management and modern retail in the district RajabasaBandar Lampung. The purpose of this study was to determine whether or not the difference in consumer perception of the location, price, merchandise, store atmosphere adan customer service traditional retail and modern retail. This is a comparative peneilitian types that are compared. Population in this research is the public Rajabasa Bandar Lampung with the total sample of 100 respondents. The analysis used was SPSS - compere Means - independent sample t test The results showed that, of the three variables, namely research location, price and customer service showed no differences in consumer perceptions between traditional retail and modern retail. As for the second variable merchandise and store atmosphere showed no differences between consumer perceptions between traditional retail and modern retail.
(2)
PERBANDINGAN PERSEPSI KONSUMEN TENTANG KARAKTERISTIK MANAJEMEN TOKO RITEL TRADISIONAL DAN RITEL MODERN (STUDI KASUS PADA KECAMATAN RAJABASA KOTA BANDAR
LAMPUNG)
Oleh
LAILATUL BAROKAH
Penelitian ini membahas mengenai perbandingan persepsi konsumen mengenai karakteristik manajemen toko ritel tradisional dan ritel modern di kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada atau tidak perbedaan persepsi konsumen tentang lokasi, harga, barang dagang, atmosfer toko adan customer service ritel tradisional dan ritel modern. Tipe peneilitian ini adalah komparatif yang bersifat membandingkan. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Rajabasa Kota Bandar Lampung dengan jumlah sampel sebanyak 100 responden. Analisis yang digunakan adalah SPSS –
Compere Means - Independent Sample t test
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, dari ketiga variabel penelitian yaitu lokasi, harga dan costumer servis menunjukkan tidak adanya perbedaan persepsi konsumen antara ritel tradisional dan ritel modern. Sedangkan untuk kedua variabel barang dagang dan atmosfer toko menunjukkan ada perbedaan antara persepsi konsumen antara ritel tradisional dan ritel modern.
(3)
PERBANDINGAN PERSEPSI KONSUMEN
TENTANG KARAKTERISTIK MANAJEMEN TOKO
RITEL TRADISIONAL DAN RITEL MODERN
(Studi Kasus di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung)
Oleh Lailatul Barokah
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA ADMINISTRASI BISNIS
Pada
Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2015
(4)
PERBANDINGAN PERSEPSI KONSUMEN
TENTANG KARAKTERISTIK MANAJEMEN TOKO
RITEL TRADISIONAL DAN RITEL MODERN
(Studi Kasus di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung)
(Skripsi)
Oleh Lailatul Barokah
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2015
(5)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Pikir... 37 2. Peta Kecamtan Rajabasa ... 57 3. Dokumentasi Ritel Tradisional di Kec. Rajabasa
Kota Bandar Lampung ... 61 4. Dokumentasi Ritel Modern di Kec. Rajabasa
(6)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Peranan Barang Dagang ... 31
2.2 Dimensi dan Atribut Kualitas Layanan Penelitian ... 35
2.3 Kualitas Layanan dalam Bisnis Ritel ... 36
3.1 Operasional Variabel... 41
3.2 Interpretasi Nilai... 51
4.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Sex Ratio .... 58
4.2 Jumlah Kepadatan Penduduk Kecamatan Rajabasa per Kelurahan ... 58
4.3 Klasifikasi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 63
4.4 Klasifikasi Responden Berdasarkan Usia... 64
4.5 Klasifikasi Responden Berdasarkan Profesi... 65
4.6 Variabel Lokasi ... 66
4.7 Variabel Harga ... 67
4.8 Variabel Barang Dagang ... 68
4.9 Variabel Atmosfer Toko... 69
4.10 VariabelCustomer Service... 70
4.11 Hasil Uji Validitas ... 71
4.12 Hasil Uji Reliabilitas ... 73
4.13 Hasil Uji F Test(levene’s test)... 74
(7)
Halaman
DAFTAR TABEL... vii
DAFTAR GAMBAR... viii
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian... 6
1.4 Manfaat Penelitian... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran ... 8
2.1.1 Pengertian pemasaran ... 8
2.1.2 Persepsi Konsumen ... 9
2.1.3 Perilaku Konsumen ... 12
2.1.4 PengertianRetailing ... 13
2.1.5 Fungsi dan KarakteristikRetailing... 14
2.1.6 Jenis-Jenis Ritel ... 15
2.2 Ritel Tradisional ... 18
2.2.1 Ciri-ciri Pengelolaan Ritel Tradisional... 19
2.3 Ritel Modern ... 22
2.3.1 Ciri-ciri Pengelolaan Ritel Modern ... 22
2.4 Manajemen Toko... 24
2.4.1 Lokasi ... 25
2.4.2 Harga ... 27
2.4.3 Barang Dagang ... 30
2.4.4 Atmosfer Toko... 32
2.4.5 Customer Service(Pelayanan Konsumen) ... 34
2.5 Kerangka Pemikiran ... 37
2.6 Hipotesis... 38
III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 39
3.2 Definisi Konseptual... 40
3.3 Definisi Operasional... 40
(8)
3.6 Metode Pengumpulan Data ... 46
3.7 Teknik Pengelolaan Data ... 47
3.8 Teknik Pengujian Instrumental ... 48
3.8.1 Uji Validitas... 48
3.8.2 Uji Reliabilitas... 49
3.9 Teknik Analisis Data ... 51
3.91 Statistik Deskriptif... 51
3.92 Independent Sample t test... 51
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum ... 56
4.1.1 Kondisi Umum Kecamatan Rajabasa ... 56
4.1.2 Topografi ... 56
4.1.3 Administrasi Pemerintahan ... 57
4.1.4 Kondisi Demografi ... 58
4.2 Karakteristik Responden ... 64
4.2.1 Jenis Kelamin ... 64
4.2.2 Usia ... 65
4.2.3 Profesi... 65
4.3 Jawaban Responden Terhadap Kuesioner... 66
4.3.1 Lokasi ... 67
4.3.2 Harga ... 68
4.3.3 Barang Dagang ... 69
4.3.4 Atmosfer Toko... 70
4.3.5 Customer Service... 71
4.4 Hasil Analisis Data... 72
4.4.1 Uji Instrumen Validitas dan Reliabilitas ... 74
4.4.2 Uji kesamaan Varian (F test) ... 76
4.4.3 Independent Sample t test... 77
4.5 Pembahasan ... 81
V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan... 89
5.2 Saran... 90
DAFTAR PUSTAKA ... 92
LAMPIRAN ... 94
1. Kuesioner ... 95
2. Karakteristik Responden ... 100
(9)
7. Hasil uji reliabilitas ritel tradisional... 129
8. Hasil uji reliabilitas ritel modern... 132
9. Hasil uji Independent Sample t test... 135
10. Tabel r ... 140
(10)
(11)
(12)
Bersiap-siaplah selagi yang lain sedang bermain-main, dan Bermimpilah selagi yang lain sedang berharap.
William arthur ward
Jika kamu tidak mengejar apa yang kamu inginkan, maka kamu tidak akan pernah memilikinya.
Jika kamu tidak bertanya, maka jawabanya adalah tidak Jika kamu tidak mengambil langkah maju; maka kamu selalu
berada ditempat yang sama. Nora robert
Apapun yang bisa kamu lakukan, atau kamu mimpi bisa lakukan; mulailah itu !
Didalam keberanian terdapat kejeniusan, kekuatan, dan keajaiban; Mulailah sekarang !
Goethe
Hidup Adalah Pilihan !!!
Jika ingin meraih kesuksesan, lakukan hal yang dapat membuatmu sukses sekalipun itu sulit dan pahit, maka esok kamu akan menikmati hasil usahamu.
Jika kamu tak ingin melakukan apapun dalam hidup ini, itupun adalah pilihan hidupmun, maka esok kamu akan miskin dan terus mengeluh.
(13)
Yang telah memberikan kesempatan untuk mengemban ilmu hingga bangku kuliah
Kasih yang tak pernah pilih kasih
Sayang yang tak pernah terhalang
Cinta yang tak pernah pudar
Kaulah segalanya Ayahanda dan Ibunda tersayang
Ibunda Tersayang Salimi Nafsiah
Yang selalu mendukung, dan menjadi ibu terbaik untuk puteri kecilnya.
Terimaksih atas doa yang tak pernah putus setiap solatmu.
Terimakasih sudah menjadi ibu terhebat untuk kami putera-puterimu .
Ayahanda Abdul Rohim (Alm)
Terimakasih sudah membesarkan, mendidik dan menjadi ayah terhebat kami.
Walau ayah tidak sempat melihat aku lulus SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi
(14)
Penulis bernama lengkap Lailatul Barokah dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 10 Juli 1993. Penulis merupakan anak ke sembilan dari delapan bersaudara, buah cinta dari pasangan Ayahanda Abdul Rohim (alm) dan Ibunda Salimi Nafsiah.
Penulis menempuh pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 01 Rajabasa Raya Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 3 Lampung Selatan diselesaikan pada tahun 2008 dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Gajah Mada Bandar Lampung jurusan Akuntansi diselesaikan pada tahun 2011.
Pada tahun 2011 penulis resmi terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Administasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung melalui jalur PMPAP (Penerimaan Mahasiswa Perluasan Akses Pendidikan). Penulis melaksanakan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Kelurahan Panjang Selatan Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung.
(15)
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah senantiasa melimpahkan rahmad dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Adapun tujuan dari penulisan skripsi yang berjudul
“Perbandingan Persepsi Konsumen Tentang Karakteristik Manajemen Toko Ritel
Tradisional dan Ritel Modern” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Administrasi Bisnis di Universitas Lampung.
Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M. Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung ;
2. Bapak Dr. Suripto, S.Sos., M.A.B, selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis Universitas Lampung ;
3. Bapak Suprihatin Ali, S.Sos., M.Sc, selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan saran, nasehat dan ilmu kepada penulis ;
4. Bapak Ahmad Rifai, S.Sos., M.Si, selaku Dosen Pembahas yang telah meluangkan waktu untuk membahas skripsi serta memberi arahan, masukan kepada penulis ;
(16)
proses perkuliahan ;
6. Keluarga besar “Abdul Rohim (Alm)” , dan keduabelas keponakan tante yang cantik-cantik dan ganteng-ganteng “Muhammad Fuadi, Maulana
Hidayat, Iqrima Kurnia Utami, Annisa Salsabila, Atikah Ramadhani, Muammar Khadafi, Muhammad Nuriel Fajri, Fauzi Rahman, Wafiqoh Hidayati, Razifa Nur Idafa, Nayla Sofyana Puteri, Muhammad Fatih Hasim, daaaaaaan satu lagi udah mau nambah ;
7. Kakanda Ayunda Ipar, kak Karsadi (Terimakasih banyak atas bantuan dan pertolongannya selama ini), kak Izaman., S.E, kak Suwandi, kak Sofiyan Hadi, ayunda Siti Rohayah, Siti Muntamah, dan Anita Yulaifi., S.Pd ; 8. Untuk “Achmad Joehary” yang sudah banyak mendukung dan
memberikan motivasi dan suportnya, dan selalu mengingatkan dalam hal
kebaikan (makasih aa’) ;
9. Teman kecil dan seperjuangan UNILA, Nani Saputri, Erlita Sari, Reni Agutina, Rina Agnesia, Maryati, serta Leni Aisyah, Metalia Febriani dan Menik Ambarwati ;
10. Teman-teman ABI seangkatan 2011, Ratih Dwi Jayanti (makasih tih udah banyak bantu skripsi gua), Anisa Rahmadini, Desi Puspita Wardani (makasih des selama ini udah banyak ngrepotin), Ena Susana,
Hilda Andini, Maulina Agustin, Suheria Liskarlina, Ade Susilawati, Siti Mutmainah Balqis, Erika Oktania, Vivi Aminanda, Irham, Resti, Fenika, Rohani, Eka, Heri, Supri, David, Putri, Bekti, Yuki, Rinda, Yornelis,
(17)
seluruh teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
11. Teman – teman KKN Panjang Selatan, Lewi, M. Reza, Fadila Sandi, dan Bayu Prasetya, yang selama KKN sering gila bareng tapi tetap kompak. 12. Ke 20 Saudaraku di Indonesia Islamic Bisnis Forum angkatan 1 Lampung
yang ga bisa disebutkan semuanya , terimakasih atas nasehat dan motivasi yang selalu membangkitkan semangat. Coach-coach yang sudah membukakan jalan usaha, semoga ilmunya akan bermanfaat kedepannya untuk saya pribadi.
Bandar Lampung, Juli 2015 Penulis
(18)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai keadaan tersebut. Selama ini pembangunan diprioritaskan pada sektor ekonomi, sedangkan sektor lain hanya bersifat menunjang dan melengkapi sektor ekonomi. Selain memberikan dampak positif, adanya pembangunan juga memberi dampak negatif terutama ditunjukkan oleh berbagai masalah. Adanya krisis ekonomi sebagai akibat dari perkembangan pertumbuhan ekonomi dunia yang menurun menyebabkan timbulnya masalah baru yaitu tenaga kerja dan kesempatan kerja. Hal ini menjadi masalah yang sangat serius bagi bangsa Indonesia, ketika banyaknya industri-industri besar harus mengurangi jumlah tenaga kerjanya yang disebabkan oleh krisis ekonomi dunia.
Berbeda dengan sektor industri yang terpuruk akibat adanya krisis ekonomi, sektor informal justru mampu bertahan. Sektor informal memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh sektor perekonomian yang lain, yaitu penggunaan bahan baku domestik dengan tujuan pasar dalam negeri dan dinilai dapat menjadi penopang perekonomian Indonesia. Sehingga Indonesia saat ini bisa dikatakan
(19)
mengalami perkembangan sangat pesat di bidang informal. Salah satu bisnis yang berkembang pesat yaitu bisnis ritel.
Ritel sendiri berasal dari kata Perancis yaitu “retailer” yaitu memecah atau memotong sesuatu mengenai penjualan dan pembelian barang. Kegiatan ritel sendiri yaitu penjualan atau pembelian barang dan jasa kepada konsumen akhir untuk konsumsi rumah tangga dan tidak dijual kembali.
Di Indonesia ritel dibagi menjadi dua jenis, yaitu ritel tradisional dan ritel modern. Peraturan Presiden RI No 112 Tahun 2007 menyebutkan bahwa ritel tradisional adalah tempat usaha berupa kios atau tenda yang dikelola oleh pedagang kecil dan menengah dan proses penjualannya dengan tawar menawar. Sedangkan ritel modern adalah toko yang dikelola dengan manajemen modern sebagai penyedia barang dan jasa dengan mutu pelayanan yang baik kepada konsumen. Persaingan ritel tradisional saat ini semakin ketat dan menyebabkan ritel tradsional mencari strategi yang tepat agar dapat bersaing dengan ritel modern. Jika dilihat, ritel modern saat ini unggul dalam pelayanan, kenyamanan, lokasi, kualitas barang, dan harga. Ritel modern mempunyai kelebihan yang kompetitif sehingga mengharuskan ritel tradisional untuk membenahi diri. Dari beberapa aspek yang menjadi variabel dalam persepsi konsumen mengenai manajemen toko, kedua ritel tersebut seharusnya mampu memberikan ingatan yang baik terhadap konsumen. Hal ini akan menjadi tolak ukur baik buruknya suatu ritel. Konsumen akan semakin cermat untuk membandingkan persepsi megenai ingatan masa lalu dan pengalaman berbelanja. Pemilik ritel harus lebih paham mengenai kebutuhan konsumen dan strategi untuk meningkatkan mutu. Pengelolaan manajemen toko
(20)
seperti lokasi, harga, barang dagang, atmosfer dan pelayanan harus lebih di perhatikan, agar konsumen dalam menilai dan mempersepsikan dengan baik. Hal ini menunjuk pada hasil penelitian AC Nielsen, pasar ritel Indonesia mengalami pertumbuhan penjualan yang cukup signifikan. Secara total persentase pertumbuhan ritel di Indonesia mengalami kenaikan 14,3% di tahun 2006, dimana ritel modern tumbuh 23,8% dan ritel tradisional tumbuh 9,6 %. Pada tahun 2007 sampai dengan sekarang pertumbuhan ritel modern lebih tinggi dibandingkan ritel tradisional. Dapat disimpulkan bahwa tahun-tahun berikutnya ritel modern akan menikmati pertumbuhann omset lebih besar dari ritel tradisional, dan keberadaan perilaku konsumen pun ikut berubah seiring bertumbuhnya keberadaan ritel modern (docs.google.com) dan (Indocashregister.com).
Salah satu ritel modern yang mengalami pertumbuhan cukup pesat di Indonesia saat ini adalah minimarket dengan konsep waralaba atau franchise. Karakteristik ritel modern (minimarket) di Kecamatan Rajabasa terdapat dua jenis minimarket yaitu Alfamart dan Indomart. Masing-masing minimarket memiliki izin yang berbeda. Izin waralaba Alfamart di miliki oleh PT. Sumber Alfaria Trijaya, sedangkan untuk waralaba Indomart dimiliki oleh PT. Indomarco Prismatama. Sistem pelayanan yang diberlakukan di ritel modern adalah self-service, dimana pengunjung diberikan kebebasan dalam memilih barang yang diinginkan. Jumlah konsumen dari masing-masing minimarket sangat bervariasi, namun mayoritas memiliki pengunjung sejumlah 100-300 orang setiap harinya. Jenis barang yang dijual di minimarket adalah kebutuhan sehari-hari masyarakat end-user, dimana masyarakat pembeli merupakan penguna akhir yang mengunakan secara pribadi barang yang dibelinya, bukan untuk dijual kembali. Jam buka minimarket
(21)
sebagian ada yang 24 jam, namun ada juga yang buka pukul 06.00 s/d 22.00 dengan sistem pemberlakuan shift bagi para pekerjanya. Minimarket dengan fasilitas-fasilitas yang mendukung kenyamanan berbelanja, misalnya saja adanya pengelompokan barang berdasarkan jenisnya, ruangan yang bersih dan nyaman, jenis barang yang berkualitas, lemari pendingin untuk jenis minuman, dan adanya CCTV untuk keamanan kendaraan. Namun minimarket seringkali menonjolkan harga mahal dalam benak konsumen.
Sedangkan karakteristik ritel tradisional, jika ditinjau dari sistem kepemilikan, seluruhnya merupakan kepemilikan perseorangan, sehinggan pembiayaan keberlangsungan toko seluruhnya ditanggung oleh pemiliknya. Jika ditinjau dari sistem pelayanan, mayoritas ritel tradisional di Kecamatan Rajabasa memiliki sistem pelayanan yang sepenuhnya dilayani oleh pemilik atau penjaga toko. Sehingga konsumen atau pengunjung memilih dan menentukan jenis barang yang akan dibeli. Pemilik ritel tradisional membuka tokonya pukul 07.00 s/d 21.30. dikarenakan pemilik memiliki tanggung jawab penuh terhadap keberlangsungan tokonya, maka pemilik juga berhak menentukan waktu tutup toko tersebut. Ritel tradisional melakukan kulakan secara individual, yang dilakukan oleh masing-masing pemilik toko, dengan tujuan yang beraneka ragam, yaitu pasar, toko grosir, maupun mengunakan sistem supplier skala kecil. Kelebihan ritel tradisional adalah pelayanan yang lebih sopan dan bersifat kekeluargaan. Disamping itu proses pembayaran dapat ditunggak (bon) dan harga sedikit lebih murah dari minimarket (Jurnal Tata Kota dan Daerah, 2011).
(22)
Pertumbuhan bisnis ritel memberikan berbagai manfaat kepada konsumen sebagai sarana untuk berbelanja. Banyaknya alternatif bisnis ritel harus memperhatikan berbagai faktor, salah satunya yaitu persepsi konsumen. Pertumbuhan yang begitu pesat pada bisnis ritel di Indonesia secara tidak langsung akan berakibat terhadap persepsi konsumen dalam berbelanja. Ritel tradisional mengacu pada warung rumah tangga dan pada ritel modern mengacu pada minimarket dengan populasi dan sampel yang berbeda.
Berangkat dari fenomena yang terjadi di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan aspek-aspek tersebut di atas dengan judul “Perbandingan Persepsi Konsumen Tentang Karakteristik Manajemen Toko Ritel Tradisional dan Ritel Modern (Studi Kasus di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung)”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan permasalahan penelitian melalui penjabaran variabel-variabel sebagai berikut :
1. Apakah terdapat perbedaan persepsi konsumen terhadap lokasi ritel tradisional dengan ritel modern di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung?
2. Apakah terdapat perbedaan persepsi konsumen terhadap harga ritel tradisional dengan ritel modern di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung?
(23)
3. Apakah terdapat perbedaan persepsi konsumen terhadap barang dagang ritel tradisional dengan ritel modern di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung?
4. Apakah terdapat perbedaan persepsi konsumen terhadap atmosfer ritel tradisional dengan ritel modern di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung?
5. Apakah terdapat perbedaan persepsi konsumen terhadap costumer service ritel tradisional dengan ritel modern di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disajikan, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui perbedaan persepsi konsumen terhadap lokasi ritel modern dengan ritel tradisional di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung. 2. Untuk mengetahui perbedaan persepsi konsumen terhadap harga ritel modern
dengan ritel tradisional di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung. 3. Untuk mengetahui perbedaan persepsi konsumen terhadap barang dagang
ritel modern dengan ritel tradisional di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.
4. Untuk mengetahui perbedaan persepsi konsumen terhadap atmosfer ritel modern dengan ritel tradisional di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.
(24)
5. Untuk mengetahui perbedaan persepsi konsumen terhadap costumer service ritel modern dengan ritel tradisional di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian tentang perbandingan persepsi konsumen tentang karakteristik manajemen toko ritel tradisional dengan ritel modern, yaitu :
a. Bagi peneliti, penelitian ini sebagai masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang pemasaran serta sebagai rujukan bagi peneliti lain yang ingin meneliti masalah yang sama sehingga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
b. Bagi perusahaan, penelitian ini sebagai informasi dan masukan positif bagi bisnis ritel untuk mengevaluasi dan mengamati perilaku konsumen ritel. c. Bagi akademik, penelitian ini diharapkan untuk memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan mengenai aplikasi ilmu manajemen ritel, terutama berkaitan dengan bidang studi pemasaran.
d. Bagi konsumen, agar penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam mempelajari prilaku produsen yang berhubungan dengan memuaskan keinginan konsumen yang menjadi sasaran.
(25)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pemmasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran
Kegiatan pemasaran kini sudah sangat luas sehingga pengertian pemasaran semakin banyak. Terdapat banyak definisi dari pemasaran, perbedaan hanya terletak dalam rinciannya. Pada dasarnya pemasaran dapat diartikan sebagai suatu kegiatan meneliti kebutuhan dan keinginan konsumen, memperoduksi barang dan jasa sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen, menentukan tingkat harga, mendistribusikan produk ke tempat konsumen, dan mempromosikan agar produk dikenal konsumen. Begitu pentingnya peran pemasaran bagi perusahaan sehingga membuat perusahaan merasa bahwa pemasaran merupakan tolak ukur dari keberhasilan strateginya dalam menjual barang atau jasa yang diproduksinya.
Menurut Stanton (2001), pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditunjukkan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan pembeli maupun pembeli potensial. Sedangkan menurut Kolter dan Amstrong (2007), pemasaran adalah sebagai suatu proses sosial dan managerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai
(26)
dengan orang lain. Swastha dan Handoko (2000), mengartikan pemasaran sebagai suatu sistem dari kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menetukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan baik pembeli yang ada maupun pembeli yang potensial.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat di simpulkan bahwa pemasaran merupaklan kegiatan yang tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen melalui penjualan atau jasa semata, akan tetapi lebih kepada bagaimana perusahaan mempertahankan loyalitas pelanggannya dengan memberikan nilai pelanggan (costumer value) kapada para pelanggannya secara terus menerus.
Konsep pemasaran yang berwawasan pasar berpendapat bahwa kunci untuk mencapai tujuan organisasi terdiri dari penentuan pemenuhan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran serta memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dibanding perusahaan pesaing sejenis. Perusahaan yang telah menyadari bahwa pemasaran sangat penting bagi keberhasilan sebuah peusahaan perlu mengetahui dan mempunyai suatu falsafah tertentu yang disebut dengan konsep pemasaran.
2.1.2 Persepsi Konsumen
Persepsi memegang peranan penting dalam pemasaran. Pemasaran sendiri merupakan ajang pertemuan persepsi dan bukan pertemuan produk. Dalam pemasaran, persepsi dianggap lebih penting daripada kenyataan sesuatu yang dianggap benar. Persepsi seseorang dengan orang lain berbeda-beda, apa yang
(27)
diketahui seseorang yang mencerminkan apa yang dipelajari dimasa lalu, keadaan pikiran kita saaat ini, serta apa yang sebenarnya ada pada kenyataan diluar dirinya. Hal tersebut dapat menerangkan mengapa produk yang berharga sama, berkualitas sama bisa dipersepsikan berbeda.
Arti persepsi menurut Supranto (2011), persepsi pelanggan mengenai mutu suatu jasa dan kepuasan menyeluruh, mereka memiliki beberapa indikator atau petunjuk yang bisa dilihat. Senyum suatu bukti bahwa seseorang puas, cemberut sebaliknya mencerminkan kekecewaan. Sehingga persepsi kita pergunakan untuk meringkas suatu himpunan aksi atau tindakan yang terlihat, terkait dengan barang dan jasa. Persepsi dapat diartikan juga sebagai proses seorang individu memilih, mengorganisasi dan menafsirkan masukan-masukan informasi untuk menciptakan sebuah gambar yang bermakna tentang dunia (Kolter dan Amstrong, 2007).
Persepsi tergantung bukan hanya pada sifat-sifat rangsangan fisik, tetapi juga pada hubungan rangsangan dengan medan sekelilingnya dan kondisi dalam diri individu. Sedangkan Wiranto (2012), menyatakan persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang didalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi terletak pada pengenalan bahwa persepsi merupakan penafsiran yang unik terhadap situasi dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi.
Dari beberapa definisi persepsi diatas dapat disimpulkan pengertian persepsi yaitu suatu proses untuk memberikan penilaian, tanggapan, pandangan, dan pengamatan pada suatu fenomena dan fakta. Setiap individu mempunyai
(28)
kemampuan persepsi masing-masing sesuai dengan pemahaman dan pengetahuan pada objek yang diamati.
Menurut Kolter (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi konsumen yaitu :
a. Penglihatan
Tanggapan yang timbul atas rangsangan akan sangat dipengaruhi oleh sifat individu yang melihatnya. Sifat-sifat yang mempengaruhi persepsi adalah :
1. Sikap, dapat mempengaruhi bertambahnya atau berkurangnya persepsi yang akan diberikan oleh seseorang.
2. Motivasi, merupakan hal yang penting yang mendorong dan mendasari setiap tindakan yang dilakukan seseorang.
3. Minat, merupakan faktor yang membedakan penilaian seseorang terhadap suatu hal atau objek tertentu.
b. Pengalaman masa lalu
Hal ini dapat mempengaruhi persepsi seseorang karena orang biasanya akan menanamkan kesimpulan yang sama dengan apa yang pernah dilihat, didengar ataupun yang dialami.
1. Sasaran, dapat dipengaruhi penglihatan yang akhirnya dapat mempengaruhi persepsi. Sasaran biasanya tidak dilihat secara terputus dari latar belakangnya, melainkan secara keseluruhan latar belakangnya akan dapat dipengaruhi persepsi. Begitu pula dengan hal-hal yang mempunyai
(29)
kecenderungan yang sama atau serupa. Jadi apa yang seseorang lihat adalah bagaimana orang itu dapat memisahkan sasaran dengan latar belakangnya. Faktor-faktor sasaran adalah keanehan terhadap sesuatu yang baru.
2. Situasi, atau keadaan disekitar kita atau disekitar sasaran yang seseorang lihat akan turut mempengatuhi persepsi. Sasaran atau benda yang sama yang dilihat dalam situasi yang berbeda akan menghasilkan persepsi yang berbeda.
2.1.3 Perilaku Konsumen
Seorang pemasar dalam mengenal konsumen perlu mempelajari perilaku konsumen, karena dengan mengenal dan mengerti perilaku konsumen maka lebih mudah dalam proses pemasarannya. Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperolah dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut. Perilaku konsumen didefinisikan sebagai studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi dan pembuangan barang, jasa, pengalaman serta ide-ide. Jadi dari pengertian diatas dapat ditelaah bahwa pembelian yang ada dilakukan oleh individu maupun kelompok, hal ini terlihat dari kata-kata unit pembelian.
(30)
Definisi tentang prilaku konsumen juga menyatakan bahwa proses pertukaran melibatkan serangkaian langkah-langkah, dimulai dengan tahap perolehan atau akuisisi dan tahap konsumsi (Mowwen, 2004).
2.1.4 Pengertian Retailing
Retailing adalah suatu penjualan dari sejumlah kecil komoditas kepada konsumen. Meningkatnya tingkat konsumsi dan hasrat berbelanja masyarakat membuat industri ini semakin dilirik oleh para pelaku bisnis. Berikut ini adalah definisi retailing menurut para ahli :
1. Menurut Levy dan Weitz (2004), “Retailing adalah satu rangkaian aktivitas bisnis untuk menambah nilai guna barang dan jasa yang dijual kepada konsumen untuk konsumsi pribadi atau rumah tangga”. Jadi konsumen yang menjadi sasaran dari retailing adalah konsumen akhir yang membeli produk untuk di konsumsi sendiri.
2. Menurut Berman dan Evans (2001), “Retailing merupakan suatu usaha bisnis yang berusaha memasarkan barang dan jasa kepada konsumen akhir yang menggunakannnya untuk keperluan pribadi dan rumah tangga”. Produk yang dijual dalam usaha retailing adalah barang, jasa maupun gabungan dari keduanya.
3. Menurut Kolter (2000), retailing yaitu : “Penjualan eceran meliputi semua aktivitas yang melibatkan penjualan barang dan jasa pada konsumen akhir untuk digunakan yang sifatnya pribadi, bukan bisnis”.
4. Menurut Gilbert (2003), retailing adalah semua usaha bisnis yang secara langsung mengarahkan kemampuan pemasarannya untuk memuaskan
(31)
konsumen akhir berdasarkan organisasi penjualan barang dan jasa sebagai inti dari distribusi.
Berdasarkan definisi-definisi retailing di atas dapat disimpulkan pengertian retailing adalah semua kegiatan bisnis yang melibatkan penjualan barang dan jasa kepada konsumen akhir untuk dipergunakan sebagai keperluan pribadi atau rumah tangga, bukan bisnis.
2.1.5 Fungsi dan Karakteristik Retailing
Fungsi usaha ritel dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan (Berman dan Evans, 2001) antara lain:
a. Melakukan kegiatan usahanya di lokasi yang nyaman dan mudah di akses pelanggan, seperti di rumah-rumah penduduk.
b. Memberikan beragam produk sehingga memungkinkan pelanggan bisa memilih produk yang diinginkan.
c. Membagi produk yang besar sehingga dapat dijual dalam kemasan atau ukuran yang kecil.
d. Mengubah produk menjadi bentuk yang lebih menarik. Adakalanya untuk meningkatkan penjualan, peritel menggunakan promosi beli satu gratis satu. Dalam hal ini, produk dikemas secara menarik sehingga pelanggan tertarik.
e. Menyimpan produk agar tetap tersedia pada harga yang relatif tetap.
f. Membantu terjadinya perubahan (perpindahan) kepemilikan barang, dari produsen ke konsumen.
