dilihat dari sekian banyak faktor lingkungan yang ada, faktor eksploitasi manusialah yang sangat mengancam eksistensi kemaitan di habitat aslinya.
Diperparah lagi karena karakteristiknya yang termasuk ke dalam kategori slow growing species dan kondisi lingkungannya yang cukup ekstrim.
2.1.6 Kandungan Kimia Kemaitan
Sastrapradja et al. 1980, menyatakan bahwa daun maupun kulit batang
tumbuhan ini mengandung senyawa-senyawa alkaloid yang menyebabkan rasa pahit. Beberapa dari alkaloid tersebut yang sudah diidentifikasi adalah lunasin dan
limarin. Alkaloid-alkaloid ini diketahui mempunyai daya racun yang keras yang dapat melumpuhkan jantung.
Kulit batang kemaitan yang sangat pahit, ternyata mengandung zat alkoloida yang beracun, yang dapat melumpuhkan jantung. Selain itu alkoloida
juga terdapat didalam daunnya tetapi dalam kadar yang jauh lebih sedikit Heyne 1987. Kulit batang, akar, dan daun kemaitan mengandung beberapa zat kimia
yang penting, yaitu alkoloid, sitosterol, dan glikosida Rusdianto 1999.
2.2 Perbanyakan Tanaman secara Kultur Jaringan
2.2.1 Pengertian Kultur Jaringan
Menurut Bonga
et al. 1982 kultur jaringan adalah suatu teknik dimana potongan-potongan jaringan yang kecil atau organ yang diambil dari tanaman
donor dan dikultur secara aseptik pada suatu medium yang mengandung unsur- unsur hara. Dengan cara memanipulasi komposisi kimia medium dan faktor-faktor
lingkungan lain pertumbuhan dan perkembangan jaringan pada kultur dapat diarahkan sesuai tujuan yang diinginkan.
Dalam bahasa Inggris, kultur jaringan disebut dengan tissue culture. Tissue atau jaringan adalah kelompok sel yang memiliki bentuk dan fungsi yang sama,
sedangkan culture atau kultur adalah budidaya. Dengan demikian kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang
memiliki sifat yang sama seperti induknya. Dalam pelaksanaannya, teknik kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi atau mengambil bagian
tanaman seperti protoplasma, sel, kelompok sel, jaringan dan organ, kemudian
menumbuhkannya dalam kondisi aseptic bebas hama dan penyakit. Selanjutnya bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan menjadi tanaman lengkap
Nugroho dan Sugito 2002. Teknik budidaya secara kultur jaringan sering disebut dengan teknik budidaya in vitro.
Kultur jaringan menggunakan dasar teori seperti yang dikemukakan oleh Schleiden dan Schwann, sel memiliki kemampuan otonom atau mampu tumbuh
mandiri, bahkan memiliki kemampuan totipotensi. Totipotensi adalah kemampuan setiap sel, dimana pada bagian manapun sel tersebut diambil, apabila diletakkan
dalam lingkungan yang sesuai akan tumbuh menjadi tanaman yang sempurna Nugroho dan Sugito 2002.
2.2.2 Manfaat Kultur Jaringan
Hendaryono dan Wijayani 1994 diacu dalam Wirawan 2003, kegunaan utama dari kultur jaringan adalah untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah
yang banyak, dalam waktu yang relatif singkat, serta mempunyai sifat fisiologis dan morfologis yang sama seperti induknya. Teknik kultur jaringan ini pula
diharapkan diperoleh tanaman baru yang bersifat unggul. Wattimena
et al. 1992 menyatakan bahwa pelestarian plasma nutfah secara in vitro mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan cara in
situ. Keuntungan tersebut antara lain : hemat dalam pemakaian ruang, dapat menyimpan tanaman langka yang hampir punah, dapat digunakan untuk tanaman
yang tidak menghasilkan biji, bebas dari segala gangguan hama dan penyakit, serta dapat disimpan dalam keadaan bebas penyakit.
2.2.3 Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Kultur Jaringan