Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Pasien Berdasarkan Hukum Positif Indonesia(Studi Padaunit Pelayanan Teknis Balai Kesehatan Indera Masyarakat Medan)

(1)

TERHADAP HAK-HAK PASIEN

BERDASARKAN HUKUM POSITIF INDONESIA

(Studi padaUnit Pelayanan Teknis Balai Kesehatan Indera Masyarakat Medan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan

Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh : KARTIKA P.L.M.

110200071

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

2

PERLINDUNGAN HUKUM

TERHADAP HAK-HAK PASIEN

BERDASARKAN HUKUM POSITIF INDONESIA

(Studi padaUnit Pelayanan Teknis Balai Kesehatan Indera Masyarakat Medan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan

Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh :

KARTIKA P.L.M. 110200071

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui Oleh,

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. HASIM PURBA, S.H.,M.Hum. NIP.196603031985081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

NIP.195203301976011001 NIP.195902051986012001

Sunarto Adiwibowo, S.H., M.Hum.RabiatulSyahriah,S.H.,M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

NAMA : KARTIKA.P.L.M

NIM : 110200071

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN

JUDUL SKRIPSI : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK PASIEN BERDASARKAN HUKUM POSITIF INDONESIA(Studi padaUnit Pelayanan Teknis BalaiKesehatan Indera Masyarakat Medan)

Dengan ini menyatakan :

1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut di atas adalah benar tidak merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Maret2015

KARTIKA.P.L.M 110200071


(4)

vii

ABSTRAK

Kartika P.L.M*)

Sunarto Ady Wibowo, SH, M.Hum.**)

Rabiatul Syahriah, SH, M.Hum.***)

Maraknya permasalahan malpraktek menjadikan dasar dari penulisan skripsi ini. Perlunya untuk menelaah bagaimana hubungan yang terjadi antara pihak dokter/tenaga kesehatan dan pasien, penyelesaian sengketa ,pertanggungjawaban pihak dokter/tenaga kesehatan apabila terjadi wanprestasi dan perbuatan melawan hukum, dan bentuk penerapan perlindungan hokum terhadap hak-hak pasien berdasarkan KUHPerdata, KUHP, UU Praktik Kedokteran, UU Kesehatan dan UU Perlindungan Konsumen.

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian yuridis normatif dan penelitian yuridis empiris.Penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti . Sedangkan penelitian yuridis empiris yaitu dengan melakukan penelitian di Unit Pelayanan Teknis Kesehatan Indera Masyarakat Medan yaitu sebuah fasilitas kesehatan yang menanggulangi khusus penyakit indera baik itu mata maupun THT.

Kesimpulan menunjukan bahwa dalam tindakan pelayanan medis pada UPT Kesehatan Indera Masyarakat,terdapat perjanjian terapeutik. Pasien berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sedangkan dokter/tenaga kesehatan berkewajiban untuk memberikan upaya penyembuhan terhadap penyakit si pasien dengan menggunakan standar pengetahuan dan profesi seorang dokter, yang kemungkinan besar tindakan medis tersebut mengakibatkan risiko/efek samping terhadap kondisi si pasien.Apabila terjadi wanprestasi dan perbuatan melawan hukum maka pasien dapat menggugat pertanggungjawaban dari pihak tenaga kesehatanPertanggungjawaban dilakukan oleh dokter/tenaga kesehatan timbul akibat adanya kesalahan dan adanya risiko dari tindakan medis yang dilakukan.Penyelesaian sengketa yang pernah dilakukan oleh pihak UPT Kesehatan Indera Masyarakat Medan adalah melalui jalur non litigasi.dilakukan dengan beberapa tahap yaitu penyelidikan penyebab masalah/sengketa, pemeriksaan kembali terhadap kondisi pasien oleh dokter, dan penyelesaian masalah. Penerapan perlindungan hukum terhadap hak-hak pasien pada UPT Kesehatan Indera Masyarakat Medan sangat diperhatikan, namun pihak UPT Kesehatan Indera Masyarakat tidak terlalu memperhatikan bahwa mengenai hak dan kewajiban maupun bentuk pertanggungjawaban antara dokter/tenaga kesehatan dan pasien diatur juga di dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen .

Kata kunci : Hak-hak Pasien, Perjanjian Terapeutik, Perlindungan Hukum.

*)

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**)

Dosen Pembimbing I

***)

Dosen Pembimbing II


(5)

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala berkat, rahmat dan kasih karuniaNya tidak terhingga yang telah memberikan penulis kekuatan dan inspirasi yang terbaik sehingga mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK PASIEN BERDASARKAN HUKUM POSITIF INDONESIA(Studi padaUnit Pelayanan Teknis BalaiKesehatan Indera Masyarakat Medan)”. Penulisan skripsi ini membahas tentang bentuk perlindungan hukum terhadap hak-hak pasien sebagai konsumen pelayan jasa medis yang ditinjau dari beberapa hukum positif Indonesia. Untuk memperoleh informasi dan data-data dalam penulisan skripsi ini, penulis melakukan penelitian pada Unit Pelayanan Teknis Kesehatan Indera Masyarakat sebagai objek dalam penelitian ini.

Penulisan skripsi ini juga merupakan salah satu syarat bagi setiap mahasiswa untuk melengkapi tugas-tugas dan syarat-syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam perjalanan hidup ini, penulis juga bersyukur atas berkah yang dikaruniakan Tuhan Yang Maha Esa dalam memberikan jalan kehidupan bagi setiap umat manusia, yaitu dari jalan hidup yang berat menuju jalan hidup yang ringan melalui kebenaran dan ilmu pengetahuan bermanfaat yang disinari oleh iman. Penulis menyadari bahwa skripsi ini banyaknya kekurangan, baik itu disebabkan literatur maupun pengetahuan penulis sehingga pembuatan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Dengan lapang hati penulis selalu menerima kritik, saran maupun masukan yang bersifat mendidik dan membangun dari berbagai pihak.


(6)

ii

Selama penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak dukungan, semangat, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Runtung,S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. Budiman Ginting,S.H.,M.Hum.,selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Syafruddin Hasibuan,S.H.,M.H.,DFM.,selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan;

6. Bapak

Perdata BW

7. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum., sebagai Sekretaris Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utarasekaligus merupakan Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu kepada penulis untuk membimbing, memberi nasehat dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini;

8. Bapa

telah memberikan waktu beliau kepada penulis untuk membimbing, memberi nasehat dan motivasi dalam proses pengerjaan skripsi ini;

9. Bapak Alwan, S.H., M.Hum., selaku Dosen Penasehat Akademik penulis;


(7)

menempuh pendidikan perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

11.Teristimewakan kepada orang tuaku tercinta yaitu Papa (P.Manurung,S.H.) ,Mama (M.Simbolon,S.H.),abangku (Rinward Ondolan Pengayoman,S.H.) ,adik-adikku (Chandra David Hasudungan Manurung,Tirta Sari Tiarasi Manurung, Patricia Mora Manurung),dan keluarga besarkuterima kasih atas dorongan motivasi serta cinta dan kasih sayang yang telah diberikandalam keseharian hidup penulis;

12.Kepada pihak UPT Kesehatan Indera Masyarakat Medan yang telah memberikan kesempatan pada penulis melaksanakan riset dengan wawancara untuk penyelesaian skripsi penulis ini;

13.Kepada teman-teman sekalian yaituUnam Group (Kak Meita, Kak Haspeni, Afryna, Grace, Eskhana, Dewek, Emilia, Engelina, Gratia dan Martina),Pom2 Group (Intan, Emma, Citra, Jhon Willy, Putri, Imelda, Octaviana, Novia Utami, Ari Pareme, Rurin, Kristy Emelia, Gabeta dan Dyah) , Rise and Shine

(Kak Haspeni, Dewek dan Grace), Komunitas Peradilan Semu FH USU, Pelayan dan Seksi Acara Natal FH USU 2014, teman-teman kelas Grup A, teman-teman Grup Perdata BW dan seluruh teman-teman stambuk 2011 yang tidak dapat penulis sebut satu per satu, terima kasih atas doa dan juga dukungan semangat dalam perkuliahan selama ini;


(8)

iv

14.Terima kasih kepada para mooters Komunitas Peradilan Semu FH USU, delegasi FH USU NMCC UNNES dan delegasi FH USU NMCC UNDIP yang telah memberikan banyak pembelajaran. Salam mooters!

15.Kepada Kak Mentari H.,S.H, Kak Deni Yanti,S.H., Bang Togi Sirait,S.H. terimakasih atas doa dan dukungan semangat dalam perkuliahan selama ini. 16.Kepada seseorang disana yang selalu mendukung dengan kasih dan

memberikan motivasi kepada penulis selama proses perkuliahan hingga proses penulisan skripsi ini selesai.

