Tujuan Penelitian Manfaat penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Objek dan Alat Pemelitian Jenis dan Cara Pengambilan Data

82 tersebut harus memperhatikan berbagai aspek terutama yang berhubungan dengan operasi penangkapan ikan yang diterapkan. Salah satu unit penangkapan ikan karang yang umum dioperasikan di Lombok Timur adalah unit penangkapan rawai dasar. Unit penangkapan ini telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap sektor perikanan karang, namun terjadi penurunan jumlah produksi pada dua tahun terakhir penelitian. Agar kesinambungan perikanan karang ini dapat terjaga dengan baik maka setiap unit penangkapan yang beroperasi haruslah ramah lingkungan. Untuk itu diperlukan suatu analisis lebih lanjut untuk dapat menilai keramahan lingkungan suatu operasi penangkapan ikan karang.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menentukan keramahan lingkungan unit penangkapan ikan karang dengan rawai dasar di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat berdasarkan karakteristik hasil tangkapan serta perilaku nelayan yang dapat menyebabkan kecelakaan di laut, perilaku yang dapat mengakibatkan kerusakan fisik habitat ikan terumbu karang dan perilaku yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.

1.3 Manfaat penelitian

Data yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam pengelolaan perikanan karang yang ramah lingkungan seperti perbaikan alat, operasional penangkapan, serta peningkatan kesadaran nelayan terhadap pengelolaan perikanan karang yang lestari dan bertanggung jawab. 83 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Karang 2.1.1 Jenis ikan karang Perairan terumbu karang adalah habitat dari berbagai jenis ikan sehingga dikenal sebagai perairan dengan keanekaragaman ikan yang tinggi. Kegiatan penangkapan ikan di perairan terumbu karang secara umum dapat dibedakan menjadi dua kategori berdasarkan jenis ikan yang dijadikan target penangkapan, yaitu penangkapan ikan konsumsi dan penangkapan ikan hias. Penangkapan ikan konsumsi terutama ditujukan untuk menangkap ikan-ikan yang berukuran relatif besar dan predator, seperti dari famili Caesiodidae, Labridae, Scaridae, Serranidae, Lutjanidae, Siganidae dan Lethrinidae Gambar 1, Tabel 1, Komnas Stock Assessment 1998. Penangkapan ikan hias terutama ditujukan untuk ikan-ikan yang mempunyai nilai estetika khusus bagi para penggemar yang akan menempatkannya dalam akuarium. Jenis ikan ini sangat beragam, diantaranya adalah anggota famili Chaetodontidae, Pomacanthidae, Balistidae, Pomacentridae Nababan, 1999, Gambar 2. Beberapa jenis ikan hias tergolong sebagai spesies indikator, yaitu yang dipakai untuk menggambarkan kualitas terumbu karang karena asosiasinya yang kuat dengan terumbu karang Azkab et al. 1996. Contoh jenis ikan ini adalah ikan kepe-kepe yang terdiri dari beberapa marga, yaitu Chaetodon spp., Chelmon spp., Heniochus spp., dan Orcipigen spp. kesemuanya masuk dalam famili Chaetodontidae. Ikan-ikan ini mudah dikenali oleh masyarakat awam sekalipun karena sudah sangat populer khususnya bagi para pecinta ikan hias. Selain sebagai spesies indikator, ikan-ikan hias ini juga tergolong spesies target, yaitu ikan hias yang dapat dikonsumsi dan bernilai ekonomis tinggi Azkab et al. 1996. Kelompok ikan-ikan target penghuni terumbu karang banyak yang sudah dikenal masyarakat kita misalnya ikan kakap famili Lutjanidae ikan kerapu atau ikan balong sunu famili Serranidae, ikan baronang famili Siganidae dan masih banyak lagi yang lain, mudah dijumpai masyarakat di pasar-pasar atau tempat-tempat pelelangan 84 ikan. Kelompok ikan-ikan konsumsi merupakan ikan yang selalu diburu oleh para nelayan di daerah terumbu karang dan sekitarnya. Kelompok ikan ini biasanya hidup di antara lempengan karang atau lubang-lubang. Ikan-ikan lainnya atau ikan-ikan yang tidak termasuk dalam golongan di atas merupakan golongan ikan hias dengan jumlah terbesar Azkab et al. 1996. Umumnya hidup dalam kelompok besar, misalnya ikan betok jenis Amblyglyphidodon curacao , famili Pomacentridae, jenis Dascylus reticulatus, ikan beseng jenis Apogon quenquelineata, famili Apogonidae dan lain-lain. Beberapa jenis dari kelompok ini memiliki warna-warna tubuh indah cocok sebagai pengisi akuarium ikan hias laut. Kegiatan eksploitasi ikan karang terus ditingkatkan untuk memenuhi permintaan pasar di dalam dan luar negeri. Ikan-ikan karang ini mempunyai kebiasaan mencari makan yang berbeda-beda. Berdasarkan hal tersebut maka ikan karang dikelompokkan lagi menjadi 3 kelompok Anonim 2004b yaitu : 1 Ikan nokturnal aktif ketika malam hari, contohnya pada ikan-ikan dari famili Holocentridae swanggi, famili Apogoninade beseng, famili Hamulidae, Priacanthidae bigeyes, famili Muraenidae eels, famili Seranidae jewfish dan beberapa dari famili dari Mullidae goatfishes. 2 Ikan diurnal aktif ketika siang hari, contohnya pada ikan-ikan dari famili Labraidae wrasses, famili Chaetodontidae butterflyfishes, famili Pomacentridae damselfishes, famili Scaridae parrotfishes, famili Acanthuridae surgeonfishes, famili Bleniidae blennies, famili Balistidae triggerfishes, famili Pomaccanthidae angelfishes, famili Monacanthidae, famili Ostracionthidae boxfishes, famili Tetraodontidae, famili Canthigasteridae dan beberapa dari famili Mullidae goatfishes. 3 Ikan crepuscular aktif diantara contohnya pada ikan-ikan dari famili Sphyraenidae baracudas, famili Scombridae, famili Serranidae groupers, famili Carangidae jacks, famili Scorpaenidae lionfishes, famili Synodontidae lizardfishes, famili Carcharhinidae, famili Lamnidae, famili Spyrnidae sharks dan beberapa dari famili Muraenidae eels. 85 Tabel 1. Jenis-jenis ikan karang untuk konsumsi yang banyak ditemukan di Indonesia No Famili dan jenis Nama perdagangan 1 Caesiodidae Caesio erytrogaster Caesio xanthonata Ekor kuning Pisang-pisang 2 Labridae Cheilinus undulatus NapoleonSiomay 3 Scaridae Scarus spp. Kakaktua, Gigi anjing 4 Serranidae Ephinephelus tauvina E. malabaricus E.areolatus E. fuscoguttatus Plectropomus leopardus P. attivelis Kerapu Kerapu sunu Kerapu tikus 5 Lutjanidae Lutjanus decussatus L. argentina culatus L. gibbus L. johni L. fulviflama Kakap Kakap 6 Siganidae Siganus magnificus S. virgatus S. canalicutatus S.javus Baronang 7 Lethrinidae L. lentjam L. harox Lentjam Sumber : Komnas Stock Assessment 1998 86 Barakuda Sphyrinidae dan tengiri Scombridae ádalah ikan-ikan yang hidup di lepas pantai dan kolom air Allen Swainston 1993. Kedua ikan ini dicantumkan sebagai ikan karang karena kedua ikan ini sering melintas di perairan karang pada siang hari Syakur 2000. Ikan-ikan ini masuk ke perairan karang kemungkinan karena tertarik oleh persediaan makanan yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Hutomo 1986, bahwa banyak spesies yang memiliki habitat lebih dari satu. Hal ini juga terjadi pada famili Lethrinidae. Famili Lethrinidae diketahui hidup di daerah berpasir, patahan karang rubble dan pada daerah tubir Anonim 2004b. a b c d e f g Keterangan: a. Caesio xanthonota e. Lutjanus gibbus b. Cheilinus undulatus f. Siganus javus c. Scarus ghobban g. Lethrinus harox d. Epinephelus areolatus Sumber : Kuiter 1992, kecuali d: koleksi pribadi 2003 Gambar 1. Jenis-jenis ikan konsumsi yang banyak ditemukan di Indonesia 87 Sumber : Kuiter 1992 Gambar 2. Jenis-jenis ikan hias yang banyak ditemukan di Indonesia

2.1.2 Permasalahan perikanan karang

Banyaknya pihak yang tertarik untuk bergerak dalam usaha perikanan karang akan menimbulkan banyak pula permasalahan dalam bidang ini, khususnya akibat operasi penangkapan ikan yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan laut. Beberapa permasalahan yang timbul akibat hal ini adalah kerusakan terumbu karang yang semakin luas akibat penggunaan bom, sianida, serta penurunan dan penaikan pemberat, serta penggunaan alat tangkap yang destruktif. Alat tangkap yang tidak selektif juga menyebabkan penurunan keanekaragaman sumberdaya hayati. Rendahnya selektivitas alat tangkap menyebabkan tertangkapnya ikan-ikan yang belum dewasa serta ikan-ikan yang tergolong langka atau dilindungi Antariksa dan Bandiyono 1999. Terdapat tujuh jenis biota laut yang dilindungi di Indonesia yaitu: lumba-lumba, penyu, paus, hiu, ikan duyung, ikan napoleon dan kerang tridacna Tabel 2. a b c d Keterangan : a. Chaetodon ocellicaudus Chaetodonidae b. Centropyge eibli Pomacanthidae c. Pseudobalistes fuscus Balistidae d. Chromis atripes Pomacentridae 88 Tabel 2. Karakteristik beberapa jenis biota laut yang dilindungi di Indonesia No Jenis biota laut Karakteristik 1. Ukuran populasinya menurun 2. Memerlukan wilayah jelajah yang luas 3. Memiliki ukuran tubuh yang besar 4. Membentuk kelompok secara tetap atau sederhana 1 Lumba-lumba 5. Hanya dijumpai pada lingkungan yang stabil pada relung tertentu 1. Ukuran populasinya menurun 2. Memerlukan wilayah jelajah yang luas 3. Hanya dijumpai pada lingkungan yang stabil pada relung tertentu 4. Memiliki ukuran tubuh yang besar 5. Tidakmemiliki kemampuan menyebar dengan baik 6. Bermigrasi musiman 2 Penyu 7. Diburu atau dipanen oleh manusia 1. Ukuran populasinya menurun 2. Memerlukan wilayah jelajah yang luas 3. Hanya dijumpai pada lingkungan yang stabil pada relung tertentu 4. Memiliki ukuran tubuh yang besar 5. Tidakmemiliki kemampuan menyebar dengan baik 6. Bermigrasi musiman 3 Paus 7. Diburu atau dipanen oleh manusia 1. Ukuran populasinya menurun 2. Hanya dijumpai pada lingkungan yang stabil pada relung tertentu 3. Bermigrasi musiman 4. Memiliki ukuran tubuh yang besar 4 Hiu 5. Diburu atau dipanen oleh manusia 1. Ukuran populasinya menurun 2. Memerlukan wilayah jelajah yang luas 3. Hanya dijumpai pada lingkungan yang stabil pada relung tertentu 4. Memiliki ukuran tubuh yang besar 5 Ikan duyung 5. Tidakmemiliki kemampuan menyebar dengan baik 1. Ukuran populasinya menurun 2. Hanya dijumpai pada lingkungan yang stabil pada relung tertentu 3. Tidakmemiliki kemampuan menyebar dengan baik 6 Ikan napoleon 4. Memiliki densitas yang rendah 1. Ukuran populasinya menurun 2. Hanya dijumpai pada lingkungan yang stabil pada relung tertentu 3. Tidakmemiliki kemampuan menyebar dengan baik 7 Kerang tridacnna 4. Memiliki densitas yang rendah Sumber : Haerunnisa 2005 89 Permasalahan lain yang ditimbulkan adalah polusi perairan. Bila dibiarkan begitu saja, polusi ini akan terus berkembang menjadi sangat serius. Polusi perairan disebabkan oleh pembuangan limbah yang beracun serta bahan-bahan yang tergolong sulit untuk terurai termasuk didalamnya sisa alat tangkap yang ditinggalkan atau hilang ke dalam perairan. Alat tangkap yang ditinggalkan ini dapat menyebabkan ghost fishing GESAMP 2001. Solusi tepat dari seluruh permasalahan tersebut adalah dengan segera menerapkan teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan. Hal ini akan berjalan dengan baik apabila diikuti dengan menanamkan kesadaran ramah lingkungan dan meningkatkan pendidikan serta keterampilan nelayan.

2.1.3 Alat penangkap ikan karang

Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan karang umumnya bersifat pasif sehingga dibutuhkan suatu pemikat, agar ikan berenang mendekati alat tangkap. Contoh pemikat ini adalah umpan. Saat ini terdapat berbagai jenis alat yang dapat digunakan untuk menangkap ikan-ikan karang. Secara umum alat penangkap ikan tersebut tergolong kedalam jenis bubu, muroami dan teknik lain dengan menggunakan peledak dan racun Antariksa dan Bandiyono 1999. Bubu dapat terbuat dari bambu atau dari bahan-bahan lain seperti besi, plastik, dan lain-lain. Ikan yang tertangkap dengan bubu umumnya dalam keadaan hidup. Alat ini dioperasikan dengan cara meletakannya pada sela-sela karang, sebagian nelayan menggunakan karang yang ada disekitarnya sebagai pemberat Antariksa dan Bandiyono 1999. Penggunaan bubu ini memiliki potensi untuk merusak karang walaupun tidak luas. Kerusakan terumbu karang terutama terjadi pada saat penurunan dan penaikan bubu serta penggunaan karang sebagai pemberat. Ketika bubu diturunkan bubu akan menyentuh terumbu karang sehingga menyebabkan rusak atau bergesernya terumbu karang. Keadaan yang sama terjadi ketika penaikan bubu ke perahu. 90 Muroami termasuk alat tangkap dalam kategori drive-in net, yaitu untuk menangkap ikan-ikan yang digiring nelayan menggunakan untaian tali untuk menakut-nakuti scaring line dan menggiring ikan dari karang-karang ke arah bag net . Scaring line secara harmonik membuat gerakan naik turun menyentuh terumbu karang ketika ikan melewatinya. Sentuhan tadi akan membuat terumbu karang bergeser dari tempat semula dan tidak jarang menyebabkan kerusakan yang cukup parah. Sarana lain untuk menangkap ikan karang yaitu dengan menggunakan bahan peledak blast fishing. Di Indonesia penggunaan bahan peledak sebagai sarana penangkapan telah lama diterapkan oleh nelayan tradisional. Nelayan membuat bahan peledak dari kerosin dan bubuk peledak yang biasa dikemas dalam sebuah wadah. Setelah kumpulan ikan terlihat jelas, perahu akan segera mendekati target pada jarak kira-kira lima meter, kemudian bom dilemparkan di tengah-tengah kumpulan ikan. Setelah bom meledak nelayan segera mengumpulkan ikan target yang telah dibunuhnya. Penggunaan bahan peledak ini dapat menyebabkan kerusakan fisik yaitu hilangnya fungsi pelindung pantai dan hilangnya tempat perlindungan bagi biota di ekosistem Nababan 1999. Sianida merupakan salah satu jenis bahan kimia berbahaya yang sering digunakan oleh nelayan perairan karang. Sianida ini digunakan untuk membius pada konsentrasi tertentu ikan-ikan yang akan dijual dalam keadaan hidup. Namun tanpa disadari sianida pada konsentrasi tersebut dapat menjadi dosis mematikan untuk ikan-ikan lain terutama ikan-ikan yang berukuran lebih kecil. Teknik ini melibatkan penyelam yang membawa larutan sianida yang dikemas pada sebuah wadah untuk ditebarkan di kedalaman dimana telah terdapat ikan target. Untuk skala penangkapan yang lebih besar, zat racun ini hanya ditabur begitu saja ke dalam air dan terkadang dicampurkan ke dalam umpan Hall 1999. Bahan peledak dan sianida telah dilarang di Indonesia. Hal ini disebutkan dalam Undang-Undang Perikanan Nomor 9 tahun 1983, Pasal 6 ayat 1 yang mengatakan ”Setiap orang atau badan hukum dilarang melakukan kegiatan penangkapan dan pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan dan atau alat yang dapat 91 membahayakan kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya”. Kemudian penjelasan pasal 6 tersebut menyebutkan bahwa penggunaan bahan peledak, bahan beracun, aliran listrik dan lain-lain tidak saja mematikan ikan, tetapi dapat juga mengakibatkan kerusakan pada lingkungan dan merugikan nelayan dan petani ikan. Apabila terjadi kerusakan sebagai akibat dari penggunaan bahan dan alat yang digunakan, maka pengembalian ke keadaan semula membutuhkan waktu yang sangat lama atau bahkan mungkin mengakibatkan kepunahan, oleh karena itu penggunaan bahan-bahan tersebut harus dilarang Nababan 1999. Rawai dasar adalah salah satu alat penangkap ikan-ikan yang hidup di perairan karang, yaitu di sekitar terumbu karang. Rawai dasar untuk perairan karang termasuk ke dalam rawai tetap set long line. Rawai tetap adalah rawai yang pada salah satu ujung utama sebelah bawah diberi batu pemberat atau jangkar sehingga alat ini tetap dan tidak hanyut, sedangkan ujung lainnya diikatkan di pelampung atau perahu Direktorat Prasarana Perikanan Tangkap 2001. Operasi penangkapan dengan menggunakan alat ini haruslah memperhatikan keadaan topografi dasar perairan, sebab untuk perairan yang dasarnya terdapat karang-karang, terumbu karang atau banyak bebatuan akan memungkinkan mata pancing mudah tersangkut dan tali pancingnya mudah untuk terbelit-belit oleh karang. Untuk itu harus dibuat konstruksi desain khusus bentuk pancing yang dioperasikan di atas karang-karang khususnya dan atau perairan karang pada umumnya. Operasional penangkapan dilakukan di perairan karang di atas karang-karang dengan terlebih dahulu mengadakan penyelaman untuk mengetahui kondisi karangnya. Cara pengoperasian rawai dsar yaaitu tiap-tiap pancing diberi umpan yang tujuannya untuk memikat ikan agar ikan mau memakan umpan tersebut sehingga terkait oleh pancing. Setiap pancing dihubungkan dengan kawat. Unit rawai dasar terdiri dari main line, branch line, pancing serta pelampung tanda Gambar 3. Rawai dasar menarik ikan-ikan dengan umpan yang terpasang pada setiap pancingnya. Pancing diturunkan hampirsampai dasar perairan. Alat tangkap ini terkadang merusak karang-karang serta menggeser kedudukannya akibat terbelit oleh tali pancing serta penurunan dan penaikan pemberat. Hal ini juga menjadi penyebab putusnya tali pacing Cochrane 2002. 92 Sumber : Sainsbury 1971 Gambar 3. Posisi rawai dasar ketika dioperasikan Alat penangkap ikan karang lainnya adalah gillnet. Alat ini dipasang mendekati dasar perairan. Umumnya tergolong pasif karena hanya menunggu ikan-ikan yang lewat dan tersangkut oleh mata jaring saja. Gillnet sangat berpotensi merusak terumbu karang akibat penurunan dan penaikan pemberat serta pada saaat penarikan jaring yang tanpa sengaja mengenai terumbu karang disekitarnya. 2.2 Teknologi Penangkapan Ikan yang Ramah Lingkungan 2.2.1 Tujuan teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan Teknologi penangkapan ikan adalah cara khusus yang diterapkan pada suatu operasi penangkapan ikan. Operasi penangkapan ikan di sini merupakan keseluruhan kegiatan yang meliputi persiapan sebelum melaut hingga pendaratan hasil tangkapan. Sedangkan keramahan lingkungan adalah dimana suatu kegiatan dinilai tidak mengganggu lingkungan Puspito G 24 oktober 2005, komunikasi pribadi. Dari penjelasan tersebut teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan dapat didefinisikan sebagai suatu cara khusus yang diterapkan pada suatu operasi penangkapan ikan agar tidak mengancam kelestarian lingkungan. Di beberapa Bendera pelampung Pelampung tanda Jangkar Branch line Main line Pancing yang sudah diberi umpan 93 wilayah di Indonesia kerusakan ekosistem terumbu karang akibat aktivitas penangkapan yang bersifat destruktif semakin meningkat Antariksa dan Bandiyono 1999. Untuk mencegah meluasnya dampak yang ditimbulkan dan untuk menjamin keberlanjutan usaha penangkapan ikan dibutuhkan suatu pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya yang mengacu kepada Code of Conduct for Responsible Fisheries , yaitu pemanfaatan sumberdaya perikanan yang ramah terhadap lingkungan Sarmintohadi 2002.

2.2.2 Kriteria ramah lingkungan

Banyak kriteria ramah lingkungan yang telah dibuat sebagai acuan penerapan teknologi penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan. Berwawasan lingkungan adalah perspektif yang mempertimbangkan karakteristik dan kelestarian lingkungan Puspito G 24 Oktober 2005, komunikasi pribadi. Dengan berpedoman kepada pembangunan yang berkesinambungan, Martasuganda 2005 mengatakan bahwa teknologi penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan berencana dalam menggunakan alat tangkap yang dipergunakan untuk mengelola sumberdaya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup tanpa mempengaruhi atau mengganggu kualitas dari lingkungan hidup. Kriteria ramah lingkungan juga pernah dibuat oleh Monintja 2000. Kriteria- kriteria teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1 Selektivitas tinggi 2 Tidak destruktif terhadap habitat 3 Tidak membahayakan nelayan 4 Menghasilkan ikan yang bermutu baik 5 Produk tidak membahayakan kesehatan konsumen 6 Minimum hasil tangkapan sampingan 7 Dampak minimum terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati 8 Tidak menangkap spesies yang dilindungi atau terancam punah 94 9 Hasil tangkapan sampingan yang dibuang ke laut discard rendah 10 Dapat diterima secara sosial Permasalahan mengenai teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan telah mendapat perhatian sejak lama walaupun analisis yang digunakan kurang mendetail. Sainsbury 1971 juga telah menyinggung mengenai hal tersebut dalam kriteria yang dibuatnya untuk pemilihan alat tangkap yang baik. Kriteria tersebut antara lain: spesies ikan yang akan ditangkap, nilai ekonomis ikan, kedalaman perairan, karakteristik dasar perairan jika alat tangkap dioperasikan di dasar perairan, dan yang terakhir adalah selektivitas alat tangkap untuk menghindari by- catch spesies langka. Dari pendapat-pendapat mengenai kriteria ramah lingkungan yang diungkapkan oleh Monintja 2000 dan Sainsbury 1971, keduanya hanya memberikan kriteria secara umum untuk keseluruhan alat tangkap, sedangkan diketahui bahwa setiap alat tangkap memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga banyak aspek-aspek yang perlu ditambahkan apabila kriteria tersebut akan digunakan untuk menilai keramahan lingkungan suatu alat tangkap secara khusus. Cochrane 2002 mengemukakan 11 aspek kriteria ramah lingkungan, dimana aspek-aspek ini memberikan pendekatan-pendekatan yang lebih kompleks dan mendetail bagaimana implementasinya di lapang. Aspek yang pertama adalah proses penangkapan. Proses penangkapan dimulai sejak alat tangkap bersentuhan dengan air dan berakhir pada saat alat tersebut kembali berada di pantai atau berada di atas dek kapal. Selama proses penangkapan terjadi hubungan antara alat tangkap dengan berbagai jenis ikan dan organisme laut termasuk di dalamnya burung laut sea bird dan habitat dasar perairan. Aspek yang kedua adalah efek penangkapan terhadap ekosistem. Efek dari penangkapan terhadap ekosistem terbagi dua yaitu efek langsung dan tidak langsung yang disebabkan oleh alat tangkap selama proses penangkapan. Hal ini serupa dengan apa yang diungkapkan oleh Hall 1999, bahwa efek penangkapan terhadap ekosistem terbagi menjadi dua, yaitu: 95 a Efek langsung direct effects - Kematian ikan, dari proses penangkapan didaratkan atau dikembalikan ke laut atau dibunuh untuk selanjutnya tidak atau digunakan sebagai umpan kepada predator lain. - Meningkatkan pemanfaatan suatu spesies sebagai makanan bagi spesies lain dalam system dengan melakukan discard - Perusakan habitat akibat aktifitas alat tangkap b Efek tidak langsung indirect effects Efek tidak langsung merupakan kelanjutan atau efek yang mengikuti dan tidak terpisahkan dari efek langsung direct effects Aspek yang ketiga adalah selektivitas. Selektivitas dari berbagai macam alat tangkap bergantung pada kemampuannya dalam menyeleksi jenis dan ukuran dari spesies ikan target penangkapan. Selektivitas dapat ditingkatkan dengan cara mengganti konfigurasi alat tangkap, atau menghindari wilayah dan periode penangkapan dengan dugaan maksimum bay-catch atau spesies yang tidak diinginkan. Aspek keempat adalah hasil tangkapan sampingan by-catch. By-catch adalah semua yang tertangkap dari suatu proses penangkapan selain jenis dan ukuran dari spesies yang menjadi target penangkapan. By-catch adalah discard catch ditambah incidental catch McCaughran diacu dalam Hall 1999. Terdapat banyak variasi spesies by-catch dari sponge dan koral hingga ikan dengan jenis dan ukuran yang tidak diinginkan atau bernilai jual rendah unmarketable serta kura-kura laut, mamalia laut dan burung laut sea bird. By-catch dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok: mempunyai nilai jual dan legal; tidak bernilai jual; tidak bernilai jual dan legaltidak legal. By-catch selain yang bernilai jual dan legal haruslah dihindari. Aspek kelima adalah hasil tangkapan yang dikembalikan ke laut discards. Discards adalah pengembalian hasil tangkapan kembali ke laut karena pertimbangan nilai ekonomis ataupun karena menangkap spesies yang dilindungi endangered species . Tingkat bertahan hidup dari spesies yang telah dibuang ke laut bergantung 96 pada kemampuannya bertahan hidup di udara terbuka dari waktu ia tertangkap. Dapat diduga bahwa spesies yang dibuang mempunyai tingkat kematian yang tinggi hidden mortality . Aspek keenam adalah by-mortality. By-mortality adalah tingkat kematian organisme laut lolos yang terluka akibat alat tangkap selama proses penangkapan berlangsung. Kemampuan bertahan hidup ikan yang lolos setelah tertangkap sangat penting untuk diteliti karena nantinya akan membantu dalam mengklarifikasi by- mortality ini Main Sangster 1988. Aspek ketujuh adalah ghost fishing. Istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan tertangkapnya organisme laut oleh alat tangkap yang hilang atau sengaja ditinggalkan. Alat tangkap yang dimaksud disini adalah alat tangkap yang tebuat dari bahan tekstil yang bersifat non-biodegradable. Alat tangkap ini akan berada di perairan dalam jangka waktu yang cukup lama Fox Hutington 1988. Hilangnya alat tangkap longline biasanya disebabkan karena terhimpit dasar perairan yang kasar yang terdiri dari koral dan bebatuan. Ghost fishing dapat menyebabkan dampak yang serius di banyak wilayah. Ghost fishing adalah penyebab hidden fishing mortality sejak lama. Aspek kedelapan adalah efek terhadap habitat. Pengoperasian suatu alat tangkap dapat merusak dasar perairan, terutama untuk jenis dragged gear. Koral dan epifauna lain dapat rusak untuk kisaran wilayah yang cukup luas. Begitu pentingnya keberadaan ekosistem bagi kelangsungan usaha penangkapan dan kelestarian sumberdaya ikan, maka alat tangkap harus mempunyai dampak yang minimal terhadap ekosistem Sarmintohadi 2002. Penggunaan alat tangkap rawai dasar tidak merusak bottom topography dan bottom fauna Bjordal 1983. Perlu dikaji lebih mendalam untuk rawai dasar yang dioperasikan di perairan karang. Jatuhnya pemberat ke dasar perairan dapat merusak koral yang berfungsi sebagai penyokong hidup terpenting bagi ikan-ikan karang. Penelitian tentang efek penangkapan terhadap habitat masih terbatas. Terdapat kesulitan dalam menentukan kriteria yang jelas, namun kriteria umum bisa dibuat 97 namun masih dapat diperdebatkan. Berdasarkan contoh yang telah dijelaskan pada aspek ini, luasnya kerusakan karang akibat jatuhnya pemberat belum dapat diketahui dan belum dapat diketahui pula berapa lama waktu yang dibutuhkan sehingga kegiatan tersebut menimbulkan dampak yang serius di suatu perairan. Apabila telah mencapai kondisi kritis, terumbu karang akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk pulih kembali, yaitu lebih dari 20 tahun David 1979. Aspek kesembilan adalah kualitas hasil tangkapan. Baik buruknya kualitas hasil tangkapan dipengaruhi oleh bagaimana alat tangkap tersebut dioperasikan. Ikan yang memiliki kualitas baik akan memperoleh nilai jual yang tinggi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan. Dengan meningkatnya kesejahteraan diharapkan nelayan mempunyai kesadaran untuk memelihara kondisi ekosistem yang merupakan sumber utama penghasil tangkapan Sarmintohadi 2002. Rawai dasar dapat memproduksi ikan dengan kualitas yang cukup baik. Kualitas ikan akan terus menurun begitu ikan tersangkut pancing karena terluka dan makin menurun setelah diangkat ke permukaan karena serangan bakteri Bjordal 1983. Penurunan kualitas ini masih dipengaruhi oleh jenis ikan, daerah penangkapan, cara penangkapan, waktu penangkapan dan penanganan hasil tangkapan. Aspek kesepuluh adalah efisiensi dalam penggunaan energi. Energi disini adalah bahan bakar yang digunakan selama operasi penangkapan. Sumber