19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada negara-negara agraris seperti Indonesia, tanah merupakan faktor produksi sangat pentinng karena menentukan kesejahteraan hidup penduduk negara bersangkutan dimana
tanah sebagai sumber ekonomi guna menunjang kehidupan Boedi, 1994. Tanah dan pola pemilikannya bagi masyarakat pedesaan merupakan faktor penting bagi perkembangan
kehidupan sosial, ekonomi dan politik.
2.1. Masyarakat Petani
Masyarakat petani secara umum sering dipahami sebagai suatu kategori sosial yang seragam dan bersifat umum. Sebagai masyarakat mayoritas yang hidup di pedesaan, petani
merupakan masyarakat yang tidak primitif, tidak pula modern. Masyarakat petani sebagai masyarakat desa yang dilatarbelakangikesatuan agroekosistem alamgeografidan
kebudayaan. Kesatuan lingkungan geografisnyaterutama terkait dengan penguasaandan pengusahaan sumberdaya lahan. Sedangkankesatuan kebudayaan kultural meliputiberbagai
aturan-aturan sosial yang berlakudalam masyarakat petani tersebut. Berbagaiaturan tersebut antara lain meliputi aturanadat, penduduk asli, tanah, lahan garapan, hubungankekeluargaan,
dan kehidupan ekonomimasyarakat rakyat desanya.Poerwadarminta 1985 mendefinisikan petani sebagai orang yangbermatapencaharian dengan bercocok tanamdi tanah.
Universitas Sumatera Utara
20
2.2. Hutan Lindung
Hutan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan yaitu suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya
alam hayati yang di dominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan lindung adalah hutan yang keberadaannya
dilindungi untuk memelihara fungsinya sebagai penyangga system kehidupan.Melindungi suatu wilayah dari bahaya banjir, kekeringan, tanah longsor, dan bencana ekologis lainnya.
Hutan dan masyarakat merupakan dua unsur yang berbeda , dimana hutan merupakan sekelompok pohon dan masyarakat merupakan sekelompok manusia, namun diantara
keduanya tidak dapat dipisahkan. Hubungan yang dimaksud tapak pada interaksi antara masyarakat dan hutan yang sudah berlangsung berabad-abad. Oleh karena itu pada setiap
pengelolaan hutan masyarakat di sekitar hutan juga ikut serata karena masyarakat disekitar hutan menggantungkan hidupnya pada sumberdaya hutan. Hal ini diperkuat dengan UUD
pasal 33 yang disebutkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun
pengelolaan yang terjadi di lapangan tidak selalu sama dengan apa yang tercantum dalam Undang-undang. Sehingga banyak bermunculan konflik yang terjadi antara masyarakat adat
dengan pemerintah seperti kegiatan pemerintah dalam perubahan status dan fungsi hutan adat menjadi hutan lindung tidak dilakukan secara transparan terhadap masyarakat adat sehingga
hal ini sudah sangat menyimpang dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah,perbedaan pandangan tentang tata batas dan pelanggaran adat oleh pengusaha hutan yang sulit
diselesaikan karena memang dari awal pengelolaan hutan selama ini tidak melibatkan masyarakat adat dan masyarakat sekitar hutan sebagai salah satu stakeholder yang memegang
peranan penting dalam hal tersebut.Permasalahan kawasan hutan baik status maupun
Universitas Sumatera Utara
21
persoalan tata batas dan pemanfaatanya secara langsung untuk kepentingan masyarakat sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 terus berkelanjutan.
2.3. Pola Perlawanan Rakyat