Permasalahan Domestik Perempuan paska Perceraian

“Beta manyasal nikah muda nona. Beta sadar, saat itu beta masih muda deng labil. Beta nikah umur 18 tahun. Beta yakin mau nikah deng suami karena beta suami paleng bae deng perhatian .” Berdasarkan pernyataan tersebut penulis menemukan bahwa konseli sangat menyesal dengan kondisi yang dialaminya. Melalui wawancara yang penulis lakukan dengan konseli, dapat dilihat bahwa konseli menerima kenyataan terhadap apa yang dialaminya. Menyikapi masalah ini, konseli berusaha untuk melampauinya demi menopang kehidupan anak-anaknya. Dari permasalahan-permasalahan tersebut, penulis mendapati ketiga narasumber ini adalah perempuan-perempuan yang tidak memiliki pekerjaan tetap ibu rumah tangga. Ketiga narasumber ini akan menjadi fokus penelitian penulis, namun ada juga satu narasumber yang penulis teliti berkaitan dengan posisinya sebagai perempuan yang memiliki pekerjaan tetap. Guna melakukan perbandingan, penulis juga melakukan penelitian meneliti salah satu narasumber yang telah bercerai, namun telah memiliki pekerjaan tetap sebelum bercerai. Hal ini dimaksudkan, supaya penulis dapat melihat peran dan kondisi perempuan paska perceraian, dengan atau tanpa pekerjaan. Dalam rangka membahas tentang permasalahan-permasalahan yang dialami oleh para perempuan pasca perceraian, maka secara teoritis penulis menemukan adanya dua ranah permasalahan perempuan paska perceraian, yaitu ranah domestik dan ranah transisi. Namun, selain dua ranah masalah di atas, ada dua ranah masalah lain yang penulis temukan di lapangan yang dialami oleh para perempuan yang telah bercerai. Berikut ini adalah gambaran empat ranah masalah tersebut.

3.2.1 Permasalahan Domestik Perempuan paska Perceraian

Penelitian yang berkaitan dengan kondisi para perempuan ini, penulis lakukan pada tiga narasumber. Ketiga narasumber tersebut berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Dari hasil penelitian terhadap tiga narasumber, diketahui bahwa ketiganya adalah perempuan-perempuan yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Berikut adalah keadaan mereka sebelum mengalami perceraian. Mawar 59, adalah seorang ibu rumah tangga yang bertugas untuk mengurus suami dan anak-anaknya. Konseli tidak bekerja, karena suaminya yang memenuhi semua kebutuhan rumah tangga mereka, sebagai seorang pegawai swasta. 5 Rosa 35, keadaannya tidak berbeda jauh dengan mawar. Konseli tidak memiliki pekerjaan tetap. Kebutuhan hidup rumah tangganya, dicukupkan oleh suaminya yang bekerja sebagai anggota kepolisian. 6 Jasmin 43, juga demikian. Pekerjaan suaminya sebagai pegawai swasta, membuat ia harus bergantung kepada suaminya dalam hal pemenuhan kebutuhan rumah tangga. 7 Kehidupan ketiga narasumber ini berubah ketika mereka mengalami perceraian. Masalah domestik yang muncul paska perceraian bagi seorang perempuan ialah masalah ekonomi. Masalah ekonomi menjadi masalah yang sangat krusial karena berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Perempuan-perempuan yang mengalami perceraian biasanya akan mengalami kesulitan secara ekonomi, karena selama ini sumber pendapatan berasal dari suami mereka. Menyikapi permasalahan yang terjadi, dua konseli Mawar dan Rosa berupaya untuk mencari pekerjaan agar dapat memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga mereka. Jasmin tidak dapat mencari pekerjaan, karena terhambat oleh kesehatan anaknya yang cacat. Pada akhirnya, konseli hanya mengharapkan bantuan keluarganya untuk membantu membiayai kehidupan rumah tangganya. Berdasarkan masalah domestik ini, penulis melihat bahwa dampak perceraian bagi seorang perempuan yang tidak memiliki pekerjaan tetap adalah kesusahan yang berkelanjutan mengingat beban pemenuhan kebutuhan yang semakin tinggi apalagi jika dikaitkan dengan biaya pendidikan anak. Perempuan harus berupaya lebih keras untuk 5 Wawancara dengan Mawar, 19 April 2015. 6 Wawancara dengan Rosa, 20 April 2015. 7 Wawancara dengan Jasmin, 18 April 2015. memenuhi kebutuhan sambil memperhatikan anak-anaknya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Li Sun. Dalam pemaparannya terhadap dampak perceraian bagi seorang perempuan, menjelaskan bahwa perempuan akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup bersama anak-anaknya, karena suami tidak lagi menafkahi mereka. 8 Menurut penulis, ada kesamaan antara teori dengan kenyataan di lapangan dalam kaitannya dengan masalah ekonomi perempuan paska perceraian. Hal ini disebabkan oleh peran perempuan yang dekat dengan peran domestik. Peran domestik biasanya selalu berkaitan dengan kebutuhan hidup. Dengan demikian, inti masalah paska perceraian bagi perempuan adalah masalah ekonomi. Temuan yang berbeda dengan teori Li Sun adalah bahwa perempuan tidak tinggal diam ketika menghadapi kesulitan yang mereka alami. Mereka kemudian berusaha untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada hasil penelitian Li Sun, umumnya perempuan akan mengalami kesulitan karena tidak lagi dinafkahi oleh suami. Pada hasil penelitian ini, penulis menemukan bahwa perempuan memang mengalami kesulitan karena tidak dibiayai, tetapi mereka tetap berjuang untuk memenuhi peran sebagai orang tua secara utuh, baik itu memperhatikan anak-anak dan menafkahi mereka. Tidak memiliki pekerjaan tetap bukanlah suatu halangan, karena ia mampu memberdayakan situasi yang ada untuk keberlangsungan kehidupannya. Dari temuan ini, penulis menyimpulkan bahwa teori Li sun memaparkan keadaan perempuan setelah perceraian yang tidak berdaya. Tetapi, persoalan yang tidak disentuh oleh Li Sun adalah tentang apakah para perempuan tersebut sanggup melawan pandangan masyarakat terhadap dirinya yang cenderung bergantung kepada suami. Ternyata, tidak demikian dengan hasil penelitian penulis. Hasil temuan penulis ialah ternyata ada perempuan-perempuan yang 8 Hsiao-Li Sun, Wen En Chong dan Si Hui Lim , “Gender and Divorce...”,, 132-134. dapat melawan anggapan masyrakat, dan mampu hidup sendiri tanpa bantuan suaminya. Penulis mendapati ada perempuan-perempuan yang dapat melawan stigma tersebut, dan dapat memberdayakan dirinya sehingga mampu hidup sendiri tanpa bantuan suami mereka.

3.2.2 Permasalahan Transisi Perempuan paska Perceraian