c. Membedakan gangguan sensori dan neural; pada gangguan pendengaran
sensorineural d.
Dapat memeriksa gangguan pendengaran fungsional berpura-pura dan juga dapat dilakukan pada pasien yang sedang tidur bahkan pada keadaan
koma
2.7.3. Syarat untuk Menghasilkan Emisi Otoakustik
Beberapa syarat yang diperlukan untuk mendapatkan hasil emisi otoakustik yang tepat adalah sebagai berikut :
a. Liang telinga luar tidak obstruksi
b. Menutup rapat-rapat liang telinga dengan probe
c. Posisi yang optimal dari probe
d. Tidak ada penyakit telinga tengah
e. Sel rambut luar masih berfungsi
f. Pasien kooperatif
g. Lingkungan sekitar tenang
Gambar 2.6. Emisi otoakustik pada bayi baru lahir Norton and Stoner, 1994
2.7.4. Pembagian Emisi Otoakustik
Seiring dengan perkembangan teknologi, terdapat empat jenis emisi otoakustik yang digunakan saat ini yaitu :
a. Spontaneous Otoacoustic Emissions SOAEs
b. Transient Evoked Otoacoustic Otoacoustic Emissions TEOAEs
c. Distortion Product Otoacoustic Emissions DPOAEs
d. Sustained Frequency Otoacoustic Emissions SFOAEs
2.7.4.1. Spontaneous Otoacoustic Emissions
Spontaneous Otoacoustic Emissions merupakan emisi suara tanpa adanya rangsangan bunyi secara spontan. Respon non stimulus ini biasanya diukur
dalam rentang frekuensi perekaman yang sempit 30Hz dalam liang telinga luar. Perekaman Spontaneous Otoacoustic Emissions biasanya berada dalam rentang
frekuensi 500-7000 Hz. Pada umumnya Spontaneous Otoacoustic Emissions tidak terjadi pada setiap pasien yang diperiksa. Oleh karena itu, tidak adanya
Spontaneous Otoacoustic Emissions bukan pertanda adanya ketidaknormalan pendengaran dan biasanya tidak berhubungan dengan adanya tinnitus.
Spontaneous Otoacoustic Emissions tidak ditemukan pada individu dengan ambang dengar 30 dB HL.
2.7.4.2. Transient Evoked Otoacoustic Emissions
Transient Evoked Otoacoustic Emissions merupakan emisi suara yang dihasilkan oleh rangsangan bunyi dengan menggunakan durasi yang sangat
pendek, biasanya bunyi click, tetapi dapat juga tone burst. Transient Evoked Otoacoustic Emissions merupakan emisi otoakustik yang pertama kali digunakan
dalam klinik. Stimulus yang diberikan sekitar 60-80 dB SPL. Transient Evoked Otoacoustic Emissions menunjukkan kondisi beberapa bagian koklea dan
sekaligus menilai status fungsi koklea pada tingkatan mendekati ambang stimulus.
2.7.4.3. Distortion Product Otoacoustic Emissions
Distortion Product Otoacoustic Emissions merupakan emisi sebagian respon dari dua rangsangan yang berbeda frekuensi. Stimulus terdiri dari dua
bunyi murni pada dua frekuensi f1, f2; f2f1 dan dua level intensitas L1, L2. Suatu rasio f1f2 menghasilkan Distortion Product Otoacoustic Emissions
terbesar pada 1,2 untuk frekuensi tinggi dan rendah pada 1,3 untuk frekuensi sedang. Untuk menghasilkan respon optimal, atur intensitasnya sehingga L1
menyamai atau melebihi L2. Penyesuaian 6566 dB SPL L1-L2 adalah yang
sering digunakan. Distortion Product Otoacoustic Emissions dapat memperoleh frekuensi yang spesifik dan dapat digunakan untuk merekam frekuensi yang lebih
tinggi dari Transient Evoked Otoacoustic Emissions. Distortion Product Otoacoustic Emissions dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan koklea
akibat obat-obat ototoksik dan akibat pajanan suara bising.
2.7.4.4. Sustained Frequency Otoacoustic Emissions
Sustained Frequency Otoacoustic Emissions merupakan emisi suara sebagai respon dari nada yang berkesinambungan. Secara klinis tidak digunakan
karena antara rangsangan bunyi dan emisi otoakustik tumpang tindih di liang telinga overlap sehingga mikrofon merekam keduanya.
2.7.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Emisi Otoakustik 2.7.5.1. Nonpatologi