1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam. Tak heran, jika Indonesia dijuluki sebagai negara agraris yang mayoritas penduduknya
bermata pencaharian sebagai petani dan menggantungkan hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani. Untuk mendapatkan hasil bercocok tanam yang baik
tentu ada faktor-faktor pendukung diantaranya bibit, pupuk dan tanah pertanian. Tanah pertanian adalah modal utama bagi seorang petani.
Namun seringkali petani tidak mempunyai tanah pertanian karena terjadi penumpukan tanah
pertanian pada satu orang. Adanya penumpukan tanah pertanian pada satu orang akan merugikan para petani yang menjadikan pertanian sebagai mata
pencahariannya. Dengan latar belakang inilah Pemerintah kemudian menyusun suatu undang
– undang yang berkaitan dengan penetapan luas tanah pertanian yakni UU No. 56 Prp Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Lahan Pertanian.
Dalam UU ini ditetapkan mengenai minimal luas lahan pertanian yang dimiliki oleh petani. Pasal 8 UU No. 56 Prp Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Lahan
Pertanian disebutkan “Pemerintah mengadakan usaha-usaha agar supaya setiap petani sekeluarga memiliki
tanah pertanian minimum 2 hektar”. Dua hektar tanah pertanian yang dimaksud adalah tanah kering danatau sawah. Hal ini bertujuan
2
untuk menghindari monopoli penguasaan besar – besaran lahan pertanian serta
diharapkan petani akan memperoleh hasil yang sepadan dengan ongkos produksi. Sehingga dapat terselenggaranya pemerataan kesejahteraan.
Usaha-usaha yang dimaksud pada Pasal 8 UU No 56 Prp Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Lahan Pertanian ini adalah :
“Usaha-usaha yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan, supaya setiap keluarga petani mempunyai tanah 2 ha itu ialah terutama
extensifikasi tanah pertanian dengan pembukaan tanah secara besar- besaran diluar Jawa, transmigrasi dan industrialisasi. Tanah 2 ha itu
bisa berupa sawah atau tanah kering atau sawah
dan tanah kering”. Sekarang ini luas lahan pertanian semakin sedikit dikarenakan jumlah
manusia yang semakin banyak sehingga kebutuhan akan tanah meningkat. Kebutuhan tanah yang meningkat ini membuat semakin berkurangnya lahan
pertanian yang dijadikan sebagai pemukiman. Selain itu, penguasaan besar –
besaran lahan pertanian di Indonesia masih ada sampai dengan saat ini. Kebutuhan tanah yang semakin meningkat sehingga harganya pun meningkat
membuat orang-orang yang mempunyai tingkat kesejahteraan lebih akan menginvestasikan kekayaannya dengan mempunyai lahan pertanian. Di sinilah
terjadi penguasaan lahan pertanian besar-besaran. Sehingga untuk mencapai 2 dua hektar lahan pertanian sekarang ini sangatlah sulit. Ketentuan mengenai
penetapan luas lahan pertanian seolah- olah “ditelan zaman yang semakin maju”
dan “terlupakan”.
Bukan berarti peraturan ini tidak berpihak pada petani, justru peraturan ini sangat berpihak pada petani yang merupakan amanat dari UUPA. Pasal 7 UUPA
3
menetapkan “ Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan tanah dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.” Selanjutnya
pada Pasal 17 ayat 1 UUPA menyebutkan “Dengan mengingat Pasal 7 maka untuk mencapai tujuan yang dimaksud diatur luas maksimum danatau minimum
tanah yang boleh dipunyai oleh satu keluarga atau badan hukum”. Kemudian Pasal 17 ayat 2 UUPA menyatakan “ Penetapan batas maksimum termaksud
dalam ayat 1 pasal ini dilakukan dengan peraturan perundangan didalam waktu yang singkat”.
UU No. 56 Prp Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Lahan Pertanian ini merupakan salah satu program Landreform di Indonesia. Landreform sendiri
dalam arti sempit adalah perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan
– hubungan hukum yang bersangkutan dengan penguasaan tanah. UU No. 56 Prp Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Lahan Pertanian ini yang
kemudian menjadi bagian peraturan pelaksana Landreform. Harsono, 2008:364 Undang
– undang yang dilahirkan pada era kepemimpinan Soekarno ini tidak berjalan maksimal. Jika dilihat dari perkembangan penduduk yang semakin
pesat tentu luas lahan pertanian dua hektar semakin sulit didapat, terlebih lagi di pulau Jawa. Disatu sisi undang
– undang ini sampai sekarang masih berlaku dan belum ada perubahan sama sekali. Yang artinya UU No. 56 Prp Tahun 1960
Tentang Penetapan Luas Lahan Pertanian ini masih harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.
4
Sudah kurang lebih 52 tahun sejak diundangkan aturan ini tidak ada perubahan yang berarti pada masyarakat tani di Indonesia. Mengingat tanah
merupakan faktor utama adanya sebuah pertanian, lahirnya UU No 56 Prp Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Lahan Pertanian ini jelas menjadi sebuah
harapan baru bagi para petani. Namun pada kenyataannya sejak diundangkan tahun 1960 UU ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Banyak faktor yang
membuat UU ini menjadi “macet”. Dua hektar, batas minimal lahan pertanian bukanlah luas lahan yang sedikit. Sementara pertumbuhan penduduk yang
berkembang cepat namun lahan pertanian tetap bahkan semakin menyusut dengan
maraknya alih fungsi lahan pertanian.
Kecamatan Gunungpati adalah salah satu kecamatan yang berada di Kota Semarang dengan luas 5.399.085 Ha yang terdiri dari 16 Kelurahan. Potensi
Kecamatan Gunungpati sebagai salah satu daerah pengembangan pemukiman di Semarang dengan jumlah penduduk mencapai 73459 jiwa. Sumber:BPS Kota
Semarang, 2011. Pertambahan penduduk di Kecamatan Gunungpati dikarenakan adanya perkembangan pusat pendidikan di Kota Semarang. Kecamatan
Gunungpati sebagai salah satu pusat perkembangan pendidikan di Semarang, contohnya adalah adanya Universitas Negeri Semarang UNNES. Adanya pusat
kegiatan belajar Universitas Negeri Semarang memberikan kontribusi terhadap terjadinya alih fungsi lahan dari pertanian menjadi pemukiman. Luasan areal
tanah hingga tahun 2011 adalah sebagai berikut :
5
Tabel 1.1 : Luas Penggunaan Areal Tanah di Kecamatan Gunungpati Tahun 2007- 2011
Areal Tanah Luasan ha
2007 2008
2009 2010
2011 Tanah Sawah
1,550.20 1,590.29 1,366.00 1,525.97 1,525.97 Tanah Kering
2,445.79 2,460.66 4,013.09 2,547.38 2,547.38 Sumber : BPS Kota Semarang 2011
Tabel 1.2 : Luas Penggunaan Areal Sawah di Kecamatan Gunungpati Tahun 2007-2011
Sawah : Luasan ha
2007 2008
2009 2010
2011 Irigasi Teknis
53.76 64.98
64 64.98
64.98 Irigasi Setengah Teknis
348.44 360.2
165 295.9
295.9 Irigasi Sederhana
276.57 295.29
343 295.28
295.28 Sawah Tadah Hujan
871.43 869.82
794 869.81
869.81 Sumber : BPS Kota Semarang 2011
Penduduk Kecamatan Gunungpati yang bermata pencaharian sebagai petani berjumlah 5335 jiwa. Sumber:BPS Kota Semarang, 2011. Secara makro,
dari data di atas dapat diperoleh rata-rata kepemilikan lahan pertanian per orang adalah luas tanah pertanian dibagi jumlah penduduk Kecamatan Gunungpati.
Hasilnya adalah 1,525.97 ha : 5335 jiwa = 0.2860 ha orang. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak tercapainya luas minimum lahan
pertanian yakni 2 dua hektar per keluarga. Padahal tujuan dari Undang-undang No. 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Lahan Pertanian adalah untuk
mempertinggi taraf hidup petani sehingga diperlukan tanah garapan yang cukup luasnya. Sekarang ini, minimum dua hektar lahan pertanian adalah hal yang sulit
dicapai. Sedangkan menurut amanat UUPA, dua hektar itu merupakan tujuan yang harus diusahakan.
6
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas saya tertarik untuk mengetahui lebih jauh pelaksanaan atau penerapan, relevansinya, kendala yang
dihadapi serta upaya yang lakukan agar terlaksananya UU No. 56 Prp Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Lahan Pertanian melalui penulisan skripsi dengan
judul “RELEVANSI UU NO. 56 PRP TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS
LAHAN PERTANIAN TERHADAP KEPEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG”
1.2. Identifikasi Masalah