Studi Literatur Tinjauan Umum Perancangan

12

2.1.2 Studi Literatur

Bangunan gedung DPRD kabupaten memiliki beberapa persyaratan terlampir 5 yang telah ditetapkan oleh Mentri Pekerjaan Umum Republik Indonesia yang merupakan satu kesatuan pengaturan dalam keputusan yang telah dikeluarkan oleh Mentri Pekerjaan Umum Republik Indonesia. Selain itu untuk literatur- literatur lain untuk mendukung penyelesaian proyek ini antara lain Data Arsitek edisi 33 jilid 2, Dimensi manusia dan ruang interior, Inventarisasi arsitektur di Maluku Utara, dan literatur-literatur lainnya. 2.1.2.1 Data Arsitektu edisi 33 jilid 2, Ernst Neufert Pada literatur pertama dalam buku ini, ada beberapa pembahasan mengenai bangunan gedung pada umumnya yang dapat digunakan untuk menyelesaikan proyek ini. v Gedung atau ruangan kantor pemerintahan Kemajuan mekanisme dan otomatisasi telah mengubah tuntutan persyaratan terhadap ruangan perkantoran dan menghasilkan tuntutan baru dari para karyawan, yang menghendaki rehabilitasi dari gedung perkantoran yang ada. Gedung atau ruangan kantor pemerinahan dibuat saling berhubungan atau memiliki keterkaitan antara 1 ruangan dengan ruangan yang lainnya, maksudnya agar memudahkan para pengguna bengunan yang berada didalamnya dengan tuntutan pekerjaan yang membutuhkan kecepatan dan juga ketelitian. Seperti perubahan tata ruang gedung Administrasi VI di Gutersloh oleh pemerintah setempat. Perubahan yang dilakukan antara lain, membuat tempat kerja yang kualitasnya setara atau memasukkan sistem tata letak interior perkantoran, Instalasi gedung seperti mekanikal elektrikal dsb, dan juga fungsi organisasi ruang. Beberapa contoh rehabilitasi adalah restrukturisasi dari gedung Administrasi VI di Gutersloh, seperti terlihat pada gambar 2.1. dibawah ini. 13 Gambar 2.1. Penyelesaian 1 : 1976, gedung Administrasi VI di Gutersloh Sumber: Data Arsitek Jilid II, 2002 Bangunan gedung dan kantor pusat yang baru untuk gedung Administrasi VI di Gutersloh, disebabkan karena ketidakpuasan dan ketidaknyamanan karyawan di dalam gedung walaupun gedung ini sangatlah besar dan juga sangat luas. Berikut ini adalah perubahan berkelanjutannya pada tahun 1985, seperti terlihat pada gambar 2.2. dibawah ini. Gambar 2.2. Pengubahan ruang yang lebih lengkap : 1985 Sumber: Data Arsitek Jilid II, 2002 Pada pengubahan ruang pada tahun 1985 ini lebih lengkap dari pada tahun 1976 dengan restrukturisasi dari ruangan kecil dan ruangan kelompok dan perbaikan dari kualitas tempat kerja untuk menyusul ketinggalannya atas fleksibilitas teknik perkantoran pada masanya, pembaharuan pengelompokannya, pengelolaan area ruang kerja, dan penekanan biaya oprasionalnya. 14 v Jenis meja kerja yang digunakan a. Penataan meja kerja sejajar b. Penataan meja kerja berbentuk huruf L a. Penataan meja kerja tunggal Gambar 2.3. Jenis dan ukuran penataan meja kerja yang akan digunakan Sumber: Data Arsitek Jilid 2, 2002 Seperti terlihat pada gambar 2.3. diatas , penataan meja kerja secara sejajar seperti terlihat pada gambar a dengan ukuran meja kerja 1,56x0,8 m² memakai tempat penyimpanan berkas membuat para pegawai kurang leluasa dalam bergerak sehingga membuat pekerja menjadi tidak nyaman dalam ruang kerjanya. Meja kerja dengan bentuk huruf L b, memiliki 2 buah meja yang ditata menyerupai huruf L dengan ukuran 1,56x0,8 m². Meja kerja dengan bentuk huruf L ini dianggap lebih nyaman karena memiliki tempat kerja sendiripada meja pertama dan juga penyimpanan berkas dan menerima tamu pada meja kerja kedua. Meja kerja tunggal c, biasanya meja dengan jenis dan penataan seperti ini sering digunakan pada kantor-kantor ataupun instansi-instansi, karena sangatlah simpel dan juga memberikan space yang sangat banyak untuk sirkulasi ruangannya. Ukuran meja kerja ini sama dengan ukuran meja pada a dan b yaitu1,56x0,8 m². Ada pula meja kerja lengkap dengan perangkat komputernya, seperti terlihat pada gambar 2.4 dibawah ini . 15 Gambar 2.4. Jenis meja kerja dan ukuranya dengan komputer Sumber: Data Arsitek Jilid 2, 2002 Sikap bekerja yang benar adalah lengan bagian atas dan siku tegak lurus sebesar ±90°, untuk dapat memberi kemungkinan sikap badan yang benar bagi orang- orang dengan ukuran badan yang berbeda-beda, maka ukuran meja dan kursi harus dapat diubah-ubah. Tiga kemungkinan penerapan pekerjaan pada manusia yang sama nilainya dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini. No. Tipe Tinggi meja kerja Tinggi kursi Luas kenyamanan kaki 1. Tempat kerja 1 60-78 cm 42-54 cm 56-70 cm 2. Tempat kerja 2 72 cm 42-50 cm 56-70 cm 3. Tempat kerja 3 72 cm 42-50 cm 56-70 cm Tabel 2.1. Data tinggi dan luas kenyamanan kaki pada kursi dan meja kerja Sumber: Data Arsitek Jilid 2 , 2002 Ada 2 kemungkinan penerapan pekerjaan pada manusia yaitu pada tinggi kursi dan juga meja kerjanya, kursi dengan tinggi 42-54 cm dengan tinggi meja kerjanya adalah 60-78 cm sedangkan kursi dengan tinggi 42-50 cm dengan tinggi meja kerjanya adalah 72 cm. 16 v Pengaturan kebutuhan kursi pada ruangan dan jenisnya. a. Kursi putar b. Kursi putar beroda c. Kursi ayun berputar Gambar 2.5. Jenis kursi dan ukuran geraknya Sumber: Data Arsitek Jilid 2, 2002 Seperti terlihat pada gambar 2.5. diatas , kursi putar a memiliki panjang 40 cm dan memiliki ruang gerak sebesar 60 cm. Kursi putar beroda b memiliki panjang 40 cm dan memiliki ruang gerak sebesar 65 cm kursi ini dapat bergerak lebih leluasa karena memiliki 4 roda pada kakinya. Kursi ayun berputar c memiliki panjang 42 cm dan memiliki ruang gerak sebesar 52 cm kursi ini tidak dapat bergerak namun dapat berputar 360°. v Pengaturan kebutuhan lemari penyimpanan arsip pada ruangan dan jenisnya. a. Lemari arsip b. Lemari arsip dengan koridor Gambar 2.6. Jenis lemari arsip dan ukuranya Sumber: Data Arsitek Jilid 2, 2002 Seperti terlihat pada gambar 2.6. diatas , lemari arsip a memiliki lebar lemari sebesar 62 cm, luas lemari tiap laci untuk menyimpan arsip sebesar 1,30 m², dan tingginya sebesar 1,65 m, jarak bukaan laci lemari dengan lemari satunya sebesar 80 cm, dan jarak antar lemari sebesar 1,40 m dan lemari arsip dengan koridor b 17 memiliki lebar, luas lemari tiap laci, dan tinggi lemari sama dengan lemari arsip a tetapi jarak bukaan laci lemari dengan lemari satunya sebesar 1,15 m dan jarak antar lemari sebesar 1,75 m. v Tempat parkir a b Gambar 2.7. Jenis tempat parkir tegak lurus 90° Sumber: Data Arsitek Jilid 2, 2002 Seperti terlihat pada gambar 2.7. diatas , tempat parkir dengan arak tegak lurus 90° dengan jalan dengan 2 arah keluar masuk kendaraan dengan ukuran tempat parkir yang berbeda. Pada gambar a dengan lebar tempat parkirnya 2,5 m, panjangnya 5 m, dan lebar jalannya 5,50 m dengan 2 arah masuk keluar dan total lebar tempat parkir a adalah 15,50 m, sedangkan pada gambar b lebar tempat parkirnya 2,30 m, panjangnya 5 m, dan lebar jalannya 6,50 m dengan 2 arah masuk keluar dan total lebar tempat parkir a adalah 16,50 m. v Jenis kendaraan dan radius putarannya Gambar 2.8. Mobil pribadi dengan radius putarnya Sumber: Data Arsitek Jilid 2, 2002 Seperti terlihat pada gambar 2.8. diatas , ada beberapa jenis kendaran dan salah satu diantaranya adalah kendaraan pribadi. Kendaraan pribadi ada bermacam- macam ukuran, dari panjang 4,50 m dan lebarnya 1,80 m sampai dengan panjang 5 m sampai dengan 1.90 m. 18 Pada literatur berikutnya dalam buku Persyaratan Teknis Bangunan Gedung yang dikeluarkan oleh Menteri Pekerjaan Umum tahun 1998 yang membahas tentang syarat-syarat bangunan gedung pemerintahan yang berkaitan dengan bangunan mulai dari pembahasan tentang pencahayaan, penghawaan sampai dengan struktur bangunan. 2.1.2.2 Persyaratan Teknis Bangunan Gedung v Tata cahaya • Pencahayaan alami 1. Pemanfaatan pencahayaan alami yang optimal pada bangunan karena merupakan cara yang sangat penting untuk mengurangi beban energi bangunan. 2. Perencanaan pencahayaan alami Pertimbangan perencanaan pencahayaan alami pada bangunan, a. Kaca mengurangi kemampuan tahan panas dari dinding. Jika perlu kemampuan tahan panas dari kaca ditingkatkan dengan penggunaan tirai matahari dan atau kaca ganda. b. Penggunaan sakelar otomatis atau sistem pengendali lainnya agar tingkat pencahayaan buatan dalam bangunan dapat diatur. c. Pengendalian silau pada bangunan, baik dari sumber sinar matahari langsung, langit yang cerah, obyek luar, maupun dari pantulan kaca dan sebagainya. 3. Penentuan besarnya iluminasi mengikuti ketentuan teknis SNI-2396 tentang Penerangan Alami Siang hari untuk Rumah dan Gedung lampiran 6. • Pencahayaan buatan Pencahayaan buatan yaitu dengan penggunaan lampu sesuai kebutuhan dan mempertimbangkan upaya konservasi energi pada bangunan gedung. Ada beberapa pencahayaan dengan menggunakan lampu pada gedung. serbagai pilihan officelight dapat menggunakan beberapa tipe dan jenis lampu, diantaranya: 19 a. Fluorescent Lamp Sangat efektif digunakan untuk penerangan ruang yang membutuhkan penerangan merata seperti: ruang kantor, ruang konferensi, dan ruang perpustakaan. Dapat juga digunakan untuk penerangan area koridor, area gudang, untuk pencahayaan indirect covelighting, pencahayaan ruang basement area parkir bawah tanah, serta untuk pencahayaan belakang bidang backlight. b. Tube Fluorescent Downlight Ruang Kerja merupakan tempat yang membutuhkan tingkat konsentrasi yang tinggi, sehingga area ini memerlukan tingkat penerangan yang cukup. Agar orang lebih nyaman dan dapat bekerja lebih baik. Jenis lampu yang digunakan pada ruang kerja adalah yang dapat mengoptimalkan sumber cahaya Aplikasi pencahayaannya dapat dengan konsep general lighting, yaitu penerangan yang merata, merupakan perpaduan yang ideal lampu tipe office lighting dengan beberapa lampu jenis downlight Namun, dapat juga dengan menambahkan konsep effect lighting, yaitu dengan menggunakan lampu indirect pada langit-langit yang akan menyempurnakan ambience sebuah ruang kerja, Seperti terlihat pada gambar 2.9. dibawah. a. Fluorescent Lamp b. Tube Fluorescent Downlight Gambar 2.9. Officelight Sumber: www.artolite.co.id 20 v Tata udara • Penerapan ventilasi alami. 1. Ventilasi alami harus terdiri dari bukaan permanen, jendela, pintu atau sarana lain yang dapat dibuka. 2. Dengan jumlah bukaan berukuran tidak kurang dari 5 dari luas lantai ruangan yang dibutuhkan untuk di ventilasi. 3. Ke arah halaman berdinding dengan ukuran yang sesuai, atau daerah yang terbuka ke atas, teras terbuka, pelataran parkir, dan yang sejenis. • Ventilasi Dari Ruangan Yang Bersebelahan Ventilasi alami pada suatu ruangan dapat berasal dari jendela, bukaan pintu ventilasi, atau sarana lainnya dari ruangan yang bersebelahan termasuk teras tertutup jika kedua ruangan tersebut berada dalam satuan hunian yang sama atau mempunyai teras tertutup yang menjadi satu. • Ventilasi buatan 1. Penempatan fan harus memungkinkan pelepasan udara secara maksimal dan juga memungkinkan masuknya udara segar, atau sebaliknya. 2. Sistem Ventilasi buatan harus diberikan jika ventilasi alami yang memenuhi syarat tidak memadai. 3. Bilamana digunakan ventilasi buatan, sistem tersebut harus bekerja terus menerus selama ruang tersebut dihuni. Bangunan harus dilengkapi sistem ventilasi buatan untuk membuang udara kotor dari dalam, dan minimal 23 volume udara ruang harus terdapat pada ketinggian maksimal 0,60 meter diatas lantai. v Kebisingan a. Baku Tingkat Kebisingan 1. Salah satu dampak dari usaha atau kegiatan yang dapat mengganggu kesehatan manusia, makhluk lain dan lingkungan adalah akibat tingkat kebisingan yang dihasilkan. 21 2. Baku tingkat kebisingan untuk kenyamanan dan kesehatan harus mengikuti ketentuan dalam standar teknis yang berlaku. b. Dampak Lingkungan Bagi usaha atau kegiatan yang mensyaratkan baku tingkat kebisingan lebih ketat dari ketentuan, maka untuk usaha atau kegiatan tersebut berlaku baku tingkat kebisingan sebagaimana disyaratkan oleh analisis mengenai dampak lingkungan atau ditetapkan oleh ahli yang memiliki sertifikasi sesuai. v Getaran c. Baku Tingkat Getaran 1. Salah satu dampak dan usaha atau kegiatan yang dapat mengganggu kesehatan manusia, makhluk lain dan lingkungan adalah akibat tingkat getaran yang dihasilkan. 2. Baku tingkat getaran untuk kenyamanan dan kesehatan harus mengikuti standar teknis yang berlaku. d. Dampak Lingkungan Bagi usaha atau kegiatan yang mensyaratkan baku tingkat getaran lebih ketat dari ketentuan, maka untuk usaha atau kegiatan tersebut, berlaku baku tingkat getaran sebagaimana disyaratkan oleh analisis mengenai dampak lingkungan atau ditetapkan oleh ahli yang memiliki sertifikasi sesuai. 2.1.2.3 Penentuan lokasi gedung DPRD Kabupaten Halmahera Selatan Penentuan lokasi gedung DPRD Kabupaten Halmahera Selatan agar dapat maksimal maka pemanfaatannya harus dapat memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut: • Berada di kawasan pemerintahan yang lokasinya telah ditentukan oleh pemda setempat pemerintah daerah Kabupaten Halmahera Selatan. • Merupakan satu gedung yang utuh atau single building. • Akses mudah dicapai oleh pengguna gedung, dan • Berada di lokasi yang sangat tenang, keamanannya terjamin dan memiliki akses ke lokasi yang lebih dari satu. 22 2.1.2.4 Bentuk ruang pada gedung DPRD Kabupaten Halmahera Selatan Bentuk ruang yang paling efektif pada gedung DPRD Kabupaten Halmahera Selatan adalah bentuk bujur sangkar karena paling mudah dan fleksibel dalam pengaturan perabot apabila perabot yang dimiliki sangat banyak. Bentuk ini juga paling mudah dalam pengaturan pencahayaan dan juga penghawaan. 