Good Corporate Governance ( GCG ) pada Perbankan Syariah di Indonesia berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

(1)

DAFTAR PUSTAKA I. Buku

Chapra, M. Umer & Habib Ahmed, Coorporate Governance Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta : P.T Bumi Aksara, 2008.

Daud, Muhammad, Asas-asa Hukum Islam, Jakarta : Rajawali Pers, 2001.

Departemen Agama, Alquran Al Karim & Terjemahannya, Semarang : Karya Toha Putra, 1998.

Dewi, Gemala, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan & Perasuransian Syariah di Indonesia, Jakarta : Prenada Media, 2004.

Dewi, Gemala, Hukum Perikata Islam di Indonesia, Jakarta : Kencana Prenada Media Grup, 2006.

Ibrahim, Johannes, Hukum Organisasi Perusahaan : Pola Kemitraan & Badan Hukum, Bandung : Ferika Aditama, 2006.

Ibrahim, Johni, Teori dan Metode Penelitian Hukum, Malang : Bayu Media Publishing, 2005.

Nasution, Bismar, Diktat Hukum Pasar Modal, Medan : FH USU, 2010.

Nasution, Bismar, Hukum Kegiatan Ekonomi, Bandung : Books Terrace & Library, 2007.

S, Burhanuddin, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010.

Sitompul, Zulkarnain, Problematika Perbankan, Bandung : Books Terrace & Library, 2005.

Soekanto, Soerjono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rajawali Pers, 1990. Soerjono & Abdurrahman, Metode Penelitian Hukum, Jkarta : Rineka Cipta,

2003.

Sudarsono, Heri, Bank dan lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta : Ekonisia, 2005.

Sumitro, Warkum, Asas-asas Perbankan Islam & Lembaga-lembaga Terkait, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004.

Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010.


(2)

Surya, Indra & Ivan Yustiavandana, Penerapan Good Corporate Governance : Mengesampingkan HakIstimewa Demi Kelangsungan Usaha, Jakata : Kencana Prenada MediaGrup, 2008.

Sutedi, Adrian, Perbankan Syariah : Tinjauan & Beberapa Segi hukum, Bogor : Ghalia Indonesi, 2009.

Wibowo, Edi & Untung Hendi Widodo, Mengapa Memilih Bank Syariah?, Bogor : Ghalia Indonesia, 2005.

II. Website

terakhir diakses tanggal 30 Agustus 2010.

2010.

diakses tanggal 20 September 2010.

terakhir diakses tanggal 20 September 2010.

2010.

tanggal 23 September 2010.

September 2010.

September 2010.


(3)

III. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Undang-undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Peraturan Bank Indonesia No. 3/22/PBI/2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank.

Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Resiko bagi BankUmum.

Peraturan Bank Indonesia No. 6/4/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.

Peraturan Bank Indonesia No.10/17/PBI/2008 tentang Produk bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.

Peraturan Bank Indonesia No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah.

Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/PBI/2009 tentang Perubahan atas PBI No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Resiko bagi Bank Umum. Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good

Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usha Syariah. Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/57/Dpbs tanggal 22 Desembar 2005 perihal

Hubungan Antara Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha berdasarkan Prinsip Syariah, Kantor Akuntan Publik, Akuntan Publik, Dewan Pengawas Syariah dan Bank Indonesia.

Surat Edaran Bank Indonesi No. 12/13/Dpbs tanggal 30 April 2010 perihal Pelaksaan GCG pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.


(4)

BAB III

PERAN PENTING DEWAN PENGAWAS SYARIAH DALAM PEMENUHAN PRINSIP SYARIAH DALAM PELAKSANAAN GOOD

CORPORATE GOVERNANCE PADA PERBANKAN SYARIAH BERDASARKAN PBI NO.11/33/PBI/2009

A. Keberadaan dan kedudukan DPS dalam perbankan syariah

Salah satu perbedaan yang mendasar dalam struktur organisasi perbankan konvensional dengan perbankan syariah adalah kewajiban memposisikan Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam perbankan syariah. DPS adalah lembaga independen atau juris khusus dalam bidang fiqihmuamalat. Namun DPS juga bisa beranggotakan diluar ahli fiqih tetapi harus memiliki keahlian dalam bidang lembaga keuangan Islam dan fiqih muamalat.89

Fiqih artinya faham atau pengertian, jadi ilmu fiqih adalah ilmu yang bertugas menentukan dan menguraikan norma-norma dasar dan ketentuan-ketentuan umum yang terdapat di dalam Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad yang direkam didalam kitab-kitab hadis.90

Muamalat dalam pengertian luas, yakni ketetapan yang diberikan oleh Tuhan yang langsung berhubungan dengan kehidupan sosial manusia, terbatas pada yang pokok-pokok saja.91

89

Analisa atas Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam Memastikan Pemenuhan atas Kepatuhan pada Prinsip syariah di Lembaga Keuangan syariah (di Indonesia),<http://herman-notary.blogspot.com/.../analisa-atas-peran-dewan-pengawas.html>, diakses tanggal 20 September 2010.

90

H. Muhammad Daud, “ Asas-asas Hukum Islam”, (Jakarta: Rajawali Pers, cetakan keenam, 1998),hal. 48.

91


(5)

Dalam Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dinyatakan bahwa dalam suatu perbankan Islam harus dibentuk DPS.92 Begitu juga dalam Undang-undang tentang Perbankan Syariah dinyatakan bahwa DPS wajib dibentuk di Bank Syariah dan bank konvensional yang memiliki unit usaha syariah.93

Dalam PBI No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah juga disebutkan pengertian DPS yaitu DPS adalah dewan yang bertugas memberikan nasehat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah. 94

DPS merupakan suatu badan yang diberi wewenang untuk melakukan

supervises/pengawasan dan melihat secara dekat aktivitas lembaga keuangan syariah agar lembaga tersebut senantiasa mengikuti aturan dan prinsip-prinsip syariah. 95

DSN merupakan bagian dari MUI yang terdiri atas para ulama, praktisi dan pakar dalam bidang-bidang yang terkait dengan perekonomian dan syariah muamalah yang bertugas menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah DPS berkedudukan di kantor pusat dan berkewajiban melihat secara langsung pelaksanaan suatu lembaga keuangan syariah agar tidak menyimpang dari ketentuan yang telah difatwakan Dewan Syariah Nasional (DSN).

92

Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Penjelasan Pasal 6 huruf m.

93

Undang-Undang No. 21 Tahun 2008, Pasal 32 angka 1. 94

PBI No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah, Pasal 1 angka 11. 95

The shari’a supervisory board is entrusted with duty of directing, reviewing and supervising the activities of the Islamic financial institution in order to ensure that they are in compliance with Islamic shari’a Rules and principles. Lih. AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution, 1998, hal. 32, dikutip dari Heri Sunandar, “Peran dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah (Shari’a Supervisory Board) Dalam Perbankan Syariah di Indonesia”, <http:www.uinsuska.info/syariah/…/140 Heri%20sunandar%20ok.1pdf>, diakses tanggal 30 Agustus 2010


(6)

dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi dan reksadana. 96

Menurut MUI (SK MUI No. Kep.754/II/1999), ada 4 tugas pokok DSN, yaitu;97

1. Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian

2. Mengeluarkan fakta atas jenis-jenis kegiatan keuangan 3. Mengeluarkan fakta atas produk keuangan syariah 4. Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan

DPS melihat secara garis besar dari aspek manajemen dan administrasi harus sesuai dengan prinsip syariah, yang paling utama adaalah mengesahkan dan mengawasi produk-produk yang dikeluarkan bank agar sesuai dengan ketentuan syariah dan undang-undang yang berlaku.

DPS dalam strukrur organisasi bank syariah diletakkan pada posisis setingkat dengan Dewan Komisaris pada setiap bank syariah. Posisi yang demikian ditujukan agar DPS lebih berwibawa dan mempunyai kebebasan opini dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada semua direksi di bank tersebut dalam hal-hal yang berhubungan dengan pengaplikasian produk perbankan syariah. Oleh sebab itu, penetapan DPS dilakukan melalui RUPS setelah nama-nama anggota DPS tersebut mendapat pengesahan dari DSN.

Pemberdayaan DPS pada masa yang akan datang sangat penting dilakukan, diantaranya adalah melibatkan DPS dalam berbagai program

96

Adrian Sutedi, “Perbankan Syariah:Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum”, (Bogor;Ghalia Indonesia, cetakan pertama, 2009), hal. 147.

97


(7)

marketing dan sosialisasi perbankan syariah. Hal ini dimaksudkan untuk mensinergikan antara DPS dengan pihak manajemen perbankan syariah dan masyarakat. Karena masih banyak pelaksana perbankan syariah yang masih belum benar-benar menguasai secara keseluruhan produk-produk perbankan syariah sehingga sangat sulit untuk melakukan sosialisasi terhadap masyarakat. Oleh sebab itu, peran dan fungsi DPS dalam hal ini sangat diharapkan.

B. Syarat dan keanggotaan DPS dalam perbankan syariah

Perwataatmadja dan S. Antonio mengemukakan bahwa anggota DPS seharusnya terdiri atas ahli syariah, yang sedikit banyak menguasai hukum dagang positif dan terbiasa dengan kontrak-kontrak bisnis.98

Untuk menjamin kebebasan mengeluarkan pendapat, DPS mempunyai ketentuan sebagi berikut:99

1. DPS bukan staff bank, dalam arti mereka tidak tunduk dibawah kekuasaan administratif

2. Mereka dipilih oleh RUPS

3. Honorarium DPS ditentukan oleh RUPS

4. DPS mempunyai sistem kerja dan tugas-tugas tertentu seperti halnya badan pengawas lainnya

Anggota DPS wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut;100 a) Integritas, yang paling kurang mencakup;

1) Memiliki akhlak dan moral yang baik 98

Warkum Sumitro, Op. cit., hal. 52 99

Ibid.

100


(8)

2) Memiliki komitmen untuk memetuhi peraturan perbankan syariah dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku

3) Memiliki komitmen terhadap pengembangan yang sehat dan tangguh (sustainable)

4) Tidak termasuk dalam daftar tidak lulus sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) yang ditetapkan Bank Indonesia

b) Kompetensi, yang paling kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang syariah muamalah dan pengetahuan di bidang perbankan dan/atau keuangan secara umum

c) Reputasi keuangan, yang paling kurang mencakup ; 1) Tidak termasuk dalam daftar kredit macet

2) Tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi pemegang saham, anggota dewan komisaris, atau anggota direksi yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir

Sedangkan mengenai prosedur penetapan anggota DPS dapat dilakukan dengan:101

a. Perbankan syariah mengajukan permohonan penempatan anggota DPS kepada DSN. Permohonan tersebut dapat disertai usulan nama calon DPS

b. Permohonan tersebut dibahas dalam rapat Badan Pelaksana Harian DSN

101


(9)

c. Hasil rapat Badan Pelaksana Harian DSN kemudian dilaporkan kepada pimpinan DSN

d. Pimpinan DSN menetapkan nama-nama yang diangkat sebagai anggota DPS Ketentuan mengenai jumlah anggota DPS juga diatur dalam PBI No. 11/3/PBI/2009 yang menyatakan bahwa jumlah anggota DPS paling sedikit adalah 2 (dua) orang dan paling banyak 50% dari jumlah anggota direksi.102

Pada prinsipnya seorang anggota DPS hanya dapat menjadi anggota DPS di satu perbankan syariah dan satu lembaga keuangan syariah. Namun mengingat keterbatasan jumlah tenaga yang dapat menjadi anggota DPS, seseorang dapat diangkat sebagai anggota DPS sebanyak-banyaknya pada dua perbankan syariah dan dua lembaga keuangan syariah lainnya.