(32)
g. Mengakibatkan perpindahan barang melalui sistem distribusi.
h. Memberikan informasi tidak hanya ke pelanggan tetapi juga ke pemasok. i. Memberikan jaminan produk, layanan purna jual dan turut menangani
keluhan pelanggan.
Sedangkan karakteristik retailing (Berman dan Evans, 2001), yaitu :
a. Small average sale
Tingkat penjualan retailing pada toko tersebut relatif kecil, dikarenakan tergetnya merupakan konsumen akhir yang membeli dalam jumlah kecil. b. Impulse Purchase
Pembelian yang terjadi dalam retailing sebagian besar merupakan pembelian yang tidak direncanakan. Hal ini yang harus dicermati pengecer, yaitu bagaimana mencari strategi yang tepat untuk memaksimalkan pembelian untuk mengoptimalkan pendapatan.
c. Popularity Of Stores
Keberhasilan dari retailing sangat tergantung akan popularitas dan image dari toko atau perusahaan. Semakin terkenal toko atau perusahaan maka semakin tinggi pula tingkat kunjungan yang pada akhirnya berdampak pada pendapatan.
2.1.6 Jenis – Jenis Ritel
Badan usaha penjualan eceran sangat beraneka ragam dan bentuk bentuk barupun terus bermunculan. Beberapa pengelompokkan telah ditemukan. Menurut Sujana (2005), tipe bisnis ritel dapat di klasifikasikan berdasarkan :
(33)
a. Ownership (kepemilikan bisnis)
b. MerchandiseCategory (kategori barang dagang) c. Luas sales area (area penjualan)
Berbagai tipe bisnis tersebut antara lain sebagai berikut :
a. Tipe Bisnis Ritel Atas Kepemilikan
1. Single-Store Retailer, merupakan tipe bisnis ritel yang paling banyak jumlahnya dengan ukuran toko umumnya dibawah 100 m2, mulai dari kios atau toko di pasar tradisional sampai dengan minimarket modern, dengan kepemilikan secara individual.
2. Rantai Toko Ritel, adalah toko ritel dengan banyak (lebih dari satu) cabang dan biasanya dimiliki oleh suatu institusi bisnis bukan perorangan, melainkan dalam bentuk perseroan (company owned retail chain). Bentukknya mulai dari rantai toko minimarket sampai dengan mega hyperstore. Contohnya adalah Sogo Dep. Store dan Supermarket, Matahari, Ramayana dan sebagainya.
3. Toko Waralaba (Franchise Store), adalah toko ritel yang dibagun berdasarkan kontrak kerja waralaba (bagi hasil) terwaralaba (franchise) yakni pengusaha investor perseorangan (independent bussines person) dengan pewaralaba (franchisor) yang merupakan pemegang lisensi bendera/nama toko, sponsor, dan pengelola usaha. Bentuknya sangat beragam mulai dari fast food restaurant, bengkel, sampai supermarket. Contohnya, gerai Indomart, Mc.Donald dan sebagainya.
(34)
b. Tipe Bisnis Ritel berdasarkan Merchandise Category
1. Speciality Store (toko khas), merupakan toko ritel yang menjual satu jenis kategori barang atau suatu rentang kategori barang (Merchandise Category) yang sangat sempit/sedikit. Contohnya, Apotik, optik store, gallery/art-shop (pasar seni), jewelr srore, toko buku dan sebaginya. 2. Grocery Store (Toserba), merupakan toko ritel yang menjual sebagian
besar kategori barangnya adalah barang groceries (kebutuhan sehari-hari, fresh food, perisable, dry food, beverages, cleanings, dan cosmetics, serta housenhold items). Contohnya adalah Carrefour, Makro, Hero, Lion Superindo.
3. Depertment Store, sebagian besar dari assortments yang dijual adalah merupakan non-basic items (bukan kebutuhan pokok), fashionables, dan branded items (bermerek) dengan lebih dari 80% pola consignment (konsinyasi). Item-item grocery kalaupun dijual hanya sebagi pelengkap. Contohnya, Ramayana, Borobudur, Sogo Depertment Store, Matahari, Galeria dan Pasaraya.
4. Hyperstore, menjual barang-barang dalam rentang kategori barang yang sangat luas. Menjual hampir semua jenis barang pembelian setiap lapisan konsumen, mulai dari grocery, houshold, textile, appliance, optical dan lainnya dengan konsep one-stop-shopping (everything-in-one-roof), bahkan ganti oli dan ganti ban mobil dapat dilayani didalam toko ritel sejenis ini. Paling tidak dibutuhkan sejenisnya 10.000 m2 sales area. Toko-toko ritel di Indonesia tampaknya belum ada yang dapat dikategorikan dalam tipe hyper store, bahkan carrefour sekalipun.
(35)
c. Tipe Bisnis Ritel Berdasarkan Luas Area
1. Small Store / Kios, sebuah toko kecil atau kios yang umumnya merupakan toko ritel tradisional, dioperasikan sebagai usaha kecil dengan sales area kurang dari 100 m2.
2. Minimarket, dioperasikan dengan luasan sales area antara 100 sampai dengan 1.000 m2.
3. Supermarket, dioperasikan dengan luasan sales area antar 1.000 sampai dengan 5.000 m2.
4. Hypermarket, dioperasikan dengan luasan sales area lebih dari 5.000 m2.
2.2 Ritel Tradisional
Menurut Utami (2010), ritel tradisional merupakan pandangan yang menekankan pengelolaan ritel dengan mengunakan pendekatan konvensional dan tradisioanal. Melalui pendekatan konvensioanl dan tradisional, bisnis ritel dikelola dengan cara-cara yang lebih menekankkan pada “hal yang bisa disiapkan oleh pengusaha tetapi kurang berfokus pada bagaimana kebutuhan dan keinginan konsumen dipahami dan bahkan dipenuhi”. Peritel tradisional berbasis uang tunai dan mempunyai keterbatasan integrasi dengan pemasok atau bank untuk mengelola perbelanjaan, persediaan dan pembayaran. Tanpa teknologi yang kompetibel, mereka hanya mendaparkan sedikit keuntungan dari standar dan infrastuktur yang digunakan oleh pelaku bisnis yang lebih besar dalam rantai distribusi ini. Menurut Sinaga (2006), ritel tradisional adalah ritel yang berupa kios atau warung rumah
(36)
tangga yang dikelola dengan manjemen lebih tradisional dan pada umumnya berada di sekitar lingkungan perumahan.
2.2.1 Ciri Pengelolaan Ritel Tradisional
Menurut Utami (2010), beberapa ciri dari pengelolaan ritel tradisional adalah sebagai berikut :
1. Kurang Memilih Lokasi
Lokasi merupakan faktor yang sangat penting untuk mempertimbangkan dalam pengelolaan ritel. Pengelolaan ritel tradisional sering kali dihadapkan pada pilihan yang sulit untuk memutuskan lokasi ritel karana terkendala permodalan, sehingga penetapan lokasi yang stategis menjadi salah satu hal yang dipandang dapat dikorbankan. Pengelolaan ritel tradisional sering memutuskan untuk memilih lokasi yang saat itu telah dimiliki atau kebetulan telah tersedia, misalnya lokasi rumah.
2. Tidak Memperhitungkan Potensi Pembeli
Potensi pembeli seharusnya juga dipahami sebagai banyakknya jumlah pembeli potensial yang sekaligus memiliki daya beli atau kemampuan membeli. Namun dalam konteks pengelolaan ritel tradisional sering kali diabaikan.
3. Jenis Barang Dagangan yang Tidak Terarah
Salah satu daya tarik bisnis ritel bagi pelanggan adalah kergaman barang dagangan, baik dari sisi banyaknya, jenis klasifikasi barang dagangan maupun variasi merek untuk setiap kategori barang dagang. Pengelolaan
(37)
barang dagangan (merchandising) yang terarah sesuai dengan segmen pasar yang dilayani sering kali dikorbankan dalam pengelolaan ritel tadisional karena terkendala kurangnya kemampuan daya posisi tawar (bergaining) peritel dalam membangun relasi bisnis dengan para pemasok. 4. Tidak Ada Seleksi Merek
Ritel tradisioanal terkendala dalam melakukan seleksi merek barang dagangan mereka untuk menyediakan merek-merek favorit pelanggan karena mereka tidak mempunyai penawaran yang kuat dalam hal menyeleksi merek barang dagangan yang akan ditawarkan bagi pelanggan. 5. Kurang Memperhatikan Pemasok
Pemasok yang baik akan memperhatikan kualitas barang dagangan, kesinambungan dalam pengiriman untuk menjaga ketersediaan barang di toko, maupun mekanisme pembayaran barang dagangan. Dalam konteks ritel tradisional, seleksi atas tiga hal yang disebutkan untuk menyeleleksi pemasok kurang mendapat perhatian, khususnya dalam hal jaminan kualitas dan ketersediaan barang dagangan. Sering kali ritel tradisional lebih mementingkan faktor lunaknya mekanisme pembayaran barang dagangan dalam melakukan seleksi terhadap pemasok.
6. Melakukan Pencatatan Penjualan Sederhana
Sebagian besar ritel tadisional malakukan pencatatan penjualan secara sederhana, bahkan banyak peritel tradisional yang tidak melalukan pencatatan penjualan sama sekali. Peritel tadisional sering kali terkendala oleh kurangnya pengetahuan teknik, pencatatan penjualan, maupun
(38)
kurangnaya pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnaya untuk melakukan pencatatan penjualan secara kontinu dan berkesinambungan. 7. Tidak Melakukan Evalusi Terhadap Keuntungan per Produk
Sebagai implikasi lanjutan dari tidak terarahnya barang dagangan dan tidak dilakukan pencatatan penjualan, maka ritel tradisional dihadapkan pada kendala untuk melakukan evaluasi terhadap keuntungan per produk. Padahal evaluasi terhadap keuntungan per produk barang dagangan yang ditawarkan pada pelanggan merupakan dasar untuk dapat menetapkan strategi pengelolaan ritel dengan lebih komperhensif.
8. Arus Kas Tidak Terarah
Kesuksesan ritel akan sangat tergantung pada ketersediaan dan keragaman barang dagangannya. Apabila aliran dana tunai tidak terencana dengan baik maka peritel tidak akan mampu menjamin ketersediaan barang dagangan bagi pelanggan. Hal ini terkait dengan masih banyaknya peritel tadisional yang memberikan kesempatan bagi pelanggannya untuk tidak membayar secara tunai (berhutang), maupun tidak dipisahkannya pembukuan toko dengan keluarga sehingga sering kali modal toko tersedot untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga.
9. Pengembangan Bisnis Tidak Terencana
Kondisi ritel tradisional yang terkendala karena rendahnya kontrol dan mekanisme untuk melakukan evaluasi usaha mengakibatkan peritel tradisioanal sering kali tidak mampu melakukan perencanaan yang matang dalam melakukan pengembangan bisnisnya.
(39)
2.3 Ritel Modern
Ritel modern adalah penekanan pengelolaan ritel dengan menggunakan pendekatan modern dimana konsep pengelolaan peritel lebih ditekankan dari sisi pandangan pemenuhan kebutuhan konsumen yang menjadi pasar sasarannya (Utami, 2010). Ritel modern memiliki rantai distribusi yang terintegrasi secara digital sehingga menciptakan sinergi di antara penggunanya. Standar bersama membuat informasi yang mengalir lebih efektif di antar pemasok, peritel dan bank untuk meningkatkan visibilitas, efisiensi dan proses otomasisasi. Sedangkan menurut Sinaga (2006), ritel modern adalah ritel yang dikelola dengan manajemen modern seperti minimarket, umumnya berada di kawasan perkotaan dan sebagai penyedia barang dan jasa dengan mutu pelayanan yang baik kepada konsumen.
2.3.1 Ciri Pengelolaan Ritel Modern
Beberapa ciri dari pengelolaan ritel modern adalah sebagai berikut : 1. Lokasi Strategis
Pilihan lokasi dalam suatu area perdagangan seperti minimarket, banyak dipertimbangkan dalam paradigma ritel modern dewasa ini karena beberapa aspek, antara lain kemudahan akses oleh pelanggan, keamanan dan fasilitas yang lebih terjamin baik bagi peritel, pelanggan, maupun pemenuhan terhadap kebutuhan pelanggan yang menginginkan one stop shopping. Peritel modern sangat menyadari bahwa sekali keputusan lokasi ditetapkan maka akan berimplikasi pada biaya investasi dan keputusan tersebut adalah keputusan dalam orientasi jangka panjang.
(40)
2. Prediksi Cermat Terhadap Potensi Pembeli
Potensi pembeli dapat dievaluasi sekaligus terkait dengan daya beli atau kemampuan belanja. Dengan demikian, potensi pembeli dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu perspektif kuantitatif atau jumlah pembeli potensial maupun dari perspektif kualitas atau kemapuan/daya beli pembeli potensial.
3. Pengelolaan Jenis Barang Dagangan Terarah
Pengelolaan barang dagangan yang terarah harus disesuaikan dengan segmen pasar yang dilayani dan hal ini akan berimplikasi terhadap strategi bauran ritel yang akan ditetapkan oleh peritel yang memiliki paradigama pengelolaan ritel modern.
4. Seleksi Merek yang Sangat Ketat
Ritel modern sering kali mematok untuk menyiapkan merek-merek produk barang dagangannya yang mempunyai pangsa pasar yang cukup besar (biasanya merek-merek yang mempunyai peringkat lima teratas dalam hal penguasaan pangsa pasar).
5. Seleksi Ketat Terhadap Pemasok
Ritel modern memiliki posisi tawar yang cukup besar untuk dapat melakukan seleksi terhadap pemasokknya, mengingat pemasokknya yang dapat memasok ritel-ritel modern dan besar juga dapat mengunakan referensi tersebut dalam mengembangkan bisnisnya menjadi lebih maju. 6. Melakukan Pencatatan Penjualan dengan Cermat
Sebagaian besar ritel yang memilki paradigma peritel modern melakukan pencatatan penjualan dengan cermat bahkan bantuan perangkat lunak
(41)
(software) yang memungkinakan melakukan pencatatan ribuan transaksi penjualan setiap harinya.
7. Melakukan Evaluasi Terhadap Keuntungan per Produk
Melalui evaluasi keuntungan per produk, peritel dapat mengklarifikasikan mana produk-produk yang tergolong sebagi produk cepat laku (fast moving product) dan mana yang dikelompokkan sebagai produk yang kurang laku (slow moving product).
8. Arus Kas Terencana
Paradigma ritel modern yang berpandangan bahwa arus kas harus terencana biasanya memiliki sistem dan prosedur yang mendukung perencanaan arus kas dengan baik.
9. Pengembangan Bisnis Terencana
Investasi besar yang harus disiapkan dalam bisnis ritel modern maupun dukungan sistem informasi dan pengelolaan yang andal dan memungkinkan untuk melakukan pengembangan bisnis ritel dengan terencana.
2.4 Manajemen Toko
Manajemen toko adalah proses pengelolaan barang dagangan dan pengoperasian toko yang meliputi aktivitas harian yang harus dilakukan oleh manajer toko mulai dari kesiapan sebelum toko dibuka untuk memastikan toko telah siap melayani pelanggan, sampai dengan toko tutup melalui cara management by walking (morning walk and night flash) (Utami, 2010). Sedangkan menurut Sopiah dan Syihabudhin (2008), manajemen toko berarti proses pengelolaan toko dari segi
(42)
image, lokasi, merchandising, merek , harga, promosi, suasana, pelayanan hingga optimalisasi barang dagang.
2.4.1 Lokasi
Lokasi toko atau area perdagangan adalah area geografis yang berdekatan yang memiliki mayoritas pelanggan dan penjualan dari sebuah toko. Area perdagangan dapat dibedakan ke dalam tiga zona. Area perdagangan tersebut disebut sebagai poligons, karena batas-batasnya sesuai dengan jalan-jalan dan tampilan peta lainnya. (Utami, 2010), menjabarkan ketiga zona dalam area perdagangan tersebut adalah :
a. Zona Primer
Zona primer adalah area geogreafis dari mana toko atau pusat perbelanjaan tersebut mendapatkan 60% dari para pelanggannya.
b. Zona Sekunder
Zona sekunder adalah area geografis dari kepentingan sekunder dalam tingkat penjualan pelanggan yang menghasilkan sekitar 20% dari penjualan sebuah toko.
c. Zona Tersier
Zona tersier termasuk para pelanggan yang kadang berbelanja dari toko atau pusat perbelanjaan tersebut. Ada beberapa alasan untuk zona tersier, yaitu :
1. Para pelanggan kekurangan fasilitas-fasilitas ritel yang memadai yang berlokasi lebih dekat dengan rumah.
(43)
2. Tersedianya akses jalan raya yang strategis menuju toko atau pusat perbelanjaan tersebut sehingga para pelanggan dapat pergi ke sana dengan mudah.
3. Lokasi ritel atau pusat perbelanjaan merupakan rute yang sering dilalui para pelanggan ketika menuju ketempat kerja atau tujuan lainya.
4. Para pelanggan tertarik pergi ke toko atau pusat perbelanjaan karena toko atau pusat perbelanjaan tersebut dekat atau ada di dalam area pariwisata.
Sedangkan Sopiah dan Syihabudhin (2008), menjelaskan ada 5 faktor yang mempertimbangkan pilihan lokasi agar konsumen tertarik, diantaranya :
a. Lalu Lintas Kendaraan
Faktor lebar jalan, kondisi jalan, dan kemacetan akan menjadi nilai tambah atau nilai kurang bagi pengendara. Jalan yang lebar, mulus dan tidak begitu macet akan menjadi potensi yang baik bagi peritel. Sebaliknya, jalan yang selalu macet meski lebar dan mulus akan mengurangi daya tarik suatu toko yang berlokasi di situ.
b. Fasilitas Parkir
Untuk ritel modern fasilitas yang memadai bisa menjadi pilihan pelanggan karena dirasa cukup luas, aman, tertata, bersih dan pintu keluar masuk mudah. Beda dengan ritel tradisional tempat parkir menjadi masalah karena kurangnya sistem keamanan dan kebersihan tempat parkir.
(44)
c. Transportasi Umum
Transportasi umum berupa bis dan angkot yang melintas di depan suatu pusat perbelanjaan atau pertokoan akan memberi daya tarik yang lebih tinggi karena banyak konsumen yang dengan mudah langsung masuk ke area perbelanjaan tersebut. Lokasi yang strategis membuat ritel modern memiliki keuntungan lebih dibandingakan ritel tradosioanl.
d. Komposisi Toko
Pengelompokan tempat di sekitar toko haruslah diperhatikan. Sebaikknya toko makanan mengelompok diri menjadi satu guna mempermudah pelanggan dalam memilih makanan yang akan dibeli.
e. Letak Berdirinya Toko
Letak berdirinya gerai sering dikaitkan dengan visibility (keterlihatan), yaitu mudah terlihatnya toko dan plang namanya oleh pejalan kaki dan pengendara.
2.4.2 Harga
Harga peritel merupakan faktor utama penentuan posisi dan harus diputuskan sesuai pasar sasarannya, bauran ragam produk dan pelayanan, serta kondisi persaingan (Sopiah dan Syibadudhin, 2008). Menurut Utami (2010), keputusan penetapan harga semakin penting karena pelanggan saat ini cenderung mencari nilai produk ketika mereka membeli barang dagangan atau jasa. Ritel modern dengan tahapan matang (maturity) bersedia menjual lebih rendah dari pada harga yang direkomendasikan pabrik melalui orientasi promosi yang kuat. Sedangkan ritel tradisional agar tetap bersaing dan tetap hidup segmen pengembangan
(45)
strategi dengan menyediakan pilihan lebih luas bagi barang dagangan dalam suatu kategori produk tertentu dan layanan yang lebih baik.
a. Pendekatan dalam Penetapan Harga
Hal yang perlu ditetapkan oleh ritel adalah harga untuk setiap unit dengan mempertimbangkan : harga, permintaan dan persaingan.
1. Metode Penetapan Harga Jual Impas
Metode Penetapan Harga Jual Impas merupakan metode penetapan harga yang berorientasi biaya (harga ditentukan dengan menambah suatu presentase tetap kepada biaya atau harga barang dagangan). Untuk keputusan penetapan harga, komponen utama margin laba kotor (margin kotor + penjualan bersih), artinya ritel menetapkan harga dengan cara menambah biaya perolehan produk (harga pokok produk) per unit dengan semua biaya operasional dan besarnya laba yang diinginkan. Jika harga pokok produk misalnya Rp. 20.000 dan di jual dengan harga Rp. 30.000, maka markup nya adalah sebesar 33 1/3 % dari harga jual atau 50 % markup atas harga pokoknya.
2. Metode Penetapan Harga yang Berorientasi pada Permintaan
Metode Penetapan Harga yang Berorientasi pada Permintaan atau harga didasarkan pada perkiraan kemauan pelanggan untuk membayar. Penetapan harga berdasarkan permintaan konsumen dilakukan dengan melihat pola perubahan prilaku belanja pelanggan pada kondisi harga yang berbeda, kemudian dipilih harga yang merujuk pada tingkat belanja yang ingin dicapai ritel. Dalam hal ini, penetapan harga berdasarkan atas
(46)
seberapa besar konsumen mau berbelanja, dalam arti minat belanja konsumen.
3. Metode Penetapan Harga yang Berorientasi pada Persaingan
Metode Penetapan Harga yang Berorientasi pada Persaingan atau harga di dasarkan pada harga pesaing, dimana harga dapat ditetapkan di bawah, di atas maupun sama dengan pesaing. Strategi ini biasanya dilakukan oleh perusahaan ritel yang baru memulai usaha dan hendak masuk dalam suatu segmen tertentu.
b. Menggunakan Harga untuk Merangsang Penjualan Ritel
1. Penetapan Harga Termurah
Ritel menetapkan harga lebih murah (Leader Pricing) dari pada harga normalnya untuk unit tertentu. Beberapa ritel bahkan mentapkan loss leader, yaitu dengan menjual unit tertentu dibawah biaya yang sebenarnya.
2. Menetapkan Harga Lini
Ritel menawarkan sejumlah poin harga terbatas yang ditentukan sebelumnya dalam suatu klarifikasi. Manfaat bagi pelanggan dan ritel adalah untuk menyingkirkan kebingungan yang muncul dari pilihan harga ganda.
3. Penetapan Harga Ganjil
Untuk produk yang sensitif harga, banyak ritel yang membulatkan kebawah pada bilangan sembilan terdekat untuk menciptakan citra harga positif. Misal untuk sebuah produk minyak goreng kemasan ritel menetapkan harga Rp.
(47)
12.900 merupakan nilai harga yang lebih murah bagi konsumen dibandingakan dengan harga Rp. 13.000.
2.4.3 Barang Dagang
Kunci untuk meningkatkan angka penjualan dalam bisnis ritel terus mengalami peningkatan adalah menjual atau menyediakan barang dengan mutu yang baik, bervariasi baik dari segi jenis maupun merek barang dagangannya. Tujuan utama dari kebanyakan ritel adalah untuk menjual barang dagangannya dan memberikan pelayanan terbaik. Ritel tradisional dan ritel modern dihadapkan pada pembuatan keputusan tentang ratusan unit barang dagangan yang ditawarkan oleh vender atau pemasok. Jika proses pembelian tidak diorganisir dengan baik dan sistematik maka akan terjadi kekosongan persediaan yang mengarah pada munculnya kerugian yang harus ditanggung oleh peritel.
Semua ritel menghadapi masalah mengenai strategi yang paling dasar yaitu jenis format ritel untuk memperoleh keuntungan yang kompetitif dan dapat menopang keseluruhan rencana kerja ritel tersebut. Komponen yang paling krisis dalam keputusan ini adalah menetukan keragaman barang dagangan yang akan ditawarkan pada pelanggan. Ritel mengatur arah dari barang dagangan bagi perusahaan dengan langkah sebagai berikut :
a. Malakukan Analisis Pasar dan Segmentasi
Analiais pasar dilakukan dengan meneliti pasar, konsumen dan pesaing, perlu diperlihatkan siapa yang harus melakukannya, di mana, kapan dan bagaimana melakukannya.
(48)
b. Menentukan Target Pasar
Menetapkan tujuan, dan memutuskan berdasarkan tren secara umum dalam pasar, kelompok barang dagangan mana yang patut mendapat perhatian lebih.
c. Assortment Plan
Adalah aktivitas untuk melakukan perencanaan terhadap kategori barang dagangan dan margin mix.
d. Penjualan dan Rencana Barang Dagang Umum. e. Perencanaan Pembelian dan Sumber.
f. Logistik.
g. Penjualan dan Analisis Barang Dagangan Umum.
Tabel 2.1
Peranan Kategori Barang Dagangan
Tujuan
(menentukan di mana dan kapan seseorang berbelanja)
Dibeli secara berkala
Selektif, sangat memperhatikan harga
Loyalitas cukup signifikan Rutin
(pada saat berada pada tempat tujuan berbelanja, sekalian mengisi troli)
Dibeli secara rutin
Sangat memperhatikan nilai
Loyalitas di atas rata-rata Sesekali
(dibeli hanya saat kebutuhan)
Dibeli berdasarkan hanya bila diperlukan
Sangat dipengaruhi kenyamanan Sementara
(sesuai keinginan atau tidak dijadikan alasan untuk pergi berbelanja)
Sangat mempengaruhi kenyamanan
Loyalitas rendah
(49)
Setelah mengimplementasikan semua langkah tersebut diatas dalam melakukan evaluasi barang dagangan, maka ritel dapat melakukan beberapa pilihan berikut ini :
1. Variasi
Variasi adalah sejumlah kategori barang-barang yang berbeda di dalam toko atau depertemen. Toko dengan banyak jenis dapat dikatakan mempunyai keleluasaan yang bagus. Istilah keleluasaan (breadth) dan jenis (variety) sering digunakan saling menggantikan untuk menunjukkan keleluasaan barang dagangan.
2. Keberagaman
Keberagaman (assortment) merupakn sejumlah SKU dalam kategori. Toko dengan keberagaman yang luas dapat dikatakan mempunyai kedalaman (depth) yang juga dapat digunakan untuk saling menggantikan.
3. Ketersediaan Produk
Dapat didefinisikan sebagai presentase permintaan untuk beberapa SKU yang memuaskan. Ketersediaan produk juga dapat berarti level pendukung atau level pelayanan.
2.4.4 Atmosfer Toko
Desain toko yang baik dapat pula menarik keinginan konsumen untuk mengetahui lebih dalam mengenai segala sesuatu yang ditawarkan oleh toko tersebut. Suasana toko dapat dibangun melalui sistem pencahayaan, pengaturan tata letak, penataan, atau pengaturan barang dagangan yang baik (Utami, 2010 ).
(50)
Sedangkan Sopiah dan Syihabudhin (2008), menjelaskan suasana atau atmosfer di dalam toko merupakan salah satu dan berbagai unsur dalam retail marketing mix. Toko kecil yang tertata rapi dan menarik akan lebih mengundang pembeli dibandingkan toko yang ditata biasa saja. Sementara itu, toko yang diatur biasa saja, tetapi bersih lebih menarik daripada toko yang tidak diatur sama sekali dan tampak kotor. Toko besar atau toko milik perusahaan perdagangan eceran skala besar dan pusat perbelanjaan menghadapai tantangan yang sama dengan toko kecil, yaitu cara memikat calon pembeli dan bagaimana menata secara menarik agar bisa menyaingi toko-toko besar atau pusat perbelanjaan pesaing.
Suasana yang dimaksud adalah dalam arti atmosfer dan ambience yang tercipta dari gabungan unsur-nusur, yaitu :
a. Desain Toko
Store design merupakan 5 materi penting untuk menciptakan suasana yang akan membuat pelanggan merasa berat berada di suatu toko. Dasain toko kini lebih bersifat Consumer-Led. Pada intinya, desain toko bertujuan memenuhi syarat fungsional sembari menyediakan pengalaman berbelanja yang menyenangkan sehingga mendukung terjadinya transaksi.
b. Perencanaan Toko
Perencanaan toko (store planning) mencangkup : 1. Layout (tata letak)
Ada beberapa macam layout, yaitu tata letak lurus disebut gridiron layout (grid layout), tata letak arus bebas (free flow layout atau curving layout),
(51)
tata letak butir (boutique layout), dan tata letak arus berpenurun (giuded shopper flows).
2. Alokasi Ruang
Alokasi ruang toko terbagi ke dalam beberapa jenis ruang atau area, yaitu selling space, mercandise space, customer space, dan personal space.
c. Komunikasi Visual
Komunikasi peritel dengan pelanggannya tidaklah selalu dengan media massa, seperti suara radio, tulisan dan gambar, majalah dan koran, ataupun media suara dan gambar di televisi. Komunikasi bisa terjadi melalui gambaran visual di toko milik peritel.
d. Penyajian Merchandise
Penyajian merchandise berkenaan dengan teknik penyediaan barang-barang dalam toko untuk menciptakan situasi dan suasana tertentu. Penyajian merchandise seringkali dikaitkan dengan teknik visual merchandising. Kedua penyajian tersebut bertujuan memikat pelanggan dari segi penampilan, suara, dan aroma, bahkan rupa barang yang bisa disentuh konsumen.
2.4.5 Customer Service (Pelayanan Konsumen)
Pelayanan Konsumen (customer service) adalah satuan aktivitas dan program yang dikerjakan oleh ritel untuk membuat pengalaman berbelanja lebih bersifat memberikan penghargaan untuk pelanggan mereka.
(52)
Dimensi dan atribut penelitian yang menggabungkan dimensi kualitas layanan yang dikemukakan oleh (Brady dan Cronin, 2001) serta dimensi kebijakan peritel yang dikemukakan oleh (Subash dkk, 2000) seperti rincian sebagai berikut :
Tabel 2.2
Dimensi dan Atribut Kualitas Layanan Penelitian Subash C. Mehta dkk. No. Dimensi No. Atribut
1. Layanan Personal 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Karyawan siap menanggapi permintaan Karyawan memberi perhatian personal Memberi perhatian individual
Karyawan memahami kebutuhan tertentu pelanggan
Karyawan selalu membantu
Karyawan menunjukkan katerkaitan yang tulus dalam memecahkan masalah
Karyawan menangani keluhan dengan memuaskan
Karyawan memiliki pengetahuan untuk menjawab pertanyaan
Karyawan mengatakan dengan tepat kapan layanan bisa tersedia
Karyawan selalu bersikap santun
Sikap karyawan mendorong kepercayaan diri Karyawan memberikan pelayanan yang baik.
(53)
Tabel 2.3
Kualitas Layanan dalam Bisnis Ritel.
Dimensi No. Atribut
Kualitas Interaksi 1. 2.
3.
Interaksi yang baik dengan semua karyawan Karyawan memberikan perhatian dengan cara-cara yang simpatik
Karyawan menunjukkan perhatian yang mendalam dalam menyelesaikan permasalahan pelanggan
Kualitas Lingkungan 1. 2.
3.
Lingkungan fisik ritel adalah yang terbaik
Tata letak barang dagangan memudahkan pelanggan memilih barang kebutuhan
Ritel memiliki atmosfer belanja yang menyenangkan
Kebijakan Peritel 1.