2.1.2.5 Pengamanan Untuk menjaga keamanan gedung DPRD Kabupaten Halmahera Selatan perlu antisipasi apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kebakaran, bencana alam, pencurian, dan hewan liar. • Kebakaran Penempatan jalan darurat kearah luar pada tempat-tempat yang aman yang mudah dicapai, pemilihan bahan bangunan yang tidak mudah terbakar, penyediaan alat-alat pemadam kebakaran, dan juga pemasangan alat pendeteksi panas atau api alarm system. • Bencana alam Bencana alam seperti gempa bumi yang tidak dapat diperkirakan waktunya dapat menggunakan panduan yang telah diatur dalam panduan pembangunan gedung dengan struktur tahan gempa yang ada pada SNI 03-1726-1989 yang mengatur tentang standar perencanaan ketahanan gempa untuk struktur pembangunan gedung. • Drainasi Sistem drainasi yang direncanakan secara matang dan juga ketinggian permukaan lantai dasar lebih tinggi dari pada permukaan tanah yang ada disekitar bangunan dapat membuat bangunan lebih aman dari genangan pada halaman gedung ketika hujan dan juga banjir yang tidak dapat diprediksi dan juga memasang sistem penangkal petir yang dipasang pada bangunan tertinggi membuat gedung lebih aman ketika terjadi hujan. • Pencurian atau tindak kejahatan Pemasangan sistem CCTV yang dipasang pada setiap sudut ruangan yang langsung terhubung langsung keruangan keamanan dan juga penjagaan pada sitiap pintu masuk yang ada di gedung DPRD Kabupaten Halmahera Selatan. • Hewan liar dan hama atau serangga Pemilihan bahan dan material bangunan yang tahan terhadap hewan liar dan hama dan mengurangi atau menghindari celah-celah kecil yang dapat dijadikan sarang atau tempat tinggal oleh hewan liar dan juga hama. 23 2.1.2.6 Struktur organisasi gedung DPRD Kabupaten Halmahera Selatan Struktur organisasi gedung DPRD Kabupaten Halmahera Selatan mencakup hal-hal sebagai berikut: • Sekretaris dewan adalah pegawai negeri sipil yang diangkat melalui keputusan bupati atas persetujuan pimpinan DPRD yang bertugas bertanggung jawab atas semua aspek administrasi perkantoran, perencanaan program dan penganggaran, penatausahaan anggaran serta penyusunan laporan kerja dan akuntansi keuangan DPRD. • Kabag umum adalah pegawai negri sipil yang bertugas untuk perencanaan pengadaan dan pengelolaan perlengkapan. • Kabag keuangan adalah pegawai negri sipil yang bertugas untuk melaksanakan pengelolaan administrasi keuangan DPRD dan sekretariatan DPRD Kabupaten Halmahera Selatan. • Kabag pesidangan dan perundang-undangan adalah pegawai negri sipil yang bertugas untuk memfasilitasi penyelenggaraan kegiatan persidangan dan menyusun risalah serta perundang-undangan. 2.1.2.7 Inventarisasi Arsitektur dan Bangunan Gedung di Maluku Utara v Bangunan Sasadu Gambar 2.10. Bangunan adat Sasadu Sumber: Inventarisasi arsitektur di Maluku Utara, 2003 Seperti terlihat pada gambar 2.10 dibawah ini , bangunan Sasadu adalah satu-satu rumah adat yang masih ada di maluku utara yang terletak di kabupaten Halmahera Utara tepatnya di kecamatan sahu yang merupakan tempat adat suku sahu untuk melaksanakan upacara adat dan juga penyambutan tamu adat. Untuk 24 memunculkan ciri khas dari bangunan dan budaya Maluku Utara pada proyek ini dengan menggunakan bentuk atap yang ada pada bangunan adat Sasadu ke dalam proyek ini, seperti terlihat pada gambar 2.11 dibawah ini. Gambar 2.11. Atap bangunan adat Sasadu Sumber: Inventarisasi arsitektur di Maluku Utara, 2003 Atap bangunan adat Sasadu ini berbentuk persegi delapan dengan jenis atap yang paling tinggi adalah atap pelana yang sekaligus mengindikasikan penutup ruang utama dibawahnya. Bahan-bahan kayu, bambu, dan daun-daunan dari lingkungan setempat yang digunakan sebagai bahan-bahan pokok dari atap bangunan Sasadu ini.

2.1.3 Studi Kasus