Kriteria ramah lingkungan Perikanan Karang .1 Jenis ikan karang

93 wilayah di Indonesia kerusakan ekosistem terumbu karang akibat aktivitas penangkapan yang bersifat destruktif semakin meningkat Antariksa dan Bandiyono 1999. Untuk mencegah meluasnya dampak yang ditimbulkan dan untuk menjamin keberlanjutan usaha penangkapan ikan dibutuhkan suatu pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya yang mengacu kepada Code of Conduct for Responsible Fisheries , yaitu pemanfaatan sumberdaya perikanan yang ramah terhadap lingkungan Sarmintohadi 2002.

2.2.2 Kriteria ramah lingkungan

Banyak kriteria ramah lingkungan yang telah dibuat sebagai acuan penerapan teknologi penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan. Berwawasan lingkungan adalah perspektif yang mempertimbangkan karakteristik dan kelestarian lingkungan Puspito G 24 Oktober 2005, komunikasi pribadi. Dengan berpedoman kepada pembangunan yang berkesinambungan, Martasuganda 2005 mengatakan bahwa teknologi penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan berencana dalam menggunakan alat tangkap yang dipergunakan untuk mengelola sumberdaya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup tanpa mempengaruhi atau mengganggu kualitas dari lingkungan hidup. Kriteria ramah lingkungan juga pernah dibuat oleh Monintja 2000. Kriteria- kriteria teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1 Selektivitas tinggi 2 Tidak destruktif terhadap habitat 3 Tidak membahayakan nelayan 4 Menghasilkan ikan yang bermutu baik 5 Produk tidak membahayakan kesehatan konsumen 6 Minimum hasil tangkapan sampingan 7 Dampak minimum terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati 8 Tidak menangkap spesies yang dilindungi atau terancam punah 94 9 Hasil tangkapan sampingan yang dibuang ke laut discard rendah 10 Dapat diterima secara sosial Permasalahan mengenai teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan telah mendapat perhatian sejak lama walaupun analisis yang digunakan kurang mendetail. Sainsbury 1971 juga telah menyinggung mengenai hal tersebut dalam kriteria yang dibuatnya untuk pemilihan alat tangkap yang baik. Kriteria tersebut antara lain: spesies ikan yang akan ditangkap, nilai ekonomis ikan, kedalaman perairan, karakteristik dasar perairan jika alat tangkap dioperasikan di dasar perairan, dan yang terakhir adalah selektivitas alat tangkap untuk menghindari by- catch spesies langka. Dari pendapat-pendapat mengenai kriteria ramah lingkungan yang diungkapkan oleh Monintja 2000 dan Sainsbury 1971, keduanya hanya memberikan kriteria secara umum untuk keseluruhan alat tangkap, sedangkan diketahui bahwa setiap alat tangkap memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga banyak aspek-aspek yang perlu ditambahkan apabila kriteria tersebut akan digunakan untuk menilai keramahan lingkungan suatu alat tangkap secara khusus. Cochrane 2002 mengemukakan 11 aspek kriteria ramah lingkungan, dimana aspek-aspek ini memberikan pendekatan-pendekatan yang lebih kompleks dan mendetail bagaimana implementasinya di lapang. Aspek yang pertama adalah proses penangkapan. Proses penangkapan dimulai sejak alat tangkap bersentuhan dengan air dan berakhir pada saat alat tersebut kembali berada di pantai atau berada di atas dek kapal. Selama proses penangkapan terjadi hubungan antara alat tangkap dengan berbagai jenis ikan dan organisme laut termasuk di dalamnya burung laut sea bird dan habitat dasar perairan. Aspek yang kedua adalah efek penangkapan terhadap ekosistem. Efek dari penangkapan terhadap ekosistem terbagi dua yaitu efek langsung dan tidak langsung yang disebabkan oleh alat tangkap selama proses penangkapan. Hal ini serupa dengan apa yang diungkapkan oleh Hall 1999, bahwa efek penangkapan terhadap ekosistem terbagi menjadi dua, yaitu: 95 a Efek langsung direct effects - Kematian ikan, dari proses penangkapan didaratkan atau dikembalikan ke laut atau dibunuh untuk selanjutnya tidak atau digunakan sebagai umpan kepada predator