DPS diketuai oleh salah satu dari anggota DPS bank yang bersangkutan.

103

Peran strategis yang diemban DPS adalah sebagai garda terdepan dalam menjaga kesyariahan sebuah lembaga keuangan yang berlabel syariah. DPS

Sebelum DPS menduduki jabatannya, maka pihak bank yang bersangkutan terlebih dahulu harus mengajukan calon anggota DPS untuk mendapat persetujuan dari Bank Indonesia agar pengangkatan anggota DPS dapat diberlakukan secara efektif. Pemberhentian ataupun pengunduran diri anggota DPS juga wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah pmberhentian atau pengunduran diri efektif.

C. Peran Penting DPS pada perbankan syariah

102

PBI No. 11/3/PBI/2009, Pasal 36 ayat (1). 103


(10)

bertanggung jawab untuk memastikan semua produk dan prosedur bank syariah sesuai dengan prinsip syariah. Keberadaan DPS pun dinyatakan secara jelas dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan dalam PBI yang terkait dengan lembaga keuangan syariah. Jadi secara yuridis, DPS di lembaga perbankan syariah menduduki posisi yang kuat karena keberadaannya sangat penting dan strategis.

DPS merupakan suatu fungsi dalam organisasi bank syariah yang secara internal merupakan badan pengawas syariah dan secara eksternal dapat menjaga serta meningkatkan kepercayaan masyarakat.104

Fungsi DPS dalam organisasi perbankan syariah adalah sebagai berikut;

105

1. Sebagai penasihat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah

2. Sebagai mediator antara bank dan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari bank yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN

3. Sebagai perwakilan DSN yang ditempatkan pada bank. Kewajiban melapor pada DSN sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.

Untuk melakukan fungsi pengawasan tersebut, anggota DPS harus memiliki kualifikasi keilmuan yang integral, yaitu ilmu fiqih muamalat dan ilmu ekonomi keuangan islam modern, bukan karena kharisma dan kepopulerannya ditengah masyarakat. Jika pengangkatan DPS bukan didasarkan pada

104

Gemala Dewi, “ Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia”, (Jakarta:Prenada Media, cetakan pertama, 2004), hal. 71.

105

Agustianto, “Optimalisasi DPS Perbankan Syariah”, <http://www.scribd.com/.../optimalisasi-dewan-pengawas-syariah-3-agustianto>, diakses tanggal 30 Agustus 2010.


(11)

keilmuannya, maka fungsi pengawasan DPS tidak akan efektif sehingga dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan praktek syariah.106

Namun peran vital DPS di Indonesia, dalam praktek di lapangan saat ini belum optimal. Ada beberapa faktor utama penyebab peran dan fungsi DPS di Indonesia belum optimal, antara lain;107

a) Lemahnya status hukum hasil penilaian kepatuhan syariah oleh DPS akibat ketidakefektivan dan ketidakefisienan mekanisme pengawasan syariah dalam perbankan syariah di Indonesia saat ini

b) Terbatasnya keterampilan sumber daya DPS dalam masalah audit, akuntansi, ekonomi dan hukum bisnis

c) Belum adanya mekanisme dan struktur kerja yang efektif dari DPS dalam melaksanakan fungsi pengawasan internal syariah dalam perbankan syariah

Akibat dari ketiga faktor diatas menjadikan peran DPS pada saat ini lebih banyak sebagai penasihat syariah bagi manajemen, alat komunikasi dan marketing bagi bank syariah dan sebagai legislator produk bank syariah. Fungsi pengawasan terhadap proses operasional yang merupakan aktivitas sharia review ex post

auditing jarang dilakukan oleh DPS. Salah satu alternatif untuk mengoptimalkan peran DPS dalam bank syariah Di Indonesia adalah dengan mengembangkan fungsi pendukung DPS berupa staf yang memadai untuk membentuk DPS melakukan tugas pengawasan.108

106

Ibid.

107

Adrian Sutedi, Op. cit., hal. 150. 108


(12)

Kredibilitas suatu bank syariah ditentukan oleh kredibilitas DPS dalam masalah kinerja, independensi dan kompetensi sehingga peran dan fungsi DPS harus dioptimalkan dalam pengawasan internal syariah untuk membangun jaminan kepatuhan syariah bagi seluruh stakeholders bank syariah.109

Langkah optimalisasi peran dan fungsi DPS dalam pengawasan internal syariah adalah dengan memperbaiki lingkungan eksternal dan internal DPS. Perbaikan lingkungan eksternal DPS menjadi tanggung jawab utama Bank Indonesia sebagai regulator, yaitu menciptakan mekanisme pengawasan syariah yang efektif dan efisien sehingga terbentuk perbankan syariah yang sehat,efisien dan sesuai syariah. Sedangkan tanggung jawab perbaikan lingkungan internal DPS menjadi tanggung jawab DPS dan manajemen bank syariah untuk menciptakan sistem jaminan kepatuhan syariah yang efektif dan efisien untuk mebengun kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah.110

DPS sebagai pengawas memiliki kesamaan dengan fungsi komisaris. Bedanya, kepentingan komisaris dalam melakukan fungsinya adalah memastikan bank agar bank tersebut selalu menghasilkan keuntungan. Namun kepentingan DPS adalah menjaga kemurnian syariah (ajaran Islam) dalam kegiatan operasional perbankan. Oleh karena itu, kedudukan komisaris dan DPS mempunyai potensi untuk melahirkan konflik, sebab DPS harus berpihak pada kemurnian syariah

D. Tugas dan tanggung jawab DPS dalam pemenuhan prinsip syariah dalam pelaksanaan GCG Perbankan Syariah

109

Ibid., hal. 151. 110


(13)

sedangkan komisaris harus berpihak pada keuntungan yang lebih condong mengarah pada penyimpangan syariah.

Jadi DPS merupakan lembaga yang khas yang hanya dimiliki oleh lembaga keuangan yang berbasis syariah. Tugasnya sangat berat yaitu sebagai pengawas kegiatan usaha bank agar senantiasa sejalan dengan prinsip syariah. Dalam menjalankan tugas tersebut maka DPS perlu dibekali dengan wewenang yang cukup dan harus membuat aturan yang rinci mengenai kedudukannya. Hal tersebut akan membuat prinsip GCG lebih mudah diterapkan dalam DPS.111

Menurut Dubai Islamic Banking, tugas penting seorang DPS (terjemahan secara bebas) adalah:

112

1. DPS adalah seorang ahli (pakar) yang menjadi sumber dan rujukan dalam menerapkan prinsip-prinsip syariah termasuk sumber rujukannya

2. DPS mengawasi pengembangan semua produk untuk memastikan tidak adanya fitur yang melanggar syariah

3. DPS menganalisa segala situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang tidak didasari fatwa di transaksi perbankan untuk memastikan kepatuhan dan kesesuaiannya kepada syariah

4. DPS menganalisis segala kontrak dan perjanjian mengenai transaksi-transkasi di bank syariah untuk memastikan kepatuhan kepada syariah

111

Ibid., hal. 150. 112

Agustianto (Sekjen DPP IAEI dan Dosen Ushul Fiqh Ekonomi Keuangan dan Fiqh Muamalah Perbankan di Pascarjana Univ.Paramadina, Pascasarjana Ekonomi Islam UI Az-Zahra), Pascasarjana Islamic Economics and Finance Universitas Trisakti dan Pascasarjana PSTTI UI, “ Dewan Pengawas Syariah dan Manajemen Resiko Perbankan Syariah”,<http:www.mei_azzahra.com/…/dewan-pengawas-syariah


(14)

5. DPS memastikan koreksi pelanggaran dengan segera (jika ada) untuk mematuhi syariah. Jika ada pelanggaran, anggota DPS harus mengoreksi penyimpangan itu dengan segera agar disesuaikan dengan prinsip syariah 6. DPS memberikan supervise untuk program pelatihan syariah

7. DPS menyusun sebuah laporan tahunan tentang neraca bank syariah tentang kepatuhannya kepada syariah. Dengan pernyataan ini, seorang DPS memastikan kesyariahan laporan keuangan perbankan syariah

8. DPS melakukan supervisi dalam pengembangan dan penciptaan investasi yang sesuai syariah dan produk pembiayaan yang inovatif.

Dalam PBI No. 11/33/PBI/2009 dinyatakan bahwa tugas dan tanggung jawab DPS adalah memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mangawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah.113

Tugas dan tanggung jawab DPS dalam pengawasan terhadap pemenuhan prinsip syariah dalam mendukung pelaksaan GCG pada perbankan syariah adalah sebagai berikut;114

a) Menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan bank

b) Mengawasi proses pengembangan produk baru bank agar sesuai dengan fatwa DSN-MUI

c) Meminta fatwa kepada DSN-MUI untuk produk baru bank yang belum ada faktanya

113

PBI No.11/33/PBI/2009, Pasal 47 ayat (1). 114


(15)

d) Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank

e) Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuak nerja bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya.

Selain itu, DPS wajib menyampaikan laporan hasil pengawasan DPS secara berkala dalam waktu 6 (enam) bulan sekali kepada Bank Indonesia.

DPS dalam menjalankan tugasnya dalam melakukan pengawasan terhadap operasional perbankan syariah juga mempunyai kewajiban sebagai berikut ; 115

1) Mengikuti fatwa-fatwa DSN

2) Mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan syariah agar tidak menyimpang dari ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan DSN

3) Melaporkan kegiatan usaha dan perkembangan lembaga keuangan syariah yang diawasinya secara rutin kepada DSN, sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam setahun

Dalam rangka menjalankan tugas-tugas tersebut, DPS berhak dan mempunyai wewenang untuk:116

1. Memberikan pedoman atau garis-garis besar syariah, baik untuk pengerahan maupun untuk penyaluran dana serta kegiatan bank lainnya 2. Mengadakan perbaikan seandinya suatu produk yang telah atau sedang

dijalankan dinilai bertentangan dengan syariah 115

Keputusan DSN MUI No.03 Tahun 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota Dewan Pengawas Syariah, dikutip dari Adrian Sutedi, Op cit., hal. 143.

