PENDAHULUAN Gambaran Emisi Otoakustik Pada Bayi Baru Lahir Dengan Berbagai Faktor Risiko Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 Sampai Juni 2012

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan berat lahir antara 2500-4000 gram, cukup bulan, ketika lahir langsung menangis dan tidak ada kelainan kongenital cacat bawaan yang berat Kosim, 2007. Ada banyak kriteria menentukan bayi baru lahir normal dimulai dari ciri-ciri bayi baru lahir, refleks-refleks fisiologis serta penanganan yang harus segera dilakukan setelah bayi lahir. Salah satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah gangguan pendengaran tuli bawaan pada bayi yang baru lahir. Gangguan pendengaran sering diabaikan sejak dini karena orang tua tidak langsung menyadari adanya gangguan pada anaknya. Kadang-kadang anak dianggap sebagai anak autis atau hiperaktif karena sikapnya yang sulit diatur. Oleh karena itu, diagnosa dini gangguan pendengaran pada bayi tidaklah mudah, seringkali baru diketahui setelah usia 2-3 tahun. Di Poliklinik THT Komunitas Rumah Sakit Dokter Cipto Mangunkusumo RSCM pada tahun 1992-2006, didapatkan 3.087 bayi atau anak yang tuli saraf bilateral berat dengan usia terbanyak adalah 1-3 tahun Suwento, 2007. Gangguan pendengaran yang terjadi pada usia prasekolah dapat berpengaruh pada perkembangan berbicara, sosial, emosional, tingkah laku, perhatian dan prestasi akademik. Oleh karena itu, mengetahui adanya gangguan pendengaran sedini mungkin penting untuk menentukan kelangsungan hidup individu Haddad Jr. J., 2004. Skrining awal pendengaran pada bayi baru lahir dapat dilakukan dengan baik dengan menggunakan alat emisi otoakustik yang saat ini merupakan pemeriksaan baku emas. Tentu saja dengan adanya upaya deteksi dini, diharapkan rehabilitasi menggunakan alat bantu dapat dilakukan segera mungkin untuk memperoleh hasil yang lebih baik sehingga terjadi perbaikan dalam hal perkembangan bahasa dan pertambahan kosakata anak Zizlavsky, 2008. Dengan menggunakan alat emisi otoakustik, pemeriksa dapat mendeteksi adanya kerusakan koklea yang disebabkan oleh obat-obat otoakustik, suara bising dan hipoksia Norton, 1994. Penggunaan alat emisi otoakustik ini juga dikarenakan metoda ini objektif, aman dan tidak memerlukan prosedur yang invasif atau pengobatan sebelum dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan emisi otoakustik ini juga cepat karena hanya memerlukan waktu beberapa detik sampai menit dan mudah karena dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa memerlukan keahlian khusus Lee K. J., 2003. Survei kesehatan indera pendengaran yang dilakukan pada 7 provinsi di Indonesia pada tahun 1994-1996 mendapatkan prevalensi tuli sejak lahir sebesar 0,1 dari 19.375 sampel yang diperiksa. Dari angka tersebut dapat diperkirakan berapa jumlah penderita ketulian pada penduduk Indonesia saat ini Hendarmin H., 2006. Suleh dan Djelantik pada tahun 1999 di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung, melaporkan dari 212 bayi yang dilakukan pemeriksaan emisi otoakustik ditemukan 3 bayi dengan hasil refer pada kedua telinganya. Conolly pada tahun 2005, menemukan gangguan pendengaran sebanyak 1 dari 811 kelahiran tanpa faktor resiko dan 1 dari 75 kelahiran dengan faktor resiko Sokol, 2002. Di Bulacan-Philipina, dari 724 bayi baru lahir dijumpai 708 97,8 bayi dengan pendengaran normal, 7 1,0 bayi mengalami tuli unilateral, 8 1,1 bayi mengalami tuli ringan bilateral dan 1 0,1 bayi mengalami tuli berat bilateral Chiong C., 2007. Di Liguria, Italia, dari 3.238 bayi baru lahir yang dilakukan pemeriksaan emisi otoakustik, didapatkan sebanyak 3.180 bayi 98,2 memberikan hasil pass dan sebanyak 58 bayi 1,8 memberikan hasil refer Calevo M. G., 2007. Menurut data WHO tahun 2007, prevalensi gangguan pendengaran pada populasi penduduk Indonesia diperkirakan 4,2 sehingga berdasarkan data tahun 2002 bila jumlah penduduk Indonesia sebesar 221.900.000 maka 9.319.800 penduduk Indonesia diperkirakan menderita gangguan pendengaran. Di Rumah Sakit Umum dan Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2008 dilakukan penelitian skrining pendengaran pada bayi baru lahir dengan menggunakan emisi otoakustik. Dari hasil penelitian, didapatkan dari 44 bayi baru lahir yang diperiksa terdapat sebanyak 31 bayi 70,45 dengan hasil bilateral pass dan sebanyak 13 bayi 29,95 dengan hasil refer baik bilateral maupun unilateral Trihandani O., 2008. Penelitian yang dilakukan pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah didapatkan dari 64 bayi berat lahir rendah terdapat sebanyak 45 bayi 70,3 pass bilateral, 10 bayi 15,6 refer bilateral, 2 bayi 10,9 pass unilateral dan 3 bayi 4,6 refer unilateral Sigit, 2011. Di Yogyakarta didapatkan dari 31 bayi baru lahir dengan asfiksia sebanyak 15 bayi 48,38 pass bilateral dan sebanyak 16 bayi 51,61 refer bilateral maupun unilateral Hakim L., 2011. 1.2.Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, didapatkan rumusan masalah berupa: “Gambaran Emisi Otoakustik Sebagai Skrining Awal Pendengaran pada Bayi Baru Lahir dengan Berbagai Faktor Risiko di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.” 1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui gambaran hasil pemeriksaan emisi otoakustik pada bayi baru lahir dengan berbagai faktor risiko.

1.3.2. Tujuan Khusus

Mengetahui gambaran faktor resiko yang menyebabkan gangguan pendengaran pada bayi baru lahir. 1.4.Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat : a Memberikan informasi kepada masyarakat luas, khususnya orang tua mengenai pemeriksaan emisi otoakustik sebagai evaluasi pendengaran pada bayi baru lahir. b Memberikan pengetahuan, wawasan, dan keterampilan kepada peneliti mengenai gambaran hasil pemeriksaan emisi otoakustik pada bayi baru lahir. c Sebagai data-data dasar bagi penelitian selanjutnya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA