10
2.1.4.1 Hasil Belajar Kognitif
Secara bahasa Kognitif berasal dari bahasa latin “Cogitare” artinya berpikir Nasution, 2011. Teori belajar kognitif sebagai salah satu ranah dalam
taksonomi pendidikan lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Hasil belajar dalam ranah kognitif
berhubungan dengan kemampuan berpikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal,
memahami, menerapkan,
menganalisis, mensintesis,
dan mengevaluasi. Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk
mengembangkan kemampuan rasional akal. Menurut Taksonomi Bloom Daryanto, 2008 mengemukakan:
….Pemahaman comprehension kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar mengajar. Siswa
dituntut untuk memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat
memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal lain. Bentuk soal yang sering digunakan untuk mengukur
kemampuan ini adalah pilihan ganda dan uraian.
More Sapriya, 2009 bahwa “Konsep itu adalah sesuatu yang tersimpan dalam benak atau pikiran manusia berupa sebuah ide
atau sebuah gagasan”. Konsep dapat dinyatakan dalam sejumlah bentuk konkrit atau abstrak, luas atau
sempit, satu kata frase. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman
konsep adalah kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti mampu memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang
dikomunikasikan, memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci dengan menggunakan kata-kata sendiri, mampu menyatakan ulang suatu konsep,
mampu mengklasifikasikan suatu objek dan mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan kedalam bentuk yang lebih dipahami.
2.1.4.2 Karakter
Dalam kurikulum 2013 untuk hasil belajar ditambah penilaian karakter atau sikap ilmiah. Secara etimologis, kata karakter Inggris: character berasal
dari bahasa Yunani Greek, yaitu charassein yang berarti “to engrave” Ryan
11
Bohlin, 1999. Kata “to engrave” bisa diterjemahkan mengukir, melukis,
memahatkan, atau menggoreskan Echols Shadily, 1995. Dalam Kamus Bahasa Indonesia
kata “karakter” diartikan dengan sifat-sifat kejiwaan, tabiat, akhlak atau budi pekerti yang menjadikan watak seseorang dengan yang lain
berbeda. Orang berkarakter berarti orang yang bertabiat, bersifat, berkepribadian,
berperilaku, atau berwatak. Dalam proses perkembangan dan pembentukannya, karakter seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor bawaan nature dan
faktor lingkungan nurture. Secara psikologis perilaku berkarakter merupakan perwujudan dari potensi Intelligence Quotient IQ, Emotional Quotient EQ,
Spiritual Quotient SQ, dan Adverse Quotient AQ yang dimiliki oleh seseorang. Kemdiknas, 2010.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang
universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama manusia, maupun
dengan lingkungan, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat
istiadat. Adanya pengembangan pendidikan karakter sangat strategis bagi keunggulan dan keberlangsungan bangsa di masa depan. Pengembangan tersebut
harus dilakukan dengan perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, dan metode belajar dan pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat nilai
pendidikan karakter merupakan usaha bersama sekolah dan oleh karena itu semua guru, semua mata pelajaran, harus melakukan secara bersama dan menjadi bagian
yang tak terpisahkan dari budaya sekolah. Jadi, melalui pendidikan karakter sekolah harus berpretensi untuk membawa peserta didik mempunyai nilai-nilai
karakter mulia seperti jujur, tanggung jawab, hormat dan peduli pada orang lain, berpikir kritis, dan memiliki integritas.
12
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
2.2.1 Penelitian Multimedia Interaktif
Penelitian-penelitian mengenai multimedia telah banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Cahyani, et al 2014 menghasilkan kesimpulan
terdapat perbedaan kemampuan kognisi mahasiswa yang signifikan antara nilai pretest dan posttest dalam pembelajaran inkuiri berbantuan multimedia. Hasil
yang diperoleh yaitu multimedia cukup mampu meningkatkan kemampuan kognisi mahasiswa N Gain= 0,31.
Selain itu penelitian multimedia berbasis teknologi, informasi, dan komunikasi yang dilakukan Ganesan Ponmeni 2013 menyatakan bahwa lebih
dari enam puluh persen 60 dari peserta didik harus memiliki interaksi dengan pendidik dari tempat kerja melalui berbagai sarana multimedia dan ICT untuk
menghemat waktu dan uang. Lain-lain 40 tidak memiliki pengetahuan yang tepat dalam teknologi jaringan dan ICT untuk komunikasi peserta didik tersebut.
Hampir sama dengan penelitian yang menggunakan multimedia interaktif, peneliti Yueh et al 2012 dari Taiwan dan Mahajan pada tahun yang sama juga
menunjukkan hasil yang positif. Hasil penelitian Yueh menunjukkan bahwa multimedia video membantu meningkatkan kesadaran siswa akan masalah belajar,
meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep, dan meningkatkan kedalaman pembelajaran siswa. Hampir semua siswa yang telah diteliti Yueh menyukai
pendekatan menggunakan multimedia untuk membantu proses belajar mengajar, siswa lebih memilih pendekatan multimedia dari pada hanya sekedar instruksi
kuliah yang berbasis ceramah. Hal yang sama juga diungkapkan Gourav Mahajan dalam penelitiannya tahun 2012 yang menyimpulkan kelebihan alat multimedia
dapat memfasilitasi dan bahkan mempercepat pembelajaran.
2.2.2 Penelitian Pendidikan Karakter
Suhardi 2010 dalam artikel Kasmawati Abbas dan Zainudin Bin Hassan 2014 melakukan penelitian yang mengutarakan bahwa tujuan dari pendidikan
karakter di Sekolah Menengah Pertama adalah untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan untuk membentuk karakter baik siswa secara utuh, terpadu, dan