116


(16)

Aktivitas DPS dalam melaksanakan pengawasan syariah, menurut Briston dan Ashker, ada tiga macam, yaitu:117

a) Ex ante auditing

Aktivitas pengawasan syariah dengan melakukan pemeriksaan terhadap berbagai kebijakan moral yang diambil dengan cara melakukan review terhadap keputusan-keputusan manajemen dan melakukan review terhadap semua jenis kontrak yang dibuat manajemen bank syariah dengan semua pihak. Tujuannya adalah untuk mencegah bank syariah melakukan kontrak yang melanggar psinsip-prinsip syariah.

b) Ex post auditing

Aktivitas pengawasan syariah dengan melakukan pemeriksaan terhadap laporan kegiatan (aktivitas) dan laporan keuangan bank syariah. Tujuannya adalah untuk menelusuri kegiatan dan sumber-sumber keuangan bank syariah yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. c) Perhitungan dan pembayaran zakat

Aktivitas pengawasan syariah dengan memeriksa kebenaran bank syariah dalam menghitung zakat yang harus dikeluarkan dan memeriksa kebenaran dalam pembayaran zakat sesuai dengan ketentuan syariah. Tujuannya adalah untuk memastikan agar zakat atas segala usaha yang berkaitan dengan hasil usaha bank syariah telah dihitung dan dibayar secara benar oleh manajemen bank syariah.

117


(17)

Rifaat Karim menebutkan ada 3 model pengawasan syariah oleh DPS yang diwujudkan dalam bentuk organisasi DPS, yaitu;118

Selain ke tiga model diatas, ada model variasi atas model departemen syariah yaitu dengan memperluas tugas dan ruang lingkup departemen internal audit dengan memasukkan aspek syariah. Departemen internal audit bank syariah akan menjadi fungsi pendukung DPS dalam melaksanakan tugas-tugas pengawasan syariah sehingga departemen internal audit akan bekerja berdasarkan 1. Model Penasihat

Model ini dilakukan dengan menjadikan pakar-pakar syariah sebagai penasihat semata dan kedudukannya dalam organisasi adalah sebagai tenaga

part time, yang datang ke kantor jika diperlukan. 2. Model Pengawasan

Model ini ditandai dengan adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh beberapa pakar syariah terhadap bank syariah dengan secara rutin mendiskusikan masalah-masalah syariah dengan para pengambil keputusan operasional muapun keuangan organisasi.

3. Model departemen syariah

Dengan model ini, para pakar syariah bertugas full time, didukung oleh staf tekhnis yang membantu tugas-tugas pengawasan syariah yang telah digariskan oleh ahli syariah departemen tersebut.

118

Agustianto, “Optimalisasi DPS Perbankan Syariah”, <http://www.scribd.com/.../optimalisasi-dewan-pengawas-syariah-3-agustianto>, diakses tanggal 30 Agustus 2010.


(18)

panduan DPS untuk hal-hal yang berkaitan dengan aspek syariah dan melaporkan temuan-temuannya dalam aspek syariah kepada DPS.119

119

Ibid.

Peran DPS di bank syariah memiliki hubungan yang kuat dalam pencapaian pelaksanaan GCG pada perbankan yang berbasis syariah. Kepatuhan syariah dalam perbankan syariah merupakan hal yang menjadi pengawasan dari DPS yang menyangkut dengan reputasi bank syariah di mata masyarakat. Karena jika terjadi pelanggaran syariah dalam perbankan syariah, hal tersebut akan merusak citra bank syariah sehingga merusak kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah. Oleh karena itu peran DPS di bank syariah harus dioptimalkan, kualifikasi untuk menjadi DPS semakin diperketat serta formalisasi peran DPS harus benar-benar diwujudkan dalam perbankan syariah.


(19)

BAB IV

BENTUK PENERAPAN ASPEK TRANSPARANSI KONDISI BANK DALAM RANGKA PENCAPAIAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PERBANKAN SYARIAH BERDASARKAN PERATURAN BANK

INDONESIA NO. 11/33/PBI/2009

A. Pentingnya penerapan aspek transparansi pada perbankan syariah

Aspek penting dalam pencapaian GCG pada industri perbankan antara lain adalah penerapan transparansi (keterbukaan) terhadap kondisi bank. Prinsip transparansi yang ditandai dengan tersedianya informasi tepat waktu, relevan dan akurat bagi pelaku pasar merupakan salah satu syarat agar disiplin pasar dapat berfungsi secara efektif. Disiplin pasar dapat didefenisikan sebagai aksi

stakeholders yang memonitor dan mempengaruhi perusahaan agar meningkatkan kinerja perusahaan. Oleh karenanya, disiplin pasar dipercaya sebagai sarana pengawasan bank yang efektif.120

Pentingnya disiplin pasar telah diakui oleh The Based Committee on Banking Supervision Bank for International Settlement atau Bassel Committe

dengan menetapkannya sebagai pilar ketiga Basell III yang akan diterapkan sejak tahun 2006. Pilar ketiga mengusulkan peningkatan disiplin pasar dengan memperluas persyaratan keterbukaan bagi bank. Satu hal yang perlu diingat, transparansi adalah a journey not a destination.121

120

Zulkarnain Sitompul, “ Problematika Perbankan”, (Bandung:Booksterrace & Library, cetakan pertama, 2005), hal. 163.

121


(20)

Bassel Committe juga menentukan bahwa transparansi merupakan faktor kunci yang berfungsi untuk menjaga efektifitas pengawasan terhadap keamanan, kenyamanan dan reputasi bank. Bassel Committee mendefinisikan transparansi sebagai suatu kegiatan untuk menyampaikan informasi yang dapat dipercaya dan tepat waktu kepada publik, sehingga memungkinkan bagi para pengguna informasi untuk memanfaatkannya sesuai dengan kebutuhan, baik informasi yang terkait dengan kondisi keuangan dan kinerja bank, aktivitas bisnis, profil resiko ataupun praktek manajemen resiko.122

Bassel Committee menekankan informasi yang harus disediakan sehingga mampu mencapai level transparansi adalah dengan adanya keakuratan dan kesesuaian informasi yang disajikan yang mencakup 6 (enam) subjek berikut:123

Posisi keuangan perlu dijelaskan untuk mengevaluasi tingkat permodalan, tingkat solvency, likuiditas dan reputasi bank. Laporan ini juga meliputi informasi tentang karakteristik, jumlah dan kualitas aktiva passiva, komitmen, 1. Kinerja keuangan

Kinerja keuangan harus mengindikasikan kinerja bank dalam pencapaian profit atau kerugian yang diderita, jumlah pendapatan dan biaya-biaya yang dikeluarkan, kualitas pendapatan dan tern tingkat profitabilitas yang diraih dari tahun ke tahun dan potensinya untuk sewaktu-waktu mendatang (tercermin dalam laporan laba rugi).

2. Posisi keuangan

122

M. Umer Chapra & Habib Ahmed, Op. cit., hal. 87. 123


(21)

kontingen liabilities dan dana pemegang saham yang mencerminkan kondisi saat ini dan rata-rata periode yang telah lalu.

3. Strategi manajemen dan kontrol resiko

Hal ini merupakan faktor kunci bagi kinerja dan kondisi bank di waktu mendatang, disamping bagi efektivitas manajemen. Proses disklosur harus meliputi semua resiko yang harus dihadapi oleh bank, baik dari unsur filosofi, kebijakan dan metodologi bagaimana resiko-resiko tersebut akan dihadapi, dikelola, dimonitor dan dikontrol. Selain itu, perlu juga dilakukan upaya untuk memitigasi resiko dengan srana pendukung, misalnya adanya kolateral, perjanjian, komposisi pinjaman, batasan-batasan (batas kredit, batas resiko pasar) dan unsur derivatif.

4. Eksposur resiko

Informasi yang terkait dengan resiko harus disediakan secara kualitatif dan kuantitatif, baik resiko yang inheren dengan aktivitas on balance sheet

ataupun off balance sheet yang meliputi resiko kredit, resiko pasar, resiko tingkat suku bunga, resiko valuta asing, resiko likuiditas serta efektivitas strategi yang digunakan untuk mengelola resiko tersebut. Informasi ini akan membantu untuk memenuhi kebutuhan user terhadap kekuatan financial bank dan kemampuan untuk melakukan bisnis secara kontinu dalam waktu yang tak terbatas.

5. Kebijakan akuntansi

Kebijakan ini mencakup prinsip dan praktek umum akuntansi, prinsip-prinsip konsolidasi, kebijakan dan metode untuk menjelaskan dan mengenali


(22)

aset dan kerugian atas hasil usaha, kebijakan untuk menyediakan provisi atas kerugian pinjaman, baik secara umum ataupun secara spesifik, kebijakan tentang penilaian aktiva dan passiva yang tangible dan intangible, sekuritisasi, transakasi valuta asing, pajak penghasilan dan derivatif.

6. Dasar manajemen bisnis dan informasi Corporate governance

Pelaporan informasi harus dilakukan terkait dengan badan hukum usaha (legal entity), dewan direksi (skala, status dan pengalaman anggota), struktur senior manajemen (kualifikasi, pengalaman dan tanggung jawab). Selain itu juga perlu disediakan informasi tentang struktur insentif bank (termasuk remunerasi, bonus kinerja dan stock option), serta aturan main bagi dewan direksi terkait dengan review atas struktur pemberian insentif.

Jika senior atau manajemen dan direksi menyediakan informasi yang tidak merefleksikan kondisi bank secara akurat dan kerugian yang diderita oleh bank ditutup-tutupi maka senior atau manajemen dan direksi tersebut harus dihukum, karena jika mereka tidak mendapatkan hukuman dan masih tetap bisa bekerja pada bank yang lain maka transparansi tidak lagi menjadi sesuatu yang berarti bagi bank.

Di Jerman, jika seorang bankir yang tidak menyampaikan informasi penting terkait dengan usaha bank secara akurat, maka ia tidak akan pernah mendapatkan pekerjaan kembali dalam industri keuangan.124

124

Ibid., hal. 89.


(23)

Zaeland, para pelakunya akan mendapatkan hukuman yang sangat keras dan pemilik bank memiliki kewajiban yang tak terbatas.125

Dengan adanya penerapan aspek transparansi pada informasi kualitatif dan kuantitatif pengelolaan perusahaan pada perbankan syariah akan memberikan manfaat sebagai berikut;

Jadi, pada dasarnya aspek transparansi pada perbankan, termasuk juga dalam perbankan syariah merupakan suatu keharusan dan sangat penting agar disiplin pasar dapat berjalan secara efektif. Displin pasar akan mampu menjalankan perannya dalam meningkatkan fungsi bank dan menyelamatkan kepentingan pemegang saham manakala semua pihak yang berkepentingan mempunyai akses yang cukup terhadap informasi kegiatan usaha bank, baik yang bersifat kualitatif maupun yang bersifat kuantitatif.

126

a. Bagi pemegang saham

Adanya transparansi informasi yang akurat membantu para pemegang saham memutuskan untuk tetap mempertahankan sahamnya atau menjualnya

b. Bagi para deposan atau bagi para nasabah bank

Adanya transparansi informasi yang akurat akan membantu para deposan atau nasabah memutuskan untuk tetap menyimpan dana atau menariknya dari bank yang bersangkutan.

c. Bagi direksi

125

Ibid., hal. 89-90. 126


(24)

Adanya transparansi informasi yang akurat membantu direksi untuk mengetahui kinerja manajemen bank yang bersangkutan.

d. Bagi auditor eksternal

Adanya transparansi informasi yang akurat membantu audito eksternal untuk mempersiapkan laporan yang akurat tentang usaha bank.

e. Bagi dewan pengawas

Adanya transparansi informasi yang akurat membantu dewan pengawas untuk memberikan saran dan rekomendasi atau tindakan koreksi terhadap kinerja yang menyimpang, sehingga keamanan, kenyamanan dan reputasi bank dapat terjaga sebelum terlambat.

