Penentuan Tema Rancangan Pendekatan Rancangan Metode Perancangan Metode Tangible Metaphors menurut Anthony C. Antoniades dalam

106

BAB V KONSEP PERANCANGAN

5.1. Tema Rancangan

Tema rancangan ialah “TRANSPARENT ASPIRATION” Transparent merupakan salah satu sifat atau landasan kerja dari para anggota DPRD dalam menjalankan semua tugas pokok dan fungsinya di DPRD. Aspiration merupakan fungsi dasar dari anggota DPRD sebagai perwakilam dari rakyat untuk menyalurkan dan memperjuangkan suara rakyat kepada pemerintah. Dengan mengusung Transparent Aspiration sebagai tema rancang Gedung DPRD Kabupaten Halmahera Selatan diharapkan dapat menjalankan semua tugas pokok dan fungsinya dengan aman, nyaman, jujur, terbuka, dan jelas.

5.1.1. Penentuan Tema Rancangan

Dalam hal ini keterkaitan Transparent Aspiration dengan obyek yang diwadahi dalam bangunan yaitu anggota DPRD ialah anggota DPRD sebagai perwakilan dari rakyat untuk menyalurkan dan memperjuangkan aspirasi rakyat kepada pemerintah daerah setempat. Penyaluran aspirasi rakyat ini harus berdasarkan kepada nilai-nilai dan juga norma-norma yang berlandaskan pada keterbukaan, kejelasan, dan juga kejujuran agar masyarak dapat merasakan hasil dari kinerja para wakil mereka yang duduk di DPRD.

5.1.2. Pendekatan Rancangan

Pendekatan rancangan Gedung DPRD kabupaten Halmahera Selatan ini ialah pendekatan Localisme. Dalam buku Eklektisisme Arsitektur Eklektik 2006, Sullivan menjelaskan yaitu bangunan memperhatikan faktor sosial, maksudnya pentingnya faktor sosial ini dijadikan dasar dalam pertimbangan dalam desain dan kondisi sosial harus diterimah sebagai sebuah faktor yang harus dicari jalan keluarnya. 107 Dalam Hal ini, • Bangunan Sasadu sebagai pusat dari aktifitas yang terjadi di masyarakat adat, seperti penerimaan tamu adat, acara perkawinan yang terjadi di masyarakat, dll, seperti terlihat pada gambar 5.1. dibawah ini. • Rasa gotong royong yang ditanamkan pada masyarakat adat suku Sahu yang terlihat pada setiap kagiatan yang dilakukan, terutama yang dilakukan dalam bangunan Sasadu, salah satunya adalah acara penggantian material atap bangunan Sasadu yang dilakukan setiap panen tiba. Seperti terlihat pada gambar 5.2. dibawah ini.

5.1.3. Metode Perancangan Metode Tangible Metaphors menurut Anthony C. Antoniades dalam

bukunya yang berjudul The Language of Post Modern Architecture ialah Metafora Gambar 5.1. Penyambutan tamu adat dan acara pernikahan yang dilakukan pada bangunan Sasadu Gambar 5.2. Penggantian penutup atap Sasadu a. Acara penerimaan tamu yang dilakukan pada bangunan Sasadu. b. Acara pernikahan yang dilakukan pada bangunan Sasadu. 108 yang berangkat dari hal-hal visual serta spesifikasi karakter tertentu dari sebuah benda. Metafora sebagai kode yang ditangkap pada suatu saat oleh pengamat dari suatu obyek dengan mengandalkan obyek lain dan bagaimana melihat suatu bangunan sebagai suatu yang lain karena adanya kemiripan. Dalam hal ini, bangunan adat Maluku Utara yaitu bangunan Sasadu sebagai dasar dalam merancang, seperti terlihat pada gambar 5.3. dibawah ini. Gambar 5.3. Bangunan Sasadu Bangunan Sasadu adalah bangunan adat Maluku Utara yang tepatnya berada pada desa Sahu yang terdapat pada kabupaten Jailolo, Halmahera Barat. Bangunan Sasadu digunakan sebagai pusat dari kegiatan masyarakat suku Sahu dalam menjalankan semua acara adat, pesta perkawinan, penerimaan tamu, dan lain-lain. Atap bangunan Sasadu yang berbentuk persegi delapan yang memiliki fungsi sebagai sosoran dan atap utama yang menjadi penutup bangunan dibawahnya adalah atap pelana, seperti terlihat pada gambar 5.4. dibawah ini. 109 Gambar 5.4. Tipologi bangunan Sasadu Seperti bangunan tradisional lainnya, bangunan Sasadu juga terbagi atas tiga bagian, yang pertama bagian kepala yaitu atap pelana sebagai penutup bangunan dibawahnya, yang kedua bagian badan yang berupa kolom-kolom sebagai penahan atap, dan bagian ketiga yaitu lantai yang tingginya ± 20-30cm dari permukaan tanah. Penempatan tempat duduk, dibedakan antara masyarakt adat dan juga tamu baik laki-laki maupun perempuan. Pengaturan tempat duduk seperti ini membentuk sirkulasi grid pada ruang dalam bangunan Sasadu, seperti terlihat pada gambar 5.5. dibawah ini. Atap pelana yang terdapat pada bangunan Sasadu Sosoran yang berbentuk persegi delapan yang berapadibawah atap bangunan Sasadu Badan Sasadu 110 Bangunan Sasadu memiliki 6 pintu, 2 pintu digunakan bagi perempuan adat dan masyarakat, 2 pintu bagi laki-laki adat dan masyarakat, 1 pintu bagi tamu, dan 1 pintu bagi tetua adat . Pembagian pintu masuk dan juga tempat duduk bagi laki-laki maupun perempuan dikarenakan aturan adat setempat menggunakan aturan Agama, seperti terlihat pada gambar 5.6. dibawah ini. Gambar 5.5. Penataan tempat duduk pada bangunan Sasadu Gambar 5.6. Penataan pintu masuk pada bangunan Sasadu Tem pat duduk bagi w anit a Tem pat duduk bagi laki-laki Pintu masuk bagi Pintu masuk bagi tamu Pintu masuk bagi wanita adat dan Pintu masuk bagi laki-laki adat dan 111 Bangunan Sasadu tidak memiliki dinding yang memisahkan yang membuat strukturnya dapat terlihat. Dengan demikian kolom dan juga atap yang berbahan dasar pohon sagu dan bambu yang ada di daerah setempat menjadikan tampilan bangunan Sasadu lebih monumental, seperti terlihat pada gambar 5.7. dibawah ini. Kesimpulannya , • Masyarakat setempat sampai saat ini masih mempertahankan tradisi mereka dimana Bangunan Sasadu sebagai tempat berkumpul masyarakat disana. • Bangunan-bangunan memberikan asosiasi pada bentuk kapal. • Bentuk bangunan Sasadu adalah geometris, bentuk tetap segi delapan, dengan bagian yang tertinggi berbentuk pelana mengindikasikan bilik dalam sebagai bagian yang terpenting dari bangunan. • Bangunan Sasadu memiliki tatanan ruang yang disesuaikan berdasarkan aturan adat yaitu dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Gambar 5.7. Tampilan bangunan Sasadu Kayu Sagu, Bambu, dan Daun Sagu menjadi material utama yang ada pada bangunan Sasadu 112 5.2. Konsep Rancangan 5.2.1. Konsep Bentuk Massa Bangunan