Sedangkan dalam Rusdianto 1999, diterangkan bahwa kemaitan merupakan pohon tegak tak bercabang monopodial yang mampu mencapai
tinggi 12 m, keras dan licin. Berdaun lebat dimana daun mudanya ditutupi bulu- bulu putih dan coklat. Bagian kelopak bunganya ditutupi bulu coklat berukuran
1,5 mm dan mengeluarkan bau yang harum. Kemaitan adalah tumbuhan berupa perdu tegak, kebanyakan mempunyai
tinggi 3 meter. Rantingnya licin dan daunnya tersusun secara sasak alternate, berbentuk oblong-obovate, dengan ukuran panjang 20-40 cm dan lebar 7-12 cm.
Buahnya terdiri dari 3 kapsul kekuningan, licin dan ditandai dengan seperti urat, membuka sepanjang uratnya dengan bagian atasnya seperti jahitan luka
Quisumbing 1951, diacu dalam Adhiyanto 2001. Sastrapradja et al. 1980, menerangkan kemaitan berupa perdu atau pohon
kecil yang tingginya mencapai 2 sampai 6 meter yang berbatang pahit. Pada daun yang masih muda terdapat bulu-bulu putih atau kecoklatan. Bunganya kecil, putih
atau coklat, berbau harum, tersusun dalam dua macam karangan yang tumbuh pada ketiak-ketiak daun. Buahnya berupa buah buni yang berbentuk bundar telur
terbalik, merekah menjadi 3 keping bila sudah masak. Bijinya berbentuk lonjong.
2.1.4 Penyebaran dan Habitat Kemaitan
Sastrapradja et al. 1980, kemaitan tumbuh dengan baik di dataran rendah
yang beriklim kering. Banyak dijumpai tumbuh di Jawa Timur, Madura dan Nusa tenggara dari daerah pantai sampai bukit-bukit berbatu pada ketinggian 400 m di
atas permukaan laut dpl. Beberapa pustaka mengungkapkan potensi terbesar kemaitan berada di
Sulawesi dan daerah Irian Jaya Heyne 1987; Rusdianto 1999. Sedangkan EISAI 1995 diacu dalam Adhiyanto 2001, menyebutkan bahwa penyebaran kemaitan
di nusantara mencakup beberapa wilayah yang tersebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Barung, Madura, Sulawesi, dan Indonesia bagian Timur.
Berdasarkan data yang dihimpun dari penelusuran koleksi herbarium kemaitan di Herbarium Bogoriense, ditemukan bahwa penyebaran kemaitan yang
diketahui hingga saat ini mencakup wilayah Jawa, Madura, Bali, Flores, Tanimbar, Sumbawa, Kalimantan, Sulawesi, Irian papua dan Filipina. Dan dari
situ pula diketahui habitat kemaitan berbeda-beda di tiap-tiap lokasi. Adapun tempat habitat yang diketahui merupakan daerah penyebaran kemaitan meliputi
hutan pegunungan, hutan primer, hutan sekunder, bukit dengan tanah kapur, dataran rendah, dan daerah dekat lembah sungai serta hutan hujan tropis.
Heyne 1987 mengemukakan bahwa kemaitan tumbuh pada ketinggian di bawah 400 m dpl, tumbuh di perbukitan yang gundul dan berbatu serta terkadang
pada karang batu yang gundul di dekat pantai. Kemaitan merupakan salah satu jenis tumbuhan obat yang mempunyai spesifikasi ekologi yang khas, pada
umumnya tersebar secara mengelompok, memiliki kondisi habitat yang bisa dikatakan cukup ekstrim bagi eksistensi suatu jenis vegetasi di ekosistem hutan
alam. Di habitatnya, kemaitan menempati ruang dengan ciri ekologi solum yang tipis, dan terkadang didominasi dengan bebatuan dan kelerengan yang terjal
Adhiyanto 2001.
2.1.5 Pemanfaatan Kemaitan
Sastrapradja et al. 1980, menyatakan yang bermanfaat sebagai obat
adalah daun dan batangnya. Seduhan daun atau batangnya berguna sebagai obat gosok untuk mengobati bengkak atau bisul. Hingga saat ini daun dan kulit batang
kemaitan sering digerus lalu dijual dalam perdagangan obat. Rebusan dari bahan kemaitan yang dibubuhi sedikit tawas dapat digunakan sebagai obat gosok bagian
badan yang bengkak, kemaitan ini juga dapat digunakan sebagai obat yang cocok untuk mengatasi cascado sejenis penyakit kulit, di daerah Kalimantan dengan
cara daunnya digerus lalu dipanaskan, dibungkus dalam daun yang utuh lalu diikatkan kepada tempat yang terkena penyakit Heyne 1987.
Kulit batang kemaitan bermanfaat sebagai obat nyeri perut, penawar racun ular dan serangga, sedangkan daunnya bermanfaat sebagai obat bengkak dan
penyubur rambut EISAI 1995, diacu dalam Adhiyanto 2001. Rusdianto 1999, mengungkapkan bahwa kemaitan bermanfaat sebagai pelancar saluran urine,
memacu gairah seksual, kosmetik, penghambat pertumbuhan bakteri Eschericia coli, obat diare, penawar racun makanan, dan bisa ular.
Adhiyanto 2001 menyatakan bahwa kemaitan sangat berpotensi sebagai komoditi simplisia di dunia kesehatan, baik modern maupun tradisional. Jika
dilihat dari sekian banyak faktor lingkungan yang ada, faktor eksploitasi manusialah yang sangat mengancam eksistensi kemaitan di habitat aslinya.
Diperparah lagi karena karakteristiknya yang termasuk ke dalam kategori slow growing species dan kondisi lingkungannya yang cukup ekstrim.
2.1.6 Kandungan Kimia Kemaitan