PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS REPRESENTASI KIMIA PADA MATERI TEORI TUMBUKAN

(1)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS REPRESENTASI KIMIA PADA MATERI TEORI TUMBUKAN

Oleh

NURMA ACHMALIYA

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kevalidan dan kepraktisan modul berbasis representasi kimia pada materi teori tumbukan yang dikembangkan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian dan pengembangan dari Sukmadinata (2012). Kevalidan modul hasil pengembangan diukur berdasarkan hasil validasi ahli. Kepraktisan diukur berdasarkan penilaian guru dan tanggapan siswa terhadap produk yang dikembangkan, tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan modul hasil pengembangan, dan hasil penilaian observer terhadap keterlaksanaan modul dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil penilaian validator terhadap modul hasil pengem-bangan dengan kriteria sangat tinggi, maka modul dinyatakan valid. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada uji coba terbatas, modul yang dikembangkan memperoleh rata-rata skor penilaian guru pada aspek kesesuaian isi, keterbacaan, dan kemenarikan dengan kategori sangat tinggi, tanggapan siswa terhadap aspek keterbacaan dan kemenarikan dengan kategori sangat tinggi, hasil penilaian observer terhadap keterlaksanaan dengan kategori tinggi, dan tanggapan positif siswa terhadap pembelajaran dengan modul hasil pengembangan maka modul hasil pengembangan dapat dinyatakan praktis.


(2)

PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS REPRESENTASI KIMIA PADA MATERI TEORI TUMBUKAN

(Skripsi)

Oleh

NURMA ACHMALIYA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(3)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS REPRESENTASI KIMIA PADA MATERI TEORI TUMBUKAN

Oleh

NURMA ACHMALIYA

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kevalidan dan kepraktisan modul berbasis representasi kimia pada materi teori tumbukan yang dikembangkan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian dan pengembangan dari Sukmadinata (2012). Kevalidan modul hasil pengembangan diukur berdasarkan hasil validasi ahli. Kepraktisan diukur berdasarkan penilaian guru dan tanggapan siswa terhadap produk yang dikembangkan, tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan modul hasil pengembangan, dan hasil penilaian observer terhadap keterlaksanaan modul dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil penilaian validator terhadap modul hasil pengem-bangan dengan kriteria sangat tinggi, maka modul dinyatakan valid. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada uji coba terbatas, modul yang dikembangkan memperoleh rata-rata skor penilaian guru pada aspek kesesuaian isi, keterbacaan, dan kemenarikan dengan kategori sangat tinggi, tanggapan siswa terhadap aspek keterbacaan dan kemenarikan dengan kategori sangat tinggi, hasil penilaian observer terhadap keterlaksanaan dengan kategori tinggi, dan tanggapan positif siswa terhadap pembelajaran dengan modul hasil pengembangan maka modul hasil pengembangan dapat dinyatakan praktis.


(4)

PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS REPRESENTASI KIMIA PADA MATERI TEORI TUMBUKAN

Oleh

Nurma Achmaliya

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Kimia

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(5)

(6)

(7)

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Metro pada tanggal 19 Maret sebagai putri kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Hartoyo dan Ibu Sri Astuti.

Pendidikan formal diawali pada tahun 1999 di TK Dharma Wanita Pertiwi Metro Pusat dan diselesaikan tahun 2000. Jenjang SD diselesaikan di SD Xaverius Metro pada tahun 2006, kemudian jenjang SMP diselesaikan di SMP Negeri 1 Metro pada tahun 2009, lalu melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Metro dan lulus pada tahun 2012.

Pada tahun 2012 terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia di Jurusan Pendidikan MIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN Tertulis. Selanjutnya di tahun 2014 mengikuti Kuliah Kerja Nyata Kependidikan Terintegrasi (KKN-KT) di SMP Negeri 1 Sumber Jaya , Kabupaten Lampung Barat.


(9)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmannirrohim

Puji syukur kehadirat ALLAH subhanahuwata ala, atas ridho dan karunia Nya sehingga skripsi ini telah terselesaikan dengan baik, kupersembahkan skripsi ini

teruntuk:

Bapak Hartoyo dan Ibu Sri Astuti, terima kasih doa, kasih sayang, kesabaran, motivasi, bimbingan dan saran yang selama ini tak henti

diberikan untuk kelancaran skripsi ini.

Kakak perempuanku, Yekti Suhardani, terima kasih atas doa, motivasi, dan semangatnya.

Keponakan manjaku, Ari Yusuf Ramadhani, terima kasih atas doa dan keceriannya.

Dosen-dosen serta sahabat-sahabat terbaik yang turut memberikan saran, motivasi, juga doa serta semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

Juga almamater tercinta. Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(10)

MOTO

Barangsiapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhannya itu adalah untuk dirinya sendiri

QS. AlAnkabut: 6)

-Barangsiapa bertakwa pada Allah, maka Allah memberikan jalan keluar kepadanya dan memberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Barang siapa yang bertaqwa pada Allah , maka Allah jadikan

urusannya menjadi mudah. QS. AthThalaq: 23

-Engkau berpikir tentang dirimu sebbagai seonggok materi semata, padahal di dalam dirimu tersimpan kekuatan tak terbatas

Ali Bin Abi Thalib RA

-When you know better, do it for yourself - Nurma Achmaliya


(11)

-SANWACANA

Puji dan syukur dihaturkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan hidayahNya sehinggadapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan Modul Berbasis Representasi Kimia Pada Materi Teori Tumbukan”sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan.

Sepenuhnya disadari kemampuan dan pengetahuan yang terbatas, adanya bim-bingan dan dukungan dari berbagai pihak sangat membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan ini disampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Dekan FKIP Unila. 2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA. 3. Ibu Dr. Noor Fadiawati, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Kimia.

4. Ibu Dra. Ila Rosilawati, M.Si., selaku pembimbing I, atas kesediannya untuk memberikan motivasi, bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyusunan skripsi.

5. Ibu Nina Kadaritna, M.Si., selaku Pembimbing II, atas kesediaannya memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyusunan skripsi. 6. Bapak Dr. Sunyono, M.Si., selaku Pembahas, atas kesediaannya memberikan


(12)

xi 7. Ibu Lisa Tania, S.Pd., M.Sc. dan Bapak M. Mahfudz Fauzi, S., S.Pd., M.Sc.

selaku validator, dan seluruh dosen serta segenap civitas akademik Jurusan Pendidikan MIPA.

8. Bapak Kepala SMAN 13 Bandar Lampung, Ibu Gusnaili, S.Pd., dan siswa-siswi kelas XI IPA 1.

9. Yang tercinta orang tuaku, mbak, dan iyus atas kasih sayang, doa yang tulus, kesabaran, motivasi, perhatian, pengorbanan, dan dukungannya selama ini. 10. Sahabat Tim (Arum, Dira dan Dani)dan sahabat P.Kimia’12 atas doa,

semangat, dan dukungan yang kalian berikan.

11. Keluarga KKN-KT Sukapura atas doa dan semangatnya.

12. Keluarga kecil Kost Griya 45 selama hampir 4 tahun atas canda, tawa, dan kebersamaan yang selalu kalian berikan kepada penulis.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu yang telah memberikan bantuan dalam penulisan skripsi.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.bermanfaat. Aamiin Ya Rabbalalamiin.

Bandar Lampung, Juli 2016 Penulis,


(13)

xii DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Bahan Ajar ... 9

B. Modul ... 14

C. Representasi Kimia ... 24

D. Analisis Konsep ... 29

III. METODE PENELITIAN ... 31

A. Metode Penelitian ... 31

B. Alur Penelitian ... 32

C. Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 34

D. Instrumen Penelitian ... 37


(14)

xiii

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 47

A. Hasil Penelitian ... 47

B. Pembahasan... 65

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71

LAMPIRAN Lampiran 1. Analisis SKL KI-KD ... 75

Lampiran 2. Analisis Konsep ... 81

Lampiran 3. Silabus ... 84

Lampiran 4. RPP ... 95

Lampiran 5. Pedoman Wawancara Untuk Guru ... 111

Lampiran 6. Hasil Wawancara Untuk Guru ... 113

Lampiran 7. Pedoman Wawancara Untuk Siswa ... 116

Lampiran 8. Hasil Wawancara Untuk Guru... 118

Lampiran 9. Hasil Validasi Aspek Kesesuaian Isi ... 122

Lampiran 10. Persentase Hasil Validasi Aspek Kesesuaian Isi ... 126

Lampiran 11. Hasil Validasi Aspek Konstruk ... 131

Lampiran 12. Persentase Hasil Validasi Aspek Konstruk ... 134

Lampiran 13. Hasil Validasi Aspek Keterbacaan ... 137

Lampiran 14. Persentase Hasil Validasi Aspek Keterbacaan ... 140

Lampiran 15. Hasil Tanggapan Guru Terhadap Aspek Kesesuaian Isi ... 143

Lampiran 16. Persentase Hasil Tanggapan Guru Terhadap Aspek Kesesuaian Isi ... 147


(15)

xiv

Lampiran 17. Hasil Tanggapan Guru Terhadap Aspek Konstruk ... 151

Lampiran 18. Persentase Hasil Tanggapan Guru Terhadap Aspek Konstruk... 155

Lampiran 19. Hasil Tanggapan Guru Terhadap Aspek Keterbacaan ... 158

Lampiran 20. Persentase Hasil Tanggapan Guru Terhadap Aspek Keterbacaan ... 161

Lampiran 21. Tabulasi Jawaban Siswa Terhadap Aspek Keterbacaan ... 163

Lampiran 22. Tabulasi Jawaban Siswa Terhadap Aspek Kemenarikan ... 168

Lampiran 23. Hasil Observasi Keterlaksanaan Modul ... 172

Lampiran 24. Tabulasi Jawaban Respon Siswa ... 173

Lampiran 25. Persentase Tabulasi Jawaban Respon Siswa ... 177


(16)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Penskoran pada angket berdasarkan skalaLikert...42

2. Tafsiran persentase angket ... 44

3. Struktur materi dalam modul ... 52

4. Hasil validasi ahli terhadap modul yang dikembangkan ... 55

5. Hasil validasi ahli aspek validitas isi ... 55

6. Hasil tanggapan guru terhadap modul yang dikembangkan ... 59

7. Hasil tanggapan guru mengenai aspek validitas isi ... 60

8. Hasil tanggapan siswa terhadap modul yang dikembangkan... 62

9. Persentase tanggapan siswa terhadap penggunaan modul dalam pembelajaran ... 63


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Taksonomi fungsional dari multipel representasi ...25

2. Representasi ilmu kimia...26

3. Alur penelitian...33

4. Kubus sebelum direvisi...56

5. Kubus setelah direvisi...56

6. Tampilancoverdalam sebelum revisi...57


(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan memegang peranan yang sangat penting bagi perkembangan suatu bangsa. Berbagai upaya dilakukan oleh setiap negara untuk memperbaiki kualitas pendidikannya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan nasional berfungsi untuk mengembang-kan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu upaya peningkatan mu-tu pendidikan di Indonesia adalah dengan pemberlakuan kurikulum 2013. Pada kurikulum 2013 diamatkan proses pembelajaran menuntut siswa untuk lebih aktif, mandiri dan berfikir kritis dalam mempelajari setiap cabang ilmu (Komara, 2014). Setiap cabang ilmu memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga membutuhkan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristiknya (Tim Pengembang FIP UPI, 2009). Demikian pula pada cabang IPA yang memiliki karakteristik tertentu se-hingga membutuhkan suatu metode yang sesuai untuk pembelajarannya.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan penge-tahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat


(19)

2

menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam seki-tar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di kehidupan sehari-hari (Tim Penyusun, 2006).

Ilmu kimia merupakan cabang dari IPA yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan kom-posisi, struktur, serta energi yang menyertai perubahan materi. Materi yang di-ajarkan dalam ilmu kimia sebagian bersifat “kasat mata” (visible), dan sebagian lagi bersifat abstrak atau “tidak kasat mata” (invisible) (Tim Penyusun, 2006). Alfatie (2009) menyatakan bahwa konsep kimia yang abstrak ini menyebabkan siswa mengalami kesulitan memahami materi kimia. Marks (1985) juga menjelas-kan bahwa dalam ilmu kimia banyak terdapat konsep-konsep abstrak, karena keabstrakannya maka menyebabkan siswa sulit memahami konsep kimia dan menggambarkannya ke dalam bentuk yang konkret. Untuk mempermudah siswa memahami konsep kimia yang bersifat abstrak, dibutuhkan bahan ajar yang tepat.

Amri dan Ahmadi (2010) menggolongkan bahan ajar menjadi 4 jenis, yaitu bahan ajar pandang, bahan ajar dengar, dan bahan ajar multimedia. Bahan ajar pandang terdiri dari bahan ajar cetak seperti buku, modul, lembar kerja siswa, dan non cetak seperti model/maket.

Ketersediaan modul diharapkan dapat mempermudah siswa dalam memahami konsep-konsep kimia. Modul berfungsi untuk memperjelas penyajian pesan, mempermudah proses pembelajaran, mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, menghilangkan sikap pasif pada peserta didik dan meningkatkan pemahaman materi yang disajikan (Nuraini, 2014). Menurut Lestari (2013),


(20)

3

sejumlah keterbasan yang terlihat pada modul sebagai berikut : (1) pengalaman belajar yang termuat di dalamnya tidak ditulis dengan baik atau tidak lengkap, (2) tidak menentukan proses penjadwalan dan kelulusan, (3) membutuhkan dukungan pembelajaran berupa sumber belajar lain.

Modul yang tepat untuk menyampaikan konsep yang abstrak adalah modul yang menyajikan materi dengan menghubungkan hal yang abstrak dengan hal yang konkret, sehingga konsep abstrak menjadi lebih mudah dipahami oleh siswa. Konsep yang abstrak dan konkret ini berhubungan dengan representasi kimia.

Menurut Chiu dan Wu (2009) menjelaskan bahwa representasi kimia merupakan suatu cara untuk mengekspresikan fenomena, konsep abstrak, gagasan, dan proses mekanisme. Johnstone dalam Chitleborough (2004) membagi representasi kimia ke dalam tiga level, yaitu level makroskopik, level submikroskopik, dan level bolik. Level makroskopik adalah sesuatu yang nyata dan dapat dilihat, level sim-bolik adalah representasi dari suatu kenyataan yang berupa gambar, simbol, atau rumus, sedangkan level submikroskopik merupakan level representasi yang meng-gambarkan apa yang terjadi pada level molekuler dan menggunakan representasi model teoritis, seperti partikel yang tidak dapat dilihat secara langsung. Tasker dan Dalton (2006) menyatakan bahwa pembelajaran kimia umumnya mengguna-kan level makroskopik (laboratorium) dan level simbolik, sehingga amengguna-kan terjadi kesalahpahaman dalam pembelajaran kimia berasal dari ketidakmampuan siswa untuk memvisualisasikan struktur dan proses dalam level submikroskopik (tingkat molekul). Jadi, penggunaan ketiga representasi kimia dalam modul sangat


(21)

mem-4

bantu siswa dalam memahami konsep-konsep kimia yang sebagian besar bersifat abstrak.

Observasi (studi lapangan) dilakukan di enam Sekolah Menengah Atas (SMA) di provinsi Lampung, yaitu SMA Negeri 1 Kota Metro, SMA Negeri 3 Kota Metro, SMA Negeri 4 Kota Metro, SMA Kristen Kota Metro, SMA Negeri 10 Bandar Lampung, dan SMA Negeri 13 Bandar Lampung, observasi dilakukan dengan wawancara terhahap 1 guru dan 20 siswa kelas XI dari setiap sekolah. Hasil ob-servasi menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran 33,33% guru sudah pernah membuat bahan ajar, namun bahan ajar yang banyak dibuat yakni rang-kuman yang dikutip dari beberapa sumber. Sebanyak 66,67% guru belum pernah membuat bahan ajar, mereka menggunakan buku pelajaran yang beredar di pa-saran dan juga dari Dinas Pendidikan yang diberikan ke sekolah yang materinya terkadang tidak sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Bahkan ada juga guru yang menyatakan bahwa bahan ajar yang digunakan memiliki cakupan materi teori tumbukan yang sedikit, sehingga ilmu yang diperoleh oleh siswa terbatas. Sebanyak 66,67% guru sudah mengetahui tentang fenomena submikroskopik dalam representasi kimia, namun tidak diterapkan dalam pembuatan modul.

Berdasarkan responden siswa, sebanyak 83,33% siswa menyatakan bahwa telah memperoleh bahan ajar dari guru pada teori tumbukan. Bahan ajar yang diguna-kan berupa buku paket dan sisanya menyatadiguna-kan bahwa bahan ajar yang digunadiguna-kan berupa rangkuman materi, LKS, serta modul. Sebanyak 61,61% siswa menya-takan bahwa bahan ajar yang digunakan belum menarik serta aspek


(22)

5

Adisendjaja (2007) menyatakan bahwa beberapa bahan ajar dari berbagai penerbit masih banyak mengandung kesalahan dan miskonsepsi serta diperlukan konsep alternatif. Menurut Chittleborough dan Treagust (2007) tidak diterapkannya level submikroskopik dalam pembelajaran merupakan salah satu penyebab siswa sulit meningkatkan kemampuan representasional dan memahami konsep kimia.

Pentingnya penggunaan ketiga level representasi dalam pembuatan modul diper-kuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunardi (2012) bahwa peng-gunaan ketiga level representasi pada pembelajaran dapat meningkatkan pema-haman konsep siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2015) juga membuk-tikan bahwa pembelajaran dengan ketiga level representasi dapat meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah siswa SMA.

Untuk menunjang proses pembelajaran yang memudahkan siswa dalam mema-hami isi materi maka dibutuhkan suatu modul yang menyajikan materi dengan melibatkan ketiga level representasi kimia. Terkait dengan hal tersebut, maka dilakukanlah penelitian yang berjudul Pengembangan Modul Berbasis Representasi Kimia Pada Materi Teori Tumbukan”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana validitas modul berbasis representasi kimia pada materi teori tumbukan dari hasil pengembangan yang dilakukan?


(23)

6

2. Bagaimana kepraktisan modul berbasis representasi kimia pada materi teori tumbukan yang dikembangkan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan validitas dari modul berbasis representasi kimia pada materi teori tumbukan dari hasil pengembangan yang dilakukan.

2. Mendeskripsikan kepraktisan modul berbasis representasi kimia pada materi teori tumbukan yang dikembangkan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini menghasilkan bahan ajar berbasis representasi kimia pada materi teori tumbukan memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat bagi peserta didik

Modul hasil pengembangan dapat digunakan sebagai bahan belajar peserta didik untuk lebih dapat memahami materi teori tumbukan. Selain itu, untuk mempermudah peserta didik dalam mencapai kompetensi dasar pada pembel-ajaran materi teori tumbukan.

2. Manfaat bagi guru

Modul hasil pengembangan dapat digunakan sebagai salah satu media pem-belajaran yang dapat digunakan dalam proses kegiatan belajar mengajar dan juga sebagai sumber referensi mengenai representasi kimia dalam pembel-ajaran kimia, khususnya pada materi teori tumbukan.


(24)

7

3. Manfaat bagi sekolah

Modul hasil pengembangan dapat menjadi informasi dan sumbangan

pemikiran dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan terutama dalam pem-belajaran kimia di sekolah. Selain itu, dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi sekolah dalam pengembangan modul yang lebih baik untuk diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas.

4. Manfaat bagi peneliti

Untuk mengetahui cara bagaimana mengembangkan modul berbasis repre-sentasi kimia. Pengembangan modul berbasis reprerepre-sentasi kimia juga dapat dijadikan bekal bagi peneliti untuk mengetahui karakteristik modul kimia yang baik digunakan dalam proses pembelajaran.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pengembangan adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk mengem-bangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada sebelumnya yang dapat dipertanggungjawabkan (Sukmadinata, 2015). 2. Modul adalah semacam paket program untuk keperluan belajar, dari satu

pa-ket program modul terdiri dari komponen-komponen yang berisi tujuan bel-ajar, bahan belbel-ajar, metode belbel-ajar, alat dan sumber belbel-ajar, dan sistem eval-uasi (Sukiman, 2012). Modul yang dikembangkan berupa modul kimia sederhana.


(25)

8

3. Representasi kimia merupakan pembelajaran kimia yang melibatkan dimensi makroskopik, mikroskopik, dan simbolik dari fenomena kimia (Cheng dan Gilbert, 2009).

4. Modul berbasis representasi kimia adalah suatu modul yang disusun dengan melibatkan dimensi makroskopik, simbolik, dan submikroskopik.

5. Kevalidan modul hasil pengembangan diukur berdasarkan hasil validasi ahli. Suatu produk dinyatakan valid apabila memenuhi validasi isi dan validasi konstruk (Nieveen dalam Sunyono 2013).

6. Kepraktisan diukur berdasarkan tanggapan guru dan siswa terhadap produk yang dikembangkan, , dan hasil penilaian observer terhadap keterlaksanaan modul dalam pembelajaran (Ranti, 2014). Selain itu, Hobri dalam Astuti dan Mulyati (2013) juga menjelaskan bahwa produk hasil pengembangan dinya-takan praktis jika produk mendapatkan respon positif dari siswa yang dilihat dari persentase skor angket.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bahan Ajar

Menurut Arifin dan Kusrianto (2009) definisi bahan ajar adalah:

Jenis bahan yang digunakan dalam aktivitas belajar dan mengajar. Bahan ajar disusun dengan alur dan logika sesuai dengan rencana pembelajaran. Bahan ajar disusun sesuai kebutuhan belajar siswa atau siswa dan maha-siswa. Bahan ajar disusun untuk mencapai tujuan pembelajaran atau kom-petensi tertentu.

Menurut Lestari (2013) bahan ajar adalah buku yang disusun untuk proses pem-belajaran dan berisi bahan-bahan atau materi pempem-belajaran yang akan diajarkan yang bersumber dari hasil-hasil penelitian atau hasil dari sebuah pemikiran tentang sesuatu atau kajian bidang tertentu yang kemudian dirumuskan menjadi bahan pembelajaran. Hal senada juga diungkapkan oleh Prastowo (2013), bahwa bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis sehingga ter-cipta lingkungan atau suasana yang memungkinkansiswauntuk belajar. Definisi lain, bahan ajar merupakan salah satu sarana untuk belajar atau sumber belajar, di dalamnya berisi materi pembelajaran yang harus dikuasai oleh siswa, materi disu-sun sedemikian rupa dan terstruktur (Yamin, 2007).

Berdasarkan definisi bahan ajar diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud bahan ajar adalah satu komponen penting dalam proses pembelajaran, dimana materi dalam bahan ajar bersumber dari hasil-hasil penelitian atau hasil


(27)

10

dari sebuah pemikiran tentang sesuatu atau kajian bidang tertentu yang kemudian dirumuskan menjadi bahan pembelajaran serta dapat menunjang program pembel-ajaran.

Bahan ajar yang didesain secara lengkap, dalam arti ada unsur media dan sumber belajar yang memadai akan mempengaruhi suasana pembelajaran sehingga proses belajar yang terjadi dari diri siswa menjadi optimal. Bahan ajar yang didesain secara bagus dan dilengkapi isi dan ilustrasi yang menarik akan menstimulasi siswa untuk memanfaatkan bahan ajar sebagai sumber belajar (Hernawan dkk, 2010).

Widodo dan Jasmadi (2008) mengemukakan lima kriteria bahan ajar, yaituself instructional, self contained, stand alone, adaptive,danuser friendly.Adapun pen-jelasannya adalah sebagai berikut:

1. Self instructional, yaitu bahan ajar dapat membuat siswa mampu mem-belajarkan diri sendiri dengan bahan ajar yang dikembangkan.

2. Self contained, yaitu seluruh materi pelajaran dari satu unit kompetensi atau subkompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu bahan ajar secara utuh.

3. Stand alone, yaitu bahan ajar yang dikembangkan tidak tergantung pada bahan ajar lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan bahan ajar lain.

4. Adaptive, yaitu bahan ajar hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu an teknologi.

5. User friendly, yaitu setiap konstruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemu-dahan pemakai dalam merespons dan mengakses sesuai dengan

keinginan.

Keberadaan bahan ajar memiliki sejumlah fungsi dalam proses pembelajaran. Menurut panduan pengembangan bahan ajar oleh Tim Penyusun (2007), fungsi bahan ajar dijabarkan sebagai berikut :


(28)

11

1. Pedoman bagi guru yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi yang seharusnya diajarkan kepada siswa.

2. Pedoman bagi siswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran sekaligus substansi kompetensi yang seharusnya dikuasai.

3. Alat evaluasi pencapaian dan penguasaaan hasil pembelajaran yang telah dilakukan.

Secara garis besar, fungsi bahan ajar bagi guru adalah untuk mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran sekaligus merupakan substansi kompe-tensi yang seharusnya diajarkan kepada siswa. Bagi siswa, bahan ajar akan ber-fungsi menjadi pedoman dalam proses pembelajaran dan merupakan substansi kompetensi yang seharusnya dipelajari (Lestari, 2013).

Bahan ajar haruslah mempunyai sudut pandang yang jelas, terutama mengenai prinsip-prinsip yang digunakan, pendekatan yang dianut, metode yang digunakan serta teknik-teknik pengajaran yang digunakan. Bahan ajar sebagai pengisi bahan haruslah menyajikan sumber bahan yang baik. Susunannya teratur, sistematis, bervariasi, dan kaya akan informasi. Di samping itu harus mempunyai daya tarik kuat karena akan mempengaruhi minat siswa terhadap bahan ajar tersebut. Oleh karena itu, bahan ajar itu hendaknya menantang, merangsang, dan menunjang aktivitas dan kreativitas siswa (Sakri, 2008).

Menurut Amri dan Ahmadi (2010), bahan ajar berfungsi agar kegiatan pembel-ajaran menjadi lebih menarik, memberi kesempatan siswa untuk belajar mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap kehadiran guru serta mempermudah siswa dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus dikuasainya.


(29)

12

Degeng (2008) menjelaskan prinsip-prinsip penulisan bahan ajar, yaitu: 1. Prinsip relevansi. Materi pembelajaran hendaknya relevan memiliki

keterkaitan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. 2. Prinsip konsistensi. Materi pembelajaran harus memiliki ketegasan

antara bahan ajar dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai. 3. Prinsip kecukupan. Materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai

dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit dan tidak boleh terlalu banyak.

Achmadi (2008) menjelaskan beberapa tahap dalam proses penyusunan bahan ajar sekolah sebagai berikut:

1. Telaah kurikulum

Secara umum yang ditelaah dari kurikulum adalah landasan filosofi yang dijadikan dasar dalam pengembangan kurikulum. Landasan ini tercermin melalui pendekatan pembelajaran, tujuan pendidikan, isi, prosedur, dan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan, serta sarana penelitian. 2. Penyusunan silabus

Tahap berikutnya adalah penyusunan silabus. Tahap ini berguna dalam membantu perancangan umum sistematika setiap bahan ajar. Adapun komponen yang harus dikembangkan dalam silabus adalah : Standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, pengalaman belajar, alokasi waktu, dan sumber bahan.

3. Pengorganisasian bahan ajar

Organisasi buku ajar tetap mengikuti struktur tata tulis pada umumnya, yakni di awali dengan pendahuluan, isi, dan penutup. Layaknya sebuah buku, buku merupakan suatu kesatuan yang bermakna.

4. Pemilihan materi

Pemilihan materi yang dibahas pada setiap bab buku ajar perlu disesu-aikan dengan ukuran-ukuran standar berikut ini : Pemilihan materi standar sesuai dengan kurikulum, tujuan pendidikan, keilmuaan, dan relavansinya dengan perkembangan ilmu dan teknologi.

5. Penyajian materi

Penyajian mater merupakan panduan terhadap cara menyajikan materi yang terdapat di dalam buku ajar. Unsur-unsur yang terdapat di dalamnya adalah tujuan pembelajaran, pentahapan pembelajaran, menarik minat dan perhatian siswa, kemudahan dipahami, keaktifan siswa, hubungan bahan, norma, soal dan latihan.

6. Penggunaan bahasa dan keterbacaan

Penggunaan bahasa Indonseia yang baik, jelas, dan benar serta bahasa ragam formal/ilmiah dalam penyajian materi adalah keharusan.


(30)

13

Menurut Degeng (2008) bagian pendahuluan dalam bahan ajar sebaiknya mema-sukkan kerangka isi, tujuan, deskripsi, dan relevansi isi bab. Bagian isi terdiri dari judul, uraian atau penjelasan materi, ringkasan dari konsep, latihan soal, dan rang-kuman. Pemberian rangkuman akan dapat membantu peserta didik memahami pokok-pokok isi pembelajaran, baik dalam bentuk susunan atau hubungan antar konsep atau prinsip. Latihan soal dapat memperbaiki kemampuan siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang baru dipelajari (Pribadi, 2010).

Sumber bahan ajar merupakan tempat dimana bahan ajar diperoleh. Berbagai sumber dapat kita gunakan untuk mendapatkan materi pembelajaran dari setiap kompetensi inti dan kompetensi dasar. Menurut Amri dan Ahmadi (2010) ada beberapa sumber yang dapat digunakan untuk menyusun bahan ajar, adapun sumber-sumber tersebut yaitu:

1. Buku teks yang diterbitkan oleh berbagai penerbit.

2. Laporan hasil penelitian yang diterbitkan oleh lembaga penelitian atau oleh para peneliti.

3. Jurnal penerbitan hasil penelitian dan pemikiran ilmiah.

4. Pakar atau ahli bidang studi penting digunakan sebagai sumber bahan ajar yang dapat dimintai konsultasi mengenai kebenaran materi atau bahan ajar, ruang lingkup, kedalaman, urutan, dsb.

5. Profesional yaitu orang-orang yang bekerja pada bidang tertentu. 6. Buku kurikulum penting untuk digunakan sebagai sumber bahan ajar. 7. Penerbitan berkala yang berisikan informasi yang berkenaan dengan

bahan ajar suatu mata pelajaran.

8. Internet yang banyak ditemui segala macam sumber bahan ajar. 9. Berbagai jenis media audiovisual berisikan bahan ajar untuk berbagai

jenis mata pela jaran.

10. Lingkungan (alam, sosial, senibudaya, teknik, industri, ekonomi).

Menurut Amri dan Ahmadi (2010), jenis-jenis bahan ajar adalah sebagai berikut: 1. Bahan ajar pandang (visual) terdiri atas bahan ajar cetak (printed)


(31)

14

leaflet,wallchart, foto/gambar, dan non cetak (non printed), seperti model/maket.

2. Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk radio.

3. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) sepeti video compact disk dan film.

4. Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI (Computer Assisted Instruction), CD (compact disk), multimedia pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials).

B. Modul

Modul adalah semacam paket program untuk keperluan belajar, dari satu paket program modul terdiri dari komponen-komponen yang berisi tujuan belajar, bahan belajar, metode belajar, alat dan sumber belajar, dan sistem evaluasi (Sukiman, 2012). Berdasarkan definisi modul tersebut, dapat dipahami bahwa ciri-ciri modul adalah sebagai berikut:

1. Modul merupakan suatu unit bahan belajar yang dirancang secara khusus sehingga dapat dipelajari oleh peserta didik secara mandiri.

2. Modul merupakan program pembelajaran yang utuh, disusun secara sistematis mengacu pada tujuan pembelajaran atau kompetensi yang jelas atau kompetensi yang jelas dan terukur.

3. Modul memuat tujuan pembelajaran/kompetensi, bahan dan kegiatan untuk mencapai tujuan serta alat evaluasi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran.

4. Modul biasanya digunakan sebagai bahan belajar mandiri pada sistem pendidikan jarak jauh yang dimaksudkan untuk mengatasi kesulitan bagi para peserta didik yang tidak dapat mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional tatap muka di kelas.

Menurut Wijaya dalam Sukiman (2012), sistem pengajaran modul dapat mengatasi kelemahan-kelemahan sistem pembelajaran konvensional, adapun fungsi dari modul adalah sebagai berikut:


(32)

15

2. Adanya peningkatan kreativitas guru dalam mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan dan pelayanan individual yang lebih mantap. 3. Dapat mewujudkan prinsip maju berkelanjutan secara tidak terbatas. 4. Dapat mewujudkan belajar yang lebih berkonsentrasi.

Modul digunakan agar mampu meningkatakan motivasi penggunanya, modul harus mencakup beberapa karakteristik tertentu. Karakteristik untuk pengembang-an modul yaitu:self instructional,self contained,stand alone,adaptive, danuser friendly(Widodo dan Jasmadi, 2008).Sukiman (2012) menjelaskan beberapa syarat untuk memenuhi ketiga karakteristik tersebut, untuk memenuhi karakter self instructionalmodul harus:

1. Merumuskan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang jelas. 2. Mengemas materi pembelajaran ke dalam unit-unit kecil spesifik

sehingga memudahkan peserta didik belajar secara tuntas.

3. Menyediakan contoh dan ilustrasi pendukung kejelasan pemaparan materi pembelajaran.

4. Menyajikan soal-soal latihan, tugas, dan sejenisnya yang memungkinkan peserta didik memberikan respons dan mengukur penguasaannya.

5. Konstektual, aykni materi yang disajikan terkait dengan suasana atau konteks tugas dan lingkungan peserta didik.

6. Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif.

Modul dapat dikatakanself containedjika seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi inti dan kompetensi dasar yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan peserta didik mempelajari materi pembelajaran karena materi dikemas dalam satu kesa-tuan yang utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu kompetensi inti, hal itu harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan kompleksitas kompetensi yang harus dikuasai peserta didik.

Modul yang memiliki karakteristikstand aloneadalah modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama media


(33)

16

lain. Peserta didik dapat mempelajari materi hanya dengan modul tanpa harus menggunakan media lain, jika peserta didik harus menggunakan media lain dan bergantung pada media lain selain modul yang digunakan, maka modul tersebut tidak dikategioorikan sebagai media yang berdiri sendiri.

Modul hendaknya memiliki daya adaptif terhadap perkembangan ilmu dan tek-nologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat membawa perkem-bangan modul tetapup to date.Pemberian konten yang mendukung pembelajaran dalam sebuah modul seperti audio, visual atau audio visual merupakan karakteris-tik adaptif modul.

Karakteristik modul yang terakhir adalahuser friendly.Modul hendaknya meme-nuhi kaidahuser friendlyatau mudah digunakan oleh peserta didik. Setiap instruk-si dan informainstruk-si yang diberikan berinstruk-sifat mempermudah peserta didik. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, dan penggunaan istilah yang umum merupakan salah satu bentuk user friendly (Sukiman, 2012).

Menurut Sukiman (2012) bahwa dalam penulisan modul yang harus menjadi per-hatian utama adalah peserta didik. Dengan demikian, dalam merencanakan modul perlu dipersiapkan hal-hal sebagai berikut:

1. Pembuatan outline modul yang akan disusun dalam rangka memberikan kerangka penulisan modul dan dapat digunakan untuk kedalaman materi modul dalam setiap jenjang diklat.

2. Petunjuk yang harus dilakukan peserta didik dalam mempelajari modul. 3. Materi pelajaran yang lalu sebagai pemantapan terutama yang berkaitan

dengan materi yang akan diberikan.

4. Nasihat bagaimana cara belajar memanfaatkan waktu yang tersedia dengan lebih efektif.

5. Tujuan/ kompetensi dan materi pelajaran yang akan dipelajari peserta didik.


(34)

17

7. Petunjuk pemecahan masalah untuk membantu memahami materi yang disajikan.

8. Motivasi bagi peserta didik agar senantiasa aktif dalam belajar. 9. Contoh, latihan, dan kegiatan yang mendukung materi.

10. Tugas dan umpan balik yang dapat mengukur keberhasilan penguasaan materi.

11. Kesimpulan modul yang akan dipelajari berikutnya (Sukiman, 2012).

Modul memerlukan pengaturan muatan konsep untuk lebih memotivasi peserta didik. Menurut Sukiman (2012), ada beberapa cara untuk mengatur muatan konsep adalah sebagai berikut:

1. Kepadatan informasi. Penulisan modul diawali dari materi yang diketahui peserta didik ke materi yang belumdiketahui peserta didik serta pemberian daftar kata sulit dan penyajian konsep secara konkret disertai contoh.

2. Simulasi tambahan. Penulisan modul sebaiknya dapat memberikan rangsangan dengan menambahkan pertanyaan dan kegiatan yang dapat dianalisis dan dikerjakan oleh peserta didik.

Struktur penulisan suatu modul terdiri atas bagian pembuka (judul, daftar isi, peta informasi, daftar tujuan kompetensi, tes awal), bagian inti (tinjauan umum materi, hubungan dengan materi lain, uraian materi, penugasan, rangkuman), dan bagian akhir (glosarium, tes akhir, indeks) ( Tim Penyusun, 2008).

Pada bagian pembuka, terdapat judul, daftar isi, peta informasi, daftar tujuan awal, dan tes awal. Judul perlu dibuat menarik dan memberi gambaran tentang materi yang dibahas. Pada bagian daftar isi, menyajikan topik topik yang akan dibahas dan ditata sesuai dengan urutan kemunculan materi dalam modul. Dengan demi-kian, siswa dapat dengan mudah mengetahui isi materi secara keseluruhan yang terdapat dalam modul. Peta informasi disajikan topik apa saja yang dipelajari dan kaitan antar topik-topik dalam modul. Pada bagian daftar tujuan kompetensi disa-jikan agar siswa dapat mengetahui sikap, keterampilan dan pengetahuan apa saja


(35)

18

yang dapat diketahui setelah menyelesaikan pembelajaran. Pada bagian tes awal yang bisa berupa pretes perlu disajikan dalam modul untuk mengetahui kemam-puan awal siswa.

Pada bagian inti berisi tinjauan umum materi, hubungan dengan materi lain, urai-an materi, penugasurai-an, durai-an rurai-angkumurai-an. Pendahuluurai-an atau tinjauurai-an umum pada suatu modul berfungsi untuk:

1. Memberikan gambaran umum mengenai isi materi modul.

2. Meyakinkan pembelajar bahwa materi yang akan dipelajari dapat bermanfaat bagi mereka.

3. Meluruskan harapan pembelajar mengenai materi yang akan dipelajari. 4. Mengaitkan materi yang telah dipelajari dengan materi yang akan

dipelajari.

5. Memberikan petunjuk bagaimana memelajari materi yang akan disajikan (Tim Penyusun, 2008).

Uraian materi dalam sebuah modul berupa penjelasan secara terperinci tentang materi pembelajaran yang disampaikan. Apabila materi yang akan dituangkan cukup luas, maka dapat dikembangkan ke dalam beberapa Kegiatan Belajar (KB). Setiap kegiatan belajar, baik susunan dan penempatan naskah, gambar, maupun ilustrasi diatur sedemikian rupa sehingga informasi mudah mengerti. Organisasi-kan antarbab, antarunit dan antarparagraf dengan susunan dan alur yang memu-dahkan pembelajar memahaminya. Organisasi antara judul, sub judul dan uraian yang mudah diikuti oleh siswa. Setiap KB memuat uraian materi, penugasan, dan rangkuman. Adapun sistematikanya misalnya sebagai berikut ( Tim Penyusun, 2008).

Kegiatan Belajar 1:Pengertian, Tujuan, dan Jenis-jenis Rapat a. Tujuan Kompetensi

b. Uraian Materi c. Tes Formatif d. Tugas


(36)

19

e. Rangkuman

Kegiatan Belajar 2 :Perencanaan Rapat yang Efektif a. Tujuan Kompetensi

b. Uraian Materi c. Tes Formatif d. Tugas

e. Rangkuman, dst.

Bagian penugasan diperlukan untuk menegaskan kompetensi apa yang diharapkan setelah mempelajari modul. Jika siswa untuk dapat menghafal sesuatu, dalam penugasan hal ini perlu dinyatakan secara tegas. Jika pebelajar diharapkan meng-hubungkan materi yang dipelajari pada modul dengan pekerjaan sehari-harinya, maka hal ini perlu ditugaskan kepada pembelajar secara eksplisit. Penugasan juga menunjukkan kepada siswa bagian mana dalam modul yang merupakan bagian penting.

Bagian terakhir pada bagian inti adalah rangkuman. Rangkuman merupakan ba-gian dalam modul yang menelaah hal-hal pokok dalam modul yang telah dibahas. Rangkuman ini bertujuan untuk mem-flashbackmateri yang sudah dipelajari dalam modul.

Bagian yang ketiga dalam sebuah modul adalah bagian penutup. Bagian ini berisi Glossaryatau daftar isitilah, tes akhir, dan indeks. Glossaryberisikan definisi-definisi konsep yang dibahas dalam modul. Definisi tersebut dibuat ringkas dengan tujuan untuk mengingat kembali konsep yang telah dipelajari. Tes akhir itu sendiri merupakan latihan yang dapat siswa kerjakan setelah mempelajari suatu bagian dalam modul. Bagian terakhir berupa indeks yang memuat istilah-istilah penting dalam modul serta halaman di mana istilah-istilah tersebut ditemukan.


(37)

20

Indeks perlu diberikan dalam modul supaya siswa mudah menemukan topik yang ingin dipelajari. Indeks perlu mengandung kata kunci yang kemungkinan siswa akan mencarinya.

Sukiman (2012) menjelaskan bahwa struktur modul dalam 1 kegiatan belajar terdiri dari judul kegiatan belajar, kompetensi dasar, indikator, materi pokok, uraian materi, rangkuman, latihan, tes mandiri, kunci jawaban tes mandiri, dan upaya tindak lanjut setelah melakukan pembelajaran menggunakan modul.

Menurut Sukiman (2012), dalam proses pembelajaran yang baik perlu diper-hatikan penggunaan bahasa yang baik dan benar serta mudah dipahami peserta didik. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1. Bahasa yang digunakan dalam bahan ajar harus menggunakan bahasa yang baik dan benar.

2. Setiap paragraf hanya terdiri atas satu ide pokok atau gagasan pikiran. Ide pokok tertuang dalam kalimat utama.

3. Bahan ajar ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami dan komunikatif. 4. Pilih kalimat sederhana.

5. Hindari istilah yang sangat asing dan terlalu teknis. 6. Hindari kalimat pasif dan negatif ganda.

7. Sesekali bisa digunakan kalimat santai dan humoris. 8. Gunakan bantuan ilustrasi untuk informasi yang abstrak. 9. Berikan ungkapan pujian yang memotivasi.

10. Ciptakan kesan modul sebagai bahan belajar yang “hidup”.

Menurut Amri dan Ahmadi (2010) dalam penyusunan bahan ajar cetak, penulis harus memperhatikan susunan tampilan, bahasa yang mudah, menguji kepaha-man, kemudahan dibaca, dan materi intruksional.

Menurut Hernawan dkk (2008), jenis modul dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu:


(38)

21

1. Modul sederhana, yaitu bahan pembelajaran tertulis yang hanya terdiri dari 2-5 halaman, bahan pembelajaran ini dibuat untuk kepentingan pembelajaran selama 1-2 jam pelajaran.

2. Modul kompleks, yaitu bahan pembelajaran yang terdiri dari 40-60 halaman, untuk 20-30 jam pelajaran. Modul kompleks ini dilengkapi bahan audio, kegiatan percobaan, praktikum, praktikum,dsb.

Analisis bahan ajar diperlukan untuk memperoleh bahan ajar yang berkualitas. Menurut Supriadi (2000), penilaian bahan meliputi aspek mutu isi buku, kese-suaian dengan kurikulum, bahasa yang digunakan, penyajian, keterbacaan, gra-fika, dan keamanan buku. Menurut Tim Penyusun (2006), untuk mengevaluasi buku meliputi aspek kesesuaian isi dengan kurikulum, penyajian materi, keter-bacaan, dan grafika. Hal senada juga dijelaskan oleh Suhartanto (2008) bahwa aspek yang dinilai pada bahan ajar meliputi kelayakan isi, kelayakan bahasa, kelayakan penyajian, dan kelayakan kegrafikaan.

1. Aspek kesesuaian isi dengan kurikulum

Materi pelajaran merupakan bahan pelajaran yang disajikan dalam buku pelajaran. Bahan pelajaran yang baik memperhatikan relevansi, adekuasi, dan keakuratan dalam penyajian materinya.Prinsip dasar dalam menentukan materi pembelajaran dalam sebuah modul yaitu :

a. Relevansiartinya kesesuaian. Materi pembelajaran hendaknya relevan dengan pencapaian kompetensi inti dan pencapaian kompetensi dasar. Ji-ka kemampuan yang diharapJi-kan dikuasai peserta didik berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta, bu-kan konsep atau prinsip ataupun jenis materi yang lain.

b. Konsistensiartinya keajegan. Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik ada empat macam, maka materi yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam itu.

c. Adequacyartinya kecukupan. Materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu peserta didik menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit maka kuarang membantu tercapainya kom-petensi inti dan komkom-petensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak maka


(39)

22

akan mengakibatkan keterlambatan dalam pencapaian target kurikulum (pencapaian keseluruhan KI dan KD) ( Tim Penyusun, 2008 ).

2. Aspek penyajian materi

Penyajian materi merupakan cara atau sistem yang ditempuh agar bahan ajar yang disusun menarik perhatian, mudah dipahami, dan dapat membangkitkan semangat siswa. Aspek penyajian materi ini merupakan aspek tersendiri yang harus diper-hatikan dalam bahan pelajaran yang diantaranya berkenaan dengan tujuan pembel-ajaran, latihan, soal, dan materi pengayaan (Mudzakir, 2010).

Menurut Wibowo (2005), bahan ajar yang baik menyajikan bahan secara lengkap, sistematis, sesuai dengan tuntutan pembelajaran yang berpusat pada siswa, dan cara penyajian yang membuat enak dibaca dan dipelajari. Berikut adalah poin khusus dalam penyajian materi :

a. Penyajian konsep disajikan secara runtun mulai dari yang mudah ke sukar, dari yang konkret ke abstrak dan dari yang sederhana ke kom-pleks, dari yang dikenal sampai yang belum dikenal.

b. Terdapat uraian tentang apa yang akan dicapai peserta didik setelah mempelajari bab tersebut dalam upaya membangkitkan motivasi belajar. c. Terdapat contoh-contoh soal yang dapat membantu menguatkan

pema-haman konsep yang ada dalam materi.

d. Soal-soal yang dapat melatih kemampuan memahami dan menerapkan konsep yang berkaitan dengan materi dalam bab sebagai umpan balik disajikan pada setiap akhir bab.

e. Penyampaian pesan antara subbab yang berdekatan mencerminkan keruntutan dan keterkaitan isi.

f. Pesan atau materi yang disajikan dalam satu bab/subbab/alinea harus mencerminkan kesatuan tema.

3. Aspek grafika

Grafika merupakan bagian dari bahan pelajaran yang berkenaan dengan fisik bahan ajar, meliputi ukuran bahan ajar, jenis kertas, cetakan, ukuran huruf, warna,


(40)

23

dan ilustrasi, yang membuat siswa menyenangi bahan ajar yang dikemas dengan baik dan akhirnya juga meminati untuk membacanya (Wibowo,2005).

Tim Penyusun (2006) menguraikan komponen kegrafikan ini menjadi beberapa subkomponen atau indikator berikut :

a. Ukuran/format bahan ajar.

b. Desain bagian kulit atau luar bahan ajar.

c. Desain bagian isi yang berhubungan dengan tipografi tulisan, seperti pemisahan antar paragraf, ukuran tulisan, penempatan unsur tata letak (judul, subjudul, teks, gambar, keterangan gambar, nomor halaman), warna yang digunakan, serta penggunaan variasi huruf (tebal, miring, kapital).

d. Kualitas kertas. e. Kualitas cetakan. f. Dan kualitas jilidan.

4. Aspek keterbacaan

Keterbacaan (readability) merupakan kata turunan yang dibentuk oleh bentuk dasarreadable, artinya dapat dibaca atau terbaca (Widodo, 1993). Menurut McLaughin dalam Suherli dkk (2006) bahwa keterbacaan berkaitan dengan pemahaman karena bacaannya itu memiliki daya tarik tersendiri yang memung-kinkan pembacanya terus tenggelam dalam bacaan. Sakri (2008) juga menyim-pulkan bahwa keterbacaan berkaitan dengan tiga hal, yakni kemudahan, keme-narikan, dan keterpahaman.

a. Kemudahan, membaca berhubungan dengan bentuk tulisan, yaitu tata huruf (tipografi) seperti besar huruf, lebar spasi, serta kejelasan tulisan (bentuk dan ukuran tulisan).

b. Kemenarikan, berhubungan denga minat pembaca, kepadatan ide pada bacaan, dan keindahan gaya tulisan, yang berkaitan dengan aspek penyajian materi.

c. Keterpahaman, berhubungan dengan karakteristik kata dan kalimat, seperti panjang pendeknya dan frekuensi penggunaan kata atau kalimat, bangun kalimat, dan susunan paragraf. Hal ini berhubungan dengan bahasa.


(41)

24

Aspek keterbacaan berkaitan dengan tingkat kemudahan bahasa (kosakata, kalimat, paragraf, dan wacana), bentuk tulisan atau tipografi, lebar spasi, serta aspek-aspek grafika lainnya. Bahan ajar hendaknya mampu menyampaikan materi ajar dalam bahasa yang baik dan benar (Tim Penyusun, 2003).

C. Representasi Kimia

Mc . Kendree dkk. dalam Nakhleh (2002 ) mendefinisikan representasi sebagai struktur yang menggambarkan sesuatu yang lain, yaitu suatu kata untuk suatu objek , suatu kalimat untuk suatu keadaan , suatu diagram untuk suatu pengaturan hal, serta suatu gambar untuk suatu adegan. Kata menyajikan (represents) memi-liki sejumlah makna termasuk: mensimbolikasikan (to symbolize); memanggil kembali pikiran melalui gambaran atau imajinasi (to imagination); memberikan suatu penggambaran (to depict as), sehingga representasi dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang digunakan untuk mewakili hal-hal, benda, keadaan, dan fenomena (peristiwa). Waldrip, dkk (2006) mendefinisikan multipel representasi sebagai praktik merepresentasikan kembali (representing) konsep yang sama melalui berbagai bentuk, yang mencakup model-model representasi deskriptif (verbal, grafik, tabel), eksperimental, matematis, figuratif (piktorial, analogi dan metafora), kinestetik, visual dan/atau mode aksional operasional.

Heuvelen dan Zou dalam Sunyono (2012) membagi representasi ke dalam dua jenis, yaitu representasi internal dan eksternal. Representasi internal didefinisikan sebagai konfigurasi kognitif individu yang diperkirakan berasal dari perilaku yang menggambarkan beberapa aspek dari proses fisik dan pemecahan masalah,


(42)

25

sedangkan representasi eksternal dapat didefinisikan sebagai situasi fisik yang terstruktur yang dapat dilihat sebagai mewujudkan ide-ide fisik. Menurut pan-dangan kontruktifis dalam Meltzer dalam Sunyono (2012), representasi internal ada di dalam kepala siswa dan representasi eksternal disituasikan oleh lingkungan.

Ainsworth dalam Sunyono (2012) membuktikan bahwa banyak representasi dapat memainkan tiga peranan utama. Pertama, mereka dapat saling melengkapi. Kedua, suatu representasi yang lazim tidak dapat menjelaskan tafsiran tentang suatu representasi yang lebih tidak lazim. Ketiga, suatu kombinasi representasi dapat bekerja bersama membantu siswa/pembelajar menyusun suatu pemahaman yang lebih dalam tentang suatu topik yang dipelajari (Gambar 1).

Gambar 1. Taksonomi fungsional dari multipel representasi (Ainsworth dalam Sunyono, 2012)

Johnstone dalam Chittleborough (2004) membagi representasi ilmu kimia ke dalam tiga level representasi yang berbeda yaitu makroskopik, sub mikroskopik dan simbolik. Ketiga level representasi kimia tersebut dapat dihubungkan dalam gambar sebagai berikut :

Function of Multiple Representation Complementary Roles Different Proscesses Different Information Constrain Interpretation Constrain by Familiarity Constrain by Inherent Properties Construct Deeper Understanding


(43)

26

Makroskopik

Simbolik

Submikroskopik

Gambar 2. Representasi Ilmu Kimia (Chittleborough, 2004)

Adapun penjelasan dari ketiga jenis level representasi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Representasi fenomena makroskopik

Representasi fenomena makroskopik yaitu representasi yang diperoleh melalui pengamatan nyata terhadap suatu fenomena yang dapat dilihat dan dipersepsi oleh panca indera atau dapat berupa pengalaman sehari-hari pembelajar dan mendes-kripsikan bahwa fenomena kimia dapat dijelaskan dengan tiga level representasi yang berbeda, yaitu makroskopis, submikroskopis dan simbolik (Johnstone, 1982).

2. Representasi fenomena submikroskopik

Bucat B. dan Mocerino M. (2009) menjelaskan bahwa representasi fenomena submikroskopik merupakan representasi pada tingkat partikel yang mencakup


(44)

27

penggambaran susunan elektron dalam atom, ion, dan molekul. Agar siswa dapat dengan mudah memahami ilmu kimia yang berkaitan dengan reaksi kimia, maka dibutuhkan suatu imajinasi dan visualisasi reaksi kimia sebagai beberapa proses partikel serta contohnya. Untuk itu perlu bagi siswa untuk belajar menggunakan instruktur/buku teks yang menjelaskan materi dengan melibatkan representasi tingkat molekul. Mode representasi pada level ini dapat diekspresikan mulai dari yang sederhana hingga menggunakan teknologi komputer, yaitu menggunakan kata-kata (verbal), diagram, gambar, model dua dimensi atau tiga dimensi, baik yang statis maupun dinamis (berupa animasi).

3. Representasi fenomena simbolik

Johnstone dalam Chittleborough (2004) mendefinisikan bahwa representasi feno-mena simbolik adalah representasi dari suatu kenyataan, dapat berupa simbol, gambar, maupun rumus. Menurut Taber (2009), representasi simbolis bertindak sebagai bahasa dalam ilmu kimia sehingga terdapat aturan-aturan yang harus diikuti, yang terkait dengan prinsip-prinsip dasar konseptual, dan tata bahasa dalam ilu kimia harus dibangun berdasarkan pengetahuan abstrak. Siswa mem-pelajari ilmu kimia dengan mengembangkan kefasihan tata bahasa kimia karena mereka belajar ilmu kimia melalui bahasa. Mengingat bahwa ilmu kimia terdiri atas konsep yang abstrak, maka tidak mengherankan jika siswa sulit memahami ilmu kimia. Bahasa yang direpresentasikan dalam pembelajaran akan memper-mudah siswa dalam mempelajari konsep kimia. Representasi level simbolik tidak hanya berupa bahasa/label untuk kata-kata, namun juga mencakup semua


(45)

abs-28

traksi kualitatif yang digunakan untuk menyajikan setiap item pada level submikroskopis.

Representasi konsep-konsep kimia yang memang merupakan konsep ilmiah, secara inheren melibatkan multimodal, yaitu melibatkan kombinasi lebih dari satu modus representasi. Dengan demikian, keberhasilan pembelajaran kimia meliputi konstruksi asosiasi mental diantara dimensi makroskopis, mikroskopis, dan sim-bolik dari representasi fenomena kimia dengan menggunakan modus representasi yang berbeda (Cheng & Gilbert, 2009).

Johnstone dalam Chittleborough (2004) menganjurkan untuk menggunakan berbagai macam representasi, menggunakan ketiga level secara serempak

sehingga dapat menghasilkan pemahaman yang penting dari apa yang telah diha-silkan. Ketiga dimensi tersebut saling berhubungan dan berkontribusi pada siswa untuk dapat paham dan mengerti materi kimia yang abstrak. Tasker dan Dalton (2006) menyatakan bahwa pembelajaran kimia yang menggunakan level mak-roskopik (laboratorium) dan level simbolik, akan terjadi kesalahpahaman dalam pembelajaran kimia berasal dari ketidakmampuan siswa untuk memvisualisasikan struktur dan proses dalam level submikroskopik (tingkat molekul).

Chittleborough dan Treagust (2007) menyatakan peserta didik tidak dapat meng-gunakan representasi kimia, jika kurang mengapresiasi karakteristik pemodelan. Istilah pemodelan seringkali digunakan secara luas mencakup representasi ide, obyek, kejadian, proses atau sistem. Pemodelan dalam kimia adalah representasi fisik atau komputasional dari komposisi dan struktur suatu molekul atau partikel


(46)

29

(level submikroskopik). Representasi struktur suatu molekul atau model partikel (submikroskopik) tersebut dapat berupa model fisik, animasi atau simulasi.

Berkaitan dengan ketiga representasi kimia, Gilbert dan Treagust (2008) merang-kum dari berbagai hasil penelitian mengenai masalah yang dihadapi peserta didik, yaitu: (1) lemahnya pengalaman peserta didik pada level makroskopik, karena tidak tersedianya pengalaman praktik yang tepat atau tidak terdapatnya kejelasan apa yang harus mereka pelajari melalui kerja lab (praktikum), (2) terjadinya miskonsepsi pada level submikroskopik, karena kebingungan pada sifat-sifat partikel materi dan ketidakmampuan untuk memvisualisasikan entitas dan proses pada level submikroskopik, (3) lemahnya pemahaman terhadap kompleksitas konvensi yang digunakan untuk merepresentasikan level simbolik, dan (4) ketidakmampuan untuk ‘bergerak’ antara ketiga level representasi. Oleh karena itu, perlu didesain kurikulum pendidikan kimia yang dapat memfasilitasi peserta didik agar mereka lebih efektif belajar dalam ketiga level representasi tersebut.

C. Analisis Konsep

Herron dkk.(1977) bahwa belum ada definisi tentang konsep yang diterima atau disepakati oleh para ahli, biasanya konsep disamakan dengan ide. Markle dan Tieman dalam Herron dkk. (1977) mendefinisikan konsep sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Mungkin tidak ada satupun definisi yang dapat mengung-kapkan arti dari konsep. Untuk itu diperlukan suatu analisis konsep yang me-mungkinkan kita dapat mendefinisikan konsep, sekaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan.


(47)

30

Lebih lanjut lagi, Herron dkk.(1977) mengemukakan bahwa analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk membantu guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep. Prosedur ini telah digunakan secara luas oleh Markle dan Tieman serta Klausemer dkk. Analisis konsep dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu menentukan nama atau label konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut variabel, posisi konsep, contoh, dan non contoh. Adapun analisis konsep dapat dilihat pada lampiran.


(48)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalahResearch and Development(R&D). Sukmadinata (2015) menyatakan bahwa penelitian dan pengembangan atau Research and Development(R&D) merupakan metode atau pendekatan pene-litian untuk menghasilkan produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada.

Menurut Borg dan Gall (Sukmadinata, 2015), ada sepuluh langkah dalam pelak-sanaan strategi penelitian dan pengembangan, yaitu (1) penelitian dan pengum-pulan informasi (research and information collecting) yang meliputi pengukuran kebutuhan, studi literatur, penelitian dalam skala kecil, dan pertimbangan dari segi nilai, (2) perencanaan (planning) dengan menyusun rencana penelitian yang meli-puti kemampuan yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian, rumusan tujuan yang hendak dicapai, desain penelitian, dan kemungkinan pengujian dalam lingkup yang terbatas, (3) pengembangan draf produk (develop preliminary form of product) meliputi pengembangan bahan pembelajaran, proses pembelajaran, dan instrumen evaluasi, (4) uji coba terbatas (preliminary field testing),


(49)

32

subjek uji coba (guru) dan selama uji coba diadakan pengamatan, wawancara, dan pengedaran angket, (5) merevisi hasil uji coba (main product revision) dengan memperbaiki atau menyempurnakan hasil uji coba, (6) uji coba lapangan (main field testing) dengan melakukan uji coba secara lebih luas pada 5 sampai 15 seko-lah dengan 30 sampai 100 orang subjek uji coba, (7) penyempurnaan produk hasil uji lapangan (operational product revision) dengan menyempurnakan produk hasil uji lapangan, (8) uji pelaksanaan lapangan (opera tional field testing), pengujian dilakukan melalui pengisian angket, wawancara, dan observasi terhadap 10 sampai 30 sekolah melibatkan 40 sampai 200 subjek, (9) penyempurnaan produk akhir (final product revision), penyempurnaan didasarka masukan dari uji pelak-sanaan lapangan, (10) diseminasi dan implementasi (dissemination and implemen-tation) dengan melaporkan hasilnya dalam pertemuan profesional dan dalam jurnal.

Penelitian ini, hanya dilakukan sampai tahap merevisi hasil uji coba lapangan (main field testing) setelah uji coba terbatas (preliminary field testing) guna mengetahui kelayakan dari modul yang telah dikembangan.

B. Alur Penelitian

Alur penelitian yang dilakukan dalam pengembangan modul berbasis representasi kimia adalah sebagai berikut:


(50)

33

Gambar 3. Alur penelitian - Wawancara guru dan

peng-isian angket peserta didik di 6 SMA yang ada di Bandar Lampung dan Metro menge-nai penggunaan modul berbasis representasi kimia - Analisis bahan ajar yang

digunakan oleh guru dan peserta didik.

- Analisis KI-KD-Indikator - Analisis konsep

- Analisis silabus - Pembuatan RPP

- Mengkaji teori mengenai modul dan penelitian terkait pengembangan modul berbasis representasi kimia.

Studi lapangan Studi literatur

Analisis kebutuhan

Penelitian dan pengumpulan data Pengembangan produk Perencanaan produk Rancangan pengembangan produk

Penyusunan draf kasar modul berbasis representasi kimia

Instrumen validasi Pengembangan produk awal

Draf 1

Draf 2 Tidak

Uji coba terbatas

Revisimodul hasil uji coba

Hasil revisi modul hasil uji coba

Revisi hasil uji coba Uji coba lapangan awal

Ya


(51)

34

C. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Adapun langkah-langkah penelitian berdasarkan alur penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penelitian dan pengumpulan informasi

Studi penelitian dan pengumpulan informasi bertujuan untuk menghimpun data tentang kondisi yang ada sebagai bahan perbandingan atau bahan dasar untuk produk yang dikembangkan. Adapun tahap penelitian dan pengumpulan informasi adalah sebagai berikut:

a. Studi literatur

Studi literatur dilakukan dengan cara analisis terhadap materi teori tumbukan yang meliputi KI-KD, analisis konsep, silabus, dan RPP, serta mengkaji teori mengenai modul dan produk penelitian terkait modul berbasis representasi kimia. Hasil dari kajian akan menjadi acuan untuk mengembangkan modul kimia berbasis repre-sentasi kimia pada materi pokok teori tumbukan.

b. Studi lapangan

Studi lapangan bertujuan untuk mengetahui fakta-fakta di lapangan mengenai penggunaan modul berbasis representasi kimia. Studi lapangan dilakukan di 4 SMA di Metro dan 2 SMA di Bandar Lampung. Sumber data diperoleh dari 1 guru kimia dan 20 siswa kelas XI IPA dari setiap sekolah. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara guru dan pengisisan angket oleh siswa.


(52)

35

2. Perencanaan produk

Tahap perencanaan meliputi rancangan produk yang akan dihasilkan serta proses pengembangannya. Menurut Sukmadinata (2015) bahwa rancangan produk yang akan dikembangkan minimal mencakup a) tujuan dari penggunaan produk, b) siapa pengguna dari produk tersebut, dan c) deskripsi komponen-komponen produk dan penggunaannya. Penyusunan modul berbasis representasi kimia pada materi teori tumbukan ini didasarkan pada hasil studi literatur dan studi lapangan yang dilakukan. Tujuan dari penggunaan modul berbasis representasi kimia pada materi teori tumbukan ini adalah untuk mencapai tujuan dari penggunaan produk yaitu sebagai modul yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran pada materi teori tumbukan serta sebagai referensi bagi guru, sekolah, dan peneliti lain dalam menyusun dan mengembangkan modul. Modul yang dikembangkan terdiri dari bagian awal, bagian isi, dan bagian penutup.

3. Pengembangan produk awal

Pengembangan produk awal terbagi menjadi dua tahap, yaitu penyusunan draf kasar modul dan penyusunan instrumen validasi. Pada tahap pertama yaitu penyu-sunan draf kasar hingga menjadi produk awal berupa modul berbasis representasi kimia pada materi teori tumbukan yang disebut dengan draf 1. Bahan ajar yang dikembangkan terdiri daricoverluar depan,coverdalam, lembar hak cipta, kata pengantar, daftar isi, KI-KD-Indikator, petunjuk penggunaan, isi modul, daftar pustaka, dancoverbelakang.


(53)

36

Tahap kedua yaitu penyusunan instrumen validasi berupa angket validasi kese-suaian dengan KI-KD dan kesekese-suaian isi dengan representasi kimia, konstruk, dan keterbacaan. Penyusunan instrumen uji coba terbatas berupa angket tanggapan guru yang berisi aspek kesesuaian isi, konstruk, dan keterbacaan.

Produk yang telah disusun kemudian divalidasi oleh validator dengan pemberian angket beserta produk awal (draf 1). Validasi produk dilakukan dengan meminta bantuan beberapa pakar atau tenaga ahli yang sudah berpengalaman untuk

menanggapi produk baru yang telah dikembangkan.

Tahap selanjutnya, jika hasil validasi pada draf 1 tidak valid maka akan direvisi dan dilakukan validasi kembali oleh validator. Jika draf 1 valid maka akan dila-kukan revisi kecil, dan dihasilkan produk baru atau disebut sebagai draf 2 yang selanjutnya akan dilakukan uji coba terbatas.

4. Uji coba terbatas

Setelah dihasilkan modul berbasis representasi kimia yang telah divalidasi oleh ahli dan telah direvisi, maka dilakukan uji coba terbatas pada seorang guru kimia dan 20 siswa kelas XI di SMA Negeri 13 Bandar Lampung. Uji coba ini dimak-sudkan untuk mengetahui kelayakan modul. Teknik uji ini menggunakan angket tanggapan guru dan siswa, lembar observasi, dan angket respon siswa.

Pada uji coba terbatas dilakukan penyebaran angket yang dimaksudkan untuk mengetahui penilaian guru dan tanggapan siswa terhadap modul hasil


(54)

37

pengembangan. Tanggapan guru meliputi validitas isi, konstruk, dan keterbacaan sedangkan untuk siswa meliputi aspek keterbacaan dan kemenarikan.

Pada tahap ini juga dilakukan uji keterlaksanaan modul. Tahap ini dilakukan dengan cara melaksanakan proses pembelajaran kepada beberapa siswa. Pada proses pembelajarannya, dilakukan observasi untuk menilai keterlaksanaan terhadap modul hasil pengembangan.

Uji coba keterlaksanaan modul bertujuan untuk mengetahui kemampuan dan kemudahan peserta dalam memahami materi menggunakan modul dam juga untuk mengetahui efisiensi waktu belajar dengan menggunakan modul.

5. Revisi produk setelah uji coba

Tahap akhir yang dilakukan pada penelitian ini adalah revisi dan penyempurnaan modul teori tumbukan berbasis representasi kimia yang dikembangkan. Tahap revisi ini dilakukan dengan pertimbangan hasil validasi oleh validator ahli, tangga-pan guru, dan tanggatangga-pan siswa terhadap modul yang dikembangkan. Tahap

selanjutnya mengkonsultasikan hasil revisi dengan dosen pembimbing.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen merupakan alat bantu untuk mengumpulkan data atau informasi (Arikunto, 2008). Instrumen penelitian digunakan untuk menilai modul yang dikembangkan, yaitu modul teori tumbukan berbasis representasi kimia.


(55)

38

lapangan, instrumen pada validasi ahli, dan instrumen pada studi uji coba terbatas. Adapun penjelasan instrumen-instrumen tersebut adalah:

1. Instrumen pada studi pendahuluan

Instrumen pada studi pendahuluan terdiri dari lembar pedoman wawancara analisis kebutuhan guru dan lembar angket analisis kebutuhan siswa. Penjelasan-nya adalah sebagai berikut:

a. Pedoman wawancara analisis kebutuhan untuk guru

Lembar pedoman wawancara analisis kebutuhan guru disusun untuk mengetahui jenis bahan ajar yang digunakan guru dalam proses pembelajaran, modul materi teori tumbukan yang diharapkan dan dapat memenuhi kebutuhan siswa, dan kendala dalam membuat modul. Wawancara yang dilakukan merupakan wawancara semiterstruktur, adapun pedoman wawancara yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 5.

b. Angket analisis kebutuhan untuk siswa

Lembar angket analisis kebutuhan siswa digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap penggunaan modul pada pembelajaran materi teori tumbukan. Adapun lembar angket analisis kebutuhan siswa dapat dilihat pada Lampiran 7.

2. Instrumen pada validasi ahli

Instrumen yang digunakan pada validasi ahli meliputi instrumen validasi kesesuaian isi, konstruk, keterbacaan. Adapun penjelasannya sebagai berikut:


(56)

39

a. Instrumen validitas isi

Instrumen validitas isi disusun untuk mengetahui kesesuaian isi modul dengan KI dan KD, serta kesesuaian isi materi dengan representasi kimia. Hasil dari validasi kesesuaian isi ini dijadikan sebagai masukan dalam pengembangan atau revisi pa-da modul berbasis representasi kimia papa-da materi teori tumbukan.

b. Instrumen konstruk

Instrumen konstruk digunakan untuk mengetahui kesesuaian validitas tampilan modul. Hasil dari validasi ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam revisi dan pengembangan modul berbasis representasi kimia pada materi teori tumbukan.

c. Instrumen validitas keterbacaan

Instrumen validasi keterbacaan digunakan untuk mengetahui tingkat keterbacaan modul hasil pengembangan dengan representasi kimia. Hasil dari validasi ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam revisi dan pengembangan modul berbasis representasi kimia pada materi teori tumbukan.

3. Instrumen pada uji coba terbatas

Instrumen yang digunakan pada uji coba terbatas terdiri dari instrumen validasi kesesuaian isi, konstruk, dan keterbacaan yang divalidasi oleh dua validator. Hasil revisi instrumen ini digunakan untuk validasi produk dan hasil revisi produk tersebut diujicobakan di pelaksanaan pembelajaran dan pemberian angket pada guru. Angket tanggapan guru tersebut berisi mengenai pertanyaan-pertanyaan untuk menilai aspek kesesuaian isi terhadap KI-KD-Indikator, konstruk, dan


(57)

40

keterbacaan. Hasil uji tersebut digunakan sebagai referensi terhadap pengem-bangan modul berbasis representasi kimia pada materi teori tumbukan. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Angket tanggapan guru

Angket tanggapan guru berisi validitas isi, konstruk, serta validitas keterbacaan terhadap modul yang dikembangkan. Pada segi kesesuaian isi terdiri atas kese-suaian isi dengan KI- KD serta kesekese-suaian isi dengan representasi kimia. Pada segi konstruk terdiri atas kesesuaian tampilan modul hasil pengembangan dengan representasi kimia. Pada segi keterbacaan terdiri atas keterbacaan modul berbasis representasi kimia pada materi teori tumbukan dari segi ukuran dan jenis huruf serta penggunaan bahasa. Angket tanggapan guru yang digunakan diadopsi dari Nasiruddin (2013).

b. Angket tanggapan siswa

Instrumen tanggapan siswa berupa angket yang berisi aspek keterbacaan dan kemenarikan desain modul. Pada segi keterbacaan dilihat dari kesesuaian peng-gunaan ukuran dan jenis huruf, pengpeng-gunaan kalimat dan bahasa yang sesuai, serta tata letak bagian-bagian modul. Pada segi kemenarikan dilihat dari pewarnaan, tata letak, dan perwajahan modul. Instrumen ini dilengkapi dengan kolom untuk menuliskan tanggapan, saran, maupun masukan terhadap perbaikan modul. Angket tanggapan siswa yang digunakan diadopsi dari Nasiruddin (2013).

c. Lembar observasi keterlaksanaaan modul

Instrumen ini berupa lembar observasi yang terdapat pertanyaan-pertanyaan untuk mengetahui tanggapan observer terhadap keterlaksanaan modul hasil


(58)

41

pengembangan dalam proses pembelajaran di kelas. Instrumen ini juga dilengkapi dengan kolom tanggapan/ saran.

d. Angket respon siswa

Instrumen ini berupa angket yang berisi pernyataan-pernyataan untuk mengetahui respon siswa setelah belajar menggunakan modul hasil pengembangan. Pada ins-trumen ini terdapat 2 pilihan jawaban yang berupa jawaban respon positif dan respon negatif dan juga disertai kolom untuk menuliskan alasan dari jawaban yang dipilih.

E. Teknik Analisis Data

1. Teknik analisis data hasil wawancara

Adapun kegiatan dalam teknik analisis data wawancara dilakukan dengan cara: a. Mengklasifikasi data yang bertujuan untuk mengelompokkan jawaban

berdasarkan pertanyaan wawancara.

b. Melakukan tabulasi data berdasarkan klasifikasi yang dibuat, bertujuan untuk memberikan gambaran frekuensi dan kecenderungan dari setiap jawaban ber-dasarkan pertanyaan wawancara dan banyaknya sampel.

c. Menghitung persentase jawaban responden, bertujuan untuk melihat besarnya persentase setiap jawaban dari pertanyaan sehingga data yang diperoleh dapat dianalisis sebagai temuan. Rumus yang digunakan untuk menghitung persen-tase jawaban responden setiap item adalah sebagai berikut:

%

100

%

N

J


(59)

42

Keterangan : %Jin= Persentase pilihan jawaban-i

Ji= Jumlah responden yang menjawab jawaban-i

N = Jumlah seluruh responden

2. Teknik analisis data angket

Angket yang akan diolah pada penelitian ini adalah angket hasil validasi ahli, angket tanggapan guru dan angket tanggapan siswa terhadap modul yang dikembangkan. Adapun kegiatan dalam teknik analisis data angket dilakukan dengan cara :

a. Mengkode atau klasifikasi data, bertujuan untuk mengelompokkan jawaban berdasarkan pertanyaan angket. Dalam pengkodean data ini dibuat buku kode yang merupakan suatu tabel berisi tentang substansi-substansi yang hendak diukur, pertanyaan-pertanyaan yang menjadi alat ukur substansi tersebut serta kode jawaban setiap pertanyaan tersebut dan rumusan jawabannya.

b. Melakukan tabulasi data berdasarkan klasifikasi yang dibuat, bertujuan untuk memberikan gambaran frekuensi dan kecenderungan dari setiap jawaban berdasarkan pertanyaan angket dan banyaknya responden (pengisi angket). c. Memberi skor jawaban responden.

Penskoran jawaban responden dalam uji kesesuaian dan uji kemenarikan berdasarkan skala Likert.

Tabel 1. Penskoran pada angket berdasarkan skalaLikert

No Pilihan Jawaban Skor

1 Sangat Setuju (SS) 5


(60)

43

Tabel 1. (lanjutan)

No Pilihan Jawaban Skor

3 Kurang Setuju (KS) 3

4 Tidak setuju (TS) 2

5 Sangat tidak setuju (STS) 1

d. Mengolah jumlah skor jawaban responden

Pengolahan jumlah skor (

S) jawaban angket adalah sebagai berikut : 1) Skor untuk pernyataan Sangat Setuju (SS)

Skor = 5 x jumlah responden 2) Skor untuk pernyataan Setuju (S)

Skor = 4 x jumlah responden 3) Skor untuk pernyataan Ragu (RG)

Skor = 3 x jumlah responden

4) Skor untuk pernyataan Tidak Setuju (TS) Skor = 2 x jumlah responden

5) Skor untuk pernyataan Sangat Tidak Setuju (STS) Skor = 1 x jumlah responden

e. Menghitung persentase jawaban angket pada setiap item dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

% 100

% 

maks in

S S

X (Sudjana, 2005)

Keterangan : %Xin = Persentase jawaban pernyataan ke-i pada angket

S= Jumlah skor jawaban

maks


(61)

44

f. Menghitung rata-rata persentase angket untuk mengetahui tingkat kesesuaian isi, konstruk, keterbacaan, dan kemenarikan modul berbasis representasi kimia dengan rumus sebagai berikut:

n X Xi

% in

% (Sudjana, 2005)

Keterangan : %Xi = Rata-rata persentase jawaban terhadap pernyataan pada angket

%Xin = Jumlah persentase jawaban terhadap semua

pernyataan pada angket

n

= Jumlah pernyataan pada angket

g. Memvisualisasikan data untuk memberikan informasi berupa data temuan dengan menggunakan analisis data non statistik yaitu analisis yang dilakukan dengan cara membaca tabel-tabel, grafik-grafik atau angka-angka yang tersedia.

h. Menafsirkan persentase jawaban pernyataan secara keseluruhan dengan menggunakan tafsiran berdasarkan Arikunto (2008) pada Tabel 2. Tabel 2. Tafsiran persentase angket.

Persentase Kriteria 80,1%-100% Sangat tinggi

60,1%-80% Tinggi

40,1%-60% Sedang

20,1%-40% Rendah


(62)

45

3. Teknik analisis data lembar observasi pada uji keterlaksanaan modul

Teknik analisis data lembar observasi pada uji keterlaksanaan modul mengguna-kan cara sebagai berikut:

a. Menghitung persentase jumlah skor untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan modul berbasis representasi kimia dengan cara sebagai berikut :

%

=

100 %

(Sudjana, 2005)

Keterangan :%Xin= Persentase jawaban pernyataan ke-i pada angket

S= Jumlah skor jawaban total

Smaks= Skor maksimum yang diharapkan

b. Memvisualisasikan data untuk memberikan informasi berupa data temuan dengan menggunakan analisis data non statistik yaitu analisis yang dilakukan dengan cara membaca tabel-tabel, grafik-grafik atau angka-angka yang tersedia.

c. Menafsirkan persentase jawaban pernyataan secara keseluruhan dengan menggunakan tafsiran berdasarkan Arikunto (2008) pada Tabel 2.

4. Teknik analisis data angket respon siswa setelah menggunakan modul hasil pengembangan dalam proses pembelajaran

Teknik analisis data angket tanggapan siswa setelah menggunakan modul hasil pengembangan dalam proses pembelajaran menggunakan cara sebagai berikut : a. Mengklasifikasi data, bertujuan untuk mengelompokkan jawaban berdasarkan

pernyataan angket.


(63)

46

memberikan gambaran frekuensi dan kecenderungan dari setiap jawaban berdasarkan pernyataan angket dan banyaknya sampel.

c. Menghitung persentase jawaban siswa, bertujuan untuk melihat besarnya persentase setiap jawaban dari pernyataan sehingga data yang diperoleh dapat dianalisis sebagai temuan. Rumus yang digunakan untuk menghitung

persentase jawaban responden setiap item adalah sebagai berikut:

% =Σ 100 % (Sudjana, 2005)

Keterangan: %J in= Persentase pilihan jawaban-i

Σ = Jumlah responden yang menjawab jawaban-i N= Jumlah seluruh responden

d. Menafsirkan persentase jawaban responden. Persentase jawaban responden diinterpretasikan dengan menggunakan tafsiran presentase berdasarkan Arikunto (2008) pada Tabel 2.


(64)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Modul berbasis representasi kimia pada materi teori tumbukan yang dikem-bangkan telah valid dan layak digunakan dalam pembelajaran di sekolah. Hal ini dapat dilihat dari persentase hasil validasi aspek validitas isi, konstruksi, dan keterbacaan dari kedua validator yang berkriteria sangat tinggi.

2. Modul yang dikembangkan dapat dikatakan praktis, hal ini ditunjukkan dengan:

a. tanggapan guru dan tanggapan siswa terhadap modul yang dikembangkan memiliki kriteria sangat tinggi;

b. keterlaksanaan modul dalam pembelajaran yang hasilnya memiliki krite-ria tinggi;

c. tanggapan siswa setelah menggunakan modul yang dikembangkan adalah positif.


(65)

70

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, saran yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Modul berbasis representasi kimia yang dikembangkan telah valid dan praktis, sehingga perlu diterapkan untuk pembelajaran di sekolah.

2. Perlu dilakukan pengembangan modul berbasis representasi kimia pada materi lain.

3. Uji coba lapangan awal hanya dilakukan oleh 1 orang guru kimia dan 20 orang siswa, sehingga perlu adanya penambahan responden guru dan siswa terhadap produk yang dikembangkan agar hasil tanggapan guru lebih baik dan dapat menggambarkan kelayakan dari produk yang dikembangkan.

4. Perlu dilakukan uji kompetensi pada siswa untuk mengetahui hasil yang diper-oleh siswa setelah menggunakan modul berbasis representasi kimia yang dikembangkan.


(1)

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Modul berbasis representasi kimia pada materi teori tumbukan yang dikem-bangkan telah valid dan layak digunakan dalam pembelajaran di sekolah. Hal ini dapat dilihat dari persentase hasil validasi aspek validitas isi, konstruksi, dan keterbacaan dari kedua validator yang berkriteria sangat tinggi.

2. Modul yang dikembangkan dapat dikatakan praktis, hal ini ditunjukkan dengan:

a. tanggapan guru dan tanggapan siswa terhadap modul yang dikembangkan memiliki kriteria sangat tinggi;

b. keterlaksanaan modul dalam pembelajaran yang hasilnya memiliki krite-ria tinggi;

c. tanggapan siswa setelah menggunakan modul yang dikembangkan adalah positif.


(2)

70

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, saran yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Modul berbasis representasi kimia yang dikembangkan telah valid dan praktis, sehingga perlu diterapkan untuk pembelajaran di sekolah.

2. Perlu dilakukan pengembangan modul berbasis representasi kimia pada materi lain.

3. Uji coba lapangan awal hanya dilakukan oleh 1 orang guru kimia dan 20 orang siswa, sehingga perlu adanya penambahan responden guru dan siswa terhadap produk yang dikembangkan agar hasil tanggapan guru lebih baik dan dapat menggambarkan kelayakan dari produk yang dikembangkan.

4. Perlu dilakukan uji kompetensi pada siswa untuk mengetahui hasil yang diper-oleh siswa setelah menggunakan modul berbasis representasi kimia yang dikembangkan.


(3)

Achmadi, S.S. 2008.Tata Saji Buku Ajar. Jakarta: Pelatihan Penulisan Buku Ajar. Adisendjaja, Y.H. 2007. Analisis Buku Ajar Sains berdasarkan Literasi Ilmiah

sebagai Dasar Untuk Memilih Buku Ajar Sains (Biologi).Seminar Pendidikan Nasional di Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA. 25-26 Mei 2007. UPI.

Alfatie,W.G. 2009. Identifikasi Kesulitan Siswa Kelas XII IPA-2 MAN 1 Malang dalam Memahami Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan(Ksp) serta Pemahaman Materi tersebut dalam Kehidupan Sehari-hari. [online] http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/kimia/article/view/2776. Diakses pukul 8.42pm tanggal 5 Januari 2016.

Amri, S. dan Ahmadi, I.K. 2010.Konstruksi Pengembangan Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Arifin, S. dan Kusrianto A. 2009.Sukses Menulis Buku Ajar & Referensi Teknik dan Strategi Menjadikan Tulisan Anda Layak Diterbitkan. Jakarta:

Grasindo.

Arikunto, S. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.

Astuti, W. dan Mulyati S. 2013. Pengembangan LKS Untuk Pembelajaran Yang Menggunakan Model Group Investigation Pada Materi Relasi dan Fungsi. Jurnal. Malang: Universitas Negeri Malang.

Bucat, B. Dan Mocerino, M. 2009. Learning at the Sub-micro Level: Structural Representations. InMultiple Representations in Chemical Education. p. 11-29.

Cheng, M. dan Gilbert, J. K. 2009. Towards a Better Utilization of Diagrams in Research Into the Use of Representative Levels in Chemical Education. In Multiple Representations in Chemical Education. p. 55-73.

Chittleborough, G.D. 2004. The Role of Teaching Models and Chemical Representations in Developing Mental Models of Chemical Phenomena.


(4)

74

Thesis(unpublished). Science and Mathematics Education Centre. Perth: Curtin University of Technology.

Chittleborough, G. D. dan Treagust D.F. 2007. The Modeling Ability of Non-major Chemistry Students and Their Understanding of The Sub-microscopic level.Chemistry Education Research and Practice.8:274-292.

Chiu, M.H. dan Wu H.K. 2009. The Roles of Multimedia in the Teaching and Learning of the Triplet relationship in Chemistry.Multiple Representations in Chemical Education. p. 251-283.

Degeng, I.N.S. 2008.Pedoman Penyusunan Bahan Ajar.Surabaya: Universitas PGRI Adi Buana.

Gilbert, J.K.dan D.Treagust 2008.Multiple Representations in Chemical

Education:Modelsand Modeling in Science Education. Dordrecht: Springer. p. 251-283.

Hernawan, Permasih, A.H., dan Dewi, L. 2008.Pengembangan Modul. Bandung: UPI.

Hernawan, Permasih, A.H., dan Dewi, L. 2010.Pengembangan Bahan Ajar. Bandung: UPI.

Herron, J.D., L.L. Cantu, R. Ward., dan V. Srinivasan. 1977. Problem Associated with Concept Analysis.Science Education. 61. No. 2. p.185-199

Johnstone, A. H. 1982. Macro and Micro Chemistry, School Science Review. 227. No. 64. p. 377-379.

Komara, E. 2014.Belajar dan Pembelajaran Interaktif.Bandung: Refika Aditama.

Lestari, I. 2013.Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Kompetensi.Padang: Akademia Permata.

Marks, J. 1985.Science and The Making of The Modern World. London: Heinemann Educational Books.

Mudzakir, A.S. 2010.Penulisan buku teks yang berkualitas. [Online]. http://file.upi.edu/Direktori. Diakses pukul 9.15pm tanggal 15 Februari 2016.

Nakhleh, M.B. 2008. Learning Chemistry Using Multiple External Represen-tations. Visualization: Theory and Practice in Science Education. Gilbert et al., (eds.), p. 209–231.


(5)

Nasiruddin. 2013. Pengembangan Buku Ajar Berbasis Representasi Kimia Pada Materi Larutan Penyangga.Skripsi. Bandar Lampung: Universitas

Lampung.

Prasetyo, W. 2012. Pengembangan LKS dengan Pendekatan PMR pada Materi Lingkaran di kelas VII SMPN 2 Kepohbaru Bojonegoro. Jurnal Vol. 2 No. 1 Tahun 2014. Surabaya: Unesa.

Prastowo, A. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Tematik.Yogyakarta: DIVA Press.

Pribadi, B.A. 2010.Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat. Ranti, M.G. 2014. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Bilingual

Untuk SMA Kelas X.Jurnal Vol. 9 No 1 Tahun 2014. Banjarmasin: STKIP PGRI.

Sakri, A. 2008.Cara Menulis Buku Ajar. Bandung: ITB.

Sannah, I.N. 2015. Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berbasis Pendekatan Saintifik Dengan ModelDiscovery Learning Pada Materi Teori Atom Bohr. Skripsi.Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Sari, A. 2015. Pembelajaran dengan Multi Representasi untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMA pada Materi Hukum II Newton.Disertasi dan Tesis. Malang: Universitas Muhamadiyah Malang.

Sudjana, N. 2005. Metode Statistika Edisi keenam. PT Tarsito. Bandung. Suhartanto,H. 2008. Standar Penilaian Buku Teks Pelajaran. [online]

http://hsuhartanto.files.wordpress.com/2008/11/instrumenttik.ppt. Diakses pukul 9.15am tanggal 2 Januari 2016.

Sukiman. 2012.Pengembangan Media Pembelajaran.Yogyakarta: PT. Pustaka Insan Madani.

Sukmadinata, N. S. 2015.Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sunardi, G. 2012. Penggunaan Representasi Diagram untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa SMK Tentang Materi Momentum Impuls. Skripsi.Bandung: UPI.

Supriadi, D. 2000.Anatomi Buku Sekolah di Indonesia: Problematik Penilaian, Penyebaran, dan Penggunaan Buku Pelajaran, Buku Bacaan, dan Buku Sumber.Yogyakarta: Adicipta Karya Nusa.


(6)

76

Sunyono.2012.Buku Model Pembelajaran Berbasis Multiple Representasi (Model SiMaYang). Bandar Lampung: Aura Printing Publishing.

Taber, K. S. 2009. Learning at the symbolic level. InMultiple Representations in Chemical Education. p. 75-105.

Tasker, R. dan Dalton, R. 2006. Research Into Practice: Visualization of The Molecular World Using Animations. Chemistry Education Research and Practice. 7, 141-159.

Tim Pengembang FIP-UPI.2009.Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian I. Bandung: PT Imperial Bhakti Utama.

Tim Penyusun. 2003.Standar Penilaian Buku Pelajaran Sains.Jakarta: Depdiknas.

__________. 2006.Standar Isi Mata Pelajaran Kimia SMA/MA.Jakarta: BSNP. __________. 2007.Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Depdiknas. __________. 2008.Penulisan Modul. Jakarta: Direktorat Tenaga

Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional.

Weerawardhana, Anula, Ferry B. & Christine B. 2006. Use of visualization software to support understanding of chemical equilibrium: the importance of appropriate teaching strategies.Proceedings of The 23rd Annual Ascilite Conference. The University of Sydney.

Waldrip, B., Prain, V. & Carolan, J. 2006. Learning junior secondary sience through multi-modal representation.E-Journal of Science Education.11 No. 1. p. 87-107.

Wibowo, M.E.2005. Hati-hati Menggunakan Buku Pelajaran. [online]

http://www.suaramerdeka.com/harian/0508/09/ opi04.htm. Diakses pukul 9.15pm tanggal 2 Januari 2016.

Widodo, C. S. dan Jasmadi. 2008.Panduan Menyusun Bahan Ajar.Jakarta: Elex Media Komputindo.

Yamin, Martinis. 2007.Kiat Membelajarkan Siswa.Jakarta: Gaung Persada Press. Zulkarnain, A. 2015. Pengembangan Modul Elektronik Berbasis Web Pada Pokok

Bahasan Teori Atom Mekanika Kuantum Menggunakan Pendekatan Saintifik.Skripsi.Bandar Lampung: Universitas Lampung.