Tanpa adanya transparansi informasi yang akurat ini, setiap pihak yang berkepentingan terhadap bank tidak akan menemukan titik terang dan pihak manajemen tidak akan mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapi.

Atas dasar alasan inilah, transparansi merupakan faktor yang paling penting bagi semua pelaku pasar. Terlebih jika pelaku pasar yang menggunakan mekanisme profit and loss sharing seperti mekanisme yang juga dianut oleh perbankan syariah, dimana deposan atau nasabah bank syariah yang menanamkan investasinya memiliki potensi untuk menanggung resiko kerugian. Dengan demikian, deposan atau nasabah perbankan syariah sangat membutuhkan transparansi informasi yang terkait dengan kinerja bank sehingga ia dapat menentukan wahana investasinya pada bank syariah yang memiliki kinerja yang terbaik.127

127


(25)

Selain itu, aspek kejujuran (transparansi) ini pada perbankan syariah juga merupakan aspek yang paling penting dalam pencapaian tujuan Good Corporate Governance. Karena dengan adanya prinsip transparansi maka sudah bisa dipastikan bahwa perbankan syariah telah memenuhi kewajiban hukum dan peraturan lainnya yang menggambarkan penilaian masyarakat terhadap reputasi perbankan yang bersangkutan. Dalam persfektif Islam khususnya dalam kerangka operasional perbankan syariah, aspek transparansi merupakan mrupakan factor yang sangat penting untuk member informasi yang tepat dan akurat bagi pihak yang berkepentingan sebagai bagian dari pelaksanaan amanah dan tabligh

dalam.128

Prinsip transparansi adalah kunci dari efektifnya disiplin pasar yang merupakan penjamin efektifitas terlaksananya GCG pada perbankan syariah dapat berjalan secara berkesinambungan dan maksimal jika didukung oleh beberapapa hal. Salah satunya adalah jika adanya dukungan moral dari para pelaku pasar itu sendiri.

Bank syariah harus menunjukkan iktikad baik dalam operasionalnya untuk memenuhi kepentingan stakeholders-nya. Segala bentuk pelanggaran dari prinsip kejujuran (keterbukaan) dan keadilan, baik yang dilakukan oleh pihak bank maupun nasabah adalah termasuk pelanggaran terhadap prinsip-prinsip Islam.

B. Pihak-pihak yang terkait dengan penerapan aspek transparansi pada perbankan syariah

128

Luqman H2O under, “Penerapan System Syariah Terhadap GLC’s pada Sektor Perbankan, <http://www.luqmannomic.wordpress.com/.../penerapan-system-syariah-terhadap-glc’s-pada sektor-perbankan/>, diakses tanggal 26 September 2010.


(26)

Roopke menyatakan bahwa “disiplin pribadi, keadilan, kejujuran (yang juga berkaitan dengan keterbukaan atau transparansi), kebaikan, semangat kebersamaann peduli kepada masalah kemanusiaan dan etika usaha merupakan hal-hal yang harus dipenuhi oleh seseorang sebelum terjun ke pasar dan berkompetensi antara satu sama lain. Inilah dukungan yang sangat dibutuhkan untu mencegah menurunnya semangat kompetensi dan kejujuran (keterbukaan).129

Aspek transparansi anggota dewan komisaris meliputi kewajiban untuk pengungkapan;

Pihak-pihak yang terkait dengan penerapan aspek transparansi dalam perbankan syariah, diantaranya:

1. Dewan Komisaris

130

a. Kepemilikan saham yang mencapai 5% (lima persen) pada bank yang bersangkutan

b. Hubungan keuangan dan hubungan keluarga dengan pemegang saham pengendali, anggota dewan komisaris lain dan/atau anggota dewan direksi c. Rangkap jabatan pada perusahaan atau lembaga lain

Selain itu mengenai penerapan aspek transparansi pada dewan komisaris juga diatur mengenai larangan bagi dewan komisaris yang dapat menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap aspek transparansi tersebut, yaitu:131

1) Anggota dewan komisaris dilarang memanfaatkan bank syariah untuk keuntungan pribadi, keluarga dan/atau pihak lain yang dapat mengurangi aset atau mengurangi keuntungan bank syariah yang bersangkutan

129

M. Umer Chapra dan Habeb Umar, Op. cit., hal. 32-33. 130

PBI No. 11/33/PBI/2009, Pasal 16. 131


(27)

2) Anggota dewan komisaris dilarang mengambil dan/atau menerima keuntungan pribadi dari bank syariah yang bersangkutan selain dai remunerasi dan fasilitas lainnya yang telah ditetapkan RUPS

3) Terkait dengan remunerasi dan fasilitas yang bisa diterima oleh dewan komisaris tersebut, maka nggota dewan komisaris wajib mengungkapkan dalam laporan pelaksanaan GCG akhir tahun bank sayriah yang bersangkutan (dalam bentuk self assesment).

2. Direksi

Aspek transparansi direksi meliputi kewajiban untuk melakukan pengungkapan:132

a. Kepemilikan saham yang mencapai 5% (lima persen) atau lebih baik pada bank syariah yang bersangkutan maupun pada bank atau perusahaan lain yang berkedudukan di dalam atupun di luar negeri

b. Hubungan keuangan dan hubungan keluarga dengan pemegang saham pengendali, anggota dewan komisaris dan/atau anggota dewan direksi lain Selain itu mengenai penerapan aspek transparansi pada direksi juga diatur mengenai larangan bagi direksi yang dapat menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap aspek transparansi tersebut, yaitu:133

1) Anggota direksi dilarang memanfaatkan bank syariah untuk keuntungan pribadi, keluarga dan/atau pihak lain yang dapat mengurangi aset atau mengurangi keuntungan bank syariah yang bersangkut an

132

Ibid., pasal 32. 133


(28)

2) Anggota direksi dilarang mengambil dan/atau menerima keuntungan pribadi dari bank syariah yang bersangkutan selain dari remunerasi dan fasilitas lainnya yang telah ditetapkan RUPS

3) Terkait dengan remunerasi dan fasilitas yang bisa diterima oleh dewan komisaris tersebut, maka nggota dewan komisaris wajib mengungkapkan dalam laporan pelaksanaan GCG akhir tahun bank syariah yang bersangkutan (dalam bentuk self assesment).

3. Dewan Pengawas Syarah

Aspek transparansi DPS meliputi kewajiban untuk mengungkapkan rangkap jabatan sebagai DPS pada lembaga keuangan syariah lainnya. Anggota DPS hanya dapat merangkap jabatan sebagai anggota DPS hanya pada 4 (empat) lembaga keuangan syariah lain.134

Selain itu mengenai penerapan aspek transparansi pada direksi juga diatur mengenai larangan bagi direksi yang dapat menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap aspek transparansi tersebut, yaitu:135

a. Anggota DPS dilarang memanfaatkan bank syariah untuk keuntungan pribadi, keluarga dan/atau pihak lain yang dapat mengurangi aset atau mengurangi keuntungan bank syariah yang bersangkut an

b. Anggota DPS dilarang mengambil dan/atau menerima keuntungan pribadi dari bank syariah yang bersangkutan selain dai remunerasi dan fasilitas lainnya yang telah ditetapkan RUPS

134

Ibid., Pasal 36 ayat (3). 135


(29)

c. Terkait dengan remunerasi dan fasilitas yang bisa diterima oleh dewan komisaris tersebut, maka nggota dewan komisaris wajib mengungkapkan dalam laporan pelaksanaan GCG akhir tahun bank sayriah yang bersangkutan (dalam bentuk self assesment)

d. Anggota DPS dilarang merangkap jabatan sebagai konsultan di seluruh perbankan syariah

4. Pejabat Eksekutif dan karyawan bank

Pejabat eksekutif adalah pejabat yang bertanggung jawab langsung kepada direksi dan/atau mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dan operasional bank seperti kepala divisi atau pemimpin kantor cabang.136

136

Ibid., Pasal 1 angka (13).

Sedangkan karyawan bank adalah mereka yang melaksanakan seluruh kegiatan operasional bank.

5. Akuntan Publik

Akuntan publik adalah akuntan yang memiliki izin usaha untuk melakukan kegiatan pemberian jasa audit yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dan telah terdaftar di Bank Indonesia.

Adanya permintaan dan tantangan dari sistem keuangan Islam, akuntan publik disamping berperan untuk memastikan bahwa laporan keuangan bank telah disajikan secara profesional dan sesuai dengan standar laporan keuangan, ia juga harus memastikan bahwa keuntungan ataupun kerugian yang diungkapkan dalam laporan keuangan benar-benar merefleksikan kondisi bank sebenarnya, serta memastikan bahwa profit yang dihasilkan bukan dari usaha yang bertentangan dengan syariah.


(30)

Jadi akuntan publik yang akan melakukan audit terhadap bank syariah juga harus memiliki keahlian untuk melakukan audit syariah dengan adanya sertifikat program pelatihan di bidang keuangan dan perbankan syariah.137

1. Kondisi keuangan terkait kinerja dan posisi keuangan bank

Akuntan Publik sebelum menerbitkan laporan audit atas laporan keuangan bank harus mendapat pendapat dari DPS tentang ketaatan bank terhadap prinsip syariah. Jika dalam pelaksanaan audit tersebut akuntan publik menemukan pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang keuangan dan perbankan dan perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha bank maka akuntan publik wajib melaporkannya kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak ditemukannya pelanggaran tersebut.

C. Bentuk-bentuk penerapan aspek transparansi pada kondisi bank dalam rangka pencapaian Good Corporate Governance pada Perbankan Syariah

Ada beberapa bentuk penerapan aspek transparansi pada kondisi bank dalam rangka pencapaian GCG pada Perbankan Syariah, diantaranya:

Kinerja keuangan bank mengindikasikan pencapaian profit maupun kerugian yang diderita bank sedangkan posisi keuangan bank menjelaskan mengenai evaluasi permodalan bank. Bank Indonesia menetapkan bahwa bank harus menyajikan laporan keuangan terkait dalam rangka peningkatan transparansi kondisi keuangan bank.

Penyajian laporan keuangan tersebut terdiri atas: 137

Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/57/DPbs tanggal 22 Desember 2005 perihal Hubungan antara bank yang melaksanakan kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, Kantor Akuntan Publik, Akuntan Publik, DPS dan Bank Indonesia.


