BAB II KETENTUAN MENGENAI PRINSIP
GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PERBANKAN SYARIAH BERDASARKAN PERATURAN BANK
INDONESIA NO. 1133PBI2009
A. Latar Belakang Lahirnya GCG pada Perbankan Syariah
Istilah Good Corporate Gonernance pada awalnya muncul sekitar tahun 1970-an di Amerika Serikat. Istilah ini muncul setelah terjadi beberapa skandal
korporasi dan praktek korupsi yang dilakukan dalam suatu perusahaan. Pada awalnya, GCG lahir karena adanya dorongan tuntutan eksternal agar perusahaan
tidak melakukan suatu kebohongan publik. Tekanan ini semakin memuncak saat terkuaknya kasus skandal beberapa perusahaan Amerika Serikat seperti Enron
Corp. dan Worldcom yang mendorong lahirnya GCG sebagai cara untuk penyehatan perusahaan.
29
Praktik manipulasi data keuangan yang banyak dilakukan perusahaan di Amerika Serikat tersebut jelas merugikan publik dan dianggap sebagai tindakan
illegal sehingga lahirlah aturan hukum yang dikenal dengan Sarbanes Oxley Act SOX. SOX lahir ditujukan untuk mengambil alih fungsi pengawasan atas
auditor yang selama ini dilakukan oleh American Institute of Certified Public Accountants AICPA.
30
SOX didesain untuk mencegah adanya praktek illegal sejenis yang dilakukan internal perusahaan yang dapat merugikan publik.
29
Anto, “ Model Good Corporate Governance”, http:www.Anthoex.multiply.comjournalitem.html, diakses tangal 23 September 2010
30
Business week, No.33120 januari2003, hal 44 dikutip dari Prof. Bismar Nasution, “Diktat Hukum Pasar Modal”, Medan:Fakultas Hukum USU,2010, hal. 7.
Universitas Sumatera Utara
Penerapan prinsip-prinsip GCG juga dirasakan sangat penting dalam industri perbankan. Bank sebagai jantung dan motor penggerak perekonomian suatu
negara harus menerapkan prinsip GCG. William A. Lovette mengatakan, “Bank and financial institution collect money and deposit from all elements of society
and invest these fund in loans, securities and various other production assets”.
31
Pentingnya peran dan fungsi bank itu diketahui dari beberapa aspek bisnis yang dianggap paling menarik karena bisnis tersebut dimulai dan didanai oleh
masyarakat. Oleh karena itu, dalam menjalankan fungsi utama bank, yaitu untuk memobilisasi dana masyarakat dan menyalurkan dana tersebut dalam bentuk
kredit kepada penggunanya atau investasi yang efektif dan efisien, mka perlu didukung dengan peraturan yang cukup yang tidak terpisahkan dari prinsip-
prinsip GCG.
32
GCG yang efektif pada bank dan nasabah pengguna dana adalah salah satu pilar penting yang harus diciptakan untuk mengganti kondisi sosial ekonomi yang
lama. Namun GCG tidak hanya penting diberlakukan pada bank konvensional, tetapi juga pada bank syariah. Tanpa adanya penerapan GCG yang efektif, bank
syariah akan sulit untuk bisa memperkuat posisi, memperluas jaringan, dan menunjukkan kinerjanya dengan lebih efektif. Kebutuhan bank syariah akan GCG
menjadi lebih serius seiring dengan makin kompleksnya masalah yang dihadapi,
31
William A. Lovette, Banking and Financial Institution Law, USA ; West Publishing, Co, 1997, hal. 1 dikutip dari Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi, Bandung ; Books
Terrace Library, 2007, hal. 152.
32
Ibid, hal. 153.
Universitas Sumatera Utara
dimana permasalahan ini akan mengikis kemampuan bank syariah dalam menghadapi tantangan dalam jangka panjang.
33
Beberapa peraturan yang telah dikeluarkan berkaitan dengan penerapan GCG antara lain adalah PBI No. 227PBI2000 tanggal 15 Desember 2000
tentang Bank Umum, yang mana di dalamnya diatur kriteria yang wajib dipenuhi calon anggota direksi dan komisaris bank umum, serta batasan transaksi yang
diperbolehkan atau dilarang dilakukan oleh pengurus bank.
34
Kemudian dikeluarkanlah PBI No. 58PBI2003 tentang penerapan manajemen resiko bagi
Bank Umum, yang selanjutnya ditinjaklanjuti dengan diterbitkannya SE No. 521DPNP tanggal 29 September 2003.
35
Sekarang sudah dikeluarkan PBI yang lebih spesifik menekankan perlunya penerapan GCG pada perbankan, yaitu PBI No. 84PBI2006 tentang
Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum. PBI ini juga berlaku bagi bank syariah yang artinya perbankan syariah juga diwajibkan menerapkan prinsip GCG dalam
pengoperasian kegiatannya. Namun sejak tahun 2010, PBI No. 84PBI2006 sudah tidak berlaku lagi bagi bank syariah. Sebagai gantinya, telah dikeluarkan
PBI No. 1133PBI2009 tentang Pelaksaan GCG bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Latar belakang dikeluarkannya PBI ini adalah bahwa
pelaksaan GCG di dalam industri perbankan syariah harus memenuhi prinsip
33
M. Umer Chapra Habib Ahmed, “Corporate Governance Lembaga Keuangan Syariah”, Jakarta : Bumi Aksara, cetakan pertama, 2008, hal. 13-14.
34
Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, Op. cit., hal. 117.
35
Ibid., hal. 118.
Universitas Sumatera Utara
syariah. Hal inilah yang membedakan GCG antara bank konvensional dengan bank syariah.
36
Pelaksanaan GCG yang memenuhi prinsip syariah yang dimaksudkan dalam PBI ini tercermin dengan adanya pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
Dewan Pengawas Syariah dalam pengelolaan kegiatan perbankan syariah. Selain itu, pelaksanaan GCG yang diatur dalam PBI ini juga merupakan amanah dari
Pasal 34 Undang-Undang No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang mewajibkan perbankan syariah untuk melaksanakan tata kelola perusahaan yang
baik berdasarkan prinsip GCG karena ketidaksesuaian tata kelola bank dengan prinsip syariah akan berpotensi menimbulkan berbagai resiko terutama resiko
reputasi bagi perbankan syariah.
37
Komite Cadbury mendefinisikan corporate governance sebagai sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai
keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada
B. Defenisi dan Prinsip Dasar GCG pada Perbankan Syariah