PPPPTK TK DAN PLB BANDUNG © 2016
17
dengan lingkungannya yang terjadi terus menerus melalui persepsi dengan menggunakan media sensori indra. Gangguan pada simbolisasi
disebabkan oleh adanya kesulitan dalammenerjemahkan apa yang didengar dan dilihat. Kelainan yang kompleks ini akanmempengaruhi
prestasi akademiknya.
6. Identifikasi dan Asesmen pada Aspek Intelektual Tunadaksa
Pada umumnya tingkat kecerdasan anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem otot dan rangka adalah normal sehingga dapat
mengikuti pelajaran sama dengan anak normal, sedangkan anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem cerebral, tingkat
kecerdasannya merentang mulai dari tingkat idiocy sampai dengan gifted. Artinya, anak Cerebral Palsy yang kelainannya berat, tidak berarti
kecerdasannya rendah. Selain tingkat kecerdasan yang bervariasi anak Cerebral Palsy juga mengalami kelainan persepsi, kognisi, dan
simbolisasi. Kelainan persepsi terjadi karena saraf penghubung dan jaringan saraf ke otak mengalami kerusakan sehingga proses persepsi
yang dimulai dari stimulus merangsang alat akan diteruskan ke otak oleh saraf sensoris, kemudian ke otak yang bertugas menerima dan
menafsirkan, serta menganalisis mengalami gangguan. Kemampuan kognisi terbatas karena adanya kerusakan otak sehingga mengganggu
fungsi kecerdasan, penglihatan, pendengaran, bicara, rabaan, dan bahasa. Pada akhirnya anak tersebut tidak dapat mengadakan interaksi
dengan lingkungannya yang terjadi terus menerus melalui persepsi dengan menggunakan media sensori indra. Gangguan pada simbolisasi
disebabkan oleh adanya kesulitan dalam menerjemahkan apa yang didengar dan dilihat. Kelainan yang kompleks ini akan mempengaruhi
prestasi akademiknya.
7. Identifikasi dan Asesmen pada Aspek Emosional dan Sosial Anak Tunadaksa
Ditinjau dari aspek psikologis, anak tunadaksa cenderung merasa malu, rendah diri dan sensitif, memisahkan diri dari llingkungan. Karakteristik
PPPPTK TK DAN PLB BANDUNG © 2016
18
sosialemosional anak tunadaksa bermula dari konsep diri anak yang merasa dirinya cacat, tidak berguna, dan menjadi beban orang lain yang
mengakibatkan mereka malas belajar, bermain dan berperilaku salah lainnya. Kehadiran anak cacat yang tidak diterima oleh orang tua dan
disingkirkan dari masyarakat akan merusak perkembangan pribadi anak. Kegiatan jasmani yang tidak dapat dilakukan oleh anak tunadaksa dapat
mengakibatkan timbulnya problem emosi, seperti mudah tersinggung, mudah marah, rendah diri, kurang dapat bergaul, pemalu, menyendiri,
dan frustrasi. Problem emosi seperti itu banyak ditemukan pada anak tunadaksa dengan gangguan sistem cerebral. Oleh sebab itu, tidak jarang
dari mereka tidak memiliki rasa percaya diri dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.
8. Identifikasi dan Asesmen pada Aspek Moral Anak Tunadaksa
Perubahan moral yang harus dilakukan oleh anak tunadaksa adalah sebagai berikut.
a. Pandangan moral individu makin lama makin menjadi abstrak. b. Keyakinan moral lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada
apa yang salah. c. Penilaian moral menjadi semakin kognitif.
d. Penilaian moral menjadi kurang egosentris. e. Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti
bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan
ketegangan.
Tabel 1. 1 Tahap Perkembangan Moral
STADIUM ORIENTASI
Prakonvensional
Stadium 1 Stadium 2
Anak berorientasi pada kepatuhan dan hukuman
Berlaku prinsip relativistik-hedonism
Konvensional
Stadium 3 Stadium 4
Ingin selalu dianggap menjadi anak baik
PPPPTK TK DAN PLB BANDUNG © 2016
19
STADIUM ORIENTASI
Tahap mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas
Pasca konvensional
Stadium 5 Stadium 6
Tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial
Tahap ini disebut Prinsip universal
9. Identifikasi dan Asesmen pada Aspek Latar Belakang Sosial Budaya Anak Berkebutuhan Khusus