(31)

a. Laporan tahunan yang mencakup:138

1. Informasi umum yang meliputi kepengurusan, kepemilikan,

perkembanagn usaha bank dan kelompok usaha bank,strategi dan kebijakan manajemen serta laporan manajemen

2. Laporan keuangan tahunan yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan equitas, laporan arus kas serta catatan atas laporan keuangan (termasuk informasi tentang komitmen dan kontinjensi)

3. Opini dari Akuntan Publik

4. Seluruh aspek transparansi dan informasi yang wajib dilaporkan untuk laporan keuangan publikasi

5. Seluruh aspek pengungkapan sebagaimana diwajibkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan dan pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia

6. Jenis resiko dan potensi kerugian

b. Laporan Keuangan Publikasi Triwulan dan Bulanan yang mencakup;139

1. Laporan keuangan yang terdiri atas neraca, laporan laba rugi serta laporan perubahan equitas

2. Komitmen dan Kontinjensi

3. Jumlah penyediaan dana kepada pihak terkait

4. Kualitas Aktiva produktif, kredit property dan kredit yang direstrukturisasi

138

PBI No. 3/22/PBI/2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank, Pasal 3 ayat (1) 139


(32)

5. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang telah dibentuk dibandingkan dengan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang akan dibentuk

6. Persentase pelanggaran dan pelampauan batas maksimum pemberian kredit

7. Perhitungan Kewjiban Penyediaan Modal Minimum 8. Transakasi spot dan transaksi derivatif

9. Rasio posisi devisa neto 10.Beberapa rasio keuangan bank 11.Aktiva bank yang dijaminkan 12.Kredit usaha kecil

13.Informasi komposisi pemegang saham dan kepengurusan c. Laporan keuangan konsolidasi

Laporan keuangan konsolidasi berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan wajib dilaporkan bagi bank yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha atau bank yang memiliki perusahaan anak.140

2. Sistem pengendalian intern

Sistem pengendalian intern sangat diperlukan untuk memastikan pengawasan manajemen dan meningkatkan budaya yang sehat dalam lembaga untuk mengakui dan menilai resiko, mendeteksi permasalahan dalam lembaga serta untuk mengoreksi kelemahan internal.

140


(33)

Sistem pengendalian intern perlu dimonitor dengan basis ukuran tertentu untuk memastikan kepatuhan pada aturan dan prosedur, limit pembiayaan, persetujuan dan otorisasi, verifikasi dan rekonsiliasi. Jadi tidak mungkin bisa mengimplementasikan sistem kontrol dengan baik tanpa adanya jalur komunikasi yang efektif dan ketersediaan informasi secara berkala tentang aktivitas bank dan kondisi pasar eksternal yang relevan dalam pengambilan keputusan. Sistem audit internal yang merupakan bagian penting dari kontrol internal harus mempunyai kekuatan dan independensi serta harus dilaporkan secara langsung kepada direksi dan senior manajemen.

3. Strategi manajemen, kontrol dan eksposur resiko

Manajemen resiko adalah serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan resiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha bank.141

Penerapan manajemen resiko pada perbankan syariah paling kurang mencakup;142

a. Pengawasan efektif dewan komisaris dan direksi

b. Kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit manajemen resiko

c. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian resiko serta sistem informasi manajemen resiko

d. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh

Kebijakan penerapan manajemen resiko setidaknya memuat:143

141

PBI No. 11/25/PBI/2009 tentang Perubahan atas PBI No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Resiko bagi Bank Umum, pasal 1 angka (5).

142

Ibid., pasal 2 angka (2). 143


(34)

1. Penetapan resiko yang terkait dengan produk dan transaksi perbankan

2. Penetapan penggunaan metode pengukuran dan sistem informasi manajemen resiko

3. Penentuan limit dan penetapan toleransi resiko 4. Penetapan penilaian peringkat resiko

5. Penyusunan rencana darurat (contingency plan) dalam kondisi terburuk (worst case scenario)

6. Penetapan sistem pengendalian intern dalam penerapan manajemen resiko Mengenai aspek transparansi manajemen dan kontrol resiko disebutkan juga dalm PBI bahwa Bank wajib menyediakan data dan informasi yang berkaitan dengan manajemen resiko kepada Bank Indonesia dalam laporan tahunan bank yang bersangkutan.144

Dewasa ini, akibat semakin tidak stabilnya harga komoditas, saham, dan pasar valuta asing, banyak bank yang menghadapi kesulitan unutk menciptakan manajemen resiko yang tepat. Macam-macam resiko yamg dihadapi bank syariah dewasa ini diantaranya;145

a) Resiko kredit

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya resiko kredit yaitu rating pihak kompetitor, sistem hukum, kualitas kolateral, jangka waktu kredit, ukuran bank dan trading book activity, penggunaan kredit derivatif dan sistem kontrol internal bank. Bank syariah juga menghadapi resiko tambahan seiring

144

Ibid., Psal 31-32. 145


(35)

dengan penerapan sistem profit loss sharing ataupun transaksi jual beli secara tempo dalam operasionalnya serta tentang perbedaan opini dalam ulama fiqih.146

Jadi senior manajemen bank syariah harus memiliki pemahaman yang melekat terhadap resiko-resiko yang dihadapi oleh bank syariah dan memiliki perhatian untuk mengevaluasi kondisi bank . pihak pengawas bank juga harus memiliki aturan yang baku dan prudent dalam penentuan limit kredit untuk menghindari konsentrasi pembiayaan kepada individu tertentu. Pihak pengawas juga berkewajiban untuk melakukan evaluasi secara independen terhadap strategi, kebijakan, prosedur dan praktik-praktik yang terkait dengan proses pemberian kredit dalam manajemen portofolio bank.147

b) Risiko likuiditas

Risiko likuiditas akan timbul ketika terjadi penurunan yang tidak diharapkan atas cash flow bersih yang dimiliki oleh bank dan pihak bank tidak mampu untuk mendapatkan sumber dana dengan biaya yang wajar dan sesuai dengan ketentuan syariah.148

Dewasa ini, resiko likuiditas yang dihadapi bank syariah relatif rendah karena pada umumnya pihak bank mempunyai kelebihan likuiditas.149

146

Ibid.

147

Ibid.

148

Ibid.

149

Iqbal Munawar, “Islamic and Conventional Banking in the Nineties”; A Comprehensive Study, (Islamic Economic Studies, 2/8, Pp. 1-27, 2001), hal. 14 dikutip dari M. Umer Chapra dan Habib Ahmed, Op. cit., hal. 78.

Fakta ini didasari dengan adanya dua alasan yaitu tidak tersedianya peluang investasi yang memadai dan sesuai dengan nilai-nilai syariah serta bank juga kesulitan untuk


(36)

meningkatkan likuiditas dengan cara yang sesuai dengan syariah. Ada beberapa faktor yang memicu terjadinya likuiditas, yaitu:150

1) Sumber dana bank syariah dalam bentuk current account lebih besar daripada bank konvensional

2) Adanya batasan fiqih untuk melakukan jual beli utang yang merupakan bagian terpenting dari aset bank syariah

3) Lambatnya perkembangan instrument keuangan islam dapat

mempengaruhi kemampuan bank syariah untuk mendapatkan dana segar secara cepat

4) Fasilitas lender of last resort (mengambil dana melebihi limit yang ditentukan dengan tepat, peringatan dan koreksi yang tepat untuk mengatasi krisis likuidasi dengan basisi suku bunga pada bank konvensional) belum tersedia, kecuali yang berbasis bunga

c) Resiko tingkat suku bunga

Resiko ini muncul karena adanya eksposur atas posisi keuangan yang disebabkan oleh pergerakan tingkat suku bunga. Namun selama transakasi bank syariah tidak bersentuhan dengan unsur bunga, maka ia tidak akan mengalami eksposur terhadap resiko perubahan tingkat suku bunga.151

Tetapi pada kenyataannya, sangat naïf jika dikatakan bahwa bank syariah tidak terpengaruh terhadap pergerakan suku bunga. Hal ini diakibatkan karena bank syariah beroperasi di lingkungan yang didominasi oleh perbankan konvensioanl. Bank syariah dapat terkena dampak ini karena semua pembiayaan

150

M. Umer Chapra dan Habib Umar, Op. cit., hal. 75-85. 151


(37)

yang berbasiskan prinsip jual beli menggunakan mark-up yang telah ditentukan diawal sebagai dasar pemberian pembiayaan. Pergerakan mark-up ini mengikuti pergerakan tingkat suku bunga yang ada dalam perbankan konvensional. Namun hal ini tidak akan terjadi jika operasionalisasi perbankan syariah bisa mendominasi pasar keuangan di negara-negara muslim.152

d) Resiko operasional

Resiko operasional dapat disebabkan karena lemahnya sistem kontrol internal dan corporate governance. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan net income ataupun cash flow dari target yang harus dicapai. Resiko operasional juga dapat terjadi karena kegagalan teknologi, menurunnya reputasi bank atau ketidakpatuhan terhadap standar regulasi.153

Selain itu, bank juga wajib mengungkapkan informasi dan resiko yang melekat pada produk perbankan. Implementasi inovasi dan produk jasa perbankan syariah harus mengacu pada prinsip syariah dan kehati-hatian. Sehingga setiap peluncuran produk perbankan syariah harus terlebih dahulu mendapat izin dari bank Indonesia.154

152

Ibid.

153

Ibid.

154

PBI No. 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, Pasal 2.

Sebagai tambahan atas resiko operasional, perbankan syariah juga mengahadapi resiko yang berhubungan dengan persoalan fiqih akibat belum terstandarisasinya produk-produk yang ditawarkan kepada nasabah. Namun demikian, hal ini dapat terselesaikan seiring dengan perkembangan sistem dan dilakukannya resolusi atas persoalan-persoalan fiqih.


(38)

4. Kebijakan akuntansi

Standar akuntansi yang dikembangkan oleh organisasi bisnis sekuler tidak bisa diaplikasukan secara keseluruhan bagi bank syariah. Untuk itu, Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOFI) yang didirikan di Bahrain tahun 1991 telah mengembangkan standar bagi bank syariah. Bank syariah memunyai keharusan untuk mengadopsi standar ini, namun demikian, AAOFI tidak memiliki otoritas atas implementasi standar tersebut. Banyak negara muslim telah bersepakat untuk menerim standar tersebut yang disesuaikan dengan lingkungan masing-masing.155

Selain itu, dalam perbankan syariah di Indonesia juga berlaku mengenai ketentuan yang sama tentang Pedoman Akuntansi Perbankan yang berlaku bagi Bank Umum yang menyatakan bahwa bank wajib melakukan pencatatan atas kegiatan usahanya berdasarkan atas Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang relevan bagi Bank dan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia.156

5. Sistem teknologi Informasi

Perbankan syariah dapat menyempurnakan pelayanan kepada nasabah dengan mengembangkan fitur e-banking secara berkelanjutan serta melakukan re-engenering IT environment secara bertahap.

Pengembangan fitur e-banking dapat dilakukan dengan;157 a. Aplikasi Western Union

155

Karim R.A., “Islamic Financeand Standardization of Accountingfor Islamic Financial Institutions”, (New Horizon:Pp. 5-7, 1990), dikutip dari M. Umer Chapra dan Habib Ahmed, Op. cit., hal. 92.

156

PBI No. 3/22/PBI/2001, Op. cit., Pasal 30 ayat (1). 157

GCG Bank Syariah Mandiri,<http:www.syariahmandiri .co.id/wp-content/uploads/2010/05/GCG.pdf>, diakses tanggal 18 Agustus 2010.


(39)

b. Fitur transfer melalui SMS banking c. Sistem e-Payrol

d. Payment e-banking

e. Remmitance (cash to cash) f. Fitur mobile banking GPRS

Sedangkan melakukan re-engenering IT environment secara bertahap dapat dilakukan dengan cara Transformasi Core Banking System dilakukan guna menerapkan;158

1. Memenuhi ketentuan BI yang dituangkan dalam lampiran SEBI No. 9/30/DPNP/2007 tanggal 3 November 2007 mengenai sistem Informasi Manajemen

2. Mewujudkan pertumbuhan dan keuntungan yang berkesinambungan

3. Menyelenggarakan operasional bank sesuai dengan standar perbankan syariah yang sehat

6. Dasar manajemen bisnis dan informasi Corporate Governance

Dalam hal ini perbankan syariah harus melaporkan informasi terkait dengan :

a) Badan hukum usaha (legal entity) yaitu sesuai dengan pemberian izin Bank Indonesia.159

b) Dewan direksi (skala, status dan pengalaman anggota).160

158

Ibid.

159

PBI No. 6/4/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha berdasarkan Prinsip Syariah, Pasal 3.

160

PBI No. 11/33/PBI/2009, Op. cit., Pasal 62 ayat (2) huruf b dan c


(40)

c) Struktur senior manajemen (kualifikasi, pengalaman dan tanggung jawab)161

d) Informasi struktur insentif bank (remunerasi, bonus kinerja dan stock options)162

Keseluruhan bentuk penerapan aspek transparansi yang telah dijelaskan diatas merupakan sarana utama pendukung tercapainya GCG pada perbankan syariah. Untuk itu, tujuan dari GCG pada perbankan syariah yakni mewujudkan keadilan bagi stakeholders dengan tetap memenuhi prinsip syariah dapat dicapai dengan adanya penciptaan aspek transparansi yang efektif dalam operasionalisasi industri perbankan syariah.

161

Ibid., pasal 62 ayat (2) huruf d dan e. 162


(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Dari uraian bab-bab di muka, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. GCG pada perbankan syariah yang diatur dalam PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksaaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah merupakan suatu tata kelola bank syariah yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), profesional (professional), pertanggungjawaban (responsibility) dan kewajaran (fairness). Pelaksanaan GCG pada perbankan syariah juga harus memenuhi prinsip syariah yang tercermin dengan adanya pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah.

2. DPS yang keberadaannya wajib dimiliki oleh setiap perbankan syariah mempunyai peran yang sangat penting yaitu memastikan semua produk dan prosedur perbankan syariah telah memenuhi prinsip syariah. Hal ini merupakan aspek yang terpenting dalam perbankan syariah karena menyangkut reputasi perbankan syariah di mata masyarakat sebagai cermin bank yang benar-benar telah memenuhi prinsip syariah (Islami) dalam aktivitasnya.

3. Bentuk aspek transparansi kondisi Bank dalam rangka pencapaian GCG pada perbankan syariah antara lain kondisi keuangan terkait kinerja dan posisi keuangan bank, sistem pengendalian intern, strategi manajemen, kontrol dan eksposur resiko,


(42)

kebijakan akuntansi, sistem teknologi informasi, dasar manajemen bisnis dan informasi Corporate Governance. Penerapan aspek transparansi dalam perbankan syariah sangat penting dalam pencapaian tujuan GCG karena dengan prinsip transparansi sudah bisa dipastikan bahwa perbankan syariah telah memenuhi kewajiban hukum dan peraturan lainnya yang menggambarkan penilaian masyarakat terhadap reputasi perbankan yang bersangkutan.

B. Saran

1. Ketentuan pelaksaan GCG pada perbankan syariah merupakan suatu peraturan yang baru, yang mulai berlaku efektif sejak Januari 2010 karena sebelumnya pelaksanaan GCG perbankan syariah mengacu pada PBI No. tentang Pelaksanaan GCG bagi bank konvensional, untuk itu perlu dilakukan sosialisasi yang lebih banyak mengenai peraturan baru ini agar pelaksaan GCG pada perbankan syariah dapat berjalan seefektif mungkin 2. Peran DPS pada perbankan syariah begitu penting, untuk itu perlu

dilakukan pengoptimalisasian peran DPS pada perbankan syariah. Selain itu ketentuan untuk menjadi DPS harus diperketat karena seorang DPS tidak hanya mempunayi ilmu di bidang fiqih saja tapi juga harus menguasai hukum positif di Indonesia khususnya yang terkait dengan kontrak bisnis karena karena ini terkait dengan reputasi bank syariah di mata masyarakat.


(43)

3. Aspek transparansi merupakan aspek terpenting dalam pelaksanaan GCG. Ini haris lebih menjadi perhatian perbankan syariah karena di masa krisis

financial sekarang banyak terjadi kasus fraud (penipuan manipulasi keuangan) perusahaan yang ujung-ujungnya menghancurkan perusahaan tersebut. Untuk itu aspek transparansi ini harus menjadi perhatian yang besar pada perbankan syariah demi kelangsungan usaha perbankan syariah itu sendiri.


(44)

BAB II

KETENTUAN MENGENAI PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PERBANKAN SYARIAH BERDASARKAN PERATURAN BANK

INDONESIA NO. 11/33/PBI/2009

A. Latar Belakang Lahirnya GCG pada Perbankan Syariah

Istilah Good Corporate Gonernance pada awalnya muncul sekitar tahun 1970-an di Amerika Serikat. Istilah ini muncul setelah terjadi beberapa skandal korporasi dan praktek korupsi yang dilakukan dalam suatu perusahaan. Pada awalnya, GCG lahir karena adanya dorongan tuntutan eksternal agar perusahaan tidak melakukan suatu kebohongan publik. Tekanan ini semakin memuncak saat terkuaknya kasus skandal beberapa perusahaan Amerika Serikat seperti Enron Corp. dan Worldcom yang mendorong lahirnya GCG sebagai cara untuk penyehatan perusahaan.29

Praktik manipulasi data keuangan yang banyak dilakukan perusahaan di Amerika Serikat tersebut jelas merugikan publik dan dianggap sebagai tindakan illegal sehingga lahirlah aturan hukum yang dikenal dengan Sarbanes Oxley Act

(SOX). SOX lahir ditujukan untuk mengambil alih fungsi pengawasan atas auditor yang selama ini dilakukan oleh American Institute of Certified Public Accountants (AICPA).30 SOX didesain untuk mencegah adanya praktek illegal

sejenis yang dilakukan internal perusahaan yang dapat merugikan publik.

29

Anto, “ Model Good Corporate Governance”, <http://www.Anthoex.multiply.com/journal/item.html>, diakses tangal 23 September 2010

30

Business week, No.33/1/20 januari/2003, hal 44 dikutip dari Prof. Bismar Nasution,


(45)

Penerapan prinsip-prinsip GCG juga dirasakan sangat penting dalam industri perbankan. Bank sebagai jantung dan motor penggerak perekonomian suatu negara harus menerapkan prinsip GCG. William A. Lovette mengatakan, “Bank and financial institution collect money and deposit from all elements of society and invest these fund in loans, securities and various other production assets”.31

Pentingnya peran dan fungsi bank itu diketahui dari beberapa aspek bisnis yang dianggap paling menarik karena bisnis tersebut dimulai dan didanai oleh masyarakat. Oleh karena itu, dalam menjalankan fungsi utama bank, yaitu untuk memobilisasi dana masyarakat dan menyalurkan dana tersebut dalam bentuk kredit kepada penggunanya atau investasi yang efektif dan efisien, mka perlu didukung dengan peraturan yang cukup yang tidak terpisahkan dari prinsip-prinsip GCG.32

GCG yang efektif pada bank dan nasabah pengguna dana adalah salah satu pilar penting yang harus diciptakan untuk mengganti kondisi sosial ekonomi yang lama. Namun GCG tidak hanya penting diberlakukan pada bank konvensional, tetapi juga pada bank syariah. Tanpa adanya penerapan GCG yang efektif, bank syariah akan sulit untuk bisa memperkuat posisi, memperluas jaringan, dan menunjukkan kinerjanya dengan lebih efektif. Kebutuhan bank syariah akan GCG menjadi lebih serius seiring dengan makin kompleksnya masalah yang dihadapi,

31

William A. Lovette, Banking and Financial Institution Law, (USA ; West Publishing, Co, 1997), hal. 1 dikutip dari Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi, (Bandung ; Books Terrace & Library, 2007), hal. 152.

32


(46)

dimana permasalahan ini akan mengikis kemampuan bank syariah dalam menghadapi tantangan dalam jangka panjang.33

Beberapa peraturan yang telah dikeluarkan berkaitan dengan penerapan GCG antara lain adalah PBI No. 2/27/PBI/2000 tanggal 15 Desember 2000 tentang Bank Umum, yang mana di dalamnya diatur kriteria yang wajib dipenuhi calon anggota direksi dan komisaris bank umum, serta batasan transaksi yang diperbolehkan atau dilarang dilakukan oleh pengurus bank.34 Kemudian dikeluarkanlah PBI No. 5/8/PBI/2003 tentang penerapan manajemen resiko bagi Bank Umum, yang selanjutnya ditinjaklanjuti dengan diterbitkannya SE No. 5/21/DPNP tanggal 29 September 2003.35

Sekarang sudah dikeluarkan PBI yang lebih spesifik menekankan perlunya penerapan GCG pada perbankan, yaitu PBI No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum. PBI ini juga berlaku bagi bank syariah yang artinya perbankan syariah juga diwajibkan menerapkan prinsip GCG dalam pengoperasian kegiatannya. Namun sejak tahun 2010, PBI No. 8/4/PBI/2006 sudah tidak berlaku lagi bagi bank syariah. Sebagai gantinya, telah dikeluarkan PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksaan GCG bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Latar belakang dikeluarkannya PBI ini adalah bahwa pelaksaan GCG di dalam industri perbankan syariah harus memenuhi prinsip

33

M. Umer Chapra & Habib Ahmed, “Corporate Governance Lembaga Keuangan Syariah”, (Jakarta : Bumi Aksara, cetakan pertama, 2008), hal. 13-14.

34

Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, Op. cit., hal. 117. 35


(47)

syariah. Hal inilah yang membedakan GCG antara bank konvensional dengan bank syariah.36

Pelaksanaan GCG yang memenuhi prinsip syariah yang dimaksudkan dalam PBI ini tercermin dengan adanya pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah dalam pengelolaan kegiatan perbankan syariah. Selain itu, pelaksanaan GCG yang diatur dalam PBI ini juga merupakan amanah dari Pasal 34 Undang-Undang No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang mewajibkan perbankan syariah untuk melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip GCG karena ketidaksesuaian tata kelola bank dengan prinsip syariah akan berpotensi menimbulkan berbagai resiko terutama resiko reputasi bagi perbankan syariah.37

Komite Cadbury mendefinisikan corporate governance sebagai sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada

B. Defenisi dan Prinsip Dasar GCG pada Perbankan Syariah

Istilah GCG telah dikenal secara luas sejak dua dekade terakhir ini, tetapi cabang-cabang dari GCG belum sepenuhnya dapat didefenisikan dengan jelas meskipun sejumlah literatur telah membahas masalah ini.

36

BI Keluarkan Aturan Tata Kelola Bank Syariah, <http://www.kontan.co.id/.../BI-Keluarkan-Aturan-Tata-Kelola-Bank-Syariah>, diakses tanggal 20 September 2010.

37


(48)

stakeholders. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham, dan sebagainya.38

Sedangkan OECD mendefinisikan GCG sebagai sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan, board, pemegang saham dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Corporate governance juga mensyaratkan adanya struktur perangkan untuk mencapai tujuan dan pengawasan atas kinerja. Corporate governance yang baik dapat memberikan rangsangan bagi

board dan manajemen untuk mencapai tujuan yang merupakan kepentingan perusahaan dan pemegang saham harus memfasilitasi pengawasan yang efektif sehingga mendorong perusahaan menggunakan sumber daya dengan lebih efisien.39

Menurut Price Waterhouse, corporate governance terkait dengan pengambilan keputusan yang efektif. Dibangun melalui kultur organisasi, nilai-nilai, sistem, berbagai proses, kebijakan-kebijakan dan struktur organisasi, yang bertujuan unruk mencapai bisnis yang menguntungkan, efisien dan efektif dalam mengelola resiko dan bertanggung jawab dengan memperhatikan stakeholders.40

Organization A Economic Cooperation and Development mendefinisikan

corporate governance sebagai sekumpulan hubungan antara pihak manajemen

38

Komite Cadbury (1992). The Business Roundtable, Statemen on Corporate Governance (Washington DC., 1997), hal. 1 dalam Mishardi Wilamarta, “ Hak Pemegang Saham Minoritas dalam Rangka Good Corporate Governance”, ( Jakarta : Program Pascasarjana, FH UI, cetakan kedua, 2002), hal. 40 dikutip dari Indra Surya & Ivan Yustiavandana, Op.cit. , hal 24-25.

39

Iman Sjahputra Tunggal & Amin Widjaja Tunggal, “ Membangun Good Corporate Governance (GCG)”, (Jakarta : Harvarindo, cetakan pertama, 2002), hal.2 dikutip dari Indra Surya & Ivan Yustiavandana, Op. cit., hal. 25.

40

Price Waterhouse Coopers, Conceptual Model of Corporate Governance Defenition,” (Makalah disampaikan pada BPPN Workshop for Recapitalised, Jakarta, 27 September 2000) dalam Misahardi Wilamarta “ Hak Pemegang Saham Minoritas dalam Rangka Good Corporate Governance”, ( Jakarta : Program Pascasarjana, FH UI, cetakan kedua, 2002), hal. 37 dikutip dari Indra Surya & Ivan Yustiavandana, Op.cit. , hal 26.


(49)

perusahaan, board dan pemegang saham, dan pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap perusahaan.41 Sedangkan Earnst & Young mendefinisikan

corporate governance terdiri atas sekumpulan mekanisme yang saling berkaitan yang terdiri dari atas pemegang saham institusional, dewan direksi dan komisaris, para manajer yang dibayar berdasarkan kinerjanya, pasar sebagai pengendali perseroan, struktur keuangan, investor terkait dan persaingan produk.42

Sedangkan PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah menyebutkan GCG adalah suatu tata kelola bank yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), profesional (professional) dan kewajaran (fairness).43

Prinsip dasar pelaksanaan GCG yang diatur dalam PBI dapat dijabarkan sebagai berikut :

Namun PBI ini menekankan bahwa pelaksanaan GCG pada perbankan syariah harus memenuhi ketentuan prinsip syariah (yang telah ditentukan dalam hukum Islam) yang merupakan ketentuan dasar dalam pengelolaan perbankan yang berbasis syariah.

44

1. Prinsip keterbukaan

Prinsip ini maksudnya keterbukaan dalam mengemukakan fakta yang materil dan relevan mengenai produk perbankan syariah dan kondisi perbankan itu sendiri serta terbuka dalam proses mengambil keputusan. Jadi pihak pengelola

41

Forum for Corporate Governance Indonesia, dikutip dari Johannes Ibrahim, “ Hukum Organisasi Perusahaan: Pola Kemitraan dan Badan Hukum” (Bandung:Ferika Aditama, 2006), hal. 70.

42

Hessel Nogi S. Tangkilisan, “Mengelola Kredit Berbasis GCG”, (Yogyakarta:Balairung, 2003), hal. 12 dikutip dari Dr. Johannes Ibrahim Op. cit., hal. 69-70.

43

Undang-Undang No. 21 Tahun 2008, Op. cit., Pasal 1 angka 10. 44


(50)

perbankan syariah harus bersikap transparan dengan nasabah melalui jalinan komunikasi yang baik dan berkesinambungan.

Di samping itu, para pengelola perbankan syariah harus meletakkan tanggung jawab yang sebesar-besarnya terhadap keselamatan dana yang telah dipercayakan nasabah kepada mereka. Dengan kata lain The corporate governance framework harus memastikan bahwa pengungkapan yang akurat dan tepat waktu memuat seluruh hal yang material atas perusahaan, termasuk kondisi keuangan, kinerja, kepemilikan dan tata kelola atas perusahaan.45

2. Prinsip akuntabilitas

Praktek operasional perbankan syariah harus benar-benar dijalankan sesuai prinsip syariah. Dalam hal ini terdapat peran penting Dewan Pengawas Syariah dalam mengawasi operasional perbankan syariah agar tetap berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Dengan semakin meluasnya jaringan perbankan syariah, maka DPS harus lebih meningkatkan perannya secara efektif.

Selain itu, para praktisi perbankan syariah wajib mengikuti pengkajian atau training ekonomi syariah secara berkelanjutan.46 Karena saat ini masih banyak praktisi bank syariah belum memahami ekonomi syariah dan fiqih muamalah ekonomi. Banyak petinggi perbankan syariah tampaknya tidak begitu peduli akan realitas minimnya pengetahuan kesyariahan para karyawan bank syariah.47

45

Ari Wibowo, “Membangun Perbankan Syariah Menuju Good Corporate Governance”. <http://pesantren.uii.ac.id>, diakses tanggal 23 september 2010.

46

Ibid.

47


(51)

Praktek penerapan prinsip ini bisa dilihat dengan adanya;48 a. Pelaksanaan RUPS, penilaian kinerja secara periodik

b. Memasukkan implementasi GCG di tiap unit kerja sebagai bagian dari strategi fungsional dalam RKAP tahunan

c. Penerapan annual disclosure jajaran perusahaan

d. Pembuatan pernyataan dan komitmen unit kerja untuk

mengimplementasikan GCG 3. Prinsip pertanggungjawaban

Prinsip ini lebih menekankan pada kesesuaian pengelolaan bank terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku demi terciptanya sistem pengelolaan perbankan yang sehat.49

Prinsip pertanggungjawaban dari GCG ini membawa konsekuensi lebih lanjut tentang pentingnya Corporate Social Responsibility pelaku perbankan tentang peran serta perbankan dalam mewujudkan tanggung jawab sosialnya terhadap lingkungan disekitarnya. Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan untuk tumbuh secara berkelanjutan, tetapi juga harus memperhatikan keadaan lingkungan di sekitarnya. Kasus pemboikotan warga terhadap produk barang dan jasa, perlawanan terhadap perusahaan atau

Prinsip ini juga mengandung arti untuk lebih memperhatikan kepentingan stakeholders perbankan dengan tujuan unutk meningkatkan nilai tambah dari produk dan jasa bagi stakeholders tersebut.

48

Luqman H2O under, “Penerapan System Syariah Terhadap GLC’s pada Sektor Perbankan, <http://www.luqmannomic.wordpress.com/.../penerapan-system-syariah-terhadap-glc’s-pada sektor-perbankan/>, diakses tanggal 26 September 2010.

49

Khotibul Umam, Karina Dwi Nugrahati P dan Sekar Ayu, “ Implementasi GCG : Upaya Meningkatkan Keparcayaan Pada Bank Syariah”, <http://www.ekisonline.com>, diakses terakhir tanggal 20 September 2010.


(52)

pengrusakan citra merek tertentu merupakan harga yang harus dibayar ketika suatu perusahaan dipermasalahkan oleh warga sekitar lingkungannya.50

Selain itu prinsip pertanggungjawaban juga dilakukan untuk memenuhi agar perbankan syariah dapan menjaga kelangsungan usahanya maka bank harus berpegang pada prinsip kehati-hatian (prudencial banking practice) dan menjamin terlaksananya ketentuan yang berlaku.51

Penerapan prinsip responsibilitas dapat dilakukan dengan cara; 52

a. Membuat berbagai pedoman kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk dilaksanakan

b. Membentuk unit pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah secara profesional yang terpisah dengan pemberdayaan ekonomi mikro dan koperasi

c. Pengelolaan pajak dan produk layanan masyarakat

Jadi pengelolaan operasional perbankan syariah hendaknya dapat dipertanggungjawabkan terhadap stekeholders perbankan itu sendiri. Dengan adanya penerapan prinsip ini secara baik maka hal ini akan menjadi nilai tambah bagi perbankan syariah dalam mengembangkan usahanya di masa mendatang. 4. Prinsip profesional

Prinsip ini menekankan agar pengelolaan perbankan syariah sebaiknya dikelola secara profesional ataupun tanpa adnya tekanan atau pengaruh dari pihak lain sehingga conflict of interest dapat dihindari sejauh mungkin.

50

Ari Wibowo, “Membangun Perbankan Syariah Menuju Good Corporate Governance”. <http://pesantren.uii.ac.id>, diakses tanggal 23 september 2010.

51

Ibid. 52

Luqman H2O under, “Penerapan System Syariah Terhadap GLC’s pada Sektor Perbankan, <http://www.luqmannomic.wordpress.com/.../penerapan-system-syariah-terhadap-glc’s-pada sektor-perbankan/>, diakses tanggal 26 September 2010.


(53)

Jadi sikap seluruh jajaran bank sebagai entitas ekonomi yang mandiri, bebas dari kepentingan sepihak terutama yang berpotensi merugikan stakeholders

dan mampu mengambil keputusan secara obkektif.

Penerapan prinsip independensi dapat dilakukan dengan cara :53 a. Penunjukan komisaris independen dan komite audit

b. Pengambilan keputusan manajemen yang objektif c. Penerapan sistem pengendalian intern yang sehat d. Penerapan fungsi manajemen resiko

5. Prinsip kewajaran

Prinsip ini identik dengan adanya keadilan dan kesetaraan sehingga bank harus senantiasa memperhatikan seluruh kepentingan stakeholders berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran (equal treatment). 54

Menurut Muhammad Syafi’i Antonio, keadilan dalam hukum islam memiliki 3 implikasi, yaitu:

Bank harus memberikan kesempatan kepada seluruh stakeholders untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan bank serta mempunyai akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan.

55

a. Keadilan sosial

Islam menganggap menganggap seluruh umat manusia sebagai suatu keluarga sehingga semua keluarga ini memiliki derajat yang sama di mata Allah.

53

Ibid.

54

Khotibul Umam, Karina Dwi Nugrahati P dan Sekar Ayu, “ Implementasi GCG : Upaya Meningkatkan Keparcayaan Pada Bank Syariah”, <http://www.ekisonline.com>, diakses terakhir tanggal 20 September 2010.

55


(54)

b. Keadilan ekonomi

Adanya keadilan ekonomi akan berdampak pada terpenuhinya hak individu sesuai kontribusinya masing-masing dalam masyarakat.

c. Keadilan distribusi pendapatan

Adanya keadilan distribusi pendapatan maka standar kehidupan setiap individu lebih terjamin. Sisi manusiawi dan kehormatan individu akan lebih terjaga sesuai dengan martabat yang telah melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan.

Prinsip keadilan yang telah tampak jelas diterapkan dalam pengelolaan perbankan syariah adalah dengan tidak adanya diterapkan sistem bunga, tetapi ada penerapan bagi hasil (profit sharing) karena penerapan bunga (riba) dianggap bertentangan dengan hukum Islam. Dengan adanya sistem bagi hasil, pihak perbankan syariah sebagai pemberi modal dengan nasabah atau penerima modal akan menanggung bersama resiko laba ataupun rugi sehingga terjadi proses penyebaran modal yang berdampak pada penyebaran kesempatan berusaha.

C. Tujuan dan Manfaat Penerapan GCG pada Perbankan Syariah

Menurut Mr. Wolfensohn, Presiden Bank Dunia, telah menyimpulkan bahwa tujuan dari GCG adalah untuk mewujudkan keadilan, transparansi dan akuntabilitas.56

56

Financial Times, 21 Juni 1999, diambil dari The Encyclopedia of Corporate Governance dalam artikel yang berjudul “What Corporate Governance” (www.encycogov.com), 11 Juli 2001, hal. 1 dikutip dari M. Umer Chapra & Habib Ahmed, Op. cit., hal. 18.

Jadi dapat dikatakan bahwa tujuan GCG adalah mewujudkan keadilan bagi seluruh stakeholders melalui penciptaan transparansi dan


(55)

akuntabilitas yang lebih besar. Keadilan bagi stakeholders juga bisa diindikasikan dengan peningkatan nilai yang wajar atas penyertaan mereka.

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) berpendapat bahwa penerapan prinsip-prinsip dasar GCG dapat memberikan manfaat sebagai berikut;57

1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders

2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak

rigid (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan

corporate value

3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia

4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan deviden, khusus bagi BUMN akan dapat membantu penerimaan bagi APBN terutama dari hasil privatisasi.

Jadi inti persoalan dari peran GCG adalah menciptakan keseimbangan dari seluruh stakeholders melalui pemisahan aturan formal maupun non-formal, standar dan batasan dibuat untuk mengarahkan dan mengontrol bank agar melindungi kepentingan semua pihak dengan dengan biaya sekecil mungkin.

57

Forum for Corporate Governance in Indonesia, dikutip dari Johannes Ibrahim, Op. cit., hal. 74-75.


(56)

Masalah biaya ini sangat penting karena jika biayanya tinggi maka akan menyebabkan kepentingan seluruh stakeholders menjadi tidak aman.

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk melindungi kepentingan

stakeholders, antara lain dengan penerapan disiplin pasar dan nilai-nilai sosial dan masyarakat, peraturan dan pengawasan yang efektif, integritas sistem peradilan, struktur kepemilikan yang baik, dan iktikad baik secara politik untuk berjalannya fungsi GCG secara efektif.58

Pada dasarnya tujuan penerapan GCG pada perbankan syariah diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi stakeholders melalui beberapa tujuan berikut:59

a) Meningkatkan efisiensi, efektifitas dan kesinambungan suatu organisasi yang memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang saham, stakeholders lainnya dan merupakan solusi yang elegan dalam menghadapi tantangan perbankan syariah ke depan

b) Meningkatkan legitimasi perbankan syariah yang dikelola dengan terbuka, adil dan dapat dipertanggungjawabkan

c) Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban stakeholders

d) Pendekatan yang terpadu berdasarkan kaidah-kaidah demokrasi, pengelolaan, partisipasi perbankan syariah secara legitimate

58

Paper La Porta, Lopez-de-salinas, Schleifer dan Vishny (LLSV), 1999; dan studi internasional cross-sectional oleh LLSV, 1998;LLS, 1999; Pistor, 1999; Claessen, Djankov dan Lang, 1999; Bench dan Roell, 1999, dikutip dari M. Umer Chapra & Habib Ahmed, Op. cit., hal.26.

59

Endri, “Penerapan Good Corporate Governance dalam Perbankan Syariah”,<http://www.tazkiaonline.com.mht>, diakses tanggal 20 September 2010.


(1)

1. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, Prof. dr. Syahril Pasaribu DTM&H, M.Sc.(CTM), Sp.A(K).

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M. Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

Bapak Syarifuddin Hasibuan, S.H., M.Hum.,DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

Bapak Muhammad Husni, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi, Guru Besar dan Dosen Hukum Ekonomi serta Dosen Pembimbing I. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala bantuan dan dukungannya yang sangat berarti dan bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Jurusan Departemen Hukum Ekonomi, Guru Besar dan Dosen Hukum Ekonomi serta Dosen Pembimbing II. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala bantuan, kritikan, saran, bimbingan, dan dukungan yang sangat berarti dan bermanfaat hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Syamsiar Yulia, S.H., CN, selaku Dosen Wali. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala bantuan sejak baru menjadi mahasiswa baru sampai sekarang selesai menyelesaikan pendidikan.


(2)

6. Ucapan terima kasih kepada seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas segala ilmu yang telah diberikan.

7. Ucapan terima kasih spesial kepada my lovely sisters Kak May, Uni Any yang sering membantuku dan memberikan nasehat dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Ucapan terima kasih kepada my only one brother “Boim” yang sering membantuku menyelesaikan skripsi ini.

9. Ucapan terima kasih yang spesial kepada Deni yang selalu menghibur dan mendukungku di saat ‘down’ dan membantuku dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

10. Yang paling terakhir ucapan terima kasih kepada ‘my best friend’ Amanda, Domi dan Opi yang selalu menemaniku di kampus dan perkuliahan selama 3 tahun lebih ini. Dan buat teman-teman lain di kampus yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Salam Hormat,


(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iv

ABSTRAKSI vi

BAB Ι PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Perumusan Masalah 7

C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan 7

D. Keaslian Penulisan .9

E. Tinjauan Kepustakaan 9

F. Metode Penulisan 18

G. Sistematika Penulisan 20

BAB ΙΙ KETENTUAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PERBANKAN SYARIAH BERDASARKAN PERATURAN BANK INDONESIA NO. 11/33/PBI/2009

A. Latar belakang lahirnya ketentuan penerapan Good Corporate

Governance pada Perbankan Syariah 22

B. Defenisi dan prinsip dasar Good Corporate Governance pada

Perbankan Syariah 25

C. Tujuan dan manfaat penerapan Good Corporate Governance pada

Perbankan Syariah 32

D. Ruang lingkup penerapan Good Corporate Governance pada

Perbankan Syariah………35

BAB ΙΙΙ PERAN PENTING DEWAN PENGAWAS SYARIAH DALAM PEMENUHAN PRINSIP SYARIAH DALAM PELAKSANAAN

GOOD CORPORATE GOVERNANCE BERDASARKAN

PERATURAN BANK INDONESIA NO. 11/33/PBI/2009 A. Keberadaan dan kedudukan Dewan Pengawas Syariah dalam


(4)

B. Syarat dan keanggotaan Dewan Pengawas Syariah dalam Perbankan

Syariah 51

C. Peran penting Dewan Pengawas Syariah dalam Perbankan

Syariah 53

D. Tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah dalam pemenuhan prinsip syariah alam pelaksanaan Good Corporate

Governance Perbankan Syariah 56

BAB ΙV BENTUK PENERAPAN ASPEK TRANSPARANSI KONDISI BANK DALAM RANGKA PENCAPAIAN GOOD CORPORATE

GOVERNANCE PADA PERBANKAN SYARIAH

BERDASARKAN PERATURAN BANK INDONESIA NO. 11/33/PBI/2009

A. Pentingnya penerapan aspek transparansi pada Perbankan

Syariah 63

B. Pihak-pihak yang terkait dalam penerapan aspek transparansi pada

Perbankan Syariah 69

C. Bentuk-bentuk penerapan aspek transparansi pada kondisi Bank dalam rangka pencapaian Good Corporate Governance Perbankan

Syariah………..76 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 84

B. Saran 85


(5)

Good Corporate Governance (GCG) Pada Perbankan Syariah di Indonesia Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit

Usaha Syariah

*) Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H. **) Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum. ***) Siti Hadizah Purba

ABSTRAKSI

GCG merupakan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, pertanggungjawaban, profesional dan kewajaran. Seperti halnya dengan perbankan konvensional, perbankan syariah yang kini mengalami pertumbuhan yang pesat juga wajib melaksanakan GCG sesuai dengan amanat Pasal 34 Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan kemudian diatur lebih lanjut dalam PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dengna ketentuan bahwa GCG pada perbankan syariah harus memenuhi prinsip syariah (sharia compliance).

Yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana ketentuan mengenai prinsip GCG pada perbankan syariah berdasarkan PBI No. 11/33/PBI/2009, bagaimana peran DPS dalam pemenuhan prinsip syariah dalam pencapaian GCG pada perbankan syariah berdasarkan PBI No. 11/33/PBI/2009 dan bagaimana penerapan aspek transparansi kondisi bank dalam pencapaian pelaksanaan GCG pada perbankan syariah berdasarkan PBI No. 11/33/PBI/2009.

Metode penulisan yang dipakai untuk menyusun skripsi ini adalah penelitian kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan dari buku, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan hasil tulisan ilmiah lainnya yang erat kaitannya dengan maksud tujuan daripada penyusunan karya ilmiah ini.

Pelaksanaan GCG pada perbankan syariah diatur secara rinci dalam PBI No. 11/33/PBI/2009 yaitu pelaksanaan GCG pada perbankan syariah harus memenuhi prinsip syariah. Pelaksaaan GCG juga menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), profesional (professional), pertanggungjawaban (responsibility) dan kewajaran (fairness). Dalam pencapaian GCG pada perbankan syariah diperlukan peran penting DPS yang bertugas memastikan semua produk dan kegiatan perbankan syariah telah memenuhi prinsip syariah. Selain itu dalam pencapaian GCG pada perbankan syariah diperlukan perhatian penting terhadap aspek transparansi kondisi bank untuk menjaga reputasi perbankan syariah di mata masyarakat bahwa pelaksanaan GCG pada perbankan syariah telah sesuai dengan prinsip syariah seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan


(6)

Syariah dan kemudian diatur lebih lanjut dalam PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.

Kata kunci: Good Corporate Governance, Perbankan Syariah, Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009.

*) Dosen Pembimbing I **) Dosen Pembimbing II