lebih tinggi. Hal ini tampaknya sejalan dengan He 1989 yang menyatakan bahwa pada malam hari kawanan ikan akan tampak terpecah dan bergerak ke arah
yang berbeda tetapi sisanya akan membentuk kawanan yang sangat panjang. Hal ini diduga terjadi selain karena ikan pelagis aktif mencari makan pada malam hari
Pitcher Parish, 1982, juga karena bentuk kawanan yang panjang dan utuh memudahkan ikan pelagis menemukan lokasi makanan dan terhindar dari
pemangsanya Freon Misund, 1999. Nilai deskriptor juga menunjukkan bahwa
pada malam hari kawanan ikan membentuk struktur kawanan dimana ikan dengan ukuran tubuh lebih kecil cenderung berada pada lapisan lebih dekat ke permukaan
sedangkan ikan dengan ukuran tubuh yang lebih besar cenderung berada pada lapisan yang lebih dalam. Ikan dengan ukuran tubuh lebih kecil cenderung
membentuk kawanan yang lebih panjang, lebih tinggi, lebih pipih dengan bentuk yang lebih beraturan tetapi dengan intensitas hamburan balik yang lebih rendah
dibandingkan dengan kawanan ikan dengan ukuran tubuh yang lebih besar. Hasil analisis diskriminan juga menunjukkan bahwa dari 8 deskriptor
utama yang dihasilkan, 5 berasal dari kelompok deskriptor morfometrik yaitu deskriptor L, A, P, E pada fungsi diskriminan 1 dan H pada fungsi diskriminan 2,
1 berasal dari kelompok deskriptor batimetrik yaitu Trel pada fungsi diskriminan 1, dan 2 berasal dari kelompok deskriptor energetik yaitu Er dan Dv keduanya
pada fungsi diskriminan 2, lihat Tabel 14. Dengan demikian, berdasarkan hasil analisis statistik dapat disimpulkan
bahwa kelompok deskriptor morfometrik memegang peranan sangat penting dalam membedakan kelompok ikan yang satu dengan lainnya, diikuti kelompok
deskriptor energetik dan batimetrik. Kedelapan deskriptor yang dimaksud adalah deskriptor ukuran panjang L, tinggi H, elongasi E, luas A, keliling
ketinggian relatif Trel, rataan intensitas hamburan balik SV Er, dan densitas volume Dv. Hasil lengkap analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 10, 11.
7.2 Jaringan Saraf Tiruan Perambatan Balik
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, terdapat 3 tipe JSTPB yang dirancang untuk digunakan dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasi kawanan
ikan. Ketiga JSTPB tersebut adalah JSTPB1, JSTPB2, dan JSTPB3. JSTPB1
adalah jaringan saraf dimana jumlah unit sel masukannya sama dengan jumlah deskriptor utama hasil analisis statistik diskriminan. JSTPB2 adalah jaringan saraf
dimana jumlah unit sel masukannya sama banyaknya dengan jumlah deskriptor yang digunakan dalam analisis diskriminan yaitu sebanyak 15 deskriptor,
sedangkan JSTPB3 adalah jaringan saraf dimana jumlah unit sel masukannya sama dengan 8 deskriptor utama yang dihasilkan JSTPB2 melalui analisis tingkat
kontribusi dengan Diagram Pareto. Berdasar hasil analisis tingkat kontribusi deskriptor yang dilakukan
dengan JSTPB1 diketahui bahwa kelompok deskriptor morfometrik adalah kelompok deskriptor yang memiliki peran yang besar dalam proses identifikasi
dan klasifikasi kawanan ikan. Hal yang sama juga terlihat pada hasil identifikasi dan klasifikasi yang dilakukan dengan JSTPB2. Dari 8 deskriptor teratas hasil
analisis tingkat kontribusi dengan JSTPB2 tampak bahwa hanya ada 2 kelompok deskriptor yang berperan dalam proses identifikasi dan klasifikasi yaitu kelompok
deskriptor morfometrik dan energetik lihat Gambar 35, dengan perincian, kelompok deskriptor morfometrik terdiri dari 5 deskriptor, yaitu deskriptor
panjang L, tinggi H, luas A, elongasi E, keliling P sedangkan kelompok deskriptor energetik terdiri dari 3 deskriptor yaitu deskriptor rataan intensitas
energi hamburan balik SV Er, kurtosis K, dan skewness S. Berdasarkan hasil uji jaringan JSTPB3 diketahui urutan tingkat kontribusi dari yang tinggi ke rendah
dari kedelapan deskriptor hasil JSTPB2 yang digunakan sebagai deskriptor masukan JSTPB3 adalah sebagai berikut, deskriptor P, L, A, K, E, S, Er, dan H
lihat Gambar 37. Hal yang sama juga dapat dilihat pada hasil penelitian Haralabous Georgakarakos 1996, Lu Lee 1995. Hasil penelitian keduanya
juga menunjukkan bahwa deskriptor morfometrik berperan besar dalam proses identifikasi dan klasifikasi kawanan ikan, baik yang dilakukan dengan metode
statistik maupun yang dilakukan dengan metode JST. Dengan demikian maka hasil uji jaringan JSTPB1, JSTPB2, dan JSTPB3 menempatkan deskriptor
morfometrik sebagai deskriptor yang paling berperan dalam proses identifikasi dan klasifikasi, diikuti dengan deskriptor energetik dan batimetrik. Tabel 24
menunjukkan rekapitulasi hasil identifikasi dan klasifikasi yang dilakukan dengan Metode Statistik dan Jaringan Saraf Perambatan Balik 1, 2, dan 3.
Tabel 24 Rangkuman hasil identifikasi dan klasifikasi dengan metode yang berbeda
No. Metode
Jumlah Deskriptor
Jumlah Data Uji
Jumlah Data Latih
Jumlah Iterasi
Ketepatan
1 Statistik 15
56 35
8 98,2
2 JSTPB1 88-1
30 84
10 100
3 JSTPB2 1515-1 30
84 32
70 4 JSTPB3 88-1
30 84
14 73,33
Dilihat dari jumlah iterasi, dan ketepatan hasil identifikasi, JSTPB1 menunjukkan kerja terbaik dibandingkan dengan kerja Metode Statistik, JSTPB2,
dan JSTPB3. Walaupun demikian hasil kerja yang dicapai dengan metode JSTPB 1 tidak lepas dari hasil analisis diskriminan yang memberikan 8 deskriptor
masukan untuk JSTPB1, deskriptor utama hasil analisis diskriminan. Tabel 24 juga menunjukkan bahwa dengan jumlah data latih yang lebih
sedikit, 35 pola data, identifikasi terhadap 56 data uji dapat dilakukan lebih baik dengan Metode Statistik dibandingkan dengan JSTPB2 dan JSTPB1, dengan
tingkat ketepatan hasil identifikasi metode statistik sebesar 98,2 sedangkan dengan JSTPB2 dan JSTPB3 masing-masing dengan 70 dan 73,33. Hal yang
sama juga didapatkan Simmonds et al. 1996 yang menemukan keunggulan metode statitistik jika digunakan pada jumlah data latih yang terbatas, kurang dari
100 pola data. Hasil uji jaringan yang dilakukan dengan jumlah data masukan yang
berbeda menunjukkan bahwa semakin banyak data masukan, semakin banyak jumlah iterasi diperlukan. Walaupun demikian Haralabous Georgakarakos
1996 mengemukakan bahwa penambahan jumlah data masukan dapat meningkatkan tingkat ketepatan hasil identifikasi klasifikasi.
Hasil uji jaringan juga menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah lapisan dan unit sel tersembunyi maka semakin banyak jumlah iterasi hitungan
yang diperlukan. Haralabous Georgakarakos 1996 mengemukakan bahwa penambahan jumlah lapisan tersembunyi berkaitan dengan penambahan jumlah
bobot yang diperlukan jaringan, akibatnya jumlah iterasi hitungan bertambah
banyak. Dalam penelitian ini, selain digunakan jaringan dengan lapisan tersembunyi tunggal juga digunakan jaringan dengan beberapa lapisan
tersembunyi. Hasil lengkap hitungan JSTPB1, 2, dan 3 masing-masing dapat dilihat pada Lampiran 12, 13, dan 14.
8 KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan