Keramahan Lingkungan Unit Penangkapan Ikan Karang Menggunakan Rawai Dasar Di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat
KERAMAHAN LINGKUNGAN UNIT PENANGKAPAN
IKAN KARANG MENGGUNAKAN RAWAI DASAR
DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR, NUSA TENGGARA BARAT
Oleh :
Ayu Adhita Damayanti C05400062
PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
(2)
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
KERAMAHAN LINGKUNGAN UNIT PENANGKAPAN IKAN KARANG MENGGUNAKAN RAWAI DASAR DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR, NUSA TENGGARA BARAT
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Adapun semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 24 Oktober 2005
Ayu Adhita Damayanti C05400062
(3)
ABSTRAK
AYU ADHITA DAMAYANTI, Keramahan Lingkungan Unit Penangkapan Ikan Karang Menggunakan Rawai Dasar di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Dibimbing oleh MUHAMMAD FEDI ALFIADI SONDITA.
Terumbu karang adalah salah satu jenis habitat ikan yang menjadi daerah operasi penangkapan ikan. Penelitian ini bertujuan menentukan keramahan lingkungan unit penangkapan ikan karang menggunakan rawai dasar di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Penilaian keramahan lingkungan dilakukan dengan menganalisis karakteristik atau ciri-ciri hasil tangkapan dan perilaku nelayan.
Hasil tangkapan rawai dasar di lokasi penelitian mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) perbandingan jumlah hasil tangkapan sasaran utama terhadap hasil tangkapan sampingan adalah 1:2, (2) perbandingan ukuran kakap merah dan kerapu karang yang layak tangkap dari seluruh ikan yang tertangkap adalah 4:1, (3) Ukuran kakap merah dan kerapu karang banyak tertangkap pada kisaran panjang 40,0 cm - 43,9 cm (total length), dengan kisaran berat masing-masing 1197 gram - 1414 gram dan 1633 gram - 1850 gram.
Karakteristik perilaku nelayan adalah sebagai berikut: (1) setiap perahu dilengkapi sarana keselamatan berupa jerigen plastik dan pelampung alat tangkap, (2) sebagian besar perahu (90%) menurunkan pemberat tanpa pemilihan lokasi, (3) dalam setahun terjadi 1080 tali pancing putus, (4) seluruh perahu membuang sampah kemasan perbekalan ke perairan, diketahui 55% adalah non-biodegradable, (5) sisa bahan bakar yang tercampur dengan rembesan minyak pelumas dan air dibuang ke laut, (6) cat perahu yang digunakan tidak mengandung white lead dan merkuri (bersifat toksik).
Karakteristik hasil tangkapan dan perilaku nelayan memberikan kesan rawai dasar tidak ramah lingkungan, namun berdasarkan tiga variabel terpenting (yaitu perbandingan ukuran ikan yang layak tangkap, keragaman ukuran ikan yang ditunjukkan oleh kisaran panjang dan bobot, serta tali pancing putus), unit penangkapan rawai dasar ini tergolong ramah lingkungan
(4)
KERAMAHAN LINGKUNGAN UNIT PENANGKAPAN
IKAN KARANG MENGGUNAKAN RAWAI DASAR
DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR, NUSA TENGGARA BARAT
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Ayu Adhita Damayanti C05400062
PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
(5)
Judul : KERAMAHAN LINGKUNGAN UNIT PENANGKAPAN IKAN KARANG MENGGUNAKAN RAWAI DASAR DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR, NUSA TENGGARA BARAT
Nama : Ayu Adhita Damayanti NRP : C05400062
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. M. Fedi. A. Sondita, M.Sc. NIP 131 664 399
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP 130 805 031
(6)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Mei 2003 ini ialah keramahan lingkungan, dengan judul Keramahan Lingkungan Unit Penangkapan Ikan Karang Menggunakan Rawai Dasar di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang melibatkan banyak pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lombok Timur dan staf yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian, kepada Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc. sebagai dosen pembimbing atas segala saran dan bimbingan selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga secara tulus disampaikan kepada ayah (Bambang Sumedi, SE) dan Ibu (Dra. Titiek Herwanti, M.Si.), Umam, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2005 Penulis
(7)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Mataram pada tanggal 7 Desember 1982 dari pasangan Bambang Sumedi, SE dan Dra. Titiek Herwanti, M.Si. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis mengawali jenjang pendidikannya di TK Pemuda Mataram pada tahun 1987-1989 kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri 4 Mataram pada tahun 1989 dan lulus pada tahun 1994.
Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Mataram tahun 1994-1997, kemudian melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Mataram pada tahun 1997-2000. Pada tahun 2000 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai mahasiswi Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri).
Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis pernah aktif sebagai pengurus Himpunan Profesi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) periode 2002–2003, yaitu anggota Departemen Kesekretariatan.
Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tahap akhir dari masa perkuliahan, penulis menyusun skripsi berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama lebih kurang satu bulan dengan judul "Keramahan Lingkungan Unit Penangkapan ikan Karang Menggunakan Rawai Dasar di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat".
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... vi
DAFTAR GAMBAR... vii
DAFTAR LAMPIRAN... viii
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 2
1.3 Manfaat Penelitian ... 2
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Karang ... 3
2.1.1 Jenis ikan karang ... 3
2.1.2 Permasalahan perikanan karang ... 7
2.1.3 Alat penangkap ikan karang ... 9
2.2 Teknologi Penangkapan Ikan yang Ramah Lingkungan ... 12
2.2.1 Tujuan teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan ... 12
2.2.2 Kriteria ramah lingkungan... 13
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian... 21
3.2 Objek dan Alat Penelitian ... 21
3.3 Jenis dan Cara Pengambilan Data... 21
3.4 Analisis Data ... 22
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Perikanan Karang di Kabupaten Lombok Timur ... 26
4.2 Permasalahan Perikanan Karang ... 29
4.3 Metode Penangkapan Ikan ... 31
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil ... 36
5.1.1 Kelompok variabel hasil tangkapan ... 36
5.1.1.1 Perbandingan hasil tangkapan utama dan sampingan ... 36
(9)
5.1.1.3 Keragaman ikan yang ditunjukkan oleh kisaran panjang
dan berat ... 37
5.1.2 Kelompok variabel perilaku nelayan 5.1.2.1 Perilaku nelayan yang menyebabkan kecelakaan di laut ... 41
5.1.2.2 Perilaku nelayan yang menyebabkan kerusakan fisik habitat ikan (terumbu karang) ... 43
5.1.2.3 Perilaku nelayan yang menyebabkan pencemaran lingkungan ... 43
5.2 Pembahasan ... 45
5.2.1 Kelompok variabel hasil tangkapan ... 45
5.2.2 Kelompok variabel perilaku nelayan ... 47
6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 54
6.2 Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA... 56
(10)
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jenis-jenis ikan karang untuk konsumsi yang banyak ditemukan di
Indonesia ... 5 2. Karakteristik beberapa biota laut yang dilindungi di Indonesia ... 8 3. Estimasi umum efek penangkapan terhadap ekosistem untuk berbagai
macam metode penangkapan ... 19 4. Jenis dan cara pengambilan data ... 22 5. Jumlah armada penangkapan ikan Kabupaten Lombok Timur tahun
1998-2002 ... 27 6. Jumlah unit penangkapan menurut jenis alat tangkap di Kabupaten
Lombok Timur tahun 1998-2002 ... 28 7. Produksi penangkapan unit penangkapan ikan rawai dasar di Kabupaten
Lombok Timur tahun 1998-2002 ... 28 8. Spesifikasi rawai dasar yang dioperasikan di Kabupaten Lombok Timur .... 33 9. Hasil tangkapan rawai dasar di Kabupaten Lombok Timur bulan
Juli-Agustus 2003 ... 37 10.Tingkat pendidikan nelayan rawai dasar di Kabupaten Lombok Timur ... 42 11.Frekuensi unit penangkapan rawai dasar dalam pemilihan lokasi
penurunan pemberat ... 43 12.Perilaku nelayan terhadap sampah kemasan perbekalan... 44 13.Komposisi sampah kemasan perbekalan yang dibuang ke laut oleh
(11)
KERAMAHAN LINGKUNGAN UNIT PENANGKAPAN
IKAN KARANG MENGGUNAKAN RAWAI DASAR
DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR, NUSA TENGGARA BARAT
Oleh :
Ayu Adhita Damayanti C05400062
PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
(12)
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
KERAMAHAN LINGKUNGAN UNIT PENANGKAPAN IKAN KARANG MENGGUNAKAN RAWAI DASAR DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR, NUSA TENGGARA BARAT
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Adapun semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 24 Oktober 2005
Ayu Adhita Damayanti C05400062
(13)
ABSTRAK
AYU ADHITA DAMAYANTI, Keramahan Lingkungan Unit Penangkapan Ikan Karang Menggunakan Rawai Dasar di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Dibimbing oleh MUHAMMAD FEDI ALFIADI SONDITA.
Terumbu karang adalah salah satu jenis habitat ikan yang menjadi daerah operasi penangkapan ikan. Penelitian ini bertujuan menentukan keramahan lingkungan unit penangkapan ikan karang menggunakan rawai dasar di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Penilaian keramahan lingkungan dilakukan dengan menganalisis karakteristik atau ciri-ciri hasil tangkapan dan perilaku nelayan.
Hasil tangkapan rawai dasar di lokasi penelitian mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) perbandingan jumlah hasil tangkapan sasaran utama terhadap hasil tangkapan sampingan adalah 1:2, (2) perbandingan ukuran kakap merah dan kerapu karang yang layak tangkap dari seluruh ikan yang tertangkap adalah 4:1, (3) Ukuran kakap merah dan kerapu karang banyak tertangkap pada kisaran panjang 40,0 cm - 43,9 cm (total length), dengan kisaran berat masing-masing 1197 gram - 1414 gram dan 1633 gram - 1850 gram.
Karakteristik perilaku nelayan adalah sebagai berikut: (1) setiap perahu dilengkapi sarana keselamatan berupa jerigen plastik dan pelampung alat tangkap, (2) sebagian besar perahu (90%) menurunkan pemberat tanpa pemilihan lokasi, (3) dalam setahun terjadi 1080 tali pancing putus, (4) seluruh perahu membuang sampah kemasan perbekalan ke perairan, diketahui 55% adalah non-biodegradable, (5) sisa bahan bakar yang tercampur dengan rembesan minyak pelumas dan air dibuang ke laut, (6) cat perahu yang digunakan tidak mengandung white lead dan merkuri (bersifat toksik).
Karakteristik hasil tangkapan dan perilaku nelayan memberikan kesan rawai dasar tidak ramah lingkungan, namun berdasarkan tiga variabel terpenting (yaitu perbandingan ukuran ikan yang layak tangkap, keragaman ukuran ikan yang ditunjukkan oleh kisaran panjang dan bobot, serta tali pancing putus), unit penangkapan rawai dasar ini tergolong ramah lingkungan
(14)
KERAMAHAN LINGKUNGAN UNIT PENANGKAPAN
IKAN KARANG MENGGUNAKAN RAWAI DASAR
DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR, NUSA TENGGARA BARAT
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Ayu Adhita Damayanti C05400062
PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
(15)
Judul : KERAMAHAN LINGKUNGAN UNIT PENANGKAPAN IKAN KARANG MENGGUNAKAN RAWAI DASAR DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR, NUSA TENGGARA BARAT
Nama : Ayu Adhita Damayanti NRP : C05400062
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. M. Fedi. A. Sondita, M.Sc. NIP 131 664 399
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP 130 805 031
(16)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Mei 2003 ini ialah keramahan lingkungan, dengan judul Keramahan Lingkungan Unit Penangkapan Ikan Karang Menggunakan Rawai Dasar di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang melibatkan banyak pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lombok Timur dan staf yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian, kepada Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc. sebagai dosen pembimbing atas segala saran dan bimbingan selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga secara tulus disampaikan kepada ayah (Bambang Sumedi, SE) dan Ibu (Dra. Titiek Herwanti, M.Si.), Umam, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2005 Penulis
(17)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Mataram pada tanggal 7 Desember 1982 dari pasangan Bambang Sumedi, SE dan Dra. Titiek Herwanti, M.Si. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis mengawali jenjang pendidikannya di TK Pemuda Mataram pada tahun 1987-1989 kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri 4 Mataram pada tahun 1989 dan lulus pada tahun 1994.
Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Mataram tahun 1994-1997, kemudian melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Mataram pada tahun 1997-2000. Pada tahun 2000 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai mahasiswi Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri).
Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis pernah aktif sebagai pengurus Himpunan Profesi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) periode 2002–2003, yaitu anggota Departemen Kesekretariatan.
Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tahap akhir dari masa perkuliahan, penulis menyusun skripsi berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama lebih kurang satu bulan dengan judul "Keramahan Lingkungan Unit Penangkapan ikan Karang Menggunakan Rawai Dasar di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat".
(18)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... vi
DAFTAR GAMBAR... vii
DAFTAR LAMPIRAN... viii
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 2
1.3 Manfaat Penelitian ... 2
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Karang ... 3
2.1.1 Jenis ikan karang ... 3
2.1.2 Permasalahan perikanan karang ... 7
2.1.3 Alat penangkap ikan karang ... 9
2.2 Teknologi Penangkapan Ikan yang Ramah Lingkungan ... 12
2.2.1 Tujuan teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan ... 12
2.2.2 Kriteria ramah lingkungan... 13
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian... 21
3.2 Objek dan Alat Penelitian ... 21
3.3 Jenis dan Cara Pengambilan Data... 21
3.4 Analisis Data ... 22
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Perikanan Karang di Kabupaten Lombok Timur ... 26
4.2 Permasalahan Perikanan Karang ... 29
4.3 Metode Penangkapan Ikan ... 31
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil ... 36
5.1.1 Kelompok variabel hasil tangkapan ... 36
5.1.1.1 Perbandingan hasil tangkapan utama dan sampingan ... 36
(19)
5.1.1.3 Keragaman ikan yang ditunjukkan oleh kisaran panjang
dan berat ... 37
5.1.2 Kelompok variabel perilaku nelayan 5.1.2.1 Perilaku nelayan yang menyebabkan kecelakaan di laut ... 41
5.1.2.2 Perilaku nelayan yang menyebabkan kerusakan fisik habitat ikan (terumbu karang) ... 43
5.1.2.3 Perilaku nelayan yang menyebabkan pencemaran lingkungan ... 43
5.2 Pembahasan ... 45
5.2.1 Kelompok variabel hasil tangkapan ... 45
5.2.2 Kelompok variabel perilaku nelayan ... 47
6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 54
6.2 Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA... 56
(20)
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jenis-jenis ikan karang untuk konsumsi yang banyak ditemukan di
Indonesia ... 5 2. Karakteristik beberapa biota laut yang dilindungi di Indonesia ... 8 3. Estimasi umum efek penangkapan terhadap ekosistem untuk berbagai
macam metode penangkapan ... 19 4. Jenis dan cara pengambilan data ... 22 5. Jumlah armada penangkapan ikan Kabupaten Lombok Timur tahun
1998-2002 ... 27 6. Jumlah unit penangkapan menurut jenis alat tangkap di Kabupaten
Lombok Timur tahun 1998-2002 ... 28 7. Produksi penangkapan unit penangkapan ikan rawai dasar di Kabupaten
Lombok Timur tahun 1998-2002 ... 28 8. Spesifikasi rawai dasar yang dioperasikan di Kabupaten Lombok Timur .... 33 9. Hasil tangkapan rawai dasar di Kabupaten Lombok Timur bulan
Juli-Agustus 2003 ... 37 10.Tingkat pendidikan nelayan rawai dasar di Kabupaten Lombok Timur ... 42 11.Frekuensi unit penangkapan rawai dasar dalam pemilihan lokasi
penurunan pemberat ... 43 12.Perilaku nelayan terhadap sampah kemasan perbekalan... 44 13.Komposisi sampah kemasan perbekalan yang dibuang ke laut oleh
(21)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Jenis-jenis ikan konsumsi yang banyak ditemukan di indonesia ... 6
2. Jenis-jenis ikan hias yang banyak ditemukan di Indonesia ... 7
3. Posisi rawai dasar ketika dioperasikan ... 12
4. Karang yang akan diproses menjadi bahan bangunan di perkampungan nelayan Tanjung Luar, Kecamatan Kruak, Lombok Timur ... 30
5. Perahu rawai dasar di yang dioperasikan di Kabupaten Lombok Timur ... 32
6. Pelemparan pancing saat setting ... 34
7. Diagram alir penangkapan ikan menggunakan rawai dasar ... 35
8. Grafik distribusi panjang kakap merah (Lutjanus malabaricus) ... 38
9. Grafik distribusi berat kakap merah (Lutjanus malabaricus) ... 39
10. Grafik distribusi panjang kerapu karang (Epinephelus areolatus) ... 39
11. Grafik distribusi berat kerapu karang (Epinephelus areolatus)... 40
12. Hubungan panjang dan berat kakap merah (Lutjanus malabaricus) ... 40
(22)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Peta lokasi penelitian di Kabupaten Lombok Timur ... 60 2. Ukuran perahu yang digunakan nelayan rawai dasar ... 61 3. Jumlah ikan yang tertangkap oleh 30 perahu yang diamati pada periode
Juli-Agustus 2003 ... 62 4. Hasil tangkapan utama dan sampingan unit penangkapan rawai dasar ... 63 5. Kisaran panjang dan berat kakap merah (Lutjanus malabaricus) dan
kerapu karang (Epinephelus areolatus) ... 68 6. Data panjang dan berat kakap merah (Lutjanus malabaricus) ... 69 7. Data panjang dan berat kerapu karang (Epinephelus areolatus) ... 72 8. Jumlah tali pancing putus dan tindakan yang diambil oleh nelayan dari 30
perahu responden ... 75 9. Komposisi sampah kemasan perbekalan berdasarkan jenis limbah yang
(23)
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara maritim memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.290 kilometer dan luas lautan 5,8 juta kilometer persegi menjadikan Indonesia sangat kaya dengan berbagai jenis ikan. Dengan kekayaan sebesar ini, kebutuhan sumberdaya laut bagi masyarakat minimal harus dapat dipenuhi. Permintaan kebutuhan ikan laut termasuk ikan karang tiap tahunnya terus meningkat, sementara potensi ikan yang tersedia diperkirakan tidak dapat memenuhi tuntutan ini. Berdasarkan hal tersebut pemerintah terus berupaya mendongkrak potensi perikanan tangkap, sehingga diharapkan pada masa yang akan datang, Indonesia tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam negeri namun juga mampu memenuhi permintaan luar negeri terutama pada permintaan ikan karang karena sangat digemari (Anonim 2004a).
Indonesia mempunyai perairan karang terluas di Asia Tenggara (Sarmintohadi 2002). Ribuan nelayan Indonesia menggantungkan hidup mereka pada kekayaan ikan-ikan yang hidup di terumbu karang. Terumbu karang adalah habitat yang peka terhadap kegiatan operasi penangkapan ikan. Banyak laporan menunjukkan kerusakan akibat kegiatan tersebut.
Eksploitasi terhadap perikanan karang terus ditingkatkan hampir di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Nusa Tenggara Barat. Di Nusa Tenggara Barat ada dua buah pulau besar dan banyak pulau kecil dengan terumbu karang di sekitarnya. Saat ini eksploitasi ikan karang cenderung meningkat di Kabupaten Lombok Timur.
Penangkapan ikan karang secara besar-besaran terutama dengan menggunakan bom, sianida serta alat tangkap yang bersifat destruktif terhadap habitat harus segera dihentikan. Bila hal tersebut dibiarkan terus terjadi maka akan menyebabkan kerusakan sebagian besar kekayaan terumbu karang Nusa Tenggara Barat yang berarti penurunan produktivitas perikanan karang. Dampak lanjutan dari kerusakan ini adalah penurunan kesejahteraan nelayan setempat. Peranan pihak-pihak yang terlibat dalam pemanfaatan sumberdaya tersebut mutlak dibutuhkan. Pihak-pihak
(24)
tersebut harus memperhatikan berbagai aspek terutama yang berhubungan dengan operasi penangkapan ikan yang diterapkan.
Salah satu unit penangkapan ikan karang yang umum dioperasikan di Lombok Timur adalah unit penangkapan rawai dasar. Unit penangkapan ini telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap sektor perikanan karang, namun terjadi penurunan jumlah produksi pada dua tahun terakhir penelitian. Agar kesinambungan perikanan karang ini dapat terjaga dengan baik maka setiap unit penangkapan yang beroperasi haruslah ramah lingkungan. Untuk itu diperlukan suatu analisis lebih lanjut untuk dapat menilai keramahan lingkungan suatu operasi penangkapan ikan karang.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menentukan keramahan lingkungan unit penangkapan ikan karang dengan rawai dasar di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat berdasarkan karakteristik hasil tangkapan serta perilaku nelayan yang dapat menyebabkan kecelakaan di laut, perilaku yang dapat mengakibatkan kerusakan fisik habitat ikan (terumbu karang) dan perilaku yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.
1.3 Manfaat penelitian
Data yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam pengelolaan perikanan karang yang ramah lingkungan seperti perbaikan alat, operasional penangkapan, serta peningkatan kesadaran nelayan terhadap pengelolaan perikanan karang yang lestari dan bertanggung jawab.
(25)
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perikanan Karang2.1.1 Jenis ikan karang
Perairan terumbu karang adalah habitat dari berbagai jenis ikan sehingga dikenal sebagai perairan dengan keanekaragaman ikan yang tinggi. Kegiatan penangkapan ikan di perairan terumbu karang secara umum dapat dibedakan menjadi dua kategori berdasarkan jenis ikan yang dijadikan target penangkapan, yaitu penangkapan ikan konsumsi dan penangkapan ikan hias.
Penangkapan ikan konsumsi terutama ditujukan untuk menangkap ikan-ikan yang berukuran relatif besar dan predator, seperti dari famili Caesiodidae, Labridae, Scaridae, Serranidae, Lutjanidae, Siganidae dan Lethrinidae (Gambar 1, Tabel 1, Komnas Stock Assessment 1998). Penangkapan ikan hias terutama ditujukan untuk ikan-ikan yang mempunyai nilai estetika khusus bagi para penggemar yang akan menempatkannya dalam akuarium. Jenis ikan ini sangat beragam, diantaranya adalah anggota famili Chaetodontidae, Pomacanthidae, Balistidae, Pomacentridae (Nababan, 1999, Gambar 2).
Beberapa jenis ikan hias tergolong sebagai spesies indikator, yaitu yang dipakai untuk menggambarkan kualitas terumbu karang karena asosiasinya yang kuat dengan terumbu karang (Azkab et al. 1996). Contoh jenis ikan ini adalah ikan kepe-kepe yang terdiri dari beberapa marga, yaitu Chaetodon spp., Chelmon spp., Heniochus
spp., dan Orcipigen spp. kesemuanya masuk dalam famili Chaetodontidae. Ikan-ikan ini mudah dikenali oleh masyarakat awam sekalipun karena sudah sangat populer khususnya bagi para pecinta ikan hias.
Selain sebagai spesies indikator, ikan-ikan hias ini juga tergolong spesies target, yaitu ikan hias yang dapat dikonsumsi dan bernilai ekonomis tinggi (Azkab et al. 1996). Kelompok ikan-ikan target penghuni terumbu karang banyak yang sudah dikenal masyarakat kita misalnya ikan kakap famili Lutjanidae ikan kerapu atau ikan balong sunu famili Serranidae, ikan baronang famili Siganidae dan masih banyak lagi yang lain, mudah dijumpai masyarakat di pasar-pasar atau tempat-tempat pelelangan
(26)
ikan. Kelompok ikan-ikan konsumsi merupakan ikan yang selalu diburu oleh para nelayan di daerah terumbu karang dan sekitarnya. Kelompok ikan ini biasanya hidup di antara lempengan karang atau lubang-lubang.
Ikan-ikan lainnya atau ikan-ikan yang tidak termasuk dalam golongan di atas merupakan golongan ikan hias dengan jumlah terbesar (Azkab et al. 1996). Umumnya hidup dalam kelompok besar, misalnya ikan betok jenis
Amblyglyphidodon curacao, famili Pomacentridae, jenis Dascylus reticulatus, ikan beseng jenis Apogon quenquelineata, famili Apogonidae dan lain-lain. Beberapa jenis dari kelompok ini memiliki warna-warna tubuh indah cocok sebagai pengisi akuarium ikan hias laut. Kegiatan eksploitasi ikan karang terus ditingkatkan untuk memenuhi permintaan pasar di dalam dan luar negeri.
Ikan-ikan karang ini mempunyai kebiasaan mencari makan yang berbeda-beda. Berdasarkan hal tersebut maka ikan karang dikelompokkan lagi menjadi 3 kelompok (Anonim 2004b) yaitu :
(1) Ikan nokturnal (aktif ketika malam hari), contohnya pada ikan-ikan dari famili Holocentridae (swanggi), famili Apogoninade (beseng), famili Hamulidae, Priacanthidae (bigeyes), famili Muraenidae (eels), famili Seranidae (jewfish) dan beberapa dari famili dari Mullidae (goatfishes).
(2) Ikan diurnal (aktif ketika siang hari), contohnya pada ikan-ikan dari famili Labraidae (wrasses), famili Chaetodontidae (butterflyfishes), famili Pomacentridae (damselfishes), famili Scaridae (parrotfishes), famili Acanthuridae (surgeonfishes), famili Bleniidae (blennies), famili Balistidae (triggerfishes), famili Pomaccanthidae (angelfishes), famili Monacanthidae, famili Ostracionthidae (boxfishes), famili Tetraodontidae, famili Canthigasteridae dan beberapa dari famili Mullidae (goatfishes).
(3) Ikan crepuscular (aktif diantara) contohnya pada ikan-ikan dari famili Sphyraenidae (baracudas), famili Scombridae, famili Serranidae (groupers), famili Carangidae (jacks), famili Scorpaenidae (lionfishes), famili Synodontidae (lizardfishes), famili Carcharhinidae, famili Lamnidae, famili Spyrnidae (sharks) dan beberapa dari famili Muraenidae (eels).
(27)
Tabel 1. Jenis-jenis ikan karang untuk konsumsi yang banyak ditemukan di Indonesia
No Famili dan jenis Nama perdagangan
1 Caesiodidae
Caesio erytrogaster
Caesio xanthonata
Ekor kuning Pisang-pisang
2 Labridae
Cheilinus undulatus
Napoleon/Siomay 3 Scaridae
Scarus spp.
Kakaktua, Gigi anjing 4 Serranidae
Ephinephelus tauvina E. malabaricus E.areolatus E. fuscoguttatus
Plectropomus leopardus P. attivelis
Kerapu
Kerapu sunu Kerapu tikus 5 Lutjanidae
Lutjanus decussatus L. argentina culatus L. gibbus
L. johni L. fulviflama
Kakap Kakap
6 Siganidae
Siganus magnificus S. virgatus
S. canalicutatus S.javus
Baronang
7 Lethrinidae
L. lentjam L. harox
Lentjam
Sumber : Komnas Stock Assessment (1998)
(28)
Barakuda (Sphyrinidae) dan tengiri (Scombridae) ádalah ikan-ikan yang hidup di lepas pantai dan kolom air (Allen & Swainston 1993). Kedua ikan ini dicantumkan sebagai ikan karang karena kedua ikan ini sering melintas di perairan karang pada siang hari (Syakur 2000). Ikan-ikan ini masuk ke perairan karang kemungkinan karena tertarik oleh persediaan makanan yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Hutomo (1986), bahwa banyak spesies yang memiliki habitat lebih dari satu. Hal ini juga terjadi pada famili Lethrinidae. Famili Lethrinidae diketahui hidup di daerah berpasir, patahan karang (rubble) dan pada daerah tubir (Anonim 2004b).
a b c
d e f
g
Keterangan: a. Caesio xanthonota e. Lutjanus gibbus
b. Cheilinus undulatus f. Siganus javus c. Scarus ghobban g. Lethrinus harox
d. Epinephelus areolatus
Sumber : Kuiter (1992), kecuali d: koleksi pribadi (2003)
(29)
Sumber : Kuiter (1992)
Gambar 2. Jenis-jenis ikan hias yang banyak ditemukan di Indonesia
2.1.2 Permasalahan perikanan karang
Banyaknya pihak yang tertarik untuk bergerak dalam usaha perikanan karang akan menimbulkan banyak pula permasalahan dalam bidang ini, khususnya akibat operasi penangkapan ikan yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan laut. Beberapa permasalahan yang timbul akibat hal ini adalah kerusakan terumbu karang yang semakin luas akibat penggunaan bom, sianida, serta penurunan dan penaikan pemberat, serta penggunaan alat tangkap yang destruktif. Alat tangkap yang tidak selektif juga menyebabkan penurunan keanekaragaman sumberdaya hayati. Rendahnya selektivitas alat tangkap menyebabkan tertangkapnya ikan-ikan yang belum dewasa serta ikan-ikan yang tergolong langka atau dilindungi (Antariksa dan Bandiyono 1999). Terdapat tujuh jenis biota laut yang dilindungi di Indonesia yaitu: lumba-lumba, penyu, paus, hiu, ikan duyung, ikan napoleon dan kerang tridacna (Tabel 2).
a b c
d
Keterangan : a. Chaetodon ocellicaudus (Chaetodonidae) b. Centropyge eibli (Pomacanthidae)
c. Pseudobalistes fuscus (Balistidae) d. Chromis atripes (Pomacentridae)
(30)
Tabel 2. Karakteristik beberapa jenis biota laut yang dilindungi di Indonesia
No Jenis biota laut Karakteristik
1. Ukuran populasinya menurun
2. Memerlukan wilayah jelajah yang luas 3. Memiliki ukuran tubuh yang besar
4. Membentuk kelompok secara tetap atau sederhana 1 Lumba-lumba
5. Hanya dijumpai pada lingkungan yang stabil pada relung tertentu 1. Ukuran populasinya menurun
2. Memerlukan wilayah jelajah yang luas
3. Hanya dijumpai pada lingkungan yang stabil pada relung tertentu 4. Memiliki ukuran tubuh yang besar
5. Tidakmemiliki kemampuan menyebar dengan baik 6. Bermigrasi musiman
2 Penyu
7. Diburu atau dipanen oleh manusia 1. Ukuran populasinya menurun
2. Memerlukan wilayah jelajah yang luas
3. Hanya dijumpai pada lingkungan yang stabil pada relung tertentu 4. Memiliki ukuran tubuh yang besar
5. Tidakmemiliki kemampuan menyebar dengan baik 6. Bermigrasi musiman
3 Paus
7. Diburu atau dipanen oleh manusia 1. Ukuran populasinya menurun
2. Hanya dijumpai pada lingkungan yang stabil pada relung tertentu 3. Bermigrasi musiman
4. Memiliki ukuran tubuh yang besar 4 Hiu
5. Diburu atau dipanen oleh manusia 1. Ukuran populasinya menurun
2. Memerlukan wilayah jelajah yang luas
3. Hanya dijumpai pada lingkungan yang stabil pada relung tertentu 4. Memiliki ukuran tubuh yang besar
5 Ikan duyung
5. Tidakmemiliki kemampuan menyebar dengan baik 1. Ukuran populasinya menurun
2. Hanya dijumpai pada lingkungan yang stabil pada relung tertentu 3. Tidakmemiliki kemampuan menyebar dengan baik
6 Ikan napoleon
4. Memiliki densitas yang rendah 1. Ukuran populasinya menurun
2. Hanya dijumpai pada lingkungan yang stabil pada relung tertentu 3. Tidakmemiliki kemampuan menyebar dengan baik
7 Kerang tridacnna
4. Memiliki densitas yang rendah
(31)
Permasalahan lain yang ditimbulkan adalah polusi perairan. Bila dibiarkan begitu saja, polusi ini akan terus berkembang menjadi sangat serius. Polusi perairan disebabkan oleh pembuangan limbah yang beracun serta bahan-bahan yang tergolong sulit untuk terurai (termasuk didalamnya sisa alat tangkap yang ditinggalkan atau hilang) ke dalam perairan. Alat tangkap yang ditinggalkan ini dapat menyebabkan
ghost fishing (GESAMP 2001).
Solusi tepat dari seluruh permasalahan tersebut adalah dengan segera menerapkan teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan. Hal ini akan berjalan dengan baik apabila diikuti dengan menanamkan kesadaran ramah lingkungan dan meningkatkan pendidikan serta keterampilan nelayan.
2.1.3 Alat penangkap ikan karang
Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan karang umumnya bersifat pasif sehingga dibutuhkan suatu pemikat, agar ikan berenang mendekati alat tangkap. Contoh pemikat ini adalah umpan. Saat ini terdapat berbagai jenis alat yang dapat digunakan untuk menangkap ikan-ikan karang. Secara umum alat penangkap ikan tersebut tergolong kedalam jenis bubu, muroami dan teknik lain dengan menggunakan peledak dan racun (Antariksa dan Bandiyono 1999).
Bubu dapat terbuat dari bambu atau dari bahan-bahan lain seperti besi, plastik, dan lain-lain. Ikan yang tertangkap dengan bubu umumnya dalam keadaan hidup. Alat ini dioperasikan dengan cara meletakannya pada sela-sela karang, sebagian nelayan menggunakan karang yang ada disekitarnya sebagai pemberat (Antariksa dan Bandiyono 1999). Penggunaan bubu ini memiliki potensi untuk merusak karang walaupun tidak luas. Kerusakan terumbu karang terutama terjadi pada saat penurunan dan penaikan bubu serta penggunaan karang sebagai pemberat. Ketika bubu diturunkan bubu akan menyentuh terumbu karang sehingga menyebabkan rusak atau bergesernya terumbu karang. Keadaan yang sama terjadi ketika penaikan bubu ke perahu.
(32)
Muroami termasuk alat tangkap dalam kategori drive-in net, yaitu untuk menangkap ikan-ikan yang digiring nelayan menggunakan untaian tali untuk menakut-nakuti (scaring line) dan menggiring ikan dari karang-karang ke arah bag net. Scaring line secara harmonik membuat gerakan naik turun menyentuh terumbu karang ketika ikan melewatinya. Sentuhan tadi akan membuat terumbu karang bergeser dari tempat semula dan tidak jarang menyebabkan kerusakan yang cukup parah.
Sarana lain untuk menangkap ikan karang yaitu dengan menggunakan bahan peledak (blast fishing). Di Indonesia penggunaan bahan peledak sebagai sarana penangkapan telah lama diterapkan oleh nelayan tradisional. Nelayan membuat bahan peledak dari kerosin dan bubuk peledak yang biasa dikemas dalam sebuah wadah. Setelah kumpulan ikan terlihat jelas, perahu akan segera mendekati target pada jarak kira-kira lima meter, kemudian bom dilemparkan di tengah-tengah kumpulan ikan. Setelah bom meledak nelayan segera mengumpulkan ikan target yang telah dibunuhnya. Penggunaan bahan peledak ini dapat menyebabkan kerusakan fisik yaitu hilangnya fungsi pelindung pantai dan hilangnya tempat perlindungan bagi biota di ekosistem (Nababan 1999).
Sianida merupakan salah satu jenis bahan kimia berbahaya yang sering digunakan oleh nelayan perairan karang. Sianida ini digunakan untuk membius pada konsentrasi tertentu ikan-ikan yang akan dijual dalam keadaan hidup. Namun tanpa disadari sianida pada konsentrasi tersebut dapat menjadi dosis mematikan untuk ikan-ikan lain terutama ikan-ikan yang berukuran lebih kecil. Teknik ini melibatkan penyelam yang membawa larutan sianida yang dikemas pada sebuah wadah untuk ditebarkan di kedalaman dimana telah terdapat ikan target. Untuk skala penangkapan yang lebih besar, zat racun ini hanya ditabur begitu saja ke dalam air dan terkadang dicampurkan ke dalam umpan (Hall 1999).
Bahan peledak dan sianida telah dilarang di Indonesia. Hal ini disebutkan dalam Undang-Undang Perikanan Nomor 9 tahun 1983, Pasal 6 ayat (1) yang mengatakan ”Setiap orang atau badan hukum dilarang melakukan kegiatan penangkapan dan pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan dan atau alat yang dapat
(33)
membahayakan kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya”. Kemudian penjelasan pasal 6 tersebut menyebutkan bahwa penggunaan bahan peledak, bahan beracun, aliran listrik dan lain-lain tidak saja mematikan ikan, tetapi dapat juga mengakibatkan kerusakan pada lingkungan dan merugikan nelayan dan petani ikan. Apabila terjadi kerusakan sebagai akibat dari penggunaan bahan dan alat yang digunakan, maka pengembalian ke keadaan semula membutuhkan waktu yang sangat lama atau bahkan mungkin mengakibatkan kepunahan, oleh karena itu penggunaan bahan-bahan tersebut harus dilarang (Nababan 1999).
Rawai dasar adalah salah satu alat penangkap ikan-ikan yang hidup di perairan karang, yaitu di sekitar terumbu karang. Rawai dasar untuk perairan karang termasuk ke dalam rawai tetap (set long line). Rawai tetap adalah rawai yang pada salah satu ujung utama sebelah bawah diberi batu pemberat atau jangkar sehingga alat ini tetap dan tidak hanyut, sedangkan ujung lainnya diikatkan di pelampung atau perahu (Direktorat Prasarana Perikanan Tangkap 2001). Operasi penangkapan dengan menggunakan alat ini haruslah memperhatikan keadaan topografi dasar perairan, sebab untuk perairan yang dasarnya terdapat karang-karang, terumbu karang atau banyak bebatuan akan memungkinkan mata pancing mudah tersangkut dan tali pancingnya mudah untuk terbelit-belit oleh karang. Untuk itu harus dibuat konstruksi (desain) khusus bentuk pancing yang dioperasikan di atas karang-karang khususnya dan atau perairan karang pada umumnya. Operasional penangkapan dilakukan di perairan karang di atas karang-karang dengan terlebih dahulu mengadakan penyelaman untuk mengetahui kondisi karangnya. Cara pengoperasian rawai dsar yaaitu tiap-tiap pancing diberi umpan yang tujuannya untuk memikat ikan agar ikan mau memakan umpan tersebut sehingga terkait oleh pancing. Setiap pancing dihubungkan dengan kawat. Unit rawai dasar terdiri dari main line, branch line, pancing serta pelampung tanda (Gambar 3). Rawai dasar menarik ikan-ikan dengan umpan yang terpasang pada setiap pancingnya. Pancing diturunkan hampir/sampai dasar perairan. Alat tangkap ini terkadang merusak karang-karang serta menggeser kedudukannya akibat terbelit oleh tali pancing serta penurunan dan penaikan
(34)
Sumber : Sainsbury (1971)
Gambar 3. Posisi rawai dasar ketika dioperasikan
Alat penangkap ikan karang lainnya adalah gillnet. Alat ini dipasang mendekati dasar perairan. Umumnya tergolong pasif karena hanya menunggu ikan-ikan yang lewat dan tersangkut oleh mata jaring saja. Gillnet sangat berpotensi merusak terumbu karang akibat penurunan dan penaikan pemberat serta pada saaat penarikan jaring yang tanpa sengaja mengenai terumbu karang disekitarnya.
2.2 Teknologi Penangkapan Ikan yang Ramah Lingkungan
2.2.1 Tujuan teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan
Teknologi penangkapan ikan adalah cara khusus yang diterapkan pada suatu operasi penangkapan ikan. Operasi penangkapan ikan di sini merupakan keseluruhan kegiatan yang meliputi persiapan sebelum melaut hingga pendaratan hasil tangkapan. Sedangkan keramahan lingkungan adalah dimana suatu kegiatan dinilai tidak mengganggu lingkungan (Puspito G 24 oktober 2005, komunikasi pribadi). Dari penjelasan tersebut teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan dapat didefinisikan sebagai suatu cara khusus yang diterapkan pada suatu operasi penangkapan ikan agar tidak mengancam kelestarian lingkungan. Di beberapa
Bendera pelampung
Pelampung tanda
Jangkar
Branch line Main line
Pancing yang sudah diberi umpan
(35)
wilayah di Indonesia kerusakan ekosistem terumbu karang akibat aktivitas penangkapan yang bersifat destruktif semakin meningkat (Antariksa dan Bandiyono 1999). Untuk mencegah meluasnya dampak yang ditimbulkan dan untuk menjamin keberlanjutan usaha penangkapan ikan dibutuhkan suatu pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya yang mengacu kepada Code of Conduct for Responsible Fisheries, yaitu pemanfaatan sumberdaya perikanan yang ramah terhadap lingkungan (Sarmintohadi 2002).
2.2.2 Kriteria ramah lingkungan
Banyak kriteria ramah lingkungan yang telah dibuat sebagai acuan penerapan teknologi penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan. Berwawasan lingkungan adalah perspektif yang mempertimbangkan karakteristik dan kelestarian lingkungan (Puspito G 24 Oktober 2005, komunikasi pribadi). Dengan berpedoman kepada pembangunan yang berkesinambungan, Martasuganda (2005) mengatakan bahwa teknologi penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan berencana dalam menggunakan alat tangkap yang dipergunakan untuk mengelola sumberdaya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup tanpa mempengaruhi atau mengganggu kualitas dari lingkungan hidup.
Kriteria ramah lingkungan juga pernah dibuat oleh Monintja (2000). Kriteria-kriteria teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
(1) Selektivitas tinggi
(2) Tidak destruktif terhadap habitat (3) Tidak membahayakan nelayan
(4) Menghasilkan ikan yang bermutu baik
(5) Produk tidak membahayakan kesehatan konsumen (6) Minimum hasil tangkapan sampingan
(7) Dampak minimum terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati (8) Tidak menangkap spesies yang dilindungi atau terancam punah
(36)
(9) Hasil tangkapan sampingan yang dibuang ke laut (discard) rendah (10) Dapat diterima secara sosial
Permasalahan mengenai teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan telah mendapat perhatian sejak lama walaupun analisis yang digunakan kurang mendetail. Sainsbury (1971) juga telah menyinggung mengenai hal tersebut dalam kriteria yang dibuatnya untuk pemilihan alat tangkap yang baik. Kriteria tersebut antara lain: spesies ikan yang akan ditangkap, nilai ekonomis ikan, kedalaman perairan, karakteristik dasar perairan (jika alat tangkap dioperasikan di dasar perairan), dan yang terakhir adalah selektivitas alat tangkap (untuk menghindari by-catch/spesies langka).
Dari pendapat-pendapat mengenai kriteria ramah lingkungan yang diungkapkan oleh Monintja (2000) dan Sainsbury (1971), keduanya hanya memberikan kriteria secara umum untuk keseluruhan alat tangkap, sedangkan diketahui bahwa setiap alat tangkap memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga banyak aspek-aspek yang perlu ditambahkan apabila kriteria tersebut akan digunakan untuk menilai keramahan lingkungan suatu alat tangkap secara khusus.
Cochrane (2002) mengemukakan 11 aspek kriteria ramah lingkungan, dimana aspek-aspek ini memberikan pendekatan-pendekatan yang lebih kompleks dan mendetail bagaimana implementasinya di lapang. Aspek yang pertama adalah proses penangkapan. Proses penangkapan dimulai sejak alat tangkap bersentuhan dengan air dan berakhir pada saat alat tersebut kembali berada di pantai atau berada di atas dek kapal. Selama proses penangkapan terjadi hubungan antara alat tangkap dengan berbagai jenis ikan dan organisme laut termasuk di dalamnya burung laut (sea bird) dan habitat dasar perairan.
Aspek yang kedua adalah efek penangkapan terhadap ekosistem. Efek dari penangkapan terhadap ekosistem terbagi dua yaitu efek langsung dan tidak langsung yang disebabkan oleh alat tangkap selama proses penangkapan. Hal ini serupa dengan apa yang diungkapkan oleh Hall (1999), bahwa efek penangkapan terhadap ekosistem terbagi menjadi dua, yaitu:
(37)
(a) Efek langsung (direct effects)
- Kematian ikan, dari proses penangkapan (didaratkan atau dikembalikan ke laut) atau dibunuh untuk selanjutnya tidak atau digunakan sebagai umpan kepada predator lain.
- Meningkatkan pemanfaatan suatu spesies sebagai makanan bagi spesies lain dalam system dengan melakukan discard
- Perusakan habitat akibat aktifitas alat tangkap (b) Efek tidak langsung (indirect effects)
Efek tidak langsung merupakan kelanjutan atau efek yang mengikuti dan tidak terpisahkan dari efek langsung (direct effects)
Aspek yang ketiga adalah selektivitas. Selektivitas dari berbagai macam alat tangkap bergantung pada kemampuannya dalam menyeleksi jenis dan ukuran dari spesies ikan target penangkapan. Selektivitas dapat ditingkatkan dengan cara mengganti konfigurasi alat tangkap, atau menghindari wilayah dan periode penangkapan dengan dugaan maksimum bay-catch atau spesies yang tidak diinginkan.
Aspek keempat adalah hasil tangkapan sampingan (by-catch). By-catch adalah semua yang tertangkap dari suatu proses penangkapan selain jenis dan ukuran dari spesies yang menjadi target penangkapan. By-catch adalah discard catch ditambah
incidental catch (McCaughran diacu dalam Hall 1999). Terdapat banyak variasi spesies by-catch dari sponge dan koral hingga ikan dengan jenis dan ukuran yang tidak diinginkan atau bernilai jual rendah (unmarketable) serta kura-kura laut, mamalia laut dan burung laut (sea bird). By-catch dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok: mempunyai nilai jual dan legal; tidak bernilai jual; tidak bernilai jual dan legal/tidak legal. By-catch selain yang bernilai jual dan legal haruslah dihindari. Aspek kelima adalah hasil tangkapan yang dikembalikan ke laut (discards).
Discards adalah pengembalian hasil tangkapan kembali ke laut karena pertimbangan nilai ekonomis ataupun karena menangkap spesies yang dilindungi (endangered species). Tingkat bertahan hidup dari spesies yang telah dibuang ke laut bergantung
(38)
pada kemampuannya bertahan hidup di udara terbuka dari waktu ia tertangkap. Dapat diduga bahwa spesies yang dibuang mempunyai tingkat kematian yang tinggi (hidden mortality).
Aspek keenam adalah by-mortality. By-mortality adalah tingkat kematian organisme laut lolos yang terluka akibat alat tangkap selama proses penangkapan berlangsung. Kemampuan bertahan hidup ikan yang lolos setelah tertangkap sangat penting untuk diteliti karena nantinya akan membantu dalam mengklarifikasi b y-mortality ini (Main & Sangster 1988).
Aspek ketujuh adalah ghost fishing. Istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan tertangkapnya organisme laut oleh alat tangkap yang hilang atau sengaja ditinggalkan. Alat tangkap yang dimaksud disini adalah alat tangkap yang tebuat dari bahan tekstil yang bersifat non-biodegradable. Alat tangkap ini akan berada di perairan dalam jangka waktu yang cukup lama (Fox & Hutington 1988). Hilangnya alat tangkap longline biasanya disebabkan karena terhimpit dasar perairan yang kasar yang terdiri dari koral dan bebatuan. Ghost fishing dapat menyebabkan dampak yang serius di banyak wilayah. Ghost fishing adalah penyebab hidden fishing mortality
sejak lama.
Aspek kedelapan adalah efek terhadap habitat. Pengoperasian suatu alat tangkap dapat merusak dasar perairan, terutama untuk jenis dragged gear. Koral dan epifauna lain dapat rusak untuk kisaran wilayah yang cukup luas. Begitu pentingnya keberadaan ekosistem bagi kelangsungan usaha penangkapan dan kelestarian sumberdaya ikan, maka alat tangkap harus mempunyai dampak yang minimal terhadap ekosistem (Sarmintohadi 2002). Penggunaan alat tangkap rawai dasar tidak merusak bottom topography dan bottom fauna (Bjordal 1983). Perlu dikaji lebih mendalam untuk rawai dasar yang dioperasikan di perairan karang. Jatuhnya pemberat ke dasar perairan dapat merusak koral yang berfungsi sebagai penyokong hidup terpenting bagi ikan-ikan karang.
Penelitian tentang efek penangkapan terhadap habitat masih terbatas. Terdapat kesulitan dalam menentukan kriteria yang jelas, namun kriteria umum bisa dibuat
(39)
namun masih dapat diperdebatkan. Berdasarkan contoh yang telah dijelaskan pada aspek ini, luasnya kerusakan karang akibat jatuhnya pemberat belum dapat diketahui dan belum dapat diketahui pula berapa lama waktu yang dibutuhkan sehingga kegiatan tersebut menimbulkan dampak yang serius di suatu perairan. Apabila telah mencapai kondisi kritis, terumbu karang akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk pulih kembali, yaitu lebih dari 20 tahun (David 1979).
Aspek kesembilan adalah kualitas hasil tangkapan. Baik buruknya kualitas hasil tangkapan dipengaruhi oleh bagaimana alat tangkap tersebut dioperasikan. Ikan yang memiliki kualitas baik akan memperoleh nilai jual yang tinggi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan. Dengan meningkatnya kesejahteraan diharapkan nelayan mempunyai kesadaran untuk memelihara kondisi ekosistem yang merupakan sumber utama penghasil tangkapan (Sarmintohadi 2002). Rawai dasar dapat memproduksi ikan dengan kualitas yang cukup baik. Kualitas ikan akan terus menurun begitu ikan tersangkut pancing (karena terluka) dan makin menurun setelah diangkat ke permukaan karena serangan bakteri (Bjordal 1983). Penurunan kualitas ini masih dipengaruhi oleh jenis ikan, daerah penangkapan, cara penangkapan, waktu penangkapan dan penanganan hasil tangkapan.
Aspek kesepuluh adalah efisiensi dalam penggunaan energi. Energi disini adalah bahan bakar yang digunakan selama operasi penangkapan. Sumber energi tersebut tergolong ke dalam kekayaan alam yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable) atau dengan kata lain persediaannya di dunia ini terbatas dan makin hari semakin menipis. Sehingga pada operasi penangkapan diusahakan memakai bahan bakar seminimal mungkin. Hal ini dilakukan untuk menjamin kelangsungan usaha penangkapan ikan yang pada kondisi sekarang ini sangat tergantung pada pasokan minyak bumi sebagai bahan bakar dalam operasi penangkapan ikan (Sarmintohadi 2002).
Aspek kesebelas adalah polusi. Polusi yang dapat ditimbulkan adalah polusi udara dan air. Polusi udara dapat ditimbulkan oleh emisi gas buangan, hal ini berkaitan dengan pemakaian bahan bakar. Polusi air terutama disebabkan karena disebabkan hilang atau ditinggalkannya alat tangkap serta bahan plastik lainnya yang diketahui
(40)
tidak dapat terurai di perairan. Buangan minyak dan zat kimia ke laut juga tidak dapat diabaikan. GESAMP (2001), mengklasifikasikan buangan plastik ke dalam tiga golongan, yaitu alat tangkap dan peralatannya, seperti jaring dan tali, tali sintetis dan kemasan pastik, termasuk tas plastik, botol plastik dan sebagainya. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi kegiatan penangkapan, manuver kapal serta aktifitas kelautan lainnya. Kewaspadaan harus dijaga untuk menjamin agar limbah manusia dan limbah lainnya dari kapal penangkap dibuang dengan suatu cara sehingga tidak membahayakan lingkungan sekitar. Dengan semakin meningkatkannya kesadaran masyarakat pada perlindungan lingkungan, di beberapa negara telah ada peraturan yang melarang pembuangan limbah dari kapal ke lingkungan sekitarnya. Dalam masalah ini nelayan harus sadar akan tanggungjawabnya. Harus dihindari terjadinya pembuangan limbah hewan, manusia atau limbah-limbah lainnya dari kapal penangkap ke dalam perairan (Widodo 1994).
Dari seluruh kriteria yang pernah dibuat, Cochrane (2002) membuat suatu nilai indeks efek dari berbagai macam metode penangkapan (termasuk di dalamnya metode penangkapan untuk ikan karang) terhadap ekosistem (Tabel 3) yang menunjukkan tingkat keramahan lingkungan. Metode penangkapan untuk ikan karang yang dimaksud di sini adalah metode penangkapan dengan menggunaakan
gillnet, trammelnet, handline, longline, dan trap.
Sebagai contoh penilaian indeks, dapat kita bandingkan untuk alat tangkap gillnet
dan longline. Indeks efek gillnet lebih rendah dibandingkan longline. Hal ini menunjukkan bahwa dari keseluruhan aspek longline, dinilai lebih ramah lingkungan dibandingkan gillnet. Penilaian pada kolom spesies gillnet memperoleh nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan longline. Jenis ikan yang tertangkap oleh gillnet
lebih beragam dibandingkan longline yang menggunakan umpan sebagai pemikat ikan. Penggunaan umpan dapat disesuaikan dengan ikan yang menjadi target penangkapan. Contoh lain yaitu pada kolom ghost fishing; nilai perolehan gillnet
lebih rendah dibandingkan dengan longline. Hal ini disebabkan karena gillnet yang putus/hilang akan tetap terentang di air sehingga ikan-ikan yang melintas otomatis
(41)
akan terjerat. Longline yang putus akan langsung jatuh ke dasar perairan, sehingga kemungkinan ikan yang melintas lebih sedikit, terlebih lagi apabila sudah tidak ada umpan, ikan-ikan tidak akan ada yang mendekat.
Tabel 3. Estimasi umum efek penangkapan terhadap ekosistem untuk berbagai macam metode penangkapan (Cochrane 2002)
Selektivitas Alat tangkap Ukuran Spesies
By-mortality Ghost fishing Efek terhadap habitat Efisiensi energi Kualitas hasil tangkapan Indeks efek terhadap ekosistem
Gillnet 8 4 5 1 7 8 5 5,4
Trammel net 2 3 5 3 7 8 5 4,7 Handline 4 4 6 10 9 9 9 7,3 Longline 6 5 6 9 8 8 8 7,1
Pots 7 7 9 3 8 8 9 7,3
Traps 5 5 8 8 9 9 9 7,6
Spear,
harpoon 8 9 5 10 10 8 9 8,4
Pelagic trawl 4 7 3 9 9 4 8 6,3
Demersal
trawl 4 4 6 9 2 2 6 4,7
Beam Trawl 4 4 6 9 2 1 6 4,6
Shrimp trawl 1 1 7 9 4 2 6 4,3
Seine net 5 5 6 9 4 5 8 6,0
Purse Seine - 7 5 9 9 8 8 7,7
Beach Seine 2 2 5 10 6 9 9 6,1
Keterangan : Semakin tinggi nilai yang diperoleh, semakin tinggi keramahan lingkungan suatu alat tangkap
Indeks akhir diperoleh dengan merata-ratakan nilai tiap aspek yang diberikan, sehingga diperoleh nilai 7,1 untuk longline dan 5,4 untuk gillnet. Indeks yaang dibuat oleh Cochrane (2002) ini sangat tepat untuk ditampilkan sebagai peringatan bagi kita untuk lebih mencermati metode penangkapan yang memiliki indeks yang kecil untuk segera dilakukan penelitian agar dapat dicarikan teknologi yang tepat sehingga masa depan perikanan Indonesia, khususnya perikanan karang dapat diselamatkan.
Teknologi tersebut haruslah segera diterapkan agar tercipta suatu pengelolaan dan pemanfaatan yang lestari dan bertanggung jawab. Kriteria ramah lingkungan sebagai
(42)
acuan dalam penerapan teknologi penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan telah banyak dibuat namun hanya bersifat umum sehingga untuk selanjutnya perlu dipikirkan lagi suatu kriteria ramah lingkungan secara lebih spesifik berdasarkan penggunaan alat tangkap. Hal tersebut dikarenakan setiap alat tangkap memiliki karakteristik dan metode yang khas.
Untuk rawai dasar (longline) terdapat 4 kriteria penilaian ramah lingkungan yang relevan dengan penjabaran 11 aspek yang telah dikemukakan oleh Cochrane (2002). Aspek pertama adalah karakteristik hasil tangkapan, hasil tangkapan sampingan ( by-catch) yang didapat haruslah dalam jumlah sedikit. Hasil tangkapan sampingan adalah hasil tangkapan selain dari hasil tangkapan sasaran utama. Aspek yang kedua adalah perilaku nelayan yang dapat menyebabkan kecelakaan di laut. Aspek yang ketiga adalah perilaku nelayan yang dapat menyebabkan kerusakan fisik habitat ikan (terumbu karang). Kerusakan fisik akibat pengoperasian alat tangkap ini yaitu dengan melihat apakah penaikan dan penurunan pemberat menyebabkan kerusakan pada terumbu karang. Kemudian aspek yang keempat adalah perilaku nelayan yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan seperti kasus tali pancing putus yang dapat menjadi ghost fishing dan sampah perairan. Sampah kemasan perbekalan juga dapat memicu polusi perairan apabila langsung dibuang ke laut terutama pada kemasan yang terbuat dari bahan-bahan yang sulit untuk terurai di dalam perairan ( non-biodegradable).
Bahan bakar dan cat perahu juga merupakan unsur-unsur yang dapat dipertimbangkan dalam penilain keramahan lingkungan ini. Pemakaian bahan bakar yang tidak hemat, kemudian tumpahnya bahan bakar ini ke perairan, serta dapat pula mengakibatkan polusi udara apabila telah mencapai nilai ambang batas. Cat perahu yang digunakan juga perlu diteliti, apakah perahu yang digunakan dalam beroperasi memakai cat yang mengandung bahan kimia berbahaya.
(43)
3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (Lampiran 1) dengan penelitian lapang dan studi literatur. Penelitian lapang dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2003 dengan metode survei sedangkan studi literatur dilakukan pada bulan Mei 2003 sampai Oktober 2005.
3.2 Objek dan Alat Pemelitian
Objek penelitian ini adalah unit penangkapan rawai dasar, sedangkan alat yang digunakan antara lain alat tulis, kertas, penggaris, timbangan, meteran, kamera untuk dokumentasi serta kuisioner yang telah disiapkan untuk wawancara dengan responden.
3.3 Jenis dan Cara Pengambilan Data
Data penelitian diperoleh dari pengamatan lapangan terhadap kondisi perikanan rawai dasar di lokasi penelitian. Pengamatan lapangan dilakukan dengan mengikuti 3 kali trip operasi penangkapan dan wawancara terhadap nelayan dari 30 unit penangkapan rawai dasar yang berbeda dan instansi terkait. Data yang diambil akan digunakan untuk menjelaskan metode penangkapan yang diterapkan nelayan rawai dasar dan untuk menganalisis keramahan lingkungannya (Tabel 4). Data yang diambil dibagi menjadi dua yaitu data umum dan data keramahan lingkungan.
(44)
Tabel 4. Jenis dan cara pengambilan data No
Jenis data Cara pengambilan data
1 Data umum
♣ Metode Penangkapan
♣ Musim dan daerah penangkapan
Pengamatan langsung dengan mengikuti trip sebanyak tiga kali, wawancara dengan nelayan.
Wawancara dengan nelayan dan instansi terkait.
2 Data keramahan lingkungan
♣ Komposisi dan karakteristik hasil
tangkapan
♣ Peralatan keselamatan, jumlah
kecelakaan perahu
♣ Limbah yang dihasilkan unit
penangkapan ikan
♣ Cat perahu yang digunakan,
jumlah dan jenis bahan bakar
Pengamatan langsung terhadap hasil tangkapan rawai dasar dan melakukan pendataan terhadap jenis, jumlah, dan ukuran hasil tangkapan. Pengamatan langsung terhadap jumlah dan jenis, wawancara dengan nelayan dan instansi terkait
Pengamatan langsung dengan melihat perbekalan nelayan, wawancara dengan nelayan.
Wawancara dengan nelayan. Komposisi dari label dan wawancara dengan pihak Avian
3.4 Analisa Data
Analisis yang akan dipergunakan adalah analisis deskriptif terhadap tabulasi dan grafik data yang ditampilkan. Data yang dianalisis adalah data kuantitatif dan kualitatif. Penilaian keramahan lingkungan unit penangkapan rawai dasar dilakukan berdasarkan 2 kelompok variabel, yaitu kelompok variabel karakteristik hasil tangkapan dan kelompok variabel perilaku nelayan.
(45)
Variabel kelompok pertama mencakup:
(1) Proporsi hasil tangkapan sasaran utama dan sampingan
Hasil tangkapan sasaran utama adalah hasil tangkapan yang menjadi target penangkapan, sedangkan hasil tangkapan sampingan adalah seluruh spesies di luar hasil tangkapan sasaran utama. Operasi penangkapan ikan yang ramah lingkungan akan menghasilkan proporsi hasil tangkapan sampingan dalam yang lebih kecil dibandingkanhasil tangkapan sasaran utamanya. Hasil tangkapan sasaran utama rawai dasar adalah kakap merah (Lutjanus malabaricus) dan kerapu karang (Epinephelus areolatus).
(2) Proposi ukuran ikan yang layak tangkap
Ikan yang diukur adalah ikan dari hasil tangkapan sasaran utama. Seekor ikan dikatakan layak tangkap jika ikan tersebut telah dewasa/matang gonad. Kakap merah telah layak tangkap bila telah memiliki panjang 36 cm (Anonim 2003c), sedangkan untuk kerapu karang adalah pada ukuran 19 cm (Anonim 2003d) dan berat ideal 0,4-2 kg (Sunyoto 2000). Berat layak tangkap untuk kakap merah belum sempat ditemukan dalam literatur namun yang ada adalah panjang layak tangkapnya saja. Referensi ukuran ikan laayak tangkap (length at first maturity)
yang dipakai berasal dari daerah di luar lokasi penelitian (perairan sekitar Papua). Referensi ini digunakan karena belum ada ukuran layak tangkap ikan-ikan lokal. Operasi penangkapan ikan yang ramah lingkungan akan menangkap ikan-ikan yang layak tangkap dalam proporsi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan tertangkapnya ikan-ikan yang tidak layak tangkap.
(3) Keragaman ukuran ikan yang ditunjukkan oleh kisaran ukuran panjang dan berat Akan dilihat keragaman ukuran hasil tangkapan sasaran utama dengan membuat suatu kisaran panjang dan berat, kemudian akan disesuaikan dengan ukuran pancing yang digunakan agar dapat dipastikan ikan-ikan yang tertangkap tidak ada dibawah ukuran layak tangkap.
(46)
Variabel kelompok kedua mencakup:
(1) Perilaku nelayan yang dapat menyebabkan kecelakaan di laut dianalisis dengan menggunakan data tentang kecelakaan perahu yang pernah terjadi, sarana keselamatan yang tersedia pada masing-masing unit penangkapan rawai dasar dan pendidikan yang diperoleh oleh nelayan rawai dasar.
(2) Perilaku nelayan yang dapat menyebabkan kerusakan fisik habitat ikan (terumbu karang) dianalisis dengan mendata jumlah unit penangkapan rawai dasar yang melakukan pemilihan lokasi dalam penurunan dan penanikan pemberat baik pada alat tangkap maupun pada perahu. Dalam kegiatan penurunan dan penaikan pemberat terjadi kontak langsung denga terumbu karang. Kerusakan terumbu karang tidak diteliti secara khusus.
(3) Perilaku nelayan yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, yaitu dengan empat aspek polutan:
(a) Tali pancing putus
Penganalisisan dilakukan melalui jumlah tali pancing yang putus untuk tiap-tiap unit penangkapan rawai dasar tiap-tiap tahunnya. Estimasi jumlah tali pancing putus tiap tahunnya diperoleh dengan menggunakan rumus:
TP = A x P x T (perhitungan dilakukan untuk setiap musim) Dimana, TP : tali pancing putus per tahun;
A : tali pancing putus bulan penelitian (Juli);
P : peluang putus (dikaitkan dengan jumlah setting); T : durasi setiap musim (bulan).
Penentuan P : musim angin barat daya : 2 kali setting, maka P = 1 musim angin barat : 2 kali setting, maka P = 1 musim angin timur : 1 kali setting, maka P = ½ musim angin tenggara : 1 kali setting, maka P = ½
(b) Sampah kemasan perbekalan
Analisis dilakukan dengan melihat komposisi sampah kemasan perbekalan nelayan rawai dasar dan tindakan yang dilakukan terhadap sampah kemasan tersebut, dibuang di laut atau dibawa kembali ke darat.
(47)
(c) Bahan bakar
Analisis dilakukan dengan melihat kecenderungan bahan bakar tersebut dapat mencemari lingkungan sekitar, baik pada lingkungan perairan maupun pada udara.
(d) Cat perahu.
Cat perahu yang dipakai oleh unit penangkapan rawai dasar akan dianalisis apakah terdapat bahan-bahan yang berbahaya. Bahan-bahan yang masih sering dipakai namun berbahaya adalah merkuri dan white lead (Jones 1987).
(48)
4
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Perikanan Karang di Kabupaten Lombok Timur
Kabupaten Lombok Timur adalah sebuah kabupaten di Nusa Tenggara Barat dengan luas wilayah 2.679,83 km2 yang terbagi dalam wilayah daratan 1.605,55 km2 dan luas laut 1.074,33 km2. Daerah ini memiliki pantai yang panjangnya 220 km yang kaya akan terumbu karang. Luasnya hamparan terumbu karang menjadikan Kabupaten Lombok Timur sebagai daerah yang potensial untuk eksploitasi dan pengembangan perikanan karang.
Eksploitasi salah satu sumberdaya secara keseluruhan akan berpengaruh terhadap sumberdaya lain karena adanya saling ketergantungan anatara satu dengan yang lainnya. Terumbu karang umumnya sangat sensitif terhadap pengaruh lingkungan baik yang bersifat fisik, kimiawi, biologi maupun karena aktifitas manusia. Permasalahan lingkungan di bidang perikanan laut di Nusa Tenggara Barat, khususnya di Kabupaten Lombok Timur belum dapat diketahui secara jelas terutama mengenai kerusakan akibat kegiatan manusia.
Terumbu karang terdapat hampir diseluruh perairan pantai Lombok Timur, dan umumnya berupa taket atau patch reefs, yaitu terumbu yang selalu terendam air walaupun pada saat surut terendah. Dengan persentase karang hidupnya masih baik yaitu sekitar 89,66 % namun di beberapa wilayah keadaan bisa sangat kontras, dengan persentase karang hidup < 5 %. Ikan-ikan karang yang hidup di perairan Lombok Timur adalah dari famili Labridae, Lutjanidae, Scaridae, Acanthuridae, Mullidae, Serranidae dan Siganidae. Ikan-ikan dari famili Chaetodontidae sebagai indikator ekosistem terumbu karang juga masih dijumpai dalam jumlah yang cukup besar (Yayasan Laut Biru Mataram 2002). Kondisi ini menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang masih bagus karena ikan dari kelompok ini dikenal sebagai kelompok ikan yang memakan polip karang.
Teknologi dan jenis peralatan tangkap yang digunakan nelayan Lombok Timur tergolong sangat sederhana, belum ada nelayan yang menggunakan teknik penangkapan modern. Hal ini menyebabkan sebagian daerah operasi penangkapan
(49)
mereka terbatas di terumbu karang yang tidak jauh dari basis mereka. Untuk menjalankan operasi penangkapan, nelayan menggunakan perahu sederhana yang terbuat dari kayu dengan ukuran berkisar 4 – 10 GT. Perahu-perahu ini ada yang sudah dilengkapi dengan motor dan ada juga yang belum. Departemen Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lombok Timur mengelompokkan perahu-perahu tersebut kedalam 3 kelompok, yaitu: perahu tanpa motor, motor tempel, dan kapal motor.
Kapal motor tempel mendominasi sekitar 67,5% pada tahun 2002 (Tabel 5). Hal ini menjelaskan bahwa nelayan Lombok Timur menggantungkan operasi penangkapan ikan dengan menggunakan motor tempel. Pada tabel di atas juga terlihat jumlah motor tempel dan kapal motor berfluktuasi pada setiap tahunnya, hal ini kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya modal dan perawatan yang kurang baik sehingga motor rusak. Pada tahun 2002 jumlah kedua jenis kapal ini menunjukkan sebuah peningkatan. Peningkatan jumlah armada ini menunjukkan tingkat kesejahteraan nelayan setempat mengalami kemajuan.
Alat tangkap yang dioperasikan nelayan setempat antara lain payang, purse seine, jaring insang, jaring klitik, jaring lingkar, bagan perahu, bagan tancap, rawai, pancing tonda dan bubu (Tabel 6). Jenis alat penangkap ikan yang umum dioperasikan di sekitar terumbu karang adalah rawai dasar, jaring klitik,
Tabel 5. Jumlah armada penangkapan ikan di kabupaten Lombok Timur tahun 1998-2002
Tahun Jenis Kapal
1998 1999 2000 2001 2002
Perahu tanpa motor 1928 2344 2982 1381 737
Motor tempel 1905 1590 1989 1700 1982
Kapal motor 165 133 189 176 217
Jumlah 3998 4067 5160 3257 2936
(50)
Tabel 6. Jumlah unit penangkapan menurut jenis alat tangkap di Kabupaten Lombok Timur tahun 1998 – 2002
Tahun Jenis alat tangkap
1998 1999 2000 2001 2002
Payang 451 394 451 503 504
Purse seine 137 96 96 96 49
Jaring insang 1264 870 872 873 701
Jaring klitik 484 548 726 731 551 Jaring lingkar 25 25 25 25 12 Bagan perahu - - - - 26 Bagan tancap 66 67 67 67 89
Rawai* 477 450 727 727 749*
Pancing tonda 191 111 111 111 968
Bubu 70 70 70 70 244
Jumlah 3165 2631 3145 3203 3893
* 300 unit diantaranya adalah rawai dasaruntuk ikan karang
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lombok Timur 2003
Departemen Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lombok Timur mengelompokkan rawai dasar ke dalam jenis alat tangkap rawai bersama-sama dengan rawai permukaan. Jumlah unit penangkapan rawai dasar adalah 300 buah (Tabel 6), dengan perkembangan jumlah yang sebanding. Unit penangkapan rawai dasar mengalami perkembangan yang cenderung meningkat namun tidak diikuti dengan peningkatan produktivitasnya (Tabel 7). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh jumlah ikan karang yang berkurang karena over fishing ataupun rusaknya terumbu karang sebagai tempat hidup mereka.
Tabel 7. Produksi penangkapan menggunakan unit penangkapan rawai dasar di Kabupaten Lombok Timur tahun 1998 - 2002
No Tahun Produksi (Ton)
1 1998 2775
2 1999 4245
3 2000 4584,6
4 2001 3889,1
5 2002 1639
(51)
4.2 Permasalahan Perikanan Karang
Permasalahan yang meresahkan para nelayan adalah adanya para pengebom ikan dan para penambang karang. Para pengebom ikan mencari targetnya di sekitar taked. (taked adalah bahasa lokal nelayan setempat untuk terumbu karang) karena tempat ini selain dangkal juga tempat bersarangnya ikan-ikan yang memiliki nilai jual cukup tinggi. Kegiatan pengeboman ikan dilakukan oleh sekitar lima sampai tujuh orang untuk satu kelompok pengebom, dan biasanya dilakukan menjelang siang hari dengan harapan hasil tangkapan dapat dipasarkan sore harinya (sekitar pukul 15.00). Ikan hasil tangkapan pengeboman memiliki karakteristik lebih cepat busuk daripada hasil tangkapan dengan pancing atau jaring, karena ikan yang memiliki tulang keras, patah dan dagingnya lebih lunak. Pada lokasi pengeboman ikan tampak terjadi kerusakan terumbu karang dan ikan yang terangkat terbawa arus ke pantai, akibatnya di sekitar pantai terdapat hamparan ikan-ikan busuk dan memenuhi daerah sekitarnya
Berbeda dengan pengebom ikan yang menghancurkan karang sebagai akibat usahanya dalam mendapatkan ikan, para penambang karang secara langsung mengambil karang dari laut. Usaha ini sudah menjadi salah satu mata pencaharian pokok sebagian penduduk di kabupaten Lombok Timur. Penambangan karang oleh penduduk digunakan sebagai bahan baku untuk membuat kapur (Gambar 4). Peralatan yang digunakan dalam aktifitas penambangan adalah linggis, penggaet dan bakul untuk mangangkat karang dari laut ke pingir pantai dan dari pinggir pantai ke tungku.
Dalam usaha mencari ikan di perairan pantai/teluk, nelayan dan pengebom ikan menggunakan peralatan dan teknik penangkapan yang seringkali tidak ramah lingkungan. Aktifitas penangkapan di tempat itu sering merusak terumbu karang selain itu juga karena dijadikan sebagai tempat penambatan sampan dan armada apung lainnya, yaitu dalam hal penaikan pemberat.
Demikian pula dengan teknik penangkapan ikan dengan cara pengeboman. Cara ini sangat merusak kelestarian sumberdaya laut termasuk ikan dan terumbu karang.
(52)
Rusaknya terumbu karang berarti rusak pula fungsinya sebagai penahan gelombang dan terjadilah pengikisan di sepanjang pantai.
Gambar 4. Karang yang akan diproses menjadi bahan bangunan di perkampungan nelayan Tanjung Luar, Kecamatan Kruak, Lombok Timur
Antara berbagai pihak atau pelaku yang terlibat dalam aktifitas pemanfaatan sumberdaya kelautan seperti ikan dan terumbu karang, terdapat konflik kepentingan diantara mereka yaitu antara nelayan dan pengebom ikan dan antara nelayan dan penambang karang. Para pengebom ikan mencari ikan di tempat-tempat dimana ikan itu berpijak seperti pada terumbu-terumbu karang dan di tempat itu pula para nelayan melepas pancing atau jaringnya. Kesamaan kepentingan di tempat yang sama sering kali menimbulkan konflik kepentingan diantara mereka, dan konflik ini selalu dimenangkan oleh para pengebom ikan yang berakhir dengan rusak dan hilangnya terumbu karang.
Demikian pula antara penambang karang dan nelayan setempat. Akibat dari penambangan sangat dirasakan oleh para nelayan yaitu berkurangnya hasil tangkapan dan langkanya jenis-jenis ikan tertentu yang memiliki nilai ekonomis tinggi seperti
(53)
ikan kerapu, kakap serta ikan lainnya. Hal ini disebabkan oleh pengambilan karang secara berlebihan oleh para penambang yang bahkan telah meluas sampai di pulau-pulau kecil (gili). Karena rusak dan hilangnya tempat berpijak ikan-ikan tersebut menyebabkan perkembangan populasi ikan mengalami penurunan yang akibatnya bermuara pada rendahnya pendapatan nelayan.
4.3 Metode Penangkapan Ikan Menggunakan Rawai Dasar
Suatu metode penangkapan yang baik harus memiliki koordinasi yang baik pula pada keseluruhan aspek yang terkait didalamnya, yaitu: penentuan fishing ground: musim penangkapan; penggunaan umpan; kapal; alat tangkap; proses penangkapan; serta hendaknya memikirkan dampak lingkungan yang mungkin terjadi.
Daerah penangkapan (fishing ground) merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan suatu usaha penangkapan, begitu juga dalam usaha penangkapan yang dilakukan oleh nelayan rawai dasar di Kabupaten Lombok Timur. Nelayan mengoperasikan alat tangkap ini secara berpindah-pindah namun hanya di sekitar pantai berkedalaman 7-10 meter yang kaya akan terumbu karang dan berlokasi antara 1-2 jam perjalanan dari fishing base.
Aspek lain yang berpengaruh besar dalam keberhasilan suatu operasi penangkapan adalah musim penangkapan. Di perairan Kabupaten Lombok Timur dipengaruhi oleh empat musim penangkapan ikan. Pada bulan Juli sampai dengan bulan September pada umumnya bertiup angin tenggara yang sering disebut musim angin tenggara. Pada musim ini angin bertiup dari arah tenggara dengan sangat kencang. Pada bulan Oktober sampai dengan bulan Desember disebut dengan musim angin barat daya karena angin berhembus kencang dari arah barat daya, dan pada saat ini biasanya terdapat musim ikan, terutama ikan demersal kecil dan ikan demersal besar. Pada bulan Januari sampai bulan Maret disebut musim angin barat dimana angin berhembus kencang dari arah barat sehingga kadang-kadang menghambat nelayan untuk kembali ke daratan. Pada bulan April sampai dengan bulan Juni disebut musim angin timur atau musim tidak ada ikan yang ditandai dengan berhembusnya angin yang tidak tentu arahnya. Biasanya dalam musim penangkapan
(1)
Lampiran 7. Panjang total dan berat total ikan kerapu karang (
Epinephelus areolatus
)
Nomor
ikan
Panjang total
(cm)
Berat total
(gram)
1 30,3 325
2 42,5 1600
3 41,4 1250
4 48,6 1650
5 48,8 1700
6 34,6 600
7 42,5 1600
8 52,6 1650
9 56,2 1800
10 38,6 700
11 42,5 1500
12 40,6 1000
13 41,4 1150
14 42,2 1350
15 48,6 1600
16 41,6 1450
17 30,4 400
18 42,5 1550
19 40,6 1100
20 48,6 1700
21 40,8 1150
22 56,8 1850
23 38,6 850
24 42,5 1600
25 52,6 1650
26 48,8 1700
27 40,2 1000
28 52,9 1700
29 50,3 1825
30 41,4 1150
31 57,2 1800
32 30,3 350
33 42,2 1350
34 46,2 1450
35 40,8 1100
36 50,3 1750
37 38,6 800
38 57,2 1800
39 56,8 1750
40 37,2 800
41 48,2 1525
42 41,3 1100
Nomor
ikan
Panjang total
(cm)
Berat total
(gram)
43 40,5 1000
44 41,2 1100
45 48,6 1650
46 40,5 1200
47 41,2 1200
48 48,6 1650
49 42,2 1500
50 38,6 850
51 41,2 1200
52 41,3 1250
53 40,5 1000
54 48,0 1450
55 48,6 1550
56 57,5 1850
57 30,5 500
58 55,8 1850
59 46,2 1500
60 48,0 1500
61 41,3 1300
62 40,2 1100
63 34,2 550
64 41,4 1250
65 48,0 1500
66 50,2 1750
67 55,8 1850
68 37,2 600
69 58,5 1850
70 48,1 1525
71 41,4 1250
72 40,5 1000
73 58,2 1850
74 41,3 1200
75 34,6 650
76 42,5 1400
77 54,5 1825
78 48,1 1450
79 50,2 1750
80 40,2 1000
81 37,2 625
82 42,5 1300
83 58,5 1800
(2)
Lampiran 7. (lanjutan)
Nomor
ikan
Panjang total
(cm)
Berat total
(gram)
85 59,2 2400
86 41,4 1350
87 30,4 450
88 42,5 1400
89 52,6 1650
90 56,2 1750
91 40,6 1100
92 38,6 800
93 55,8 1800
94 46,2 1450
95 42,5 1350
96 41,4 1150
97 34,6 850
98 52,6 1650
99 50,2 1750
100 52,9 1850
101 40,2 1000
102 58,2 1800
103 46,2 1500
104 52,9 1700
105 50,3 1825
106 30,3 350
107 42,2 1350
108 46,2 1450
109 57,2 1750
110 40,2 850
111 58,5 1850
112 56,2 1750
113 57,3 1800
114 41,4 1150
115 34,6 800
116 57,5 1850
117 52,6 1650
118 46,2 1500
119 52,6 1700
120 40,2 1100
121 59,2 2450
122 48,1 1500
123 41,4 1250
124 57,2 1900
125 48,1 1525
126 30,5 525
Nomor
ikan
Panjang total
(cm)
Berat total
(gram)
127 38,6 850
128 48,0 1500
129 48,8 1700
130 52,9 1700
131 34,6 600
132 57,5 1750
133 48,8 1600
134 58,2 2000
135 41,3 850
136 38,6 800
137 48,2 1550
138 50,2 1750
139 48,8 1700
140 48,0 1500
141 37,2 600
142 58,5 2000
143 56,2 1950
144 55,8 1850
145 50,2 1700
146 38,6 800
147 59,5 2500
148 48,8 1700
149 41,6 1300
150 40,2 1000
151 40,6 1200
152 46,2 1500
153 48,1 1500
154 30,4 425
155 42,5 1400
156 55,8 1800
157 50,2 1750
158 37,2 650
159 41,6 1300
160 48,1 1525
161 41,4 900
162 41,2 1200
163 38,1 800
164 55,8 1750
165 56,2 1900
166 57,2 1950
167 48 1500
(3)
Lampiran 7. (lanjutan)
Nomor
ikan
Panjang total
(cm)
Berat total
(gram)
169 48,2 1650
170 48,8 1650
171 40,8 1100
172 40,2 1100
173 52,9 1700
174 41,4 950
175 48,0 1550
176 56,8 1900
177 30,5 4500
178 42,5 1350
179 48,2 1700
180 50,3 1700
181 42,5 1400
182 59,2 2050
183 48,8 1750
184 37,2 800
185 48,2 1650
186 48,8 1700
187 57,3 1950
188 40,8 800
189 42,5 1350
190 48,0 1500
191 30,5 500
192 52,6 1650
193 48,6 1600
194 42,5 1500
195 41,2 1250
196 50,2 1750
197 34,6 600
198 48,2 1525
199 48,6 1550
200 40,5 1000
201 57,2 1950
202 50,3 1875
203 37,2 650
204 52,9 1700
205 56,8 2200
206 40,5 1000
207 42,2 850
208 48,6 1600
209 41,6 1350
210 30,4 550
211 41,3 1200
Nomor
ikan
Panjang total
(cm)
Berat total
(gram)
212 50,2 1700
213 46,2 1500
214 38,6 850
215 41,2 1200
216 41,4 1250
217 40,8 1100
218 50,3 1750
219 34,2 600
220 52,6 1650
221 48,6 1600
222 55,8 2300
223 42,5 1400
(4)
Lampiran 8. Jumlah tali pancing yang putus dan tindakan yang dilakukan nelayan
dari 30 perahu responden
Tindakan yang dilakukan No Nama perahu
Jumlah tali pancing
putus per tahun Diambil Ditinggalkan
1 Harapan Jaya 27
•
2 Mexico Star 27
•
3 Jaya Maringkik I 27
•
4 Jaya Maringkik II 27
•
5 Cameron I 27
•
6 Cameron II 27
•
7 Aminullah 27
•
8 Putera Selatan 27
•
9 Raya Fitri 27
•
10 Era Baru 27
•
11 Putera Bone 27
•
12 Adi Utama 36
•
13 Laut Timur 36
•
14 Asia Raya I 36
•
15 Asia Raya II 36
•
16 Abadi Jaya 36
•
17 Rahmat 36
•
18 Indonesia Raya I 36
•
19 Indonesia Raya II 36
•
20 Putera Abadi 36
•
21 Sejahtera I 45
•
22 Sejahtera II 45
•
23 Putera Sejati 45
•
24 Rizky Abadi 45
•
25 Damai Sentosa 45
•
26 Rahmat Illahi 45
•
27 Lautan Jaya 45
•
28 Jaya Sakti I 45
•
29 Jaya Sakti II 45
•
30 Putera Jaya 45
•
(5)
Lampiran 9. Komposisi sampah kemasan perbekalan berdasarkan jenis limbah
yang dibuang ke laut oleh nelayan rawai dasar
Jenis limbah
Nomer
perahu Kertas
Plastik
Karet
Keterangan
1
3
2
3
Kertas nasi bungkus (3), plastik
tempat air minum (2), karet nasi
bungkus (3)
2
3
1
-
Kertas nasi bungkus (3), plastik
tempat air minum (1)
3
4
2
3
Kertas nasi bungkus (3), kemasan
makanan kecil (1), plastik tempat air
minum (2), karet nasi bungkus (3)
4
4
2
3
Kertas nasi bungkus (3), kemasan
makanan kecil (1), plastik tempat air
minum (2), karet nasi bungkus (3)
5
3
1
3
Kertas nasi bungkus (3), plastik
tempat air minum (1), karet nasi
bungkus (3)
6
3
2
3
Kertas nasi bungkus (3), plastik
tempat air minum (2), karet nasi
bungkus (3)
7
4
1
3
Kertas nasi bungkus (3), kemasan
makanan kecil (1), plastik tempat air
minum (1), karet nasi bungkus (3)
8
3
2
3
Kertas nasi bungkus (3), plastik
tempat air minum (2), karet nasi
bungkus (3)
9
3
1
3
Kertas nasi bungkus (3), plastik
tempat air minum (1), karet nasi
bungkus (3)
10
4
2
3
Kertas nasi bungkus (3), kemasan
makanan kecil (1), plastik tempat air
minum (2), karet nasi bungkus (3)
11
3
2
3
Kertas nasi bungkus (3), plastik
tempat air minum (2), karet nasi
bungkus (3)
12
4
2
3
Kertas nasi bungkus (3), kemasan
makanan kecil (1), plastik tempat air
minum (2), karet nasi bungkus (3)
13
3
1
3
Kertas nasi bungkus (3), plastik
tempat air minum (1), karet nasi
bungkus (3)
(6)