Tanggapan Masyarakat Terhadap Perluasan Hutan Lindung

66 silintong. Itulah yang menjadi perluasan hutan lindung di desa Hutaginjang.Berdasarkan hasil wawancara dengan responden Porman Rajagukguk, “Yang kami tahu bahwa sebagian tanah di Desa Hutaginjang pernah dijual salah satu oknum itu pun lahan mereka yang dijadikan hutan rakyat. Tapi kenapa tiba-tiba bahwa desa Hutaginjang secara kesluruhan dijadikan sebagai perluasan hutan lindung, untuk itu kami tetap mengadakan tuntutan akan adanya perluasan hutan lindung hasil wawancara tanggal 24 Mei 2016”.

4.3.1.1. Tanggapan Masyarakat Terhadap Perluasan Hutan Lindung

Tanah ulayat adalah bidang tanah yang di atasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu.Hak ulayat adalah kewenangan, yang menurut hukum adat, dimiliki oleh masyarakat hukum adat atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan warganya, di mana kewenangan ini memperbolehkan masyarakat untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidupnya. Masyarakat dan sumber daya yang dimaksud memiliki hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.Namun, tidak adanya penghormatan hak ulayat terhadap adanya perluasan hutan lindung masyarkat desa Hutaginjang terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok yang pro dan konflik.Berdasarkan hasil wawancara dengan Polma Rajagukguk selaku sekretaris desa, “Saya sebagai Sekretaris Desa untuk perluasan hutan lindung, saya merasa bahwa secara umum memaklumi karena ada juga lahan kosong tetapi bagi masyarakat hal tersebut menjadi kegaduhan karena lahan masyarakat dimasukkan ke areal perluasan hutan lindung hasil wawancara tanggal 13 Mei 2016”. Lahan masyarakat yang dijadikan sebagai perluasan hutan lindung menjadikan warga tetap bertindak dan mencari tahu kebenaran dari adanya perluasan tersebut. Masyarakat yang pada saat itu menanam tanaman dilarang oleh aparat pemerintah militer yang saat itu sedang Universitas Sumatera Utara 67 mematok lahan desa Hutaginjang sebagai perluasan hutan lindung pada tahun 2013 untuk tidak menanam lagi karena dilindungi pemerintah, berdasarkan hasil wawancara dengan responden Porman Rajagukguk bahwa, “Sebenarnya desa Hutaginjang tidak perlu lagi dibuat perluasan hutan lindung, karena memang hutaginjang tidak pernah longsor sekalipu typographi daerah berbukit-bukit, tidak pernah banji maupun erosi kalau dilihat dari defenisi hutan lindung. Saya tidak akan setuju dengan perluasan hutan lindung, karena ladang serta pekarangan rumah saya dijadikan sebagai areal perluasan hutan lindung. Hal itu jelas saya tidak setuju hasil wawancara tanggal 24 Mei 2016”. Di desa Hutaginjanng juga terdapat hutan rakyat yang dikelola masyyarakat itu sendiri dan sampai saat ini masih dijaga kelestarianny dengan tidan adanya penebangan hutan secara illegal kecuali pohon tua untuk dijadikan sebagai bahan kayu bakar.Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, “Desa Hutaginjang juga tidak perlu ada perluasan hutan hutan llindung, karena adanya hutan rakyat yang masih hijau dan kita juga pernah melakukan reboisasi hutan bekerja sama dengan Militer dari Kabupaten.Kami rebosasi sekitar than 2013. Dan memang hutan itu sangan dilindungi warga, selain itu pohon akan ditebang hanya untuk keperluan pribadi semata warga seperti untuk pembanguna rumah tidak lebih. Jadi desa Hutaginjang tetap hijau dan alamnya nyaman hasil wawancara dengan responden Mangatur tanggal 18 Mei 2016”. Menurut saya terjadinya perluasan hutan lindung di desa Hutaginjang adalah karena typografi desa Hutaginjang yang rawan langsor maka pemerintah melihat untuk perlu melindungi dengan cara melindungi hutan dengan dimamfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat banyak berdasarkan hasil wawancara dengan Responden Manat Simaremare, BPD tanggal 14 Mei 2016”. Universitas Sumatera Utara 68

4.3.1.2. Perluasan Hutan menyebabkan munculnya konflik