Tabel 7. Prediksi Potensi produksi tanaman S. leprosula pada Jalur Tanam dalam silvikultur TPTII.
Umur tahun
Diameter cm
Tinggi m
Volume m3ph
Jumlah pohonha
Potensi m3ha
5 3,86
4,89 0,0014
200 0,29
10 10,77
10,13 0,0233
175 4,07
15 19,64
15,50 0,1183
150 17,74
20 30,06
20,98 0,3750
125 46,88
21 32,31
22,08 0,4561
100 45,61
22 34,62
23,19 0,5497
100 54,97
23 36,97
24,29 0,6569
100 65,69
24 39,38
25,41 0,7792
100 77,92
25 41,83
26,52 0,9179
100 91,79
26 44,33
27,63 1,0743
100 107,43
27 46,88
28,75 1,2499
100 124,99
28 49,47
29,87 1,4462
100 144,62
29 52,11
30,99 1,6648
100 166,48
30 54,79
32,12 1,9073
100 190,73
Ditjen BPK 2010 memprediksi potensi tanaman standing stock pada akhir daur siklus tebang 30 tahun sistem TPTII sebesar 320m3ha. Dengan
asumsi FE dan FP sebesar 0,7; luasan efektif tanaman 79,8 dan sisa tanaman pada akhir daur sebesar 71,32 , maka akan diperoleh kayu bulat sebesar 126,91
m3ha. Menurut Na’iem 2006 potensi tanaman standing stock pada akhir daur
siklus tebang 30 tahun sistem TPTII sebesar 300 – 400 m3ha atau rata-rata 350 m3ha Ditjen BPK 2010, dengan asumsi yang sama akan diperoleh kayu bulat
sebesar 138,56 m3ha. Wahyudi 2011 memprediksi potensi tanaman pada akhir daur akan
mencapai 109,08 m3ha. Nilai tersebut lebih kecil apabila dibandingkan dengan hasil penelitian ini. Hasil penelitian Wahyudi 2011 mempunyai beberapa nilai
asumsi yang berbeda dengan penelitian ini. Soekotjo 2009 memprediksi potensi tanaman standing stock pada akhir
daur siklus tebang 30 tahun dalam silvikultur TPTII sebesar 400 m3ha. Asumsi ini hanya didasarkan pada persentase tumbuh tertinggi pada akhir daur sebesar
80. Apabila menggunakan asumsi yang sama dalam perhitungan ini, diprediksi akan diperoleh kayu bulat sebesar 158,64 m3ha. Prediksi Soekotjo 2009
nampak paling besar karena menggunakan asumsi penerapan teknik silvikultur intensif silin, yaitu mengunakan bibit unggul, perlakuan silvikultur yang tepat
dengan senantiasa menjaga pembukaan tajuk dalam Jalur Tanam pembebasan vertikal serta dilakukannya pemberantasan hama terpadu.
Hasil penelitian ini menunjukkan jumlah kayu bulat yang diperoleh pada akhir daur pada sistem silvikultur TPTII sebesar 131,65 m3ha. Nilai tersebut
cukup moderat, berada diantara prediksinya Naíem 2006 dan Ditjen BPK 2010.
Petunjuk teknis pelaksanaan TPTII telah menetapkan panjang daur selama 30 tahun. Volume kayu pada umur 30 tahun diperkirakan akan mencapai 190,73
m
3
ha. Nilai volume tersebut jauh lebih kecil dari nilai volume yang diprediksi oleh peruhaan PT Sukajaya Makmur yaitu 400 m
3
ha pada umur 25 tahun. Penentuan volume produksi akhir daur oleh perusahaan terlalu optimistik
sehingga nilainya sangat tinggi. Perhitungan tersebut tidak menyertakan luasan areal efektif dari luasan lahan dan persentase tumbuh dari tanaman. Prediksi riap
diameter yang ditetapkan perusahaan juga terlalu tinggi yaitu 2 cmth. Hasil perhitungan MAI ternyata sampai umur 30 tahun hanya mencapai 1,83 cmth.
Presentase tumbuh terkecil mencapai 62,08 persen, jumlah tanaman akan terus menurun sampai akhir daur karena adanya kematian alami dan faktor kesalahan
teknis dalam pemeliharaan serta adanya penjarangan. Pada akhir daur jumlah tanaman diperkirakan hanya tersisa sekitar 100 pohonha atau sekitar 50 dari
jumlah tanaman pada awal tanam. Jumlah tanaman tersebut sangat jauh berbeda dengan prediksi perusahaan yaitu 160 pohon pada akhir daur.
5.1.6. Distribusi Pertumbuhan Diameter
Data hasil pengukuran pertumbuhan diameter tanaman S. leprosula yang berada di dalam Jalur Tanam dalam silvikultur TPTII pada umur 1,2,3,4 dan 5 ta-
hun dikelompokkan ke dalam kelas diameter dengan selang interval 1 cm.
Selang interval adalah A kelas diameter 1 cm , B Kelas diameter 1,1 – 2 cm , C Kelas diameter 2,1 – 3 cm, dan seterusnya dengan selang 1 cm. Hasil dari
pengelompokan tersebut sebagaimana terlihat pada Gambar 9. Tanaman yang di tanam dalam Jalur Tanam membentuk suatu tegakan, di-
mana tegakan tersebut membentuk suatu tegakan seumur yang mana semua po-
honnya ditanam pada tahun yang sama, atau ditanam pada waktu yang bersamaan. Tanaman yang ditanam dalam jalur menunjukkan suatu komposisi tegakan yang
dikelompokkan berdasarkan kelompok umur. Untuk mengetahui bagaimana struk- tur dari tegakan yang berada dalam jalur tanam oleh Loetsch, et.al 1973, menya-
takan bahwa pembuatan distribusi diameter batang yang dilakukan dengan cara mengelompokkan data hasil pengamatan diameter di lapangan ke dalam kelas-
kelas, dimana hasil pengelompokan ini akan memberikan struktur tegakan. Perkembangan struktur tegakan sangat dipengaruhi oleh jenis penyusun tegakan
dan faktor lingkungan dari tegakan tersebut. Distribusi pertumbuhan diameter tanaman S. leprosula dalam Jalur Tanam
Menyerupai model struktur tanaman hutan seumur even aged stand forest yang berbentuk lonceng parabola terbalik dengan jumlah pohon terbesar berada dalam
kisaran diameter pertengahan. Kelompok pohon yang mempunyai diameter kecil dan besar berjumlah lebih sedikit masing-masing tersebar pada grafik sebelah kiri
dan kanan, sebagaimana terlihat pada Gambar 9. Model Persamaan polinomial yang terbentuk untuk tanaman S. leprosula pada tahun 2005, 2006, 2007, 2008
dan 2009 masing-masing adalah sebagai berikut :
Y = -0,642X
2
+ 5,769X + 8,921 Y = -1,047X
2
+ 9,523X + 4,571 Y = -3,607X
2
+ 22,39X + 7 Y = -12X
2
+ 38X – 5 Y = -8,5X
2
+ 27,5X – 5
Dimana : X = Jumlah pohon
Y = Diameter Pohon Hal ini sejalan dengan pernyataan Hauchs et al. 2003 bahwa pola penyebaran
diameter pada hutan seumur membentuk persamaan polinomial dengan grafik berbentuk lonceng. Hasil penelitian ini sejalan pula dengan Wahyudi 2011,
dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa distribusi diameter tanaman S. leprosula dalam Jalur Tanam pada penerapan silvikultur TPTJ menyerupai model
struktur tanaman hutan seumur. Jumlah tanaman sebagian besar terkonsentrasi pada tanaman yang mempunyai ukuran diameter yang besar, sedangkan tanaman
yang berdiameter kecil dan besar jumlahnya lebih sedikit.
-10 10
20 30
40
10 20
2005.
2005. Poly.
2005. 5
10 15
20 25
30 35
40
5 10
2006.
2006. Poly.
2006.
10 20
30 40
50
5 10
2007.
2007. Poly.
2007. 5
10 15
20 25
30
2 4
2008.
2008. Poly.
2008.
5 10
15 20
25
2 4
2009.
2009. Poly.
2009.
Bila dilihat dari distribusi penyebaran pertumbuhan diameter tanaman S. le- prosula pada umur 3 dan 5 tahun terlihat sebaran diameter tanaman di dalam jalur
tanam hampir sama jumlah pertumbuhan diameternya. Dimana pada umur 3 ta- hun terlihat sebaran pertumbuhan diameter dominan berada pada kelas diameter
3,1 - 4 cm, begitu juga pada umur 5 tahun pertumbuhan diameter berkelompok pada kelas diameter yang sama .
Struktur tegakan tanaman S. leprosula pada umur 3 dan 5 tahun membentuk tegakan intoleran dimana peningkatan pertumbuhan diameter yang diiringi dengan
peningkatan tinggi membentuk formasi pertumbuhan yang sama dengan pertum- buhan pohon yang ada disekitarnya.
