pemborong wajib menyusun dokumen penawaran berdasaran prinsip keahlian untuk disampaikan kepada pengembang. Hal ini dimaksudkan dengan
mengindahkan prinsip profesionalisme kesesuaian dan pemenuhan ketentuan sebagaimana tersebut dalam dokumen pemilihan dan dokumen tersebut dapat
dipertanggungjawabkan kepada Pemerintah Dinas Pekerjaan Umum. Dengan demikian Pemerintah Dinas Pekerjaan Umum dapat memilih berdasarkan syarat-
syarat yang telah ditetapkan.
33
a. Kontraktor mengundurkan diri setelah memasukkan hargapenawaran.
C. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Dalam Kontrak Pengadaan BarangJasa Pemerintah
Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya pelanggaran dalam kontrak pengadaan barangjasa pemerintah dapat diuraikan sebagaimana berikut :
1.Kualitas hasil borongan tidak sesuai dengan kontrak Dalam perjanjian pemborongan dikenal bentuk-bentuk wanprestasi yang
tidak berbeda dari bentuk-bentuk wanprestasi dalam ketentuan khusus yaitu :
b. Kontraktor terlambat menyelesaikan pekerjaan dan jadual waktu yang
telah ditetapkan dalam kontrak. c.
Kontraktor belum memulai pekerjaan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan.
d. Kontraktor menghentikan pekerjaan tanpa alasan yang sah.
Berdasarkan hal tersebut perlu ada koordinasi dari pihak pengembang, sehingga pemborong merasa diperhatikan oleh pengembang dan akhirnya hasil
pekerjaannya dapat memuaskan pihak pengembang. Oleh karena itu perlu adanya
33
Ibid., hlm. 28.
Universitas Sumatera Utara
pengawasan dalam setiap pekerjaan pemborong di lapangan sehingga tidak menimbulkan ketidak cocokan dengan apa yang telah dikerjakan oleh pemborong.
Jika terjadi ketidak cocokan prestasi pemborong dengan apa yang dimaksudkan dalam kontrak, maka pihak pengembang dapat meminta pemborong
tersebut atau pemborong lain untuk memperbaikinya dan jika terdapat ketidakcocokan terhadap bahan atau peralatan, maka dapat ditolak pemakaian
bahan atau peralatan tersebut. Jika ketidak cocokan tersebut cukup serius dan tidak dapat diperbaiki
maka pilihan terminasi dapat dilakukan. Tetapi jika ketidak cocokan tersebut ditemukan setelah penerimaan sepenuhnya tetapi masih dalam masa
pemeliharaan, maka dapat ditentukan apakah pemborong memperbaiki ketidak cocokan tersebut atau reduksi harga ataupun melibatkan pemborong lain untuk
memperbaikinya. Di dalam kontrak antara pemborong dengan PemerintahDinas Pekerjaan
Umum Kota Medan terdapat ketentuan bahwa sebelum kontrak dibatalkan apabila pemborong tidak melaksanakan pekerjaan sesuai dengan ketentuan-ketentuan
kontrak dan spesifikasi teknik yang ditentukan, atau tidak dapat menyelesaikan pekerjaan menurut jangka waktu yang ditetapkan, maka PemerintahDinas
Pekerjaan Umum Kota Medan dapat melakukan : a.
Peringatan lisan atau tulisan yang bersifat teguran. b.
Penangguhan Berita Acara Pembayaran, selama pelaksanaan, bahan-bahan atau peralatan belum memenuhi persyaratan yang ditentukan.
c. Perintah pembongkaran serta perbaikan kembali.
Universitas Sumatera Utara
d. Pemutusan perjanjian pemborongan, setelah memberikan peringatan
tertulis sebanyak 3 tiga kali dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum selaku Pengguna Anggaran.
34
Kontrak yang dianggap bermasalah, perlu diadakan pertemuan antara pengembang dengan pemborong, guna pengendalian secara ketat terhadap
pelaksanaan pekerjaan yang terlambat atau yang mempunyai permasalahan tertentu.
