Prospek dan Tantangan 2007 SEKTOR KEUANGAN

38 Gambar 3.13. Nilai Emisi Obligasi Rp milyar 75000 80000 85000 90000 95000 100000 J a n . F e b . M a r. A p r. M a y . J u n . J u l. A u g . S e p . O c t. N o v . D e c . J a n . F e b . M a r. A p r. M a y . J u n . J u l. A u g . S e p . 2005 2006 Dalam semester akhir tahun 2006 ini hingga tahun 2007 mendatang, diperkirakan akan terjadi penerbitan obligasi korporasi secara besar-besaran. Sampai akhir tahun 2006 setidaknya akan diterbitkan obligasi-obligasi korporasi dari PT Bank Negara Indonesia Tbk. dengan nilai kapitalisasi 200 juta dolar, PT Bank Jabar senilai Rp 750 miliar dan PT PNM Madani Rp 300 miliar. Sedangkan untuk tahun 2007 sudah terdapat beberapa perusahaan yang sudah mengambil posisi untuk mengeluarkan obligasi korporasi, yaitu PT Bank Niaga Tbk. dengan nilai kapitalisasi Rp 1,5 triliun, PT Bank Tabungan Negara Rp 1 triliun, PT Bank Mega senilai Rp 500 miliar dan PT Pupuk Kaltim dengan nilai kapitalisasi Rp 600 miliar. Dalam penawaran obligasi Bank Ekspor Indonesia BEI beberapa waktu yang lalu, terjadi kelebihan pemesanan oversubscribed 2,27 kali dari nilai yang ditawarkan Rp 500 miliar. Pada pertengahan Oktober yang akan datang PT Bumi Serpong Damai BSD juga akan menawarkan obligasi keduanya senilai Rp 500 miliar, dengan indikasi kupon antara 14,5 sampai dengan 15,5. Pasar obligasi dalam periode yang akan datang, juga akan semakin marak dengan akan diterbitkannya peraturan tentang pedoman penerbitan obligasi daerah municipal bond pada tahun ini sesuai master plan pasar modal Indonesia. Dengan demikian, akan semakin muncul sinerji antara masyarakat dengan kegiatan pembangunan daerahnya melalui penerbitan obligasi daerah yang digunakan untuk pembangunan proyek-proyek pemerintah daerah.

3.1.3 Prospek dan Tantangan 2007

Dengan melihat perkembangan yang telah terjadi sampai sejauh ini, kemanakah arah perbankan dan pasar modal Indonesia tahun depan? Sejalan dengan prospek kinerja perekonomian yang lebih menjanjikan maka di tahun depan diharapkan akan terjadi peningkatan aktivitas dalam sistem finansial Indonesia, khususnya perbankan dan pasar modal. Suku bunga yang diharapkan akan semakin rendah pada tahun depan akan mendorong pertumbuhan 39 kredit yang signifikan seiring dengan kenaikan permintaan kredit oleh sektor riil. Walaupun NPL masih tetap tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sehingga memberi kendala bagi ekspansi kredit, namun perbankan harus tetap menyalurkan kredit karena kredit merupakan sumber pendapatan terbesar dan penyeluran kredit merupakan tugas utama perbankan sebagai lembaga intermediasi finansial. Seiring dengan laju pertumbuhan kredit NPL diharapkan menurun, khususnya bila perbankan, dibawah pengawasan Bank Indonesia, lebih intensif mengelola kredit-kredit bermasalah dan lebih prudent dalam menyalurkan kredit. Demikian pula, prospek perekonomian yang cenderung membaik akan mendorong kenaikan aktivitas di pasar modal. Pembiayaan dunia usaha dari pasar saham dan pasar obligasi akan diharapkan semakin meningkat. Suku bunga yang semakin rendah akan mendorong pembelian aset dan pengumpulan dana di pasar modal sehingga mendorong aktivitas dan harga di pasar modal. Aturan BAPEPAM yang membolehkan reksadana untuk diperjual belikan di pasar modal akan menambah ragam aset finansial yang bisa diperdagangkan di bursa efek. Secara tidak langsung, hal ini juga akan membantu proses ‘financial deepening’ di Indonesia. Dalam upaya penanganan faktor risiko secara lebih sistematis dan komprehensif untuk menghindari terulangnya ‘crash’ sektor finansial sebagaimana terjadi di Indonesia tahun 19971998, Bank Indonesia bekerjasama dengan Badan Sertifikasi Manajemen Risiko telah mewajibkan para pimpinan dan manajer bank, khususnya yang terkait dengan pengelolaan risiko, untuk memperoleh sertifikasi manajemen risiko. Kebijakan ini, secara perlahan tetapi pasti, telah membuat dunia perbankan menjadi lebih kokoh dan tahan terhadap ‘goncangan’ risiko. Sebagai ejawantahnya, beberapa lembaga pemeringkat internasional telah menaikkan ‘rating’ Indonesia. Tren ini, meskipun lambat, dipercaya akan terus berlanjut pada tahun depan. Di sektor perbankan, kebijakan ‘Single Presence Policy’ akan membuat sektor ini menjadi lebih efisien dan berdaya saing. Meskipun demikian, beberapa kendala yang masih mengganjal, membuat pelaksanaannya masih memerlukan beberapa waktu transisi sebelum bisa sepenuhnya diterapkan sehingga implementasinya belum akan terjadi secara penuh pada tahun depan. Perlu diperhatikan bahwa perkembangan sektor finansial sangat terkait dengan prospek perekonomian secara keseluruhan. Masalah yang dihadapi sektor finansial di Indonesia saat ini adalah masih lambannya pertumbuhan sektor riil. Dunia usaha masih merasakan dampak kenaikan harga-harga yang mempengaruhi biaya produksi dan daya serap pasar. Masalah klasik seperti birokrasi dan biaya tinggi masih tetap dikeluhkan. Khususnya terkait dengan otonomi daerah yang diharapkan menjadi momentum untuk percepatan pembangunan ekonomi daerah dalam beberapa hal justru lebih banyak menjadi pemungut resmi yang menyulitkan dunia usaha. 40

3.2. INDUSTRI NON MIGAS