2.
3.
Peritel menetapkan kebijakan harga yang menarik pelanggan
Peritel memberikan perhatian terhadap keanekaragaman barang dagangan
Peritel menetapkan prosedur transaksi yang dapat dipercaya. Kualitas Hasil (outcomes) 1. 2. 3.
Pelanggan mendapat pengalaman belanja terbaik Memenuhi harapan pelanggan dalam keamanan transaksi
Pelanggan mendapatkan pelayanan terbaik secara konsisten.
Sumber : Brady dan Cronin, 2001 International Journal Of Retail and Distribution Management.
Keuntungan strategis melalui layanan pelanggan menyediakan jasa layanan yang berkualitas. Ada dua strategi layanan pelanggan yang dapat digunakan untuk mengembangkan suatu layanan pelanggan yang bisa mendukung dan menguntungkan bagi peritel (Utami, 2010), diantaranya adalah :
(54)
a. Pendekatan Kostumisasi
Pendekatan kostumisasi mendorong menyediakan penyediaan jasa layanan untuk membuat jasa layanan agar dapat dipertemukan dengan kebutuhan pelanggan pribadi.
b. Pendekatan Standarisasi
Pendekatan standarisasi didasarkan pada penetapan satu rangkaian aturan dan prosedur yang bersifat pasti serta diterapkan secara konsisten.
2.5 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran secara sistematis dan sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Kerangka Pikir
Konsumen menilai berdasarkan persepsi terhadap manajemen toko yang dikelola oleh ritel tradisional dan ritel modern. Dari hasil persepsi terhadap penilaian tersebut, maka akan didapatkan penilaian dari persepsi konsumen terhadap ritel tradisional dan ritel modern, dengan adanya penilaian dari persepsi konsumen
1. Lokasi 2. Harga 3. Barang
Dagang 4. Atmosfer
5. Costumer Service
Ritel Tradisional
Ritel Modern
Persepsi Konsumen
Independent Sample t test
(55)
maka data primer yang diperoleh akan dianalisa dengan menggunakan Independent Sample t test Analysis untuk mengetahui penilaian dari persepsi konsumen tentang ada atau tidaknya perbedaan yang dimiliki oleh ritel tradisional dan ritel modern, dan besarnya rata-rata perbedaan yang dimiliki oleh ritel tradisional dan ritel modern.
2.6 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiono, 2009). Dalam penelitian ini yang menjadi hipotesis berdasarkan rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut :
a. Ada perbedaan persepsi konsumen terhadap lokasi di ritel tradisional dan ritel modern di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.
b. Ada perbedaan persepsi konsumen terhadap harga di ritel tradisional dan ritel modern di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.
c. Ada perbedaan persepsi konsumen terhadap barang dagang di ritel tradisional dan ritel modern di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.
d. Ada perbedaan persepsi konsumen terhadap atmosfer toko di ritel tradisional dan ritel modern di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.
e. Ada perbedaan persepsi konsumen terhadap customer sevice di ritel tradisional dan ritel modern di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.
(56)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Tipe penelitian ini adalah metode komparatif. Menurut (Sugiono, 2009) metode komparatif adalah metode penelitian yang bersifat membandingkan keberadaan suatu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda. Sedangkan menurut (Ferdinan, 2006) menyatakan model komparatif adalah model yang disajikan untuk menggambarkan perbedaan karena adanya situasi atau kejadian tertentu dan menggambarkan esensi dari sebuah perbedaan.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan metode survei. Penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan manfaat untuk tujuan deskriptif, membantu dan membandingkan kondisi-kondisi yang ada dengan kriteria yang telah di tentukan sebelumnya dan juga dalam pelaksanaan evaluasi (Umar, 2005). Penelitian ini diorientasikan untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan persepsi konsumen mengenai karakteristik dari manajemen toko ritel tradisional dan ritel modern di kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.
(57)
3.2 Definisi Konseptual
Definisi konseptual merupakan pemikiran dari konsep yang digunakan peneliti dalam mengoperasikan konsep-konsep tersebut. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), definisi konsep adalah pemaknaan dari konsep yang digunakan sehingga memudahkan peneliti untuk mengoperasikan konsep tersebut di lapangan. Berdasarkan definisi tersebut maka definisi konsep dari penelitian ini adalah :
1. Lokasi toko atau area perdagangan adalah keputusan yang diambil pemilik ritel dalam penetapan lokasi yang mempunyai keunggulan strategis bagi ritel tersebut.
2. Harga adalah sejumlah uang yang dibebankan untuk sebuah produk atau jasa.
3. Barang dagang adalah keberagaman produk untuk memacu konsumen dalam membandingkan ritel yang satu dengan yang lainnya.
4. Atmosfer merupakan tata ruang yang di atur sedemikian rupa agar terlihat menarik dan tidak membosankan.
5. Pelayanan Konsumen (customer service) adalah kesigapan dalam melayani selama melakukan pembelian di ritel tersebut .
3.3 Definisi Operasional
Dalam melakukan penelitian, sangat diperlukan adanya identifikasi variabel. Menurut Jogiyanto (dalam Julian, 2011), pengertian definisi operasional, yaitu definisi berupa cara mengukur variabel yang digunakan agar dapat dioperasikan.
(58)
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau nilai dari orang objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan (Sugiono, 2009).
Tabel 3.1 Oprasional Variabel
Variabel Definisi Operasional Indikator Item Skala Pengukuran
Lokasi (X1) Lokasi toko atau area
perdagangan adalah area geografis yang berdekatan yang memiliki mayoritas pelanggan dan penjualan dari sebuah toko.
1. Jarak tempuh toko
2. Transportasi 3. Strategis
a. Lokasi toko mudah di jangkau konsumen
b. Tempat parkir luas dan aman
c. Lokasi toko dekat dengan
pemukiaman warga
LIKERT
Harga (X2) Harga merupakan faktor
utama penentuan posisi dan harus diputuskan sesuai pasar sasarannya, bauran ragam produk dan pelayanan, serta kondisi persaingan. 1. Tingkat kemurahan 2. Tingkat kesesuaian harga 3. Harga terjangkau
a. Harga produk sesuai dengan pesaing
b. Harga produk sesuai pasaran
c. Harga bervariasi
LIKERT
Barang Dagang (X3)
Barang dagang merupakan produk-produk diversifikasi yang dikonsumsi oleh peritel untuk dipasarkan kembali guna memenuhi kebutuhan pelanggan.
1. Kelengkapan 2. Kualitas 3. Brand
4. Keberagaman
a. Barang tersedia ketika dibutuhkan b. Kualitas produk
terjamin
c. Merek barang dagang sudah terkenal
d. Memiliki
keberagaman jenis produk
(59)
Atmosfer (X4)
Atmosfer merupakan desain toko dan tata ruang toko yang dimodifikasi sedemikian rupa demi menarik perhatian konsumen dan memudahkan dalam pencarian barang. 1. Kenyamanan 2. Keamanan 3. Kebebasan memilih 4. Pemetaan
lokasi dalam toko
a. Temperatur udara sejuk
b. Kemanan dalam bertransaksi c. Fasilitas fisik toko
terlihat jelas d. Tata letak
mempermudah konsumen untuk menjelajahi toko
LIKERT
Customer Service
(X5)
Pelayanan Konsumen
(customer service)
adalah satuan aktivitas dan program yang dikerjakan oleh ritel untuk membuat pengalaman berbelanja lebih bersifat memberikan
penghargaan untuk pelanggan mereka. 1. Keramahan 2. Kesigapan dalam melayani 3. Ketelitian
a. Pelayan toko menyapa dan memberi senyum b. Pelayan toko selalu
siap sedia
c. Transaksi bebas dari kesalahan
LIKERT
Untuk menjawab masalah dan mengungkap tujuan penelitian pertama yaitu untuk mengetahui seberapa besar perbandingan antara variabel X ritel tradisional dengan variabel X ritel modern, digunakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan sumber data primer yang diperoleh dari penyebaran kuisioner kepada responden. Adapun variabel dalam penelitian ini adalah :
X1 : Lokasi X2 : Harga
X3 : Barang Dagang X4 : Atmosfer
(60)
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Menurut Sugiono (2009), populasi adalah wilayah generalisasi dari subyek atau obyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti dan dipelajari dan kemudian di tarik kesimpulannya.
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah konsumen yang pernah berbelanja di ritel tradisional dan ritel modern sekitar Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung. Oleh karena itu, ini merupakan populasi yang tidak terbatas karena tidak diketahui secara pasti jumlah konsumen yang pernah berbelanja di ritel tradisional dan ritel modern di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung. Dalam penelitian ini terdapat dua populasi dikarenakan terdapat dua toko ritel yang berbeda yaitu populasi ritel tradisional dan ritel modern.
3.4.2 Sampel
Sampling yang digunakan didalam penelitian ini adalah menggunakan teknik non probability sampling, dimana populasi tidak mempunyai kesempatan untuk dijadikan sampel lagi. Metode pengambilan sampel yang digunakan didalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu dimana pengambilan elemen-elemen yang dimasukkan didalam sampel dilakukan dengan sengaja, dengan catatan bahwa sampel tersebut respresentative atau wakil populasi (Arikunto, 2004). Syarat-syarat yang harus dipenuhi responden didalam penelitian ini, yang menggunakan metode purposive sampling adalah :
(61)
a. Usia responden dalam penelitian ini adalah > 17 tahun, dimana pada usia ini diasumsikan responden telah mampu dan mengerti serta dapat menanggapi masing-masing pertanyaan dalam kuisioner penelitian dengan baik.
b. Responden pernah berbelanja minimal 2 kali di ritel tradisional dan 2 kali di ritel modern dengan alasan para konsumen yang pernah berbelanja di ritel tradisional maupun ritel modern dengan responden yang berbeda mampu menginterpretasikan keadaan ritel dengan tepat sehingga mampu memahami maksud dari kuesioner yang diberikan.
Penetuan jumlah sampel pada penelitian ini digunakan dengan menentukan suatu proposi dimana sampel tersebut dianggap dapat mewakili keseluruhan terhadap konsumen ritel di Kecamatan Rajabasa yang tidak diketahui. Rumus metode ini adalah rumus penentuan ukuran sampel untuk dugaan proposi (Supranto, 2011).
n = (0,25) (
maka,
diketahui :
n = Jumlah sampel minimum Z = Nilai distribusi normal α = Tingkat signifikan
E = Kesalahan yang direncanakan
0,25 = Koefisien proposi (Karena populasi tidak diketahui)
Perhitungan di atas menunjukkan bahwa dengan jumlah responden sebanyak minimal 96 orang, kita dapat percaya sebesar 95% bahwa data yang diperoleh memiliki kesalahan tidak lebih dari 10%. Jumlah kuesioner penelitian yang disebarkan adalah sebanyak 100 kuesioner.
n
= 0,25(1,96/0,1)2 = 96,04(62)
3.5 Sumber Data
Pengumpulan data dilakukan melalui dua metode, yaitu metode survey primer dan metode sekunder.
a. Data primer
Menurut Umar (2005) data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama baik secara individu atau perorangan, seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner.
Data primer hasil peninjauan langsung yang meliputi data lokasi ritel tradisional dan ritel modern di sekitar Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung yang diperoleh dari penyebarluasan hasil kuesioner dan hasil interview mengenai persepsi konsumen.
b. Data Sekunder
Menurut Umar (2005), data sekunder adalah data primer yang telah diolah lebih lanjut menjadi bentuk-bentuk seperti tabel, grafik, diagram, gambar, dan sebagainya sehingga lebih informatif oleh pihak lain. Data sekunder berupa rencana tata ruang dan literatur yang diperoleh dari pihak lain dan bukan diusahakan sendiri. Biasnaya berupa dokumentasi, jurnal-jurnal, laporan, dari pakar atau peneliti dan instansi yang terkait dengan penelitian. Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari majalah, artikel, surat kabar dan internet.
(63)
3.6 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Metode Angket (kuesioner)
Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2004). Menurut (Sugiono, 2009) kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Pengukuran kuisioner menggunakan skala Likert. Menurut Sugiono (2009), skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian ini pernyataan yang dibuat merupakan pernyataan yang bersifat positif. Oleh karena itu setiap jawaban dalam penelitian ini akan diberikan penentuan skor sebagai berikut :
1. Untuk jawaban sangat setuju (SS) diberi skor 5 2. Untuk jawaban setuju (S) diberi skor 4
3. Untuk jawaban cukup setuju (CS) diberi skor 3 4. Untuk jawaban tidak setuju (TS) diberi skor 2
5. Untuk jawaban sangat tidak setuju (STS) diberi skor 1
b. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, lengger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2004)
(64)
c. Metode Interview
Metode Interview yaitu teknik pengumpulan data dalam metode survei yang menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subjek penelitian.
3.7 Teknik Pengelolaan Data
Menurut Sugiono (2009), pengelolaan data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Adapun teknik-teknik pengelolaan data adalah sebagai berikut :
1. Editing
Data yang masuk perlu diperiksa apakah terdapat kekeliruan dalam mengisinya, ada yang tidak lengkap dan tidak sesuai. Dengan demikian diharapkan akan diperoleh data yang valid dan reliabel serta dapat dipertanggungjawabkan.
2. Coding
Proses berikutnya disebut coding yaitu pemberian tanda bagi tiap-tiap data yang termasuk dalam kategori sama.
3. Tabulating
Mengelompokkan jawaban yang serupa dengan teliti dan teratur, lalu dihitung mana yang termasuk dalam kategori, kegiatan tersebut dilaksanakan sampai terwujud tabel-tabel yang berguna dan penting pada data kuantitatif.
(1)
3. Menetukan T Hitung
T hitung dapat diketahui dari hasil uji SPSS Independent Sampel t test. Dapat dilihat pada lampiran t test for equality of t means (equal variance assumed).
4. Menentukan T Tabel
Tabel distribusi t dicari pada a = 5% : 2 = 2,5% (uji dua sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-2 atau 100 – 2 = 18. Dengan pengujian dua sisi (signifikansi = 0,025) hasil diperoleh untuk t tabel sebesar 1,98447 (lihat pada lampiran) atau dapat dicari di Ms Excel dengan cara pada cell kosong ketik =tinv (0,05,98) lalu enter.
5. Kriteria Pengujian
Ho diterima jika t tebel < t hitung Ho ditolak jika t tabel > t hitung
Berdasarkan probabilitas atau signifikansi : Ho diterima jika P value > 0,05
Ho ditolak jika P value < 0,05 (Priyatno, 2008)
(2)
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Berdasarkan hasil uji t test, diperoleh hasil yang didapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Tidak ada perbedaan persepsi konsumen terhadap lokasi antara ritel tradisional dan ritel modern. Persepsi konsumen tentang lokasi di ritel tradisional lebih tinggi dari pada ritel modern. Karena ritel tradisional lebih strategis dan mudah ditemui disekitar padat penduduk.
2. Tidak ada perbedaan persepsi konsumen terhadap harga antara ritel tradisional dan ritel modern. Persepsi konsumen tentang harga di ritel tradisional lebih tinggi dari pada ritel modern. Karena harga ritel tradisional sediki lebih terjangkau.
3. Ada perbedaan persepsi konsumen terhadap barang dagang antara ritel tradisional dan ritel modern. Persepsi konsumen tentang barang dagang ritel tradisional lebih rendah dari pada ritel modern. Karena ritel modern mempunyai barang dagang yang lebih komplit dan bervarian serta mempunyai stok barang yang banyak.
(3)
4. Ada perbedaan persepsi konsumen terhadap atmosfer toko antara ritel tradisional dan ritel modern. Persepsi konsumen tentang atmosfer toko di ritel tradisional lebih rendah dari pada ritel modern. Karena suasana yang nyaman, aman dan bersih lebih sering dijumpai di ritel modern.
5. Tidak ada perbedaan persepsi konsumen terhadap customer service antara ritel tradisional dan ritel modern. Persepsi konsumen tentang customer service di ritel tradisional lebih rendah dari pada ritel modern. Karena pelayanan di ritel modern telah memenuhi standar operating procedure.
5.2 Saran
Setelah mengetahui bagaimana perbandingan persepsi konsumen tentang lokasi, harga, barang dagang, atmosfer toko, dan customer service, maka saran yang dapat direkomendasikandari hasil penelitian ini adalah :
a. Pihak ritel tradisional diharapkan mampu meningkatkan kualitas barang dagangannya, dan memperhatikan tata kelola toko yang rapi dan bersih serta meningkatkan pelayanan yang baik, ramah dan kesigapan dalam melayani, dengan demikian diharapkan konsumen dapat memiliki persepsi yang lebih baik pada ritel tradisional yang ada.
b. Pihak ritel modern diharapkan dapat menempatkan lokasi yang dapat di jangkau masyarakat menengah bawah hingga menengah keatas, selain itu dapat memberikan harga yang terjangkau oleh seluruh konsumen dan menjual
(4)
produk sesuai harga pasaran. Sehingga diharapkan konsumen dapat memiliki persepsi yang lebih baik pada ritel modern yang ada.
c. Untuk pemerintah, sebaiknya lebih dipertegas untuk pendirian ritel modern yang semakin berkembang, karena secara tidak langsung akan mematikan UKM terutama warung kelontongan. Karena sejauh ini ritel modern sudah memasuki daerah pedesaan dan padat penduduk.
d. Untuk penelitian yang akan datang sebaiknya lebih dikembangkan mengenai manajemen toko yang lebih luas yang ada di ritel tradisional dan ritel modern.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2004. Manajemen Penelitian. Jakarta. Rineka Cipta.
Berman B., dan Evans J.R. 2001. Retail Management A Strategic Approach. Pearson International Edision.
Churchill, Gilbert. 2003. Dasar-Dasar Riset Pemasaran. Jakarta. Erlangga.
Ferdinan, Augusty. 2006. Metode Penelitian Manajemen. Semarang. CV Indoprint.
Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang : Badab penerbit Universitas Diponegoro.
Julian, Angga. 2011. Analisis Perbandingan Brand Mie Sedap dan Indofood. Skripsi.
Jogiyanto, 2007. Metode Penelitian Bisnis : Yogyakarta. BPFE.
Kolter, Philip dan Gary Amstrong. 2007. Dasar-Dasar Pemasaran Edisi ke Sembilan Jilid 1. Jakarta. PT. Indeks.
Kolter, Philip. 2000. Manajemen Pemasaran di Indonesia : Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Penegendalian. Jakarta. Erlangga. Kolter, Philips. 2004. Marketing Manjement. Jilid 1. Jakarta. PT.Indeks.
Levi M., dan Weits A. Barton. 2004. “Retailing Management”. Jakarta. Salemba Empat.
Mowen, Minor. 2004. Prilaku Konsumen. Jakarta. Erlangga.
Priyatno, Dwi. 2008. Mandiri Belajar SPSS; Untuk Analisis Data dan Uji Statistik. Yogyakarta. Mediakom.
Santoso, S & Tjiptono, F. 2004. Riset Pemasaran. Jakarta. Gramediia Pustaka. Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Edisi Ke Empat, Jilid
(6)
Singarimbun, Marsi dan Effendi, Sofyan. 1995. Metode Penelitian Survei. PT. Pustaka Utama. Jakarta.
Sinaga, Pariaman. 2006. Makalah Ritel Modern VS Ritel Tradisional. Kementrian Koperasi dan UKM. Jakarta. Tidak Diterbitkan
Sopiah dan Syihabudhin. 2008. Manajemen Bisnis Ritel . Yogyakarta. CV.ANDI OFFSET.
Stanton, William J. 2001. Prinsip-Prinsip PemasaranJjilid ke Tujuh. Jakarta. Erlagga.
Sugiono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : CV. Alfabeta.
Sujana, Asep. 2005. Paradigma Baru dalam Manjemen Ritel Modern. Yogyakarta. Graha Ilmu.
Sukitno, Fauzul Rizal. 2009. Pergerakan Penduduk Terhadap PasarTtradisional dan Pasar Modern di Kota Malang. Malang. Jurnal.
Supranto. 2011. Mengukur Tingkat Kepuasan Pelanggan. Edisi ke Empat. Jakarta. RINEKA CIPTA.
Swastha, Basu dan Handoko, Hani. 2000. Manajemen pemasaran (Analisa Perilaku Konsumen). Yogyakarta : Liberty Edisi Pertama.
Swasta, Basu dan Irawan. 2005. Manajemen Pemasaran Modern. Liberty. Yogyakarta.
Umar, Husein. 2005, Metode Riset Bisnis . PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Utami, Christina Whidya. 2010. Strategi dan Implementasi Operasional Bisnis
Ritel Modern di Indonesia. Jakarta. Salemba Empat.
Wiratno. 2011. Analisi Pengaruh Perubahan Keuntungan Usaha Warung Tradisional dengan Munculnya Minimarket. Semarang. Jurnal.
Jurnal Tata Kota dan Daerah.2011. BPS Kota Bandar Lampung.2015.
http://www.danielsaerang.blogspot.in/2010. http://www.indocashregister.com.