Permasalahan Transisi Perempuan paska Perceraian

dapat melawan anggapan masyrakat, dan mampu hidup sendiri tanpa bantuan suaminya. Penulis mendapati ada perempuan-perempuan yang dapat melawan stigma tersebut, dan dapat memberdayakan dirinya sehingga mampu hidup sendiri tanpa bantuan suami mereka.

3.2.2 Permasalahan Transisi Perempuan paska Perceraian

Permasalahan transisi perempuan paska perceraian dapat dilihat pada narasumber keempat yang menjadi narasumber pembanding dalam penelitian penulis. Perempuan ini memiliki pekerjaan sebagai seorang pendidik guru. 9 Dalam kehidupan rumah tangganya, konseli tidak bergantung kepada suaminya, karena ia memiliki pekerjaan. Sebelum bercerai, kehidupannya bersama anak-anak berjalan baik dan kedekatan mereka sangat intim. Kinerjanya pada lembaga pendidikan juga dipandang sangat baik, karena konseli merupakan salah satu guru yang teladan dan disiplin. Konseli dikenal di dalam masyarakat sebagai perempuan yang berkarakter. Paska perceraian, konseli mengalami kesulitan dari berbagai kehidupan. Kesulitan- kesulitan tersebut dilihat dalam tiga aspek kehidupan, yakni: 1. Aspek keluarga. Konseli kehilangan partner untuk membantunya mengasuh dan menjaga anak-anak. Suami yang biasanya selalu membantu dan secara bergantian menjaga anak-anak, kini tidak lagi melakukan fungsinya. Akibatnya, anak-anak sering dititipkan kepada orang tuanya. 2. Aspek sosial. Konseli dianggap sebagai perempuan yang tidak dapat menjaga keharmonisan rumah tangganya. Ada stigma yang diberikan oleh masyarakat berkaitan dengan status pekerjaannya sebagai seorang pendidik. Masyarakat cenderung menganggapnya sebagai perempuan yang tidak bertanggung jawab 9 Wawancara dengan narasumber keempat narasumber pembanding, 21 April 2015. terhadap keluarga, karena bagi masyarakat, seorang pendidik pasti mengetahui bahwa perceraian bukanlah hal yang dapat dibenarkan. 3. Aspek pekerjaan. Kinerja konseli dipertanyakan setelah ia mengalami perceraian. Ada keraguan terhadap loyalitasnya. Keteladanannya sebagai seorang pendidik tidak lagi dilihat sebagai potensi yang dapat memberdayakan. Melalui permasalahan rumah tangganya, konseli kemudian dinilai tidak mampu menjadi seorang pendidik. dikucilkan dan dianggap tidak layak menjadi seorang pendidik. Hal ini berkaitan dengan penelitian Faye Xiao di Cina tentang paska perceraian perempuan kemudian diberhentikan dari pekerjaannya. Terhadap pemahaman Faye ini, penulis menemukan bahwa kewibawaan seorang perempuan cenderung dikaitkan dengan kehidupan pribadinya. Penulis berpendapat bahwa perempuan akan berguna dalam ranah publik jika ia dapat berguna bagi kehidupan pribadinya termasuk dalam kehidupan rumah tangganya. Dengan kata lain penelitian di Cina menunjukkan adanya stigma terhadap perempuan yang mengalami perceraian sehingga memiliki kepribadian yang buruk dan tidak akan dipercaya untuk bekerja lagi. Hal ini menyebabkan perempuan kembali mendapat pengekangan, sehingga tidak dapat secara bebas berperan dalam dunia publik. Teori Faye ini mendukung hasil penelitian penulis. Penulis menemukan bahwa dalam ranah transisi, masalah rumah tangga perempuan sering dikaitkan dengan kariernya. Dengan demikian, perempuan mengalami tekanan dari dalam dan dari luar kehidupannya.

3.2.3 Permasalahan Transisi mengabaikan Domestik Perempuan paska