26
25 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, dengan pertimbangan karena
Terlapor telah mencabut surat larangan pengisian Elpiji di DSP Pulau Layang dan memberikan
kebebasan kepada agen di Pulau Bangka untuk memilih tempat pengisian Elpiji, sehingga unsur
menetapkan syarat-syarat perdagangan tidak terpenuhi.
d. Perkara Nomor: 07KPPU-L2007
Dugaan pelanggaran Pasal 25 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini
dilakukan oleh
Terlapor I Temasek Holdings Pte. Ltd
Terlapor II
Singapore Technologies
Telemedia Pte. Ltd
Terlapor III STT Communications Ltd
Terlapor IV Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd
Terlapor V Asia Mobile Holdings Pte. Ltd
Terlapor VI Indonesia Communications
Limited
Terlapor VII Indonesia Communications Pte. Ltd
27
Terlapor
VIII: Singapore
Telecommunications Ltd
Terlapor IX Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd
Terlapor X PT. Telekomunikasi Selular
Kasus ini berkaitan dengan Telkomsel yang menyalahgunakan posisi dominannya
untuk membatasi pasar dan pengembangan teknologi
sehingga melanggar pasal 25 ayat 1 huruf b UU No 5 Tahun 1999.
Berdasarkan Laporan
Hasil Pemeriksaan
Lanjutan LHPL Tim Pemeriksa pada pokoknya menyatakan telah terjadi hambatan interkoneksi
yang dilakukan oleh Telkomsel sesuai dengan bukti:
Pertama kesaksian Mastel vide Bukti B52, yang
menyatakan bahwa degree of competition industri seluler selama ini kurang
diakibatkan oleh operator incumbent pada kondisi yang dapat mengancam
hubungan interkoneksi pada operator yang menurunkan tingkat tarif. Selain
itu, meskipun sejak tahun 2007, rezim interkoneksi sudah berbasis pada biaya
namun hingga saat ini belum terdapat
28
adanya PKS
antar operator
yang memuat perjanjian tersebut.
Pada praktiknya,
operator pencari
interkoneksi tidak memiliki posisi tawar yang
seimbang dengan
operator incumbent, sehingga masih mengikuti
kehendak incumbent dengan ancaman hubungan interkoneksi diputus BAP
Saksi Mastel tanggal 25 September 2007.
Kedua kesaksian Hutchinson vide Bukti B14
yang menyatakan
bahwa Sempat
terdapat hambatan interkoneksi yang dialami
oleh operator
baru yang
dilakukan Telkomsel
dengan mempersyarakatkan
terpenuhinya traffic sebesar 48 erl, yang sulit
dipenuhi oleh operator-operatror baru. Dalam
salah satu
perjanjian interkoneksi Telkomsel dengan salah
satu operator,
diatur mengenai
Pembebanan Biaya, Penagihan dan Pembayaran.
Lebih lanjut,
dalam ayatnya disebutkan bahwa “Tarif yang
dikenakan kepada Pengguna untuk jasa
29
layanan SMS merupakan kewenangan masing-masing pihak, sehingga para
pihak berhak untuk menetapkan sendiri tarif
yang dikenakan
kepada Penggunanya masing-masing dengan
batasan bahwa tarif yang dikenakan oleh operator X kepada Penggunanya
tidak boleh lebih rendah dari tarif yang dikenakan
oleh Telkomsel
kepada Penggunanya.
Operator X
akan melakukan
penyesuai tarif
yang dikenakan
kepada Penggunanya
selambat-lambatnya 3 tiga bulan, sejak pemberitahuan perubahan tarif yang
disampaikan oleh Telkomsel kepada Operator X sebagai waktu sosialisasi
bila Telkomsel melakukan perubahan tarif
yang dikenakan
kepada Pengguannya.”
Namun, ketentuan
dalam Perjanjian tersebut kemudian dicabut
berdasarkan amandemen
Perjanjian. Bentuk
hambatan lain,
adalah persyaratan untuk pembangunan link
interkoneksi diharuskan menggunakan
30
pihak ketiga
yang ditunjuk
oleh Telkomsel. Hal tersebut menaikan biaya
secara signifikan
bagi pencari
interkoneksi. Kepemilikan
dan pengoperasian
link tersebut
pun menjadi
milik pihak
ketiga dan
telkomsel bukan menjadi milik pencari interkoneksi.BAP
Saksi Hutchinson
tanggal 21 Juni 2007. Ketiga Dokumen perjanjian kerja sama antara
Telkomsel dengan salah satu operator. Selanjutnya dalam pendapat atau pembelaan
Telkomsel pada pokoknya menyatakan tidak pernah menghambat pengembangan teknologi,
Telkomsel merupakan operator telekomunikasi seluler pertama yang mengenalkan:
Bisnis pre-paid di Indonesia yang menggunakan teknologi IN;
Layanan berbasis teknologi GPRS dan EDGE;
Layanan value added services tertentu seperti ring back tone;
Electronic voucher;
31
Layanan-layanan 3G yang menyediakan layanan video call, video streaming.
Pengembangan-pengembangan teknologi
yang digunakan oleh Telkomsel yang kemudian juga
diaplikasikan oleh
kompetitor- kompetitor
Telkomsel lainnya dan yang dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan pasar
telekomunikasi selular. Putusan Majelis Komisi menyatakan bahwa PT.
Pertamina persero tidak terbukti melanggar ketentuan Pasal 25 ayat 1 huruf b Undang-
undang Nomor
5 Tahun
1999. Dengan
pertimbangan bahwa meskipun telah terjadi pembatasan pasar melalui hambatan interkoneksi
namun tidak terjadi pembatasan pengembangan teknologi, sehingga dengan tidak terpenuhinya
unsur pembatasan
pengembangan teknologi
maka Majelis Komisi tidak perlu menilai dampak yang terjadi akibat terjadinya pembatasan pasar
dan pengembangan teknologi tersebut.
3. Tidak Terbukti Melanggar Pasal 25 ayat 1 dan