lain. - Meningkatkan pemanfaatan suatu spesies sebagai makanan bagi spesies lain dalam system dengan melakukan discard - Perusakan habitat akibat aktifitas alat tangkap b Efek tidak langsung indirect effects Efek tidak langsung merupakan kelanjutan atau efek yang mengikuti dan tidak terpisahkan dari efek langsung direct effects Aspek yang ketiga adalah selektivitas. Selektivitas dari berbagai macam alat tangkap bergantung pada kemampuannya dalam menyeleksi jenis dan ukuran dari spesies ikan target penangkapan. Selektivitas dapat ditingkatkan dengan cara mengganti konfigurasi alat tangkap, atau menghindari wilayah dan periode penangkapan dengan dugaan maksimum bay-catch atau spesies yang tidak diinginkan. Aspek keempat adalah hasil tangkapan sampingan by-catch. By-catch adalah semua yang tertangkap dari suatu proses penangkapan selain jenis dan ukuran dari spesies yang menjadi target penangkapan. By-catch adalah discard catch ditambah incidental catch McCaughran diacu dalam Hall 1999. Terdapat banyak variasi spesies by-catch dari sponge dan koral hingga ikan dengan jenis dan ukuran yang tidak diinginkan atau bernilai jual rendah unmarketable serta kura-kura laut, mamalia laut dan burung laut sea bird. By-catch dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok: mempunyai nilai jual dan legal; tidak bernilai jual; tidak bernilai jual dan legaltidak legal. By-catch selain yang bernilai jual dan legal haruslah dihindari. Aspek kelima adalah hasil tangkapan yang dikembalikan ke laut discards. Discards adalah pengembalian hasil tangkapan kembali ke laut karena pertimbangan nilai ekonomis ataupun karena menangkap spesies yang dilindungi endangered species . Tingkat bertahan hidup dari spesies yang telah dibuang ke laut bergantung 96 pada kemampuannya bertahan hidup di udara terbuka dari waktu ia tertangkap. Dapat diduga bahwa spesies yang dibuang mempunyai tingkat kematian yang tinggi hidden mortality . Aspek keenam adalah by-mortality. By-mortality adalah tingkat kematian organisme laut lolos yang terluka akibat alat tangkap selama proses penangkapan berlangsung. Kemampuan bertahan hidup ikan yang lolos setelah tertangkap sangat penting untuk diteliti karena nantinya akan membantu dalam mengklarifikasi by- mortality ini Main Sangster 1988. Aspek ketujuh adalah ghost fishing. Istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan tertangkapnya organisme laut oleh alat tangkap yang hilang atau sengaja ditinggalkan. Alat tangkap yang dimaksud disini adalah alat tangkap yang tebuat dari bahan tekstil yang bersifat non-biodegradable. Alat tangkap ini akan berada di perairan dalam jangka waktu yang cukup lama Fox Hutington 1988. Hilangnya alat tangkap longline biasanya disebabkan karena terhimpit dasar perairan yang kasar yang terdiri dari koral dan bebatuan. Ghost fishing dapat menyebabkan dampak yang serius di banyak wilayah. Ghost fishing adalah penyebab hidden fishing mortality sejak lama. Aspek kedelapan adalah efek terhadap habitat. Pengoperasian suatu alat tangkap dapat merusak dasar perairan, terutama untuk jenis dragged gear. Koral dan epifauna lain dapat rusak untuk kisaran wilayah yang cukup luas. Begitu pentingnya keberadaan ekosistem bagi kelangsungan usaha penangkapan dan kelestarian sumberdaya ikan, maka alat tangkap harus mempunyai dampak yang minimal terhadap ekosistem Sarmintohadi 2002. Penggunaan alat tangkap rawai dasar tidak merusak bottom topography dan bottom fauna Bjordal 1983. Perlu dikaji lebih mendalam untuk rawai dasar yang dioperasikan di perairan karang. Jatuhnya pemberat ke dasar perairan dapat merusak koral yang berfungsi sebagai penyokong hidup terpenting bagi ikan-ikan karang. Penelitian tentang efek penangkapan terhadap habitat masih terbatas. Terdapat kesulitan dalam menentukan kriteria yang jelas, namun kriteria umum bisa dibuat 97 namun masih dapat diperdebatkan. Berdasarkan contoh yang telah dijelaskan pada aspek ini, luasnya kerusakan karang akibat jatuhnya pemberat belum dapat diketahui