Langkah pengamanan dan penyelamatan yaitu dengan melibatkan pemborong lain sebagai penerus pelaksana pekerjaan karena pemborong pertama
sudah tidak mampu untuk melanjutkan pekerjaan dan pemborong pengganti akan melaksanakan sisa pekerjaan yang belum diselesaikan oleh pemborong pertama.
Pemborong pengganti ini ditetapkan oleh pihak pengembang sendiri dan diatur dalam perubahan kontrak adendum.
Dari hasil wawancara dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan diperoleh keterangan bahwa hal-hal yang menyebabkan timbulnya sengketa antara
pengembang dan pemborong antara lain adalah : a.
Material atau peralatan yang cacat, untuk mengantinya atau memperbaikinya memerlukan waktu yang lama sehingga memperlambat
jadwal penyelesaian proyek. b.
Hasil kerja di bawah standar, misalnya banyak pekerjaan pengelasan yang setelah diperiksa tidak memenuhi persyaratan, sehingga harus diulang dan
akan memperlambat pekerjaan lain yang sudah menunggu.
34
Hasil wawancara dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan, tanggal 10 Mei 2012.
Universitas Sumatera Utara
c. Perubahan peraturan yang diduga yang lansung mempengaruhi atau
menaikkan biaya proyek, misalnya kenaikan harga bahan bakar minyak, peraturan pajak, peraturan ekspor impor dan lain-lain.
d. Pasal-pasal kontrak yang kurang lengkap dan kurang jelas menerangkan,
merumuskan atau mendefinisikan sesuatu atau sifatnya mengambang sehingga mudah menimbulkan tafsiran yang berbeda-beda antara
pengembang, pemborong, konsultan, pengawas dan suplier.
35
Proses penyelesaian sengketa yang terjadi antara pengembang dengan pemborong pada dasarnya diusahakan penyelesaiannya dengan jalan musyawarah,
dan sedapat mungkin dihindari penyelesaiannya melalui pengadilan karena memakan waktu yang lama, dan akhirnya pembangunan proyek menjadi
terhambat sehingga jadual serah terima terlambat dari waktu yang diperjanjikan. 2. Jangka waktu pekerjaan tidak sesuai dengan kontrak
Dalam syarat-syarat kontrakperjanjian dicantumkan mengenai saat dimulainya pelaksanaan pekerjaan pemborongan. Pemborong harus memulai
pekerjaan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan setelah menerima Surat Perintah Mulai Kerja SPMK yang dikeluarkan oleh pihak pengembang.
Jadi pemborong harus memulai pekerjaan tanpa menunda kecuali secara tegas disetujui atau diperintahkan oleh pihak pengembang atau oleh sebab-sebab di luar
pengendalian pemborong. Apabila pemborong menunda atau tidak melaksanakan pekerjaan sesuai dengan waktu yang ditetapkan maka pemborong dapat dikatakan
telah melakukan wanprestasi.
35
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Terjadinya wanprestasi tidak hanya disebabkan kesalahan atau kelalaian pemborong, tetapi dapat pula disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan pihak
pengembang. Wanprestasi yang dilakukan oleh pengembang adalah dalam hal terlambat membayar untuk prestasi pekerjaan yang telah dilakukan oleh
pemborong atau tidak mengeluarkan surat perintah untuk memulai pekerjaan tepat pada waktunya.
Mengenai keterlambatan pembayaran kepada pemborong tersebut biasanya tidak pernah sampai diajukan ke pengadilan. Alasan pemborong tidak
mengajukan hal ini ke pengadilan atau ke badan arbitrase adalah untuk tetap menjaga hubungan baik dengan pihak pengembang yang bersangkutan untuk
masa yang akan datang sehingga pihak pengembang tetap memakai pemborong tersebut apabila ada pembangunan untuk tahap berikutnya.
Dalam perjanjian pemborongan antara pihak PemerintahDinas Pekerjaan Umum Kota Medan dengan pemborong jika terjadi wanprestasi dalam hal
keterlambatan waktu pelaksanaan, dari pihak pemborong maka PemerintahDinas Pekerjaan Umum Kota Medan mengenakan denda sebesar 1 satu permil dari
nilai kontrak untuk setiap hari kalender terhitung sejak jangka waktu pelaksanaan berakhir dengan setinggi-tinginya 5 lima persen dan dapat juga memutuskan
kontrak secara sepihak. Contohnya : PemerintahDinas Pekerjaan Umum Kota Medan
mengadakan Perjanjian Pemborongan Kontrak dengan CV. X untuk pemeliharaan prasarana jalan dengan harga Rp. 215.120.000,-. Waktu penyelesaian yang
ditetapkan selama 90 sembilan puluh hari. Pada saat pelaksanaan ternyata si
Universitas Sumatera Utara
pemborong menyelesaikan pekerjaan dalam waktu 100 seratus hari. Sehingga si pemborong mengalami keterlambatan selama 10 sepuluh hari. Untuk itu si
pemborong dikenakan denda dengan perhitungan : 215.120.000,- x 1 000 x 10 hari = Rp.2.151.200,00 duajuta seratuslimapuluhsaturibu duaratus rupiah.
Jika dilihat dalam kontrak, uraiannya hanya memuat mengenai wanprestasi yang dilakukan oleh pihak pemborong beserta sanksi yang akan
dikenakan, sedangkan wanprestasi oleh pihak pengembang sama sekali tidak dicantumkan. Jadi apabila terjadi wanprestasi maka dianggap dilakukan oleh
pihak pemborong dan pihak pengembang dianggap tidak melakukan wanprestasi. Dalam pekerjaan pembangunan proyek tersebut banyak hal yang tidak
terduga yang dapat menyebabkan pelaksanaan prestasi tidak mungkin dilaksanakan. Hal ini disebabkan bencana alam atau perubahan hukumkeadaan
ekonomi yang berlaku. Dapat saja force majeure bersifat absolut, dalam arti kontrak benar-benar
sama sekali tidak mungkin dilaksanakan. Tetapi dapat juga berbentuk relatif, sehingga kontrak masih mungkin dilaksanakan tetapi dengan pengorbanan-
pengorbanan yang tidak semestinya oleh pihak-pihak tertentu, misalnya tiba-tiba oleh pemerintah dibuat larangan import material untuk pembangunan tersebut, ini
masih dianggap force majeure relatif karena barang masih mungkin dimasukkan ke Indonesia.
Perjanjian pemborongan dapat dilakukan dengan suspensi. Dengan suspensi dimaksudkan bahwa salah satu pihak menunda dahulu pekerjaannya
karena alasan-alasan tertentu. Biasanya bagi pihak pengembang dapat meminta
Universitas Sumatera Utara
pihak pemborong untuk melakukan suspensi alasan-alasan tertentu seperti disebut dalam kontrak atau tanpa alasan sama sekali.
Alasan terhadap pemberian suspensi tersebut misalnya terhadap perubahan politik dan ekonomi yang sangat diantisipasi yang menyebabkan pengembang
memerlukan waktu untuk menganalisamenerapkan perubahan tersebut. Dengan suspensi mengakibatkan seluruh atau sebahagian tertentu dari pekerjaan untuk
sementara ditunda untuk waktu tertentu dengan atau tanpa pembayaran ganti rugi. Namun dalam pelaksanaannya apabila dikaitkan dengan wanprestasi yang
dilakukan oleh pemborong yang disebabkan keterlambatan yang menyangkut material atau hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan gambar dan spesifikasi,
maka sedapat mungkin dilakukan dengan musyawarah dengan cara mencari pemborong pengganti atas biaya dan tanggungjawab pemborong pertama.
Sedangkan jika dikaitkan dengan wanprestasi yang dilakukan oleh pengembang, mengenai keterlambatan pembayaran termin kepada pemborong, juga
penyelesaiannya dilakukan dengan musyawarah.
D. Tanggungjawab Pemborong Terhadap Pelanggaran Kontrak Pengadaan BarangJasa Pemerintah