17.Dan segenap pihak yang membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas doa dan dukungan semangat yang dibagikan bersama.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan. Bila ada kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Akhir kata penulis memanjatkan doa dan puji kehadiratNya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Medan,Maret 2015

KARTIKA.P.L.M 110200071


(9)

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan... 10

C. Tujuan Penulisan ... 10

D. Manfaat Penulisan ... 11

E. Metode Penelitian... 12

F. Keaslian Penulisan ... 15

G. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN ... 18

A. Pengertian perjanjian ... 18

B. Asas umum dan unsur-unsur dalam suatu perjanjian ... 21

C. Macam-macam perjanjian dan syarat sahnya suatu perjanjian ... 26

D. Pembatalan dan pelaksanaan perjanjian ... 38

E. Wanprestasi dan perbuatan melawan hukum ... 41

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN TERAPEUTIK (TRANSAKSI MEDIS) ... 52

A. Pengertian perjanjian terapeutik ... 52

B. Unsur-unsur perjanjian terapeutik ... 55

C. Syarat sah dan dasar hukum perjanjian terapeutik ... 56

D. Para pihak dalam perjanjian terapeutik ... 63


(10)

vi

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK PASIEN BERDASARKAN HUKUM POSITIF INDONESIA PADA UNIT PELAYANAN TEKNIS BALAI KESEHATAN INDERA

MASYARAKAT MEDAN ... 70

A. Bentuk hubungan hukum antara pasien dan dokter pada Unit Pelayanan Teknis Balai Kesehatan Indera Masyarakat Medan .... 70

B. Pertanggungjawaban apabila terjadi wanprestasi dan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian pada pasien ... 80

C. Penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh oleh para pihak ... 83

D. Perlindungan hukum terhadap hak-hak pasien sebagai konsumen pelayanan medis berdasarkan hukum positif Indonesia pada Unit Pelayanan Teknis Balai Kesehatan Indera Masyarakat Medan .... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 103

A. Kesimpulan ... 103

B. Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 106 LAMPIRAN

A. Hasil Wawancara

B. Bentuk Catatan Rekam Medis UPT Kesehatan Indera MasyarakatMedan.

C. Surat Informed Consent UPT Kesehatan Indera Masyarakat Medan


(11)

A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara hukum.Hukum merupakan keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama; keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.Wirjono Projodikoro menyebutkan bahwa hukum adalah rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota masyarakat,sedangkan satu-satunya tujuan hukum ialah mewujudkan keelamatan,bahagia dan tata tertib dalam masyarakat itu.1Dapat dikatakan bahwa pada dasarnya hukum memegang peranan penting dalam berbagai segi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.Hukum tidak dapat lepas dari kehidupan manusia.Hal itu juga didasari adanya kepentingan masyarakat yang mempengaruhinya.Kita sebagai manusia selalu dikelilingi oleh bahaya yang mengancam kepentingan kita tersebut. Kepentingan dari perorangan dan kepentingan golongan-golongan manusia selalu akan bertentangan satu sama lain. Hal ini akan diakhiri dengan timbulnya suatu pertikaian.2

1

Wirjono Projodikoro,Perbuatan Melanggar Hukum Perdata dari Sudut Hukum Perdata,

Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm.3.

2

L.J.Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, PT.Pradnya Paramita, Jakarta,2009, hlm.11.

Dalam hal inilah hukum sangat diperlukan untuk mengatur serta menimbang kepentingan-kepentingan tersebut demi mewujudkan suatu perdamaian dalam masyarakat bernegara.


(12)

2

Masyarakat awam cenderung memandang bahwa bila berbicara mengenai hukum hanya mengarah pada peraturan perundang-undangan yang berujung pada pencapaian suatu keadilan dalam hubungan masyarakat.Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum.

Tujuan hukum bukan hanya keadilan, tetapi juga kepastian hukum dan kemanfaatan hukum.Idealnya, hukum memang harus mengakomodasikan ketiganya.Ketiga tujuan hukum ini sangat berkesinambungan satu dengan yang lainnya. Adil atau keadilan adalah menyangkut hubungan manusia dengan manusia lain yaitu bersentuhan dengan hak dan kewajiban.Bagaimana pihak-pihak yang saling berhubungan mempertimbangkan haknya yang kemudian dihadapkan dengan kewajibannya. Dalam hal inilah keadilan itu berfungsi.Kemanfaatan hukum perlu diperhatikan karena semua orang mengharapkan adanya manfaat dalam pelaksanaan penegakan hukum.Jangan sampai penegakan hukum justru menimbulkan keresahan.Adanya kepastian hukum merupakan harapan bagi pencari keadilan terhadap tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum yang terkadang selalu arogansi dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum. Karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan tahu kejelasan akan hak dan kewajiban menurut hukum.Jadi pada intinya ketiga unsur tujuan hukum tersebut diatas haruslah mendapat perhatian secara proporsional yang seimbang.

Berbicara mengenai hukum maka juga bersinggungan dengan sistem hukum yang merupakan suatu susunan dari aturan-aturan hidup yang keseluruhannya terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain. Menurut


(13)

Friedman, sistem hukum adalah suatu sistem yang meliputi substansi, hukum, dan budaya hukum. Dalam hal ini ada 2 sistem hukum yang lebih menonjol di mata hukum diseluruh dunia, yaitu sistem hukum Eropa Kontinental dan sistem hukum Anglo Saxon.Sistem hukum Eropa Kontinental, sistem hukum ini berkembang di Eropa daratan seperti Belanda, Prancis dan termasuk Indonesia.Sistem hukum ini disebut juga dengan Civil Law.Sistem hukum ini mengutamakan hukum yang memperoleh kekuatan hukum yang meningkat karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematis didalam kodifikasi (pembukuan).Sedangkan sistem hukum Anglo Saxon merupakan sistem hukum yang berkembang di Inggris, kemudian meluas ke Amerika Serikat, Kanada, dan Australia.Sistem hukum ini disebut juga dengan

Common Law.Sumber sistem hukum terdiri dari yurisprudensi, kebiasaan-kebiasaan, peraturan administrasi negara.Fungsi hukum pada sistem hukum ini, tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja, melainkan perannya sangat besar, yaitu membentuk seluruh tata kehidupan masyarakat.

Perkembangan hukum tidak dapat dilepaskan dari sistem hukum yang dianut oleh suatu negara atau masyarakat.Dalam hubungan perkembangan hukum tersebut juga tidak terlepas dari perkembangan ilmu-ilmu lain seperti kesehatan (kedokteran) .Maka dengan sendirinya hukum kesehatan berkembang seiring dengan perkembangan manusia. Hukum kesehatan (public health law) lebih banyak mengatur hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan atau hukum kesehatan dapat dibatasi pada hukum yang mengatur antara pelayanan kesehatan dokter, rumah sakit, puskemas dan tenaga-tenaga kesehatan lain dengan pasien.


(14)

4

Dalam kondisi sehat, orang dapat berpikir dan melakukan segala aktivitasnya secara optimal dan menghasilkan produk-produk yang bermanfaat bagi kehidupannya. Bila kesehatan seseorang terganggu, maka mereka akan melakukan berbagai cara untuk dapat mengembalikan kesehatannya seperti semula. Salah satunya adalah dengan cara berobat pada sarana-sarana pelayanan kesehatan yang tersedia. Upaya penyembuhan tersebut perlu didukung dengan sarana pelayanan kesehatan yang baik dan harus didasari dengan suatu sistem pelayanan medis yang baik pula dari sarana pelayanan kesehatan tersebut.

Mengingat bahwa kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap orang, maka sangat diperlukan suatu hukum yang mengatur segala tindakan medis yang terjalin dalam hubungan antara pihak tenaga medis dengan para pasien.Hubungan antara pihak tenaga medis dan para pasien adalah mencakup adanya hak dan kewajiban antara pasien dan tenaga medis dalam melakukan suatu tindakan medis.Hak dan kewajiban tersebut seyogyanya dilaksanakan seadil-adilnya sesuai dengan undang-undang berlaku yang mengaturnya.

Perkembangan teknologi yang semakin pesat sejalan pula dengan semakin berkembangnya instrumen-instrumen serta pengetahuan yang digunakan dalam melakukan tindakan medis.Perkembangan ini seiring dengan semakin banyaknya pula kasus-kasus yang bermunculan di tengah masyarakat tentang kelalaian dan kesalahan dalam melakukan suatu tindakan pelayanan medis.Kelalaian dalam melakukan tindakan medis itu sering disebut dengan tindakan malpraktek.Sudah tidak asing lagi di telinga kita dengan istilah malpraktek dalam dunia kesehatan.Berdasarkan pengertiannya bahwa malpraktek adalah tindakan profesional yang tidak benar atau kegagalan untuk menerapkan keterampilan


(15)

profesional yang tepat oleh profesional kesehatan seperti dokter, ahli terapi fisik, atau rumah sakit.Malpraktik mengharuskan pasien membuktikan adanya cedera dan bahwa hal itu adalah hasil dari kelalaian oleh profesional kesehatan.3Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angeles, California, 1956 memberikan defenisi malpraktek dengan suatu kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama.4

Adapun salah satu langkah hukum yang dapat diambil oleh para pasien korban malpraktek adalah dengan melayangkan gugatan kepada lembaga peradilan yang berwenang akan hal tersebut. Gugatan ini pada intinya menuntut

Banyaknya kasus-kasus tentang malpraktek yang pada akhirnya berujung pada kerugian yang dirasakan oleh salah satu pihak, dalam hal ini pasienlah merupakan pihak yang rentan mengalami kerugian dalam dunia pelayanan kesehatan.Seiring dengan keadaan tersebut, setiap masyarakat seharusnya dituntut untuk lebih peka terhadap aturan yang mengatur tentang hubungan antara tindakan tenaga pelayanan medis dan pasien. Hal itu dihimbau agar terkhususnya para pasien mengerti akan peran dan tindakan yang akan dilakukan apabila terjadi malpraktek yang mengakibatkan kerugian pada dirinya. Semakin sadar masyarakat akan aturan hukum, semakin mengetahui mereka akan hak dan kewajibannya dan semakin luas pula suara-suara yang menuntut agar hukum memainkan peranannya di bidang kesehatan.

3

http://kamuskesehatan.com/arti/malpraktik, diakses tanggal 20 September 2014,pukul 20.00WIB

4

Agung Rakhmawan,http://agungrakhmawan.wordpress.com/2009/06/20/malpraktekdala mpelayanan-kesehatan/,Malprak- tek Dalam Pelayanan Kesehatan, diakses pada tanggal 11 Agustus 2010.


(16)

6

pertanggungjawaban dari pihak tenaga pelayan medis.Sudah seharusnya pula pihak tenaga pelayan medis memberikan pertanggungjawaban yang sepantasnya sesuai dengan aturan dan undang-undang yang mengaturnya.Gugatan dari pihak pasien untuk meminta pertanggungjawaban dari dokter maupun pihak rumah sakit didasarkan pada Pasal 1239 KUHPerdata yaitu “...apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga....”5 dan pada Pasal 1365 KUHPerdata yaitu “ Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”6

Dalam praktiknya istilah kontrak dan perjanjian terkadang membuat pandangan yang begitu rancu mengenai pemaknaan kedua istilah

Hubungan antara pasien dengan pihak tenaga pelayanan medis pada dasarnya mengacu pada adanya hubungan perjanjian antara kedua belah pihak yang bersepakat sebelum dilakukan atau diambilnya suatu tindakan medis. Menurut Pasal 45 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, perikatan yang terjadi di antara tenaga kesehatan dengan pasien merupakan suatu bentuk persetujuan dari pasien sebelum tenaga kesehatan melakukan tindakan medis kepada pasien. Tindakan medis tersebut yang mengandung risiko yang tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan. Adanya suatu perikatan, diharapkan pasien atau keluarga pasien pun dapat lebih mengerti pada risiko yang akan terjadi.

5

R. Subekti & R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ,Pradnya Paramita,2004, hlm .324

6

Ibid, hlm .346


(17)

tersebut.Sehingga di kalangan para ahli memberikan pendapat yang berbeda-beda mengenai kedua istilah tersebut.Subekti mempunyai pendapat yang berbeda mengenai pengertian kedua istilah ini.Menurut Subekti istilah kontrak mempunyai pengertian yang lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis.7 Sedangkan sarjana lain seperti Pothier tidak memberikan pembedaan antara kontrak dengan perjanjian, namum membedakan pengertian

contract dan convention (pacte). Disebut convention (pacte) yaitu perjanjian dimana dua orang atau lebih menciptakan,menghapuskan (opheffen), atau mengubah (weijzegen) perikatan. Sedangkan contract adalah perjanjian yang mengharapkan terlaksanakannya perikatan.8

1. Tidak jelas karena perbuatan ada dua macam yaitu perbuatan biasa dn perbuatan hukum.

Dalam Kitab UU Hukum Perdata

(Burgerlijk Wetboek) pada Pasal 1313 merumuskan mengenai pengertian dari kontrak atau perjanjian adalah “ Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.“Dari defenisi Pasal 1313 KUH Perdata ini apabila diperhatikan banyak mempunyai kelemahan dan kurang jelas. Kelemahan defenisi perjanjian pada Pasal 1313 KUH Perdata ini adalah:

2. Subjek hukum tidak hanya orang, melainkan juga badan hukum. 3. Perjanjian tidak hanya sepihak melainkan juga ada perjanjian timbal

balik.9

7

R.Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta, Intermasa, 1996, hlm.1.

8

Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Perikatan, Surabaya, Bina Ilmu, 1978, hlm.84.

9

Sunarto Ady Wibowo, Hukum Kontrak Terapeutik di Indonesia, Pustaka Bangsa Press,Medan, 2009, hlm.17.


(18)

8

Dilandaskan pada pemahaman perjanjian atau kontrak yang telah dirumuskan dalam Pasal 1313 BW, maka pada dasarnya penulis akan menggunakan kedua istilah tersebut dalam penulisan skripsi ini. Hal ini bukan mengartikan bahwa penulis tidak konsisten dengan penggunaan kedua istilah tersebut, tetapi semata-mata untuk memudahkan dalam pemahaman terhadap rangkaian kalimat yang disusun.

Adapun yang menjadi alasan mengapa hubungan tenaga medis dan pasien mengacu pada titik adanya suatu perjanjian yang terjalin antara keduabelah pihak karena adanya kesanggupan dari dokter untuk mengupayakan kesehatan dan kesembuhan pasien.Pasien berinisiatif sendiri untuk mendatangi pihak tenaga medis untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudian pihak medis mengambil langkah atau tindakan medis yang sesuai dengan kebutuhan si pasien berdasarkan perjanjian tertulis yang disepakati oleh keduabelah pihak. Hubungan hukum ini bersumber pada kepercayaan pasien terhadap dokter, sehingga pasien bersedia memberikan persetujuan tindakan medis (Informed Consent), yaitu suatu persetujuan pasien untuk menerima upaya medis yang akan dilakukan terhadapnya. Hubungan hukum dokter atau dokter gigi dan pasien yang terjadi karena undang-undang memberikan kewajiban kepada dokter atau doktergigi untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Artinya untuk terjadinya hubungan hukum ini tidak diperlukan prakarsa bahkan partisipasi pasien. Hubungan-hubungan hukum seperti ini terjadi misalnya pada keadaan emergensi yang tidak memungkinkan meminta persetujuan pasien untuk terjadi pelayanan


(19)

kesehatan, padahal undang-undang memerintahkan kepada dokter atau dokter gigi memberikan pertolongan.10

Secara umum perlindungan hukum diberikan kepada subjek hukum ketika subjek hukum yang bersangkutan bersinggungan dengan peristiwa hukum. Perlunya perlindungan hukum terhadap hak-hak pasien apabila terjadi suatu kelalaian dalam tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga medis serta banyaknya kasus-kasus tentang malpraktek medis, menjadi suatu alasan utama untuk membuat tulisan yang membahas tentang perlindungan hukum terhadap hak-hak pasien yang lebih terfokus tidak hanya kepada pandangan hukum perdata saja namun juga bagaimana UU Perlindungan Konsumen, UU tentang Kesehatan dan UU tentang Kedokteran dan hukum pidana menelusuri tentang perlindungan hak-hak pasien yang dimaksud tersebut.

Hubungan hukum mengenai pelayanan kesehatan tidak juga hanya berporos pada hubungan antara tenaga medis dan pasien saja. Namun pada dasarnya, rumah sakit,puskesmas,unit pelayanan teknis kesehatan lainnya juga sangat berpengaruh terhadap hubungannya dengan tindakan medis yang dilakukan tenaga medis terhadap pasien. Pihak lembaga pelayanan kesehatan tersebut harus juga memperhatikan seiring tindakan tenaga medis yang sebagaimana diatur dalam etika profesi seorang tenaga medis baik itu dokter umum maupun dokter spesialis.Pihak rumah sakit, puskesmas, unit pelayanan teknis kesahatan lainnya diharapkan juga mampu memahami konsumennya secara keseluruhan serta mampu menerapkan perlindungan terhadap hak-hak pasien sebagai konsumen jasa medis.

10

Syahrul Machmud, Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter yang Diduga Melakukan Medikal Malpraktek, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm. 49.


(20)

10

B. Permasalahan

Permasalahan perlindungan hukum terhadap hak-hak pasien berdasarkan hukum positif indonesia meliputi hal-hal berikut :

1. Bagaimana bentuk hubungan hukum antara pasien dan dokter pada Unit Pelayanan Teknis Balai Kesehatan Indera Masyarakat Medan? 2. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban pihak UPT Kesehatan Indera

Masyarakat Medan jika terjadi suatu wanprestasi dan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian terhadap pihak pasien?

3. Bagaimana proses penyelesaian sengketa antara pasien dan dokter? 4. Bagaimana perlindungan hukum terhadap hak-hak pasien sebagai

konsumen pelayanan medis pada Unit Pelayanan Teknis Balai Kesehatan Indera Masyarakat Medan?

C. Tujuan Penulisan

Prof. Soerjono Soekanto dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Penelitian Hukum” menyebutkan bahwa langkah-langkah selanjutnya setelah merumuskan masalah adalah merumuskan tujuan penelitian.Tujuan penelitian dirumuskan secara deklaratif dan merupakan pernyataan-pernyataan tentang apa yang hendak dicapai dengan penelitian tersebut.11

1. Untuk mengetahui bentuk hubungan antara pihak dokter dan pasien dalam bidang pelayanan medis.

Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

11Soerjono Soekanto, Op.cit, hlm.118.


(21)

2. Memberikan pengetahuan hukum mengenai bentuk pertanggungjawaban tenaga kesehatan terhadap kerugian yang diderita oleh pasien akibat wanprestasi dan perbuatan melawan hukum.

3. Memperkaya pengetahuan mengenai proses penyelesaian sengketa antara pasien dan dokter

4. Untuk mengetahui substansi materi dan konsep aturan yuridis tentang bentuk perlindungan hukum terhadap hak-hak pasien dalam bidang pelayanan medis.

D. Manfaat Penulisan

Salah satu faktor pemilihan masalah dalam penelitian ini bahwa penelitian ini dapat bermanfaat karena nilai dari sebuah penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari adanya penelitian tersebut. Berikut manfaat yang diharapkan dari rencana penulisan ini antara lain :

1. Manfaat Teoretis

Adapun yang menjadi manfaat teoretis dari rencana penulisan ini sebagai berikut :

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya.

b. Guna memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan tentang perlindungan hukum terhadap hak-hak pasien sebagai konsumen jasa pelayanan medis.


(22)

12

c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian- penilitian sejenis untuk tahap berikutnya.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yaitu manfaat dari penulisan hukum ini yang berkaitan dengan pemecahan masalah. Manfaat praktis dari rencana penulisan ini sebagai berikut :

1. Menjadi wahana bagi peneliti untuk mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir sekaligus untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberi masukan kepada semua pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait dengan permasalahan yang diteliti dan dapat dipakai sebagai sarana yang efektif dan memadai dalam upaya mempelajari dan memahami ilmu hukum, khususnya Hukum Perdata dalam hal perlindungan pasien.

E. Metode Penelitian

Menurut Soerjono Soekanto, penelitian dimulai ketika sseorang berusaha untuk memecahkan masalah yang dihadapi secara sistematis dengan metode dan teknik tertentu yang bersifat ilmiah, artinya bahwa metode atau teknik yang digunakan tersebut bertujuan untuk satu atau beberapa gejala dengan jalan menganalisanya dan dengan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta tersebut


(23)

untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas masalah-masalah yang ditimbulkan faktor tersebut.12

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian yuridis normatif dan penelitian yuridis empiris. Pada penelitian yuridis normatif yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder, yang mungkin mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Pada penelitian yuridis empiris, maka yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder yang kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan, atau terhadap masyarakat.13

2. Lokasi Penelitian

Penelitian yuridis normatif yaitu dengan melakukan analisis terhadap permasalahan dengan pendekatan asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.Penelitian yuridis empiris yaitu dengan melakukan penelitian secaralangsung pada Unit Pelayanan Teknis Balai Kesehatan Indera Masyarakat Medan.

Penelitian dilakukan di Unit Pelayanan Teknis Balai Kesehatan Indera Masyarakat Medan sebagai sebagai salah satu instansi dibawah naungan dinas kesehatan yaitu sebuah unit pelayanan kesehatan khusus untuk bagian indera.Oleh karena itu, peneliti memilih lokasi Unit Pelayanan Teknis Balai Kesehatan Indera Masyarakat Medan untuk dijadikan lokasi penelitian.