dan belum dapat diketahui pula berapa lama waktu yang dibutuhkan sehingga kegiatan tersebut menimbulkan dampak yang serius di suatu perairan. Apabila telah mencapai kondisi kritis, terumbu karang akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk pulih kembali, yaitu lebih dari 20 tahun David 1979. Aspek kesembilan adalah kualitas hasil tangkapan. Baik buruknya kualitas hasil tangkapan dipengaruhi oleh bagaimana alat tangkap tersebut dioperasikan. Ikan yang memiliki kualitas baik akan memperoleh nilai jual yang tinggi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan. Dengan meningkatnya kesejahteraan diharapkan nelayan mempunyai kesadaran untuk memelihara kondisi ekosistem yang merupakan sumber utama penghasil tangkapan Sarmintohadi 2002. Rawai dasar dapat memproduksi ikan dengan kualitas yang cukup baik. Kualitas ikan akan terus menurun begitu ikan tersangkut pancing karena terluka dan makin menurun setelah diangkat ke permukaan karena serangan bakteri Bjordal 1983. Penurunan kualitas ini masih dipengaruhi oleh jenis ikan, daerah penangkapan, cara penangkapan, waktu penangkapan dan penanganan hasil tangkapan. Aspek kesepuluh adalah efisiensi dalam penggunaan energi. Energi disini adalah bahan bakar yang digunakan selama operasi penangkapan. Sumber energi tersebut tergolong ke dalam kekayaan alam yang tidak dapat diperbaharui unrenewable atau dengan kata lain persediaannya di dunia ini terbatas dan makin hari semakin menipis. Sehingga pada operasi penangkapan diusahakan memakai bahan bakar seminimal mungkin. Hal ini dilakukan untuk menjamin kelangsungan usaha penangkapan ikan yang pada kondisi sekarang ini sangat tergantung pada pasokan minyak bumi sebagai bahan bakar dalam operasi penangkapan ikan Sarmintohadi 2002. Aspek kesebelas adalah polusi. Polusi yang dapat ditimbulkan adalah polusi udara dan air. Polusi udara dapat ditimbulkan oleh emisi gas buangan, hal ini berkaitan dengan pemakaian bahan bakar. Polusi air terutama disebabkan karena disebabkan hilang atau ditinggalkannya alat tangkap serta bahan plastik lainnya yang diketahui 98 tidak dapat terurai di perairan. Buangan minyak dan zat kimia ke laut juga tidak dapat diabaikan. GESAMP 2001, mengklasifikasikan buangan plastik ke dalam tiga golongan, yaitu alat tangkap dan peralatannya, seperti jaring dan tali, tali sintetis dan kemasan pastik, termasuk tas plastik, botol plastik dan sebagainya. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi kegiatan penangkapan, manuver kapal serta aktifitas kelautan lainnya. Kewaspadaan harus dijaga untuk menjamin agar limbah manusia dan limbah lainnya dari kapal penangkap dibuang dengan suatu cara sehingga tidak membahayakan lingkungan sekitar. Dengan semakin meningkatkannya kesadaran masyarakat pada perlindungan lingkungan, di beberapa negara telah ada peraturan yang melarang pembuangan limbah dari kapal ke lingkungan sekitarnya. Dalam masalah ini nelayan harus sadar akan tanggungjawabnya. Harus dihindari terjadinya pembuangan limbah hewan, manusia atau limbah-limbah lainnya dari kapal penangkap ke dalam perairan Widodo 1994. Dari seluruh kriteria yang pernah dibuat, Cochrane 2002 membuat suatu nilai indeks efek dari berbagai macam metode penangkapan termasuk di dalamnya metode penangkapan untuk ikan karang terhadap ekosistem Tabel 3 yang menunjukkan tingkat keramahan lingkungan. Metode penangkapan untuk ikan karang yang dimaksud di sini adalah metode penangkapan dengan menggunaakan gillnet , trammelnet, handline, longline, dan trap. Sebagai contoh penilaian indeks, dapat kita bandingkan untuk alat tangkap gillnet dan longline. Indeks efek gillnet lebih rendah dibandingkan longline. Hal ini menunjukkan bahwa dari keseluruhan aspek longline, dinilai lebih ramah lingkungan dibandingkan gillnet. Penilaian pada kolom spesies gillnet memperoleh nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan longline. Jenis ikan yang tertangkap oleh gillnet lebih beragam dibandingkan longline yang menggunakan umpan sebagai