energi tersebut tergolong ke dalam kekayaan alam yang tidak dapat diperbaharui unrenewable atau dengan kata lain persediaannya di dunia ini terbatas dan makin hari semakin menipis. Sehingga pada operasi penangkapan diusahakan memakai bahan bakar seminimal mungkin. Hal ini dilakukan untuk menjamin kelangsungan usaha penangkapan ikan yang pada kondisi sekarang ini sangat tergantung pada pasokan minyak bumi sebagai bahan bakar dalam operasi penangkapan ikan Sarmintohadi 2002. Aspek kesebelas adalah polusi. Polusi yang dapat ditimbulkan adalah polusi udara dan air. Polusi udara dapat ditimbulkan oleh emisi gas buangan, hal ini berkaitan dengan pemakaian bahan bakar. Polusi air terutama disebabkan karena disebabkan hilang atau ditinggalkannya alat tangkap serta bahan plastik lainnya yang diketahui 98 tidak dapat terurai di perairan. Buangan minyak dan zat kimia ke laut juga tidak dapat diabaikan. GESAMP 2001, mengklasifikasikan buangan plastik ke dalam tiga golongan, yaitu alat tangkap dan peralatannya, seperti jaring dan tali, tali sintetis dan kemasan pastik, termasuk tas plastik, botol plastik dan sebagainya. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi kegiatan penangkapan, manuver kapal serta aktifitas kelautan lainnya. Kewaspadaan harus dijaga untuk menjamin agar limbah manusia dan limbah lainnya dari kapal penangkap dibuang dengan suatu cara sehingga tidak membahayakan lingkungan sekitar. Dengan semakin meningkatkannya kesadaran masyarakat pada perlindungan lingkungan, di beberapa negara telah ada peraturan yang melarang pembuangan limbah dari kapal ke lingkungan sekitarnya. Dalam masalah ini nelayan harus sadar akan tanggungjawabnya. Harus dihindari terjadinya pembuangan limbah hewan, manusia atau limbah-limbah lainnya dari kapal penangkap ke dalam perairan Widodo 1994. Dari seluruh kriteria yang pernah dibuat, Cochrane 2002 membuat suatu nilai indeks efek dari berbagai macam metode penangkapan termasuk di dalamnya metode penangkapan untuk ikan karang terhadap ekosistem Tabel 3 yang menunjukkan tingkat keramahan lingkungan. Metode penangkapan untuk ikan karang yang dimaksud di sini adalah metode penangkapan dengan menggunaakan gillnet , trammelnet, handline, longline, dan trap. Sebagai contoh penilaian indeks, dapat kita bandingkan untuk alat tangkap gillnet dan longline. Indeks efek gillnet lebih rendah dibandingkan longline. Hal ini menunjukkan bahwa dari keseluruhan aspek longline, dinilai lebih ramah lingkungan dibandingkan gillnet. Penilaian pada kolom spesies gillnet memperoleh nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan longline. Jenis ikan yang tertangkap oleh gillnet lebih beragam dibandingkan longline yang menggunakan umpan sebagai pemikat ikan. Penggunaan umpan dapat disesuaikan dengan ikan yang menjadi target penangkapan. Contoh lain yaitu pada kolom ghost fishing; nilai perolehan gillnet lebih rendah dibandingkan dengan longline. Hal ini disebabkan karena gillnet yang putushilang akan tetap terentang di air sehingga ikan-ikan yang melintas otomatis 99 akan terjerat. Longline yang putus akan langsung jatuh ke dasar perairan, sehingga kemungkinan ikan yang melintas lebih sedikit, terlebih lagi apabila sudah tidak ada umpan, ikan-ikan tidak akan ada yang mendekat. Tabel 3. Estimasi umum efek penangkapan terhadap ekosistem untuk berbagai macam metode penangkapan Cochrane 2002 Selektivitas Alat tangkap Ukuran Spesies By- mortality Ghost fishing Efek terhadap habitat Efisiensi energi Kualitas hasil tangkapan Indeks efek terhadap ekosistem Gillnet 8 4 5 1 7 8 5 5,4 Trammel net 2 3 5 3 7 8 5 4,7 Handline 4 4 6 10 9 9 9 7,3 Longline 6 5 6 9 8 8 8 7,1 Pots 7 7 9 3 8 8 9 7,3 Traps 5 5 8 8 9 9 9 7,6 Spear, harpoon 8 9 5 10 10 8 9 8,4 Pelagic trawl 4 7 3 9 9 4 8 6,3 Demersal trawl 4 4 6 9 2 2 6 4,7 Beam Trawl 4 4 6 9 2 1 6 4,6 Shrimp trawl 1 1 7 9 4 2 6 4,3 Seine net 5 5 6 9 4 5 8 6,0 Purse Seine - 7 5 9 9 8 8 7,7 Beach Seine 2 2 5 10 6 9 9 6,1 Keterangan : Semakin tinggi nilai yang diperoleh, semakin tinggi keramahan lingkungan suatu alat tangkap Indeks akhir diperoleh dengan merata-ratakan nilai tiap aspek yang diberikan, sehingga diperoleh nilai 7,1 untuk longline dan 5,4 untuk gillnet. Indeks yaang dibuat oleh Cochrane 2002 ini sangat tepat untuk ditampilkan sebagai peringatan bagi kita untuk lebih mencermati metode penangkapan yang memiliki indeks yang kecil untuk segera dilakukan penelitian agar dapat dicarikan teknologi yang tepat sehingga masa depan perikanan Indonesia, khususnya perikanan karang dapat diselamatkan. Teknologi tersebut haruslah segera diterapkan agar tercipta suatu pengelolaan dan pemanfaatan yang lestari dan bertanggung jawab. Kriteria ramah lingkungan sebagai 100 acuan dalam penerapan teknologi penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan telah banyak dibuat namun hanya bersifat umum sehingga untuk selanjutnya perlu dipikirkan lagi suatu kriteria ramah lingkungan secara lebih spesifik berdasarkan penggunaan alat tangkap. Hal tersebut dikarenakan setiap alat tangkap memiliki karakteristik dan metode yang khas. Untuk rawai dasar longline terdapat 4 kriteria penilaian ramah lingkungan yang relevan dengan penjabaran 11 aspek yang telah dikemukakan oleh Cochrane 2002. Aspek pertama adalah karakteristik hasil tangkapan, hasil tangkapan sampingan by- catch yang didapat haruslah dalam jumlah sedikit. Hasil tangkapan sampingan adalah hasil tangkapan selain dari hasil tangkapan sasaran utama. Aspek yang kedua adalah perilaku nelayan yang dapat menyebabkan kecelakaan di laut. Aspek yang ketiga adalah perilaku nelayan yang dapat menyebabkan kerusakan fisik habitat ikan terumbu karang. Kerusakan fisik akibat pengoperasian alat tangkap ini yaitu dengan melihat apakah penaikan dan penurunan pemberat menyebabkan kerusakan pada terumbu karang. Kemudian aspek yang keempat adalah perilaku nelayan yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan seperti kasus tali pancing putus yang dapat menjadi ghost fishing dan sampah perairan. Sampah kemasan perbekalan juga dapat memicu polusi perairan apabila langsung dibuang ke laut terutama pada kemasan yang terbuat dari bahan-bahan yang sulit untuk terurai di dalam perairan non- biodegradable . Bahan bakar dan cat perahu juga merupakan unsur-unsur yang dapat dipertimbangkan dalam penilain keramahan lingkungan ini. Pemakaian bahan bakar yang tidak hemat, kemudian tumpahnya bahan bakar ini ke perairan, serta dapat pula mengakibatkan polusi udara apabila telah mencapai nilai ambang batas. Cat perahu yang digunakan juga perlu diteliti, apakah perahu yang digunakan dalam beroperasi memakai cat yang mengandung bahan kimia berbahaya. 101 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat Lampiran 1 dengan penelitian lapang dan studi literatur. Penelitian lapang dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2003 dengan metode survei sedangkan studi literatur dilakukan pada bulan Mei 2003 sampai Oktober 2005.

3.2 Objek dan Alat Pemelitian

Objek penelitian ini adalah unit penangkapan rawai dasar, sedangkan alat yang digunakan antara lain alat tulis, kertas, penggaris, timbangan, meteran, kamera untuk dokumentasi serta kuisioner yang telah disiapkan untuk wawancara dengan responden.

3.3 Jenis dan Cara Pengambilan Data

Data penelitian diperoleh dari pengamatan lapangan terhadap kondisi perikanan rawai dasar di lokasi penelitian. Pengamatan lapangan dilakukan dengan mengikuti 3 kali trip operasi penangkapan dan wawancara terhadap nelayan dari 30 unit penangkapan rawai dasar yang berbeda dan instansi terkait. Data yang diambil akan digunakan untuk menjelaskan metode penangkapan yang diterapkan nelayan rawai dasar dan untuk menganalisis keramahan lingkungannya Tabel 4. Data yang diambil dibagi menjadi dua yaitu data umum dan data keramahan lingkungan. 102 Tabel 4. Jenis dan cara pengambilan data No Jenis data Cara pengambilan data 1 Data umum ♣ Metode Penangkapan ♣ Musim dan daerah penangkapan Pengamatan langsung dengan mengikuti trip sebanyak tiga kali, wawancara dengan nelayan. Wawancara dengan nelayan dan instansi terkait. 2 Data keramahan lingkungan ♣ Komposisi dan karakteristik hasil tangkapan ♣ Peralatan keselamatan, jumlah kecelakaan perahu ♣ Limbah yang dihasilkan unit penangkapan ikan ♣ Cat perahu yang digunakan, jumlah dan jenis bahan bakar Pengamatan langsung terhadap hasil tangkapan rawai dasar dan melakukan pendataan terhadap jenis, jumlah, dan ukuran hasil tangkapan. Pengamatan langsung terhadap jumlah dan jenis, wawancara dengan nelayan dan instansi terkait Pengamatan langsung dengan melihat perbekalan nelayan, wawancara dengan nelayan. Wawancara dengan nelayan. Komposisi dari label dan wawancara dengan pihak Avian

3.4 Analisa Data