3. Sumber Data

Dalam penyusunan skripsi ini, data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka.

12

Khudzaifah Dimyati & Kelik Wriono, Metode Penelitian Hukum ,Surakarta: Universitas Muhammadiyah, 2004, hlm.1.

13


(24)

14

a. Data primer

Metode pengumpulan data primer yaitu data yang berasal dari sumber asli atau pertama. Sumber data yang berupa keterangan-keterangan yang berasal dari pihak-pihak atau instansi-instansi yang terkait dengan objek yang diteliti secara langsung yaitu melalui wawancara dengan responden pada UPT Kesehatan Indera Masyarakat Medan.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti melalui penelusuran bahan-bahan kepustakaan secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan. Data sekunder mencakup:

1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, mulai dari KUHPerdata, KUHP, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,dan UU Praktik Kedokteran.

2) Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer dengan menganalisa serta memahami bahan hukum primer.

3) Bahan hukum tertier, yaitu yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus ensiklopedia.


(25)

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Library Research (Studi Kepustakaan), yaitu mempelajari dan menganalisis secara sistematika peraturan perundang-undangan, buku-buku, maupun sumber lainnya yang memiliki hubungan dengan isi skripsi ini.

b. Field Research (Studi Lapangan), yaitu penelitian yang dilaksanakan langsung ke lapangan melalui wawancarakepada pihak UPT Kesehatan Indera Masyarakat Medan.

4. Analisa data

Analisis data dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan data kualitatif, yaitu suatu analisis data yang secara jelas serta diuraikan ke dalam bentuk kalimat sehingga dapat diperoleh gambaran dan maksud yang jelas yang berhubungan dengan skripsi ini.Data dalam skripsi ini merupakan hasil wawancara dari pihak UPT Kesehatan Indera Masyarakat Medan.

F. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Pasien Sebagai Konsumen Berdasarkan Hukum Positif Indonesia”.Hal ini telah disetujui oleh Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan telah melalui tahap pengujian kepustakaan. Berdasarkan penelusuran kepustakaan oleh pihak Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atau Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara maka judul skripsi ,tesis yang telah ada di Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum USU atau Pusat Dokumentasi dan Informasi FH USU adalah :


(26)

16

Nama : Wanelfi Simangunsong Nim : 080200225

Judul : Perlindungan hukum terhadap pasien sebagai konsumen jasa di bidang pelayanan medis

Nama : Rizky Wirdatul Husna Nim : 080200222

Judul : Perlundungan hukum pasien pengguna Jamkesmas dalam pelaksanaan kesehatan di RSUP H.Adam Malik Medan. Penelitian ini dilakukan dengan mempelajari dan mengkaji buku-buku, peraturan perundang-undangan dan literatur-literatur yang sesuai dengan kajian permasalahan dalam penulisan skripsi ini, sehingga hasil kajian dalam skripsi ini dapat dikatakan aktual dan asli serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi,penulisan hukum ini akan dibagi menjadi lima bab, yaitu :

I. PENDAHULUAN

Dalam bab ini dikemukakan tentang latar belakang masalah, permasalahan,tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan dan sistematika penulisan.

II. TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

Adapun yang mendasari penulisan ini adalah mengenai penjelasan tentang pengertian perjanjian, asas dan unsur-unsur perjanjian, macam-macam perjanjian, pelaksanaan perjanjian, wanprestasi serta perbuatan melawan hukum.


(27)

II.TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN TERAPEUTIK (TRANSAKSI MEDIS)

Bab ketiga ini menguraikan secara detail mengenai pengertian unsur-unsur, syarat sah,dasar hukum,para pihak dalam perjanjian terapeutik serta menguraikan tentang persetujuan tindakan medis yang sering disebut dengan istilah Informed consent.

IV.PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK PASIEN BERDASARKAN HUKUM POSITIF INDONESIA PADA UNIT PELAYANAN TEKNIS BALAI KESEHATAN INDERA MEDAN

Bab ini merupakan suatu hasil dari penelitian yang dilakukan serta membahas mengenai bagaimana bentuk hubungan antara pasien dan dokter pada UPT Balai Kesehatan Indera Medan, pertanggungjawaban apabila wanprestasi dan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian pada pasien, penyelesaian sengketa serta bentuk perlindungan hukum terhadap pasien sebagai konsumen pelayanan medis.


(28)

18 BAB II.

TINAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

A. Pengertian Perjanjian

Kita sebagai manusia yang hidup bermasyarakat pastilah pernah melakukan suatu tindakan mengikat janji.Perjanjian adalah kesepakatan antara dua orang atau dua pihak, mengenai hal-hal pokok yang menjadi objek dari perjanjian. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kesepakatan itu timbul karena adanya kepentingan dari masing-masing pihak yang saling membutuhkan. Sebagai manusia kita tidak dapat menghindari atau lari dari kenyataan bahwa manusia dalam hidup bermasyarakat, pastilah memiliki kepentiungan-kepentingan tersendiri baik bersifat individual maupun kelompok tertentu..Perjanjian juga dapat disebut sebagai persetujuan, karena dua pihak tersebut setuju untuk melakukan ataupun tidak melakukan sesuatu yang diperjanjikan atau disepakati.Adapun kata sepakat berarti suatu persesuaian paham dan kehendak antara dua pihak. Berdasarkan pengertian kata sepakat tersebut berarti apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain, meskipun tidak sejurusan tetapi secara timbal balik kedua kehendak itu bertemu satu sama lain 14Menurut Sudikno Mertokusumo, perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.15

14

R Subekti, Op.cit, hlm.26

15

RM. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar),Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm. 97.

Maksudnya, kedua pihak tersebut sepakat untuk menentukan peraturan atau kaidah atau hak dan kewajiban yang mengikat mereka untuk ditaati dan dilaksanakan. Kesepakatan tersebut adalah untuk menimbulkan


(29)

akibat hukum, yaitu menimbulkan hak dan kewajiban, sehingga apabila kesepakatan itu dilanggar maka akan ada akibat hukumnya atau sanksi bagi si pelanggar.Dapat dikatakan pula bahwa sebuah perjanjian terjadi karena adanya suatu perikatan. Begitu pula sebaliknya dengan perikatan, dimana perikatan ada karena adanya suatu perjanjian. Namun dalam hal perikatan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1233 BW bahwa perikatan dilahirkan bukan hanya oleh perjanjian(1313 BW) tetapi dikarenakan adanya undang-undang (Pasal 1352 BW). Melalui perjanjian yang dibuat maka akan menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing pihak yang bersepakat. Dengan adanya hak dan kewajiban tersebut menuntut para pihak yang bersepakat atau pihak yang membuat kontrak mematuhi setiap kesepakatan yang telah dibuat.Kesepakatan tersebut pastilah memiliki sanksi apabila dilanggar atau tidak ditepati.Perjanjian dalam hal ini dapat dipaksakan untuk dipatuhi dan diberi sanksi apabila dilanggar.

Pengaturan hukum mengenai perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek).Selain di dalam KUH Perdata, mengenai hukum perjanjian juga diatur dalam sumber hukum perjanjian/kontrak lainnya seperti UU Perbankan dan Keputusan Presiden tentang Lembaga Pembiayaan serta jurisprudensi dan sumber hukum lainnya.16

16

Baron Wijaya & Dyah Sarimaya,Kitab Terlengkap Surat Perjanjian (Kontrak), Laskar Aksara, Jakarta, 2012, hlm.1.

Pembahasan mengenai perjanjian dalam KUH Perdata diatur dalam buku III.Pengertian perjanjian menurut ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih dengan mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Rumusan yang diberikan dalam Pasal1313


(30)

20

KUH Perdata tersebut merupakan pengertian yang tidak sempurna dan kurang memuaskan, karena terdapat beberapa kelemahan, baik itu tidak jelas karena ada dua macam perbuatan yaitu apakah itu perbuatan biasa ataukah perbuatan hukum, selain itu subjek hukum yang disebutkan hanyalah orang perorangan padahal subjek hukum yang kita kenal terdapat juga badan hukum serta perjanjian yang dibuat tidak hanya sepihak melainkan juga ada perjanjian timbal balik.

Dalam hukum asing dijumpai istilah overeenkomst (bahasa Belanda),

contract /agreement (bahasa Inggris), dan sebagainya yang merupakan istilah yang dalam hukum kita dikenal sebagai ”kontrak” atau ”perjanjian”. Umumnya dikatakan bahwa istilah-istilah tersebut memiliki pengertian yang sama,yaitu suatu perbuatan hukum yang saling mengikatkan para pihak ke dalam suatu hubungan hukum, sehingga tidak mengherankan apabila istilah tersebut digunakan secara bergantian untuk menyebut sesuatu konstruksi hukum.Penggunaan istilah kontrak lebih sering digunakan dalam dunia praktik bisnis. Kontrak dibuat sebagai bukti kuat bahwa telah dilakukan dan disetujuinya suatu ikatan atau hubungan hukum antar pelaku bisnis tersebut.Kontrak bisnis tersebut dibuat dalam bentuk tertulis,sehingga kontrak dapat diartikan adalah suatu perjanjian yang dibuat dalam bentuk tertulis.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam pengertian perjanjian terdapat adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan. Kita seharusnya telah memahami bahwa setiap perbuatan pastilah ada akibatnya, begitu pulalah dengan perbuatan hukum akan menghasilkan akibat hukum pula. Perbuatan hukum dalam perjanjian diartikan melaksanakan sesuatu yang disebut dengan istilah prestasi. Selanjutnya defenisi dari prestasi tersebut diatur di


(31)

dalamPasal 1234 BW yang berbunyi “Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu,untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.”17

1. Memberikan sesuatu/menyerahkan sesuatu, misalnya menyerahkan rumah bernuansa minimalis dalam suatu perjanjian jual beli rumah.

Mengenai prestasi tersebut meliputi 3 jenis perbuatan hukum sebagaimana yang dijelaskan pada Pasal 1234 KUHPerdata, maka akan dijelaskan satu persatu,yaitu:

2. Berbuat sesuatu/melakukan sesuatu, misalnya mengerjakan pembangunan got dan jalan raya sesuai surat perjanjian pemborongan.

3. Tidak berbuat sesuatu, tidak dapat menjalin hubungan pertalian suami istri dalam satu instansi yang samasebagaimana disebutkan dalam surat perjanjian kerja.

B. Asas Umum Dan Unsur-Unsur Suatu Perjanjian 1. Asas-asas perjanjian

Asas – asas perjanjian dalam hukum perdata terdiri dari : a. Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme diartikan bahwa lahirnya perjanjian ialah pada saat terjadinya kesepakatan.Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak, lahirlah perjanjian, walaupun perjanjian itu belum dilaksanakan pada saat itu juga.Hal ini berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa perjanjian tersebut sudah bersifat obligatoir, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi perjanjian tersebut. Dengan kata lain asas konsensualisme menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat dua orang atau

17


(32)

22

lebih telah mengikat sehingga telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan atau konsensus, meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata.18

1. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak. b. Asas Kebebasan Berkontrak

Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, di antaranya:

2. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian. 3. Bebas menentukan isi klausul perjanjian.

4. Bebas menentukan bentuk perjanjian.

5. Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

c. Asas Mengikatnya Suatu Kontrak (Pacta Sunt Servanda)

Setiap orang yang membuat perjanjian, dia terikat untuk memenuhi perjanjian tersebut karena perjanjian tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang.Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

d. Asas Itikad Baik

18

Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Memahami Prinsip Keterbukaan (Aanvullend Recht) dalam Hukum Perdata, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 250.


(33)

Ketentuan tentang asas itikad baik diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Di Belanda dan Jerman, itikad baik menguasai para pihak pada periode praperjanjian, yaitu dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain. Walaupun itikad baik para pihak dalam perjanjian sangat ditekankan pada tahap praperjanjian, secara umum itikad baik harus selalu ada pada setiap tahap perjanjian sehingga kepentingan pihak yang satu selalu dapat diperhatikan oleh pihak lainnya.

2. Unsur-unsur perjanjian

Suatu perjanjian lahir jika disepakati tentang hal yang pokok atau unsur esensial dalam suatu perjanjian. Penekanan tentang unsur yang esensial tersebut karena selain unsur yang esensial masih dikenal unsur lain dalam suatu perjanjian. Dalam suatu perjanjian dikenal tiga unsur yaitu19

a. Unsur Esensialia

:

Unsur esensialia yaitu unsur yang harus ada dalam suatu kontrak karena tanpa adanya kesepakatan tentang unsuresensialiaini maka tidak ada kontrak. Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli harus ada kesepakatan mengenai barang dan harga karena tanpa kesepakatan mengenai barang dan harga dalam kontrak jual beli, kontrak tersebut batal demi hukum karena tidak ada hal yang diperjanjikan.

b. Unsur Naturalia

19

Ahmadi Miru dan Sakka Pati, 2011, Hukum Perikatan (Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW), Rajagrafindo Persada, Jakarta, hlm. 63.


(34)

24

Unsur naturalia yaitu unsur yang telah diatur dalam undang-undang sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam perjanjian, undang-undang yang mengaturnya. Dengan demikian, unsurnaturalia ini merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam kontrak. Sebagai contoh, jika dalam kontrak tidak diperjanjikan tentang cacat tersembunyi, secara otomatis berlaku ketentuan dalam KUHPerdata bahwa penjual harus menanggung cacat tersembunyi.

c. Unsur Aksidentalia

Unsur aksidentalia yaitu unsur yang nanti ada atau mengikat para pihak jika para pihak memperjanjikannya. Sebagai contoh, dalam jual beli dengan angsuran diperjanjikan bahwa apabila pihak debitur lalai membayar utangnya, dikenakan denda dua persen perbulan keterlambatan, dan apabila debitur lalai membayar selama tiga bulan berturut-turut, barang yang sudah dibeli dapat ditarik kembali kreditor tanpa melalui pengadilan. Demikian pula klausul-klausul lainnya yang sering ditentukan dalam suatu kontrak, yang bukan merupakan unsur yang esensialia dalam kontrak tersebut.

Salim H.S. menyatakan bahwa unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perjanjian dikategorikan sebagai berikut: 20

1) Adanya kaidah hukum

Kaidah dalam hukum perjanjian dapat terbagi menjadi dua macam, yakni tertulis dan tidak tertulis.Kaidah hukum perjanjian tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat, seperti: jual

20

Salim H.S, Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika , Jakarta, 2004 hlm.3


(35)

beli lepas, jual beli tahunan, dan lain sebagainya. Konsep-konsep hukum ini berasal dari hukum adat.

2) Subyek hukum

Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban.Dalam hal ini yang menjadi subjek hukum dalam hukum kontrak adalah kreditur dan debitur.Kreditur adalah orang yang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang berutang.

3) Adanya Prestasi

Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban debitur. Suatu prestasi umumnya terdiri dari beberapa hal sebagai berikut: memberikan sesuatu; berbuat sesuatu; dan tidak berbuat sesuatu

4) Kata sepakat

Di dalam Pasal 1320 KUHPerdata ditentukan empat syarat sahnya perjanjian seperti dimaksud di atas, dimana salah satunya adalah kata sepakat (konsensus).Kesepakatan ialah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.

5) Akibat hukum

Setiap Perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. Setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian baik yang diatur maupun yang belum diatur di dalam suatu undang-undang, Hal ini sesuai dengan kriteria terbentuknya perjanjian dimana berdasarkan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menegaskan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.


(36)

26

C. Syarat Sah Dan Macam – Macam Perjanjian 1. Syarat sah perjanjian

Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang, sehingga mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, yang terdiri dari empat syarat yaitu:

a. Kesepakatan

Sepakat yaitu kesesuaian, kecocokan, pertemuan kehendak dari yang mengadakan perjanjian atau pernyataan kehendak yang disetujui antara pihak-pihak.Jadi kesepakatan itu penting diketahui karena merupakan awal terjadinya perjanjian.

Dengan diperlakukannnya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti bahwa kedua belah pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak mendapat sesuatu tekanan yang mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak tersebut.21

Pengertian sepakat merupakan suatu pernyataan kehendak yang telah disetujui antara para pihak, dimana dalam kesepakatan yang terjalin ada terdapat tawaran oleh pihak yang menawarkan dan akseptasi oleh pihak yang menerima tawaran. Keadaan tawar menawar ini akan terus berlanjut hingga pada akhirnya kedua belah pihak mencapai kesepakatan mengenai hal-hal yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh para pihak dalam perjanjian tersebut. Saat penerimaan paling akhir dari serangkaian penawaran adalah saat tercapainya kesepakatan.Hal

21

Mariam Darus Badrulzaman, Sutan Remy Sjahdeini, Heru Soepraptomo, Faturrahman Djamil, dan Taryana Soenandar, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2001,hlm. 73.


(37)

ini dipedomani untuk perjanjian konsensuil dimana kesepakatan dianggap terjadi pada saat penerimaan dari penawaran yang disampaikan terakhir.

Adapun beberapa teori yang menjelaskan saat-saat terjadinya perjanjian antara pihak 22

Syarat adanya kesepakatan dalam perjanjian dimaksudkan bahwa kedua pihak yang mengadakan perjanjian secara bebas tidak ada paksaan, penipuan dari siapa pun, menyepakati apa yang diisyaratkan atau diminta oleh masing-masing pihak. Untuk lebih memperjelas lagi, berikut ada empat sebab yang membuat kesepakatan tidak bebas dalam sebuah perjanjian

, yaitu:

1) Teori kehendak (wilstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menuliskan surat.

2) Teori pengiriman (verzendtheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.

3)Teori pengetahuan (vernemingstheorie) mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui tawarannya diterima.

4) Teori kepercayaan (vertrouwenstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan.

23

22

Ibid, hlm.74.

23

Purwahid Patrik, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, hlm 58.


(38)

28

(a) Kekhilafan terjadi apabila orang dalam suatu persesuaian kehendak mempunyai gambaran yang keliru mengenai orangnya dan mengenai barangnya.

(b) Paksaan dalam arti luas meliputi segala ancaman baik kata-kata atau tindakan. Orang yang di bawah ancaman maka kehendaknya tidak bebas maka perjanjian dapat dibatalkan (Pasal 1324 BW). (c) Penipuan dilakukan dengan sengaja dari pihak lawan untuk

mempengaruhi ke tujuan yang keliru atau gambaran yang keliru. Penipuan tidak sekedar bohong tetapi dengan segala upaya akal tipu muslihat dengan kata-kata atau diam saja yang menimbulkan kekeliruan dalam kehendaknya (Pasal 1328 BW).

(d) Penyalahgunaan keadaan terjadi apabila orang mengetahui atau seharusnya mengerti bahwa pihak lain karena suatu keadaan khusus seperti keadaan darurat, ketergantungan, tidak dapat berpikir panjang, keadaan jiwa yang abnormal, atau tidak berpengalaman tergerak untuk melakukan suatu perbuatan hukum, meskipun ia tahu atau seharusnya mengerti bahwa sebenarnya ia harus mencegahnya.

b. Kecakapan

Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian adalah kewenangan untuk melakukan suatu perbuatan hukum sendiri.Perbedaan antara kewenangan hukum dengan kecakapan berbuat adalah bila kewenangan hukum maka subyek hukum dalam hal pasif sedangkan pada kecakapan berbuat, maka subjek hukumnya aktif.


(39)

Menurut hukum, kecakapan termasuk kewenangan untuk melakukan tindakan hukum pada umumnya, dan menurut hukum setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian kecuali orang-orang yang menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap. Orang-orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah sebagai berikut :

1) Orang-orang yang belum dewasa

Ketentuan mengenai orang-orang yang belum dewasa terdapat perbedaan antara satu undang-undang dengan undang-undang lainnya. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya (Pasal 330 BW), UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dikatakan dewasa adalah apabila telah berumur 18 tahun keatas (Pasal 47 UU No.1/1974), UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan dalam Pasal 1 angka 5 bahwa anak adalah setiap manusia yang berumur di bawah 18 tahun dan belum menikah, UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menyebutkan bahwa anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin(Pasal 1 UU No.3/1997).

2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan

Orang-orang yang diletakkan di bawah pengampuan adalah setiap orang dewasa yang berada dalam keadaan dungu, sakit otak, gelap mata, dan pemboros.


(40)

30

Perempuan dalam hal yang ditetapkan dalam undang-undang sekarang ini tidak dipatuhi lagi karena hak perempuan dan laki-laki telah disamakan dalam hal membuat perjanjian. Berdasarkan fatwa Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5 September 1963, orang-orang perempuan tidak lagi digolongkan sebagai yang tidak cakap.

c. Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu di sini berbicara tentang objek perjanjian. Objek perjanjian yang dapat dikategorikan dalam Pasal 1332 s/d 1334 KUH Perdata, yaitu :

1) Objek yang akan ada (kecuali warisan ), asalkan dapat ditentukan jenis dan dapat dihitung.

2) Objek yang dapat diperdagangkan (barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum tidak dapat menjadi objek perjanjian)

Dalam membuat perjanjian, objeknya tersebut haruslah jelas atau tidak samar-samar. Hal ini penting untuk memberikan jaminan atau kepastian kepada pihak-pihak dan mencegah timbulnya kontrak fiktif.

d. Suatu sebab yang halal.

Suatu sebab yang halal memiliki pengertian bahwa dalam sebuah kontrak/perjanjian tidak boleh bertenatngan dengan perundang-undangan yang sifatnya memaksa, ketertiban umum, dan atau kesusilaan, sebagaimana yang telah disebutkan dalam Pasal 1337 BW “Suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan, baik atau ketertiban umum.24

24

R. Subekti & R.Tjitrosudibio,Op.cit,hlm.342


(41)

2. Macam-macam perjanjian

Menurut Satrio jenis - jenis perjanjian dibagi dalam lima jenis, yaitu25 a. Perjanjian Timbal balik dan Perjanjian Sepihak

:

Perjanjian timbal balik (Bilateral Contract) adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Jenis perjanjian ini yang paling umum terjadi dalam kehidupan masyarakat. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya. Pihak yang satu berkewajiban menyerahkan benda yang menjadi objek perikatan dan pihak lainnya berhak menerima benda yang diberikan itu.

b. Perjanjian Percuma dan Perjanjian dengan atas Hak yang Membebani Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan kepada satu pihak saja. Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dalam mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

c. Perjanjian Bernama dan Perjanjian Tidak Bernama

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian khusus, dan jumlahnya terbatas. Sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.

d. Perjanjian Kebendaan dan Perjanjian Obligator

25


(42)

32

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian obligator.Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak terjadinya perjanjian, timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak. Pembeli berhak untuk menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga, pembeli berkewajiban untuk menyerahkan barang. Pentingnya pembedaan ini adalah untuk mengetahui apakah dalam perjanjian itu ada penyerahan (levering) sebagai realisasi perjanjian dan penyerahan itu sah menurut hukum atau tidak.

e. Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Riil

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak. Perjanjian riil adalah perjanjian di samping ada persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata dari barangnya

Secara garis besar, perjanjian yang diatur/dikenal di dalam KUHPer adalah perjanjian jual beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, kerja, persekutuan perdata, perkumpulan, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, bunga tetap dan abadi, untung-untungan, pemberian kuasa, penanggung utang dan perdamaian. Dalam teori ilmu hukum, perjanjian-perjanjian di atas disebut dengan perjanjian

nominaat. Dasar hukum perjanjian bernama terdapat dalam Bab V sampai Bab XVIII Buku Ke Tiga KUHPerdata

Perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata antara lain


(43)

1) Pasal 1457 KUHPerdata

Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.

2) Pasal 1541 KUHPerdata

Tukar menukar ialah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak mengikatkan diri untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik sebagai ganti suatu barang lain.

3) Pasal 1548 KUHPerdata

Sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan pelbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak.

4) Pasal 1601 KUHPerdata

Selain persetujuan untuk menyelenggarakan beberapa jasa yang diatur oleh ketentuan - ketentuan khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan bila ketentuan-ketentuan yang syarat-syarat ini tidak ada, persetujuan yang diatur menurut kebiasaan, ada dua macam persetujuan, dengan mana pihak kesatu mengikatkan diri untuk mengerjakan suatu pekerjaan bagipihak laindengan menerima upah, yakni: perjanjian kerja dan perjanjian pemborongan kerja.


(44)

34

Persekutuan adalah suatu perjanjian dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan, dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya.

6) Pasal 1653 KUHPerdata

Selain persekutuan perdata sejati perhimpunan orang-orang sebagai badan hukum juga diakui undang-undang, entah badan hukum itu diadakan oleh kekuasaan umum atau diakuinya sebagai demikian, entah pula badan hukum itu diterima sebagai yang diperkenankan atau telah didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan.

7) Pasal 1666 KUHPerdata

Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu.Undang-undang hanya mengakui penghibahan antara orang-orang yang masih hidup.

8) Pasal 1694 KUHPerdata

Penitipan adalah terjadi apabila seseorang menerima sesuatu barang dari orang lain dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam ujud asalnya.

9) Pasal 1740 KUHPerdata

Pinjam pakai adalah suatu perjanjian dalam mana pihak yang satu menyerahkan suatu barang untuk dipakai dengan cuma-cuma kepada pihak lain, dengan syarat bahwa pihak yang menerima barang itu setelah


(45)

memakainya atau setelah lewat waktu yang ditentukan, akan mengembalikan barang itu.

10) Pasal 1754 KUHPerdata

Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian, yang menentukan pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama.

11) Pasal 1770 KUHPerdata

Perjanjian bunga abadi ialah suatu persetujuan bahwa pihak yang memberikan pinjaman uang akan menerima pembayaran bunga atas sejumlah uang pokok yang tidak akan dimintanya kembali.

12) Pasal 1774 KUHPerdata

Suatu persetujuan untung-untungan ialah suatu perbuatan yang hasilnya, yaitu mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, tergantung pada suatu kejadian yang belum pasti.

13) Pasal 1792 KUHPerdata

Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa.


(46)

36

Penanggungan ialah suatu persetujuan di mana pihak ketiga demi kepentingan kreditur, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya.

15) Pasal 1851 KUHPerdata

Perdamaian adalah suatu persetujuan yang berisi bahwa dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, kedua belah pihak mengakhiri suatu perkara yang sedang diperiksa pengadilan ataupun mencegah timbulnya suatu perkara bila dibuat secara tertulis.

Adapun perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang berada di luar KUH Perdata yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat biasanya disebut dengan istilah innominat.Perjanjian tidak bernama, adalah perjanjian-perjanjian yang belum ada pengaturannya secara khusus di dalam undang-undang, karena tidak diatur dalam KUHPerdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).Lahirnya perjanjian ini di dalam prakteknya adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak, mengadakan perjanjian atau partij otonomi.J.Satrio memberikan pengertian yang dimaksud dengan perjanjian innominat, atau perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang belum ada pengaturannya secara khusus di dalam undang-undang. Karena tidak diatur dalam perundang-undangan, baik KUHPer dan KUHD, keduanya didasarkan pada praktek sehari-hari dan putusan pengadilan (jurisprudensi).26

Tentang perjanjian tidak bernama diatur dalam Pasal 1319 KUHPerdata, yaitu semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak

.

26

J. Satrio, Op.cit, hlm.12


(47)

dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain.

Di luar KUHPerdata dikenal pula perjanjian lainnya, seperti kontrak joint venture, leasing, franchise, kontrak karya, beli sewa, kontrak rahim, dan lain sebagainya.Perjanjian jenis ini disebut perjanjian innominaat, yakni perjanjian yang timbul, tumbuh, hidup, dan berkembang dalam praktik kehidupan masyarakat.

Salah satu contoh innominaat yaitu Leasing yang sebenarnya berasal dari kata lease yaitu berarti menyewakan. Di Indonesia, leasing lebih sering diistilahkan dengan nama “sewa guna usaha”. Sewa guna usaha adalah suatu perjanjian dimana lessor menyediakan barang (asset) dengan hak penggunaan oleh lessee dengan imbalan pembayaran sewa untuk suatu jangka waktu tertentu. Secara umum leasing artinya equipment funding, yaitu pembiayaan peralatan atau barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak.

Leasing merupakan perjanjian yang lahir dari praktek kehidupan masyarakat berdasarkan prinsip asas kebebasan berkontrak.Leasing sebagai salah satu lembaga hukum perjanjian merupakan perjanjian innominat (perjanjian tidak bernama) dimana ketentuan mengenai perjanjian tersebut tidak diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata.Meskipun demikian, leasing tetap tunduk pada ketentuan-ketentuan umum mengenai perjanjian dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku III Bab I dan Bab II KUHPerdata, hal ini seperti yang ditentukan dalam Pasal 1319 KUHPerdata.


(48)

38

D. Pembatalan Dan Pelaksanaan Perjanjian 1. Pembatalan

Dalam hal syarat objektif tidak terpenuhi yaitu suatu hal dan suatu sebab yang halal, maka perjanjiannya adalah batal demi hukum (null and void), sedangkan apabila syarat subjektif tidak terpenuhi yaitu tentang pihak yang tidak cakap menurut hukum, dan pihak yang memberikan perijinan atau menyetujui itu secara tidak bebas, maka perjanjian dapat dimintakan pembatalan (canceling).

Oleh karna itu maka dalam hal adanya kekurangan mengenai syarat subjektif, oleh undang-undang diserahkan pada pihak yang berkepentingan apakah ia menghendaki pembatalan perjanjian atau tidak. Jadi, perjanjian yang demikian itu, bukannya batal demi hukum, tapi dapat dimintakan pembatalan.

Dalam hukum perjanjian ada tiga sebab yang membuat perijinan tadi tidak bebas, yaitu:

a. Pemaksaan adalah pemaksaan rohani atau jiwa (psikis), jadi bukan paksaan fisik atau badan.

b. Kehilafan atau Kekeliruan,apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi objek perjanjian, ataupun mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian itu. Kehilafan tersebut harus sedemikian rupa, hingga, seandainya orang ini tidak khilaf mengenai hal tersebut, ia tidak akan memberikan persetujuannya.

c. Penipuan, Apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan palsu atau tidak benar disertai dengan akal-akalan yang cerdik(tipu-muslihat), untuk membujuk para lawannya memberikan


(49)

perijinan. Pihak yang menipu itu bertindak secara aktif untuk menjerumuskan pihak lawannya.

Adapun hak meminta pembatalan hanya ada pada satu pihak saja, yaitu pihak yang oleh undang-undang diberi perlindungan. Meminta pembatalan oleh

Pasal 1454 dalam Kitab Undang-undang Hukum

waktu tertentu yaitu 5 tahun .Batas waktu tersebut adalah dalam hal ketidak-cakapan suatu pihak yaitu sejak orang ini cakap menurut hukum, dalam hal paksaan yaitu sejak hari paksaan itu telah berhenti dan dalam hal kehilafan atau penipuan sejak lahir diketahuinya kehilafan atau penipuan itu. Pembatasan waktu tersebut tidak berlaku terhadap pembatalan yang diajukan selaku pembela atau tangkisan yang mana selalu dapat dikemukakan.

Menurut Prof. R.Subekti permintaan pembatalan perjanjian yang tidak memenuhi syarat subyektif dapat dilakukan dengan dua cara 27

1) Secara aktif menuntut pembatalan perjanjian tersebut di depan hakim; , yaitu:

2) Secara pembelaan maksudnya adalah menunggu sampai digugat di depan hakim untuk memenuhi perjanjian dan baru mengajukan kekurangan dari perjanjian itu.

Di depan sidang pengadilan itu ia memohon kepada hakim supaya perjanjian dibatalkan. Meminta pembatalan secara pembelaan inilah yang tidak dibatasi waktunya.

2. Pelaksanaan Perjanjian

Pelaksanaan perjanjian adalah merupakan suatu tindakan nyata tentang pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh para pihak demi

27


(50)

40

mencapai tujuannya. Dalam hal ini menurut Subekti, perjanjian itu adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.28

a. Prestasi yang berupa memberikan sesuatu

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1234 KUH Perdata pelaksanaan prestasi dalam suatu perikatan dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :

b. Prestasi yang berupa berbuat sesuatu c. Prestasi yang berupa tidak berbuat sesuatu.

Agar suatu perjanjian itu dapat terwujud maka dibutuhkan adanya pelaksanaan dari para pihak mengenai apa yang telah disepakati bersama mengenai isi dalam perjanjian.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan petunjuk mengenai perjanjian-perjanjian apa saja yang dapat dilaksanakan secara riil. Petunjuk tersebut terdapat dalam Pasal 1240 dan 1241.Pasal-Pasal ini meyebutkan bahwa perjanjian yang dapat dilaksanakan secara riil adalah perjanjian yang termasuk dalam golongan perjanjian-perjanjian untuk berbuat sesuatu (melakukan suatu perbuatan) dan perjanjian-perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu (tidak melakukan suatu perbuatan)29

Pasal 1240 KUH Perdata menyebutkan tentang perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu (tidak melakukan suatu perbuatan), bahwa si berpiutang (kreditur) berhak menuntut penghapusan segala sesuatu yang telah dibuat berlawanan dengan perjanjian dan bolehlah ia minta supaya dikuasakan oleh hakim untuk

28

Ibid,hlm.36

29

Ibid,hlm.36.


(51)

menyuruh menghapuskan segala sesuatu yang yang telah dibuat tadi atas biaya si berutang (debitur), dengan tidak mengurangi haknya untuk menuntut ganti rugi, jika ada alasan untuk itu.30

Pasal 1241 KUH Perdata menerangkan tentang perjanjian untuk berbuat sesuatu (melakukan suatu perbuatan), bahwa apabila perjanjian tidak dilaksanakan (artinya : apabila si berutang tidak menepati janjinya), maka si berpiutang (kreditur) boleh juga dikuasakan supaya dia sendirilah mengusahakn pelaksanaannya atas biaya si berutang (debitur). Perjanjian untuk berbuat sesuatu (melakukan suatu perbuatan) juga secara mudah dapat dijalankan secara riil, asal saja bagi si berpiutang (kreditur) tidak penting oleh siapa perbuatan itu akan dilakukan.31

Dalam melaksanakan suatu perjanjian seyogyanya memaknai Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi “...suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”Itikad baik sudah harus ada sejak fase pra kontrak di mana para pihak mulaimelakukan negosiasi hingga mencapai kesepakatan, dan selanjutnya pada fase pelaksanaan kontrak.32

E. Wanprestasi Dan Perbuatan Melawan Hukum 1. Wanprestasi

Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, perikatan yang dilakukan oleh subjek hukum selain menimbulkan akibat hukum wanprestasi, juga menimbulkan adanya suatu perbuatan melawan hukum. Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban (prestasi) sebagimana yang ditentukan dalam

30

Ibid,hlm.37.

31

Ibid,hlm.37.

32


(52)

42

perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.33 Wanprestasi terjadi karena adanya salah satu pihak yang berkewajiban untuk melakukan sesuatu prestasi dan memberi hak kepada pihak yang lain untuk menerima prestasi.34 Dalam buku Yahya Harahap disebutkan bahwa wanprestasi adalah pelaksanaan perjanjian yang tidak tepat waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya atau tidak dilaksanakan sama sekali.35

Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi dalam setiap perikatan. Pemenuhan prestasi adalah hakekat dari suatu perikatan. Dengan demikian wujud prestasi adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.36

1. Prestasi untuk menyerahkan sesuatu (prestasi ini terdapat dalam Pasal 1237 KUHPerdata).

Menurut Pasal1234 KUHPerdata prestasi terbagi dalam 3 macam:

2. Prestasi untuk melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu (prestasi jenis ini terdapat dalam Pasal 1239 KUHPerdata).

3. Prestasi untuk tidak melakukan atau tidak berbuat sesuatu (prestasi jenis ini terdapat dalam Pasal 1239 KUHPerdata).

Ada terdapat 4 kategori sehingga dapat dikatakan suatu subjek hukum melakukan wanprestasi,37

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; yaitu:

2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya,tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;

33

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Adhitya Bakti, Bandung, 1992, hlm.27

34

Ibid, hlm.8

35

Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum PerjanjianCetakan. II, Alumni, Bandung, 1986, hlm.60

36

Abdul Kadir Muhammad, Op.cit, hlm.17

37

Subekti ,Op.cit, hlm.1


(53)

3. Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi terlambat;

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Apabila debitur melakukan wanprestasi, maka dia dapat dituntut untuk38 1. Pemenuhan perjanjian;

:

2. Pemenuhan perjanian ditambah ganti rugi; 3. Ganti rugi;

4. Pembatalan perjanjian timbal balik; 5. Pembatalan dengan ganti rugi.

Dalam hal kerugian yang tejadi haruslah merupakan akibat dari wanprestasi.Lebih jelas lagi bahwa antara rugi dan wanprestasi haruslah ada hubungan sebab akibatnya.

Dalam hal ini kreditur haruslah dapat membuktikan 39 a. Besarnya kerugian yang dialami.

:

b. Bahwa faktor penyebab kerugian tersebut adalah wanprestasi karena kelalaian kreditur, bukan karena faktor diluar kemampuan debitur.

Adapun pembelaan debitur yang dituduh dapat didasarkan atas tiga alasan, yaitu 40

a. Mengajukan tuntutan adanya keadaan yang memaksa; :

b. Mengajukan bahwa si kreditur sendiri juga wanprestasi;

c. Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi.

38

Ibid, hlm.14

39

Ibid, hlm.71

40

R.Wirjono Projodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan Tertentu, Penerbit Sumur Bandung, Bandung, 1995,hlm.52


(54)

44

Faktor penyebab terjadinya wanprestasi menurut Abdulkadir Muhammad diklasifikasikan menjadi dua faktor, yaitu 41

a. Faktor dari luar , yaitu peristiwa yang tidak diharapkan terjadi dan tidak dapat diduga akan terjadi ketika perjanjian dibuat.

:

b. Faktor dari dalam diri para pihak , yaitu merupakan kesalahan yang timbul dari diri para pihak, baik kesalahan tersebut yang dilakukan dengan sengaja ataupun karena kelalaian pihak itu sendiri, dan para pihak itu sendiri, dan para pihak sebelumnya telah mengetahui akibat yang timbul dari perbuatannya tersebut.

2. Perbuatan Melawan Hukum

Berbeda dengan wanprestasi, pada perbuatan melawan hukum, aturan yang dilanggar adalah aturan yang berlaku umum dan aturan tersebut terkadang dibuat tanpa ada keterlibatan si pelanggar.Apabila seseorang dirugikan karena perbuatan seseorang lain, sedang diantara mereka itu tidak terdapat sesuatu perjanjian (hubungan hukum perjanjian), maka berdasarkan undang undang juga timbul atau terjadi hubungan hukum antara orang tersebut yang menimbulkan kerugian itu42.Perbuatan melawan hukum tidak didasarkan adanya kesekapakatan sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian seperti halnya wanprestasi.43

Istilah mengenai perbuatan melawan hukum dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah onrechtmatigedaad.Moegni Djojodirjo dalam pendapatnya menyebutkan bahwa perbuatan melawan hukum merupakan suatu perbuatan atau

41

Abdulkdir Muhammad,II, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Citra Aditya Bakti, 1992, hlm. 12.

42

AZ Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, cet.2,Diapit Media, Jakarta, 2002, hlm.77.

43


(55)

suatu kealpaan berbuat yang melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku (orang melakukan perbuatan) atau melanggar baik kesusilaan, maupun bertentangan dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat tentang orang atau barang.44Perbuatan melawan hukum adalah bukan saja perbuatan yang langsung melawan hukum, melainkan juga perbuatan yang secara langsung melanggar peraturan lain daripada hukum diantaranya peraturan dalam lapangan kesusilaan, keagamaan dan sopan santun. Sehingga perbuatan yang bertentangan dengan norma kesusilaan, keagamaan dan sopan santun sudah dapat dikatakan perbuatan yang melawan hukum45

44

M.A.Moegni Djojodirjo, Perbuatan Melawan Hukum, Pranya Paramita,Jakarta,1982, hlm.25.

45

Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum, Sumur Bandung, Bandung, 1992,hlm. 13

. Perbuatan melawan hukum tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga berbuat atau tidak berbuat yang melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban orang yang berbuat atau tidak berbuat bertentangan dengan kesusilaan maupun sifat berhati-hati, kepantasan dan kepatutan dalam kehidupan masyarakat.

Hal mengenai pengertian perbuatan melawan hukum memang tidak begitu dijelaskan di dalam KUHPerdata, namun tentang perbuatan melawan hukum sangat erat hubungannya dengan Pasal 1365 KUHPerdata.

Adapun dalam Pasal 1365 BW tersebut memuat ketentuan yaitu tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Adapun unsur-unsur perbuatan melawan hukum adalah sebagai berikut :


(1)

Yang pasti ada sanksi pidana, perdata, maupun sanksi administrasi. Saya kurang tahu secara detail mengenai apa sanksinya. Tapi ada diatur di undang-undang yang berhubungan tentang profesi dokter.

19. Jika misalnya pasien telah sembuh dan tidak mem butuhkan perawatan dari pihak UPT, maka berapa lama data pasien tersebut menjadi arsip di UPT ini?

Kalau tidak salah 10 tahun, tapi saya kurang ingat tentang itu. Tapi ada kok batasan penyimpanan data pasien (rekam medis).Setelah itu dimusnahkan.

20. Bagaimana struktur jabatan/organ di UPT Kesehatan Indera Masyarakat ini? Jadi strukturnya terdiri dari Kepala yaitu Dr. Kustinah, M.Kes, kemudian diikuti oleh Kelompok Jabatan Fungsional dalam hal ini adalah para dokter/perawat.Selanjutnya ada Sub Bagian Tata Usaha yang mengurus tentang administrasi.

21. Lalu apabila terjadi suatu sengketa atau gugatan dari pihak pasien, siapa yang bertanggungjawab?

Tentunya yang bertanggung jawab adalah pelaku secara langsung siapa, misalnya dokter yang memeriksa.Selain itu pihak UPT Kesehatan Indera Masyarakat juga turut serta bertanggungjawab yang diwakili oleh Kepala UPT Kesehatan Indera Masyarakat.Kami disini bertanggungjawab pastinya apabila kami terbukti melakukan kesalahan.Kami juga bertanggungjawab atas kerugian yang dialami oleh pasien akibat risiko tindakan medis yang dilakukan.Perlu diingat kalau suatu tindakan medis tidak terlepas dari adanya risiko/efek sampingnya.


(2)

Ya tentunya diusahakan tidak sampai pada jalur pengadilan. Kita semaksimal mungkin menyelesaikannya melalui jalan damai, kita jelaskan sejelas-jelasnya sehingga pasien mengerti, karena bisa saja si pasien kurang paham sejak awal dan terjadi kesalahpahaman..Apabila dokter yang melakukan tindakan medis terhadap pasien memang terbukti melakukan kesalahan, setelah dilakukan penyelidikan penyebab timbulnya masalah dan telah melalui proses diskusi oleh komite medik (dokter yang memiliki peran menangani hal-hal yang berkaitan dengan etik kedokteran dalam pelayanan kesehatan), para dokter dan kepala UPT Kesehatan Indera Masyarakat Medan, maka akan kepada dokter yang bersalah akan dikenakan sanksi etik kedokteran dan pihak UPT Kesehatan Indera Masyarakat Medan akan memberikan ganti rugi berupa upaya penyembuhan terhadap pasien. Intinya jalan kekeluargaan atau damai tetap diambil terlebih dahulu. Namun jika tidak bisa, dapat dilanjutkan ke tingkat pengadilan

23.Apakah pernah terjadi sengketa antara dokter dan pasien di sini dok?

Sengketa pastilah ada, tapi selalu diselesaikan secara kekeluargaan.Pasien pernah datang menuntut ganti rugi karena matanya pasca operasi tidak kunjung sembuh.Namun sepengetahuan saya, selama UPT Kesehatan Indera Masyarakat Medan berdiri, belum pernah terjadi penyelesaian sengketa sampai ke Pengadilan atau melakukan penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi. Sengketa yang timbul sering sekali akibat kesalahpahaman dan kurang kehati-hatian pihak pasien dalam melakukan nasehat dan saran dari dokter.

24. Lalu dok bagaimana tahap penyelesaian sengketa yang diambil pihak UPT Kesehatan Indera Masyarakat sendiri?


(3)

Pihak UPT Kesehatan Indera Masyarakat Medan mengambil langkah penyelidikan terhadap apa kemungkinan terbesar penyebab mata pasien tersebut tidak kunjung sembuh. Dokter spesialis mata akan melakukan pemeriksaan terhadap pasien terlebih dahulu. Kemudian dokter akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada pasien mengenai hal-hal apa saja yang telah dilakukan si pasien semenjak pasca operasi .Dari hasil pemeriksaan, ternyata si pasien tidak menjaga kebersihan tangannya saat mengganti verban dan tidak menggunakan kaca mata untuk melindungi mata saat beraktivitas diluar ruangan. Inilah yang sering terjadi di sini, pasien terkadang tidak mengindahkan aturan, nasehat, saran yang diberikan oleh dokter. Misalnya, dokter menganjurkan kepada pasien untuk menggunakan kaca mata bantu agar mata tidak terkena debu untuk sementara waktu pasca operasi, memakai obat sesuai dengan petunjuk dokter, ganti verban dilakukan setiap hari dengan tetap menjaga kebersihan verban dan tangan, pasien tidak boleh menunduk selama 3 minggu, pasien dilarang mengangkat benda-benda yang berat selama 3 minggu serta pasien dianjurkan saat tidur atau berbaring tidak menggunakan sisi mata yang baru dioperasi. Setelah mengetahui penyebab mata si pasien yang tidak kunjung sembuh, maka dokter akan menjelaskan kepada si pasien atau keluarga yang mendampingi pasien dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami agar tidak terjadi kesalahpahaman. 25.Apakah dokter mengetahui apa dasar peraturan undang-undang yang melindungi dan menjaga adanya hak-hak pasien sebagai kosumen/pengguna jasa medis melalui ikatan perjanjian terapeutik?


(4)

yang berhubungan apabila malpraktek terjadi selanjutnya UU tentang Kesehatan dan UU tentang Praktik Kedokteran yang terdapat di dalamnya hak dan kewajiban dokter/pasien,tugas dan tanggungjawab dokter serta sanksi etika seorang dokter apabila melakukan pelanggaran.

26.Bagaimana dengan UU Konsumen dok?

Oh iya.Pasien kan konsumen jasa medis juga, ya berarti berhubungan pula dengan UU Konsumen.

28. Berhubungan dengan tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh pihak pasien, di dalam surat ijin operasi terdapat klausula bahwa tidak adanya keberatan dari pihak pasien atas tindakan medis yang dilakukan di UPT Kesehatan Indera Masyarakat, segala akibat pengobatan dan tindakan operasi tidak akan menjadi alasan untuk mengadakan tuntutan atau gugatan ke UPT Kesehatan Indera Masyarakat/ke pengadilan di kemudian hari, sedangkan pada Pasal 58 UU Praktik Kedokteran disebutkan bahwa pasien berhak menuntut ganti rugi. Bagaimana maksud dari klausula tersebut dok?

Memang betul dek, setelah penandatangan surat ijin operasi tersebur pasien memang tidak dapat menuntut/menggugat atas tindakan medis yang dilakukan. Tetapi dek ada pengecualiannya yaitu apabila tindakan medis yang secara nyata diberikan kepada pasien tidak sesuai dengan perjanjian yang disepakati sebelumnya, tidak sesuai dengan standar profesi kedokteran,dan terbukti bahwa dokter/tenaga kesehatan yang menangani pasien melakukan kelalaian ataupun kesalahan maka pasien dapat menuntut ganti rugi kepada pihak UPT Kesehatan Indera Masyarakat Medan.


(5)

Pastinya kami di sini sebagai dokter dan perawat/konsulen lainnya tetap berpatokan terhadap peraturan undang-undang yang ada.Kami sebagai pelayan kesehatan wajib bertanggungjawab atas tindakan medis yang kami lakukan.Tentu kami di sini melakukan dengan teliti, penuh kehati-hatian dan sesuai dengan standar profesi dokter.Oleh karena itu agar tidak terjadi kesalahpahaman, pasien di sini diberikan kebebasan untuk menuntut atau menggugat pihak kami apabila terjadi hal-hal yang merugikan kondisi kesehatan mereka.Pasien juga harus mampu membuktikan bahwa kami memang salah.

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA NO. _____________ Contoh Bentuk Rekam Medis

DINAS KESEHATAN

UPT. KESEHATAN INDERA MASYARAKAT (UPT. KIM)

Jl. Kapten Sumarsono No.1 Medan Telp. (061)-80031789 Fax (061)-80031788


(6)

Puskesmas : ______________ Nama Penderita : _______________ Kecamatan : ______________ Umur/ Jenis Kelamin : _______________ Kabupaten : ______________ Nama Kep. Keluarga : _______________ Provinsi : ______________ Pekerjaan : _______________ Umur : _______________ Alamat : _______________ Tanggal Anamenesa : ____________________

___________________ Visus :____________________ ___________________ Palpebra Superior :___________ ___________________ Palpebra Inferior :___________ ___________________ Sacus Lakrimalis :___________ ___________________ Cts :____________________ ___________________ Ctl :____________________ ___________________ Cb :____________________ ___________________ Cornea :____________________ ___________________ COA :____________________ ___________________ I :____________________ ___________________ P :____________________ ___________________ I :____________________ ___________________ Funduscopi :______________ Diagnosa :_______________________ Tindakan :______________ Pengobatan:______________________ Rujukan :______________