31
3. Dokumentasi
Melalui metode ini, penulis mengumpulkan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian, namun melalui dokumen sebagai
pendukung penellitian yang berupa foto.
3.4.2. Tekhnik Pengumpulan Data Sekunder
Merupakan data yang diperoleh dari sumber kedua atau pihaklain terkait dengan permasalahan penelitian. Data ini dapat diperoleh melalui sumber-sumber bacaan seperti
buku, majalah, surat kabar, dokumen-dokumen, serta laporan penelitian yang berkaitan dengan topik penenllitian yangdianggap relevan dan keabsahan dengan masalah yang diteliti.
3.5. Interpretasi Data
Analisa data dimulai dengan menelaah semua datayang telah dikumpulkan dalam proses penelitian, kemudian membaca dan mempelajarinya untuk dilakukan reduksi data
yang dilakukan dengan membuat atau inti dari permasalahan sehingga tetap berada dalam fokus penelitian. Interpretasi data yang dilakukan melalui upaya mengolah data, memadukan
atau menggabungkannya, membuat rangkuman, apa yang penting untuk dipelajari atau ditafsirkan dan memutuskan untuk menceritakan kepada orang lain yang di komunikasikan
melalui penulisan laporan penelitian.
3.6. Batasan Penelitian
Dalam membuat sebuah penelitian, peneliti diharapkan perlu membuat pembatasan terhadap hal-hal apa saja dari masalah yang akan diulas dan dibahas penulis dengan maksud
dan tujuan untuk memperjelas secara sistematis batasan-batasan ruang lingkup penelitian yang ingin diteliti serta dapat menghasilkan sebuah uraian yang lebih dinamis serta
