Proses terjadinya kanker berlangsung secara bertahap dan dalam waktu yang cukup lama. Sel-sel kanker dapat timbul di setiap tempat pada tubuh, pada
setiap waktu. Proses terjadinya kanker ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain faktor lingkungan, kimia, fisika, radiasi, ionisasi, dan virus. Penyebab lain
datang dari dalam tubuh faktor endogen misalnya karena terganggu sistem imunologi, genetik, hormon, dan asam glutamat Haryanto, 2009. Salah satu sifat
yang dimiliki oleh sel kanker adalah kemampuan untuk metastasis. Metastasis merupakan proses invasi tumor pada sistem limfatik, pembuluh darah, atau rongga
tubuh yang diikuti oleh transportasi dan pertumbuhan massa sel tumor sekunder yang tidak berhubungan dengan tumor primer Robbins dan Cotran, 2008.
B. Doksorubisin
Gambar 1. Struktur Doksorubisin Long, Hai dan Xian, 2005.
Doksorubisin Gambar 1 merupakan salah satu obat golongan antibiotik antrasiklin yang digunakan untuk kemoterapi. Menurut Stepankova, Malina,
Kasparkova, Brabec 2010, senyawa ini bersifat sitotoksik dengan mekanisme berinteraksi dengan DNA dan berinterkalasi non kovalen antara pasangan basa,
yang menyebabkan penghambatan sintesis biomakromolekul. Berbagai penelitian
mengenai mekanisme kerja doksorubisin telah dilakukan. Antibiotik antrasiklin seperti doksorubisin memiliki mekanisme aksi sitotoksik melalui empat
mekanisme, yaitu sebagai berikut : 1. Penghambatan topoisomerase II,
2. pengikatan membran sel yang menyebabkan aliran dan transport ion, 3. interkalasi DNA sehingga mengakibatkan penghambatan sintesis DNA dan
RNA, 4. pembentukan radikal bebas semiquinon dan radikal bebas oksigen melalui
proses yang tergantung besi dan proses reduktif yang diperantarai enzim. Mekanisme radikal bebas ini telah diketahui bertanggung jawab pada
kardiotoksisitas akibat antibiotik antrasiklin Bruton, Lazo dan Parker, 2005. Penelitian Zhang dkk. 2005 menunjukkan bahwa doksorubisin dapat
mengakibatkan myocardial oxidative stress, mengurangi aktivitas lactate dehydrogenase dan creatine kinase pada hati. Doksorubisin juga menyebabkan
penurunan interleukin-2 IL-2 dan produksi interferon- γ IFN-γ, sel sitotoksik
natural killer NK, proliferasi limfosit serta ratio limfosit T CD4
+
CD8
+
.
C. Kemoterapi dan Kemoterapi Kombinasi
Kemoterapi adalah suatu bentuk terapi kanker yang mengalami kemajuan cepat dan aplikasi baru. Bahan-bahan kemoterapi adalah obat sitotoksik yang
bekerja dalam berbagai cara pada sel-sel spesifik selama berbagai fase siklus kehidupan sel. Kemoterapi hampir tidak pernah dilakukan bersama dengan terapi
pembedahan Gruendemann dan Fernsebner, 2005.
Dalam kemoterapi digunakan suatu obat yang merusak sel kanker. Obat antikanker dapat dibedakan menjadi dua yaitu obat konvensional dan obat dengan
target molekuler yang spesifik. Obat konvensional yang dimaksud adalah obat- obat sitostatika agen kemoterapi seperti taxol, bleomycin, doksorubisin, 5-
flurourasil, klorambusil, tiotepa, alkaloid indol seperti vinblastin, dan vinkristin. Obat sitostatika bekerja dengan mempengaruhi metabolisme asam nukleat
terutama DNA atau biosintesis protein. Hal inilah yang menyebabkan obat sitostatika bekerja tidak selektif karena bersifat toksik baik pada sel kanker
maupun sel normal, terutama sel normal yang kecepatan proliferasinya tinggi seperti pada sumsum tulang belakang Siswandono dan Soekardjo, 2000.
Penatalaksanaan efek samping kemoterapi merupakan bagian penting dari pengobatan dan perawatan pendukung pada penyakit kanker. Walaupun efek
samping bisa terjadi mengikuti pemberian obat apa pun, efek samping setelah pemberian kemoterapi sitotoksik efek ini hampir selalu cukup menggangu. Hal ini
diakibatkan efek non-spesifik dari obat-obat sitotoksik yang menghambat tidah hanya sel-sel tumor melainkan juga sel-sel normal. Konsekuensinya, efek samping
paling sering dapat dilihat pada jaringan dengan aktivitas proliferatif yang tinggi, misalnya sumsum tulang, epitel traktus gastrointestinalis, folikel rambut
Widjanarko, 2002. Ko-kemoterapi adalah kombinasi antara agen kemopreventif dengan agen
kemoterapi agar menghasilkan efek yang lebih baik dibandingkan dengan agen kemoterapi saja. Perubahan-perubahan genetik dan ekspresi protein yang semakin
banyak pada proses karsiogenesis, menjadi dasar penting untuk pengembangan
agen kemoprevensi kanker. Agen ini diharapkan dapat menghambat karsinogenesis dan dapat memacu kematian sel kanker. Kemoprevensi merupakan
suatu usaha menggunakan bahan alam, sintetik, atau biologis, bahan kimia untuk membalikkan, menekan, atau mencegah perkembangan karsinogenik penyakit
kanker. Keberhasilan beberapa uji klinis dalam mencegah kanker pada populasi menunjukkan kemoprevensi merupakan strategi yang rasional Tsao, Kim dan
Hong, 2004.
D. Imunomodulator