Hal tersebut menandakan terjadinya per- saingan mendapatkan cahaya matahari oleh sebab itu teknik silvikultur yang di-
perlukan terhadap pertumbuhan S. leprosula yaitu dengan meningkatkan intensi- tas cahaya melalui kegiatan pemeliharaan seperti pembukaan tajuk dan
pembersihan gulma. Bila dilihat dari kurva distribusi diameter terdapat pertumbuhan diameter
terfokus pada pada diameter besar atau dengan kata lain menyebar ke kanan, yaitu beberapa tanaman diameternya bertambah besar yang mengakibatkan jumlah pada
kelas diameter diatasnya menjadi naik. Hal di atas menunjukkan bahwa penyeba- ran diameter yang condong kearah kanan atau diameter besar seperti ini dikarena-
kan tingkat persaingan terhadap pertumbuhannya rendah terhadap tanaman pro- duksi yang berada dalam Jalur Tanam sedangkan penyebaran diameter condong
menyebar kekiri atau diameter kecil hal ini disebabkan karena tingkat persaingan tanaman pada Jalur Tanam tinggi oleh sebab itu perlakuan pemeliharaan lebih in-
tensif lagi. Variasi jumlah tanaman dalam kelas diameter terhadap umur pertum- buhannya di dalam Jalur Tanam TPTII pada suatu lokasi tegakan adalah sangat
nyata. Terlihat bahwa semakin besar pertumbuhan diameter maka semakin sedi- kitkecil jumlah tanamannya.
Hal yang sama ditunjukkan pada hasil pengamatan yang dilakukan oleh Su- tisna dan Suyana 1997 di PT ITCI Kenangan Kalimantan Timur, Sutisna dan
Ruhiyat 2005 di PT. Sari Bumi Kusuma Kalimantan Barat, menunjukkan bahwa bentuk struktur diamati yang sama yaitu tegakan tanaman paling banyak pada di-
ameter kecil dan semakin sedikit dengan bertambahnya diameter.
Hal ini menampakkan suatu ciri khas struktur diameter hutan alam. Diagram kurva pertumbuhan diameter menunjukkan bahwa struktur pola hubungan antara
jumlah tanaman per ha dan diameter pada seluruh plot penelitian kecenderungan- nya sama yaitu membentuk kurva sebaran normal. Selanjutnya Smith 1962
menyatakan bahwa struktur suatu tegakan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman penyusunnya, misalnya faktor
biotik dan genetik yang dimiliki setiap spesies tanaman serta faktor lingkungannya. Jumlah tanaman pada setiap kelas diameter selalu berubah
menurut waktu. Perubahan tersebut disebabkan oleh adanya kecepatan pertumbuhan diameter tanaman dalam kelas diameter dan adanya variasi ruang
tumbuh yang diperlukan dalam pertumbuhan tanaman.
5.1.7. Persentase Tumbuh
Persentase pertumbuhan tanaman S. leprosula pada tahun 2008 dan 2009 sangat rendah yaitu 62,08 dan 64,98 . Nilai tersebut sangat rendah apabila
dibandingkan dengan ambang batas pelaksanaan penyulaman. Penyulaman harus dilaksanakan apabila persentase tumbuh tanaman tidak mencapai 80 Dephut
1989. Tanaman S. leprosula pada tahun tersebut banyak mengalami kematian. Penyulaman pada tahun pertama dan kedua akan meningkatkan nilai
persentase tumbuh, sehingga pada tahun-tahun selanjutnya persentase tumbuh tanaman lebih stabil pada nilai sekitar 75 . Persentase pertumbuhan tanaman S.
leprosula di jalur tanam dalam sistem TPTII pada akhir daur diperkirakan akan mencapai 50. Luasan tajuk antar tanaman S.leprosula dan tegakan sisa akan
mengalami persaingan pada akhir daur, sehingga sebelum akhir daur harus dilaksanakan penjarangan. Perlakuan tersebut akan menurunkan jumlah tanaman
S. leprosula sampai mencapai 50 pada akhir daur. Persentase tumbuh merupakan parameter yang mencerminkan keberhasilan
penerapan silvikultur TPTII. Persentase tumbuh yang tinggi menandakan bahwa silvikultur TPTII sangat cocok untuk jenis permudaan yang ditanam. Tanaman
Meranti yang menjadi jenis permudaan dalam silvikultur TPTII dapat berdaptasi dengan lingkungannya. Sifat dari tanaman Meranti yang membutuhkan cahaya
sangat sesuai dengan pola penanaman jalur yang diterapkan dalam silvikultur TPTII. Silvikultur TPTII memberikan peluang yang lebih besar terhadap
76,23 74,58
78,75 62,08
64,98
10 20
30 40
50 60
70 80
90
TPTII 2005 TPTII 2006
TPTII 2007 TPTII 2008
TPTII 2009
Persentase Tumbuh