pemikat ikan. Penggunaan umpan dapat disesuaikan dengan ikan yang menjadi target penangkapan. Contoh lain yaitu pada kolom ghost fishing; nilai perolehan gillnet lebih rendah dibandingkan dengan longline. Hal ini disebabkan karena gillnet yang putushilang akan tetap terentang di air sehingga ikan-ikan yang melintas otomatis 99 akan terjerat. Longline yang putus akan langsung jatuh ke dasar perairan, sehingga kemungkinan ikan yang melintas lebih sedikit, terlebih lagi apabila sudah tidak ada umpan, ikan-ikan tidak akan ada yang mendekat. Tabel 3. Estimasi umum efek penangkapan terhadap ekosistem untuk berbagai macam metode penangkapan Cochrane 2002 Selektivitas Alat tangkap Ukuran Spesies By- mortality Ghost fishing Efek terhadap habitat Efisiensi energi Kualitas hasil tangkapan Indeks efek terhadap ekosistem Gillnet 8 4 5 1 7 8 5 5,4 Trammel net 2 3 5 3 7 8 5 4,7 Handline 4 4 6 10 9 9 9 7,3 Longline 6 5 6 9 8 8 8 7,1 Pots 7 7 9 3 8 8 9 7,3 Traps 5 5 8 8 9 9 9 7,6 Spear, harpoon 8 9 5 10 10 8 9 8,4 Pelagic trawl 4 7 3 9 9 4 8 6,3 Demersal trawl 4 4 6 9 2 2 6 4,7 Beam Trawl 4 4 6 9 2 1 6 4,6 Shrimp trawl 1 1 7 9 4 2 6 4,3 Seine net 5 5 6 9 4 5 8 6,0 Purse Seine - 7 5 9 9 8 8 7,7 Beach Seine 2 2 5 10 6 9 9 6,1 Keterangan : Semakin tinggi nilai yang diperoleh, semakin tinggi keramahan lingkungan suatu alat tangkap Indeks akhir diperoleh dengan merata-ratakan nilai tiap aspek yang diberikan, sehingga diperoleh nilai 7,1 untuk longline dan 5,4 untuk gillnet. Indeks yaang dibuat oleh Cochrane 2002 ini sangat tepat untuk ditampilkan sebagai peringatan bagi kita untuk lebih mencermati metode penangkapan yang memiliki indeks yang kecil untuk segera dilakukan penelitian agar dapat dicarikan teknologi yang tepat sehingga masa depan perikanan Indonesia, khususnya perikanan karang dapat diselamatkan. Teknologi tersebut haruslah segera diterapkan agar tercipta suatu pengelolaan dan pemanfaatan yang lestari dan bertanggung jawab. Kriteria ramah lingkungan sebagai 100 acuan dalam penerapan teknologi penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan telah banyak dibuat namun hanya bersifat umum sehingga untuk selanjutnya perlu dipikirkan lagi suatu kriteria ramah lingkungan secara lebih spesifik berdasarkan penggunaan alat tangkap. Hal tersebut dikarenakan setiap alat tangkap memiliki karakteristik dan metode yang khas. Untuk rawai dasar longline terdapat 4 kriteria penilaian ramah lingkungan yang relevan dengan penjabaran 11 aspek yang telah dikemukakan oleh Cochrane 2002. Aspek pertama adalah karakteristik hasil tangkapan, hasil tangkapan sampingan by- catch yang didapat haruslah dalam jumlah sedikit. Hasil tangkapan sampingan adalah hasil tangkapan selain dari hasil tangkapan sasaran utama. Aspek yang kedua adalah perilaku nelayan yang dapat menyebabkan kecelakaan di laut. Aspek yang ketiga adalah perilaku nelayan yang dapat menyebabkan kerusakan fisik habitat ikan terumbu karang. Kerusakan fisik akibat pengoperasian alat tangkap ini yaitu dengan melihat apakah penaikan dan penurunan pemberat menyebabkan kerusakan pada terumbu karang. Kemudian aspek yang keempat adalah perilaku nelayan yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan seperti kasus tali pancing putus yang dapat menjadi ghost fishing dan sampah perairan. Sampah kemasan perbekalan juga dapat memicu polusi perairan apabila langsung dibuang ke laut terutama pada kemasan yang terbuat dari bahan-bahan yang sulit untuk terurai di dalam perairan non- biodegradable . Bahan bakar dan cat perahu juga merupakan unsur-unsur yang dapat dipertimbangkan dalam penilain keramahan lingkungan ini. Pemakaian bahan bakar yang tidak hemat, kemudian tumpahnya bahan bakar ini ke perairan, serta dapat pula mengakibatkan polusi udara apabila telah mencapai nilai ambang batas. Cat perahu yang digunakan juga perlu diteliti, apakah perahu yang digunakan dalam beroperasi memakai cat yang mengandung bahan kimia berbahaya. 101 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian