BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara megabiodiversitas yang memiliki hutan alam tropika yang kaya akan keanekaragaman spesies tumbuhan obat.
Diperkirakan mencapai kurang lebih 1300 spesies tumbuhan yang telah diketahui secara pasti berkhasiat obat dan terdapat di hutan tropika Indonesia, dimana
sebagian besar spesies tersebut tidak dimiliki oleh negara lain di dunia Zuhud et al. 1994.
Salah satu spesies tumbuhan obat yang mempunyai potensi untuk dikembangkan adalah kemaitan Lunasia amara Blanco. Kemaitan merupakan
spesies tumbuhan obat yang mempunyai manfaat antara lain sebagai obat untuk mengatasi gangguan seksualitas pada kaum pria, obat anti diare, penawar racun
makanan atau ular, mengatasi masalah kelainan kulit, obat bengkak, penyubur rambut, dan kosmetika Rusdianto 1999.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Adhiyanto 2001, kemaitan sangat berpotensi sebagai komoditi simplisia di dunia
kesehatan, baik modern maupun tradisional. Perkembangan industri obat modern maupun tradisional yang bahan bakunya berasal dari jenis kemaitan, turut
meningkatkan permintaan terhadap simplisia kemaitan yang berasal dari hutan. Di lain pihak, upaya mengatur pemanenan tumbuhan obat dari alam dan budidaya
terhadap tumbuhan obat tersebut masih belum dilakukan, hal ini dapat menjadi faktor penyebab kelangkaan kemaitan di alam. Ditambah lagi karakteristik
pertumbuhan kemaitan yang termasuk ke dalam kategori slow growing species, sehingga apabila usaha eksploitasi yang dilakukan secara berlebihan, hal ini dapat
menghambat regenerasi atau pertumbuhannya. Selama ini penelitian tumbuhan obat lebih terfokus pada aspek
farmakologi fitokimia, sedangkan penelitian untuk aspek yang lain ekologi, budidaya, sosial-ekonomi, teknologi pasca panen, dan pemasarannya sangat
kurang, hal ini menyebabkan rendahnya perhatian terhadap kelestarian tumbuhan
obat. Penelusuran informasi baik melalui media cetak, literatur, maupun penelusuran data via internet, hanya ditemukan beberapa penelitian yang pernah
dilakukan untuk spesies kemaitan, salah satunya adalah aspek ekologi kemaitan Adhiyanto 2001. Dari hasil penelusuran tersebut tidak diperoleh informasi
budidaya baik secara konvensional maupun non-konvensional khususnya kultur jaringan untuk spesies kemaitan.
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, penelitian budidaya kemaitan melalui kultur jaringan menjadi penting sebagai langkah awal untuk melestarikan
pemanfaatan spesies tumbuhan obat kemaitan. Pemanfaatan bioteknologi pada tumbuhan obat di Indonesia sampai saat
ini masih terbatas pada teknik kultur jaringan. Teknik ini diaplikasikan dalam perbaikan mutu genetik dan perbanyakan tanaman serta penyimpan plasma nutfah
secara in vitro. Perbanyakan melalui kultur jaringan memiliki kelebihan antara lain tanaman baru mempunyai sifat sama dengan induknya, bibit dapat diproduksi
dalam jumlah besar dan bebas dari hama dan penyakit. Beberapa spesies tumbuhan obat yang telah berhasil dibudidayakan
melalui kultur jaringan antara lain: purwoceng Pimpinella pruatjan, pulosari Alyxia stellata, pule pandak Rauwolfia serpentina, dan temu puteri Curcuma
petiola Peni 1995. Melihat kenyataan ini, tidak menutup kemungkinan dilakukannya pengembangan atau perbanyakan tumbuhan obat kemaitan melalui
kultur jaringan.
1.2 Tujuan Penelitian