mengembalikan kehidupan ke keadaan dan kondisi normal atau keadaan yang lebih baik setelah bencana.
Pemulihan dimulai sesaat setelah bencana terjadi.”
Sedangkan menurut Soehatman Ramli 2010: 38 setelah bencana terjadi dan proses tanggap darurat terlewati,
maka langkah berikutnya adalah rehabilitasi dan rekonstruksi. “Rehabilitasi merupakan perbaikan dan pemulihan
semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana
dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan
dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua
sarana dan prasarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana baik pada tingkat pemerintahan maupun
masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial, dan
budaya tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat pada wilayah pascabencana.”
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori tahapan disaster management yang diungkapkan oleh Arie Priambodo 2009: 17-18 yaitu
tahap mitigation yang meliputi kegiatan pengurangan – pencegahan, preparedness yang meliputi perencanaan – persiapan, response atau
penyelamatan – pertolongan dan recovery yang meliputi pemulihan dan pengawasan.
B. Penelitian Relevan
1. Penelitian Mulyagus pada tahun 2007 dengan judul “Manajemen
Bencana Dalam Penanganan Korban Gempa dan Tsunami di Kabupaten Aceh Barat”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
manajemen bencana dalam penanganan korban bencana di Kabupaten
Aceh Barat belum berjalan maksimal, ini diakibatkan karena kendali kegiatan penanganan korban bencana ada dibawah komando militer,
koordinasi yang kaku menjadikan kegiatan berjalan satu arah, rencana tidak semua dapat berjalan sesuai harapan akibat situasi dan kondisi,
serta pengawasan dalam kegiatan-kegiatan seperti pengelolaan bantuan sama sekali tidak ada. Selain itu kendala komunikasi menjadi
faktor penghambat di dalam penanganan korban secara cepat dan ditambah dengan kendala kurangnya partisipasi masyarakat dalam
upaya membantu penanganan korban bencana di Meulaboh. Relevansi penelitian Mulyagus dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti
adalah keduanya mengkaji tentang manajemen bencana. Sedangkan perbedaaanya adalah penelitian Mulyagus berfokus pada manajemen
bencana yang terjadinya tidak dapat diprediksi pada tahap tanggap darurat sedangkan peneliti berfokus pada manajemen bencana yang
muncul dengan gejala-gejala terlebih dahulu. 2.
Penelitian Gilang Rosul Nur Ihsan Kamil pada tahun 2011 yang berjudul “Manajemen Bencana Pada Kegiatan Pra Bencana Studi
Kasus di Desa Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten Jember”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa upaya kesiapsiagaan masyarakat
desa Kemiri sangat kurang karena terdapat perbedaan tingkat kesiapsiagaan yang cukup mencolok antara masyarakat desa Kemiri di
daerah perkebunan dengan di daerah perkampungan dalam menghadapi ancaman Banjir Bandang dan Tanah Longsor. Relevansi
penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah
keduanya mengkaji
tentang manajemen
bencana. Perbedaannya penelitian yang dilakukan oleh Gilang berfokus pada
manajemen pra bencana sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti mengkaji proses manajemen bencana mulai dari tahap
pra bencana hingga tahap pasca bencana. 3.
Penelitian Tusrianto F. D. Rumengan pada tahun 2007 yang berjudul “Manajemen Bencana Gempa Bumi di Kabupaten Bantul: Suatu Studi
Manajemen Bencana Tanggap Darurat Gempa Bumi 27 Mei 2006 di Kecamatan
Imogiri Kabupaten
Bantul”.Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa manajemen bencana tanggap darurat di
Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul belum dapat memenuhi tujuan kegiatan tanggap darurat tersebut. Hal ini dapat dilihat dari indikator
pengelolan bantuan pangan, bantuan sheltertempat hunian sementara serta bantuan pelayanan kesehatan. Penelitian ini juga menunjukkan
bahwa kegiatan pendataan dan penilaian kerugian serta kesiapan pemerintah dalam menghadapi situasi darurat sangat berpengaruh
terhadap pelaksanaan manajemen bencana tanggap darurat di Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul. Relevansi penelitian Tusrianto
dan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah mengkaji mengenai manajemen bencana. Perbedaannya adalah Tusrianto mengkaji
manajemen bencana pada tahap tanggap darurat sedangkan penelitian
yang akan dilakukan oleh peneliti mengkaji tentang keseluruhan proses manajemen bencana.
1 Kerangka Pikir Penelitian
Lereng Gunung Merapi merupakan wilayah yang padat akan penduduk. Beberapa kecamatan seperti Kecamatan Cangkringan,
Kecamatan Pakem dan Kecamatan Turi berada dekat dengan Gunung Merapi. Gunung Merapi sendiri merupakan salah satu gunung berapi
paling aktif dengan masa erupsi setiap kurun waktu 2-7 tahun. Dengan adanya ancaman erupsi tersebut, warga yang berada di lereng Gunung
Merapi sangat beresiko terkena dampak erupsi apabila Gunung Merapi sedang mengalami erupsi. Dengan adanya resiko tersebut,
maka dibutuhkan suatu manajemen bencana untuk menghadapi erupsi Merapi. Badan yang berwenang untuk melaksanakan penanggulangan
bencana di Kabupaten Sleman adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD sehingga perlu diketahui bagaimana BPBD
Kabupaten Sleman
melakukan manajemen
bencana dalam
menghadapi erupsi Gunung Merapi berdasarkan empat tahapan manajemen bencana yang dikemukakan oleh Arie Priambodo 2009:
17-18 yang meliputi tahap mitigation, preparedness, response, dan recovery untuk mengurangi resiko terdampak erupsi dan melindungi
masyarakat dari dampak erupsi Gunung Merapi.
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Lereng Gunung M erapi m erupakan w ilayah yang
padat penduduk Ancam an Erupsi
Gunung
Merapisetiap 2-7 tahun sekali
Manajemen bencana erupsi Gunung Merapi oleh
BPBD Kabupaten Sleman Resiko terkena dampak
Erupsi Merapi
Mitigation Preparedness
Response
Mengurangi resiko dan melindungi masyarakat
dari dampak erupsi Gunung Merapi
Recovery
-
Pengurangan
-
Pencegahan
-
Perencanaan
-
Persiapan
-
Penyelamatan
-
Pertolongan
-
Pemulihan
-
Pengawasan
2 Pertanyaan Penelitian
a. Bagaimana mitigation yang dilakukan oleh BPBD Kabupaten
Sleman dalam menghadapi bencana erupsi Gunung Merapi? b.
Bagaimana preparedness yang dilakukan oleh BPBD Kabupaten Sleman dalam menghadapi bencana erupsi Gunung Merapi?
c. Bagaimana response yang dilakukan oleh BPBD Kabupaten Sleman
saat menghadapi erupsi Gunung Merapi? d.
Bagaimana recovery yang dilakukan oleh BPBD Kabupaten Sleman setelah terjadinya erupsi Gunung Merapi?
30
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah menggunakan metode deskriptif kualitatif. Menurut Sugiyono 2011:8 metode penelitian
kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek alamiah dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan
makna daripada generalisasi. Penggunaan desain penelitian deskriptif kualitatif dalam penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan menggambarkan
tahapan manajemen bencana erupsi Gunung Merapi yang dilakukan oleh BPBD Kabupaten Sleman.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di BPBD Kabupaten Sleman, Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan dan SD N Umbulharjo 1 Cangkringan. Waktu
penelitian ini dilaksanakan pada11 Juni 2015 – 9 Juli 2015.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian atau informan adalah orang yang memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Subyek
penelitian ini adalah: 1.
Bapak Djokolelana Juliyanto, ST, Kepala Seksi Mitigasi Bencana BPBD Kabupaten Sleman
2. Ibu Rini Isdarwati, A.Md, Kepala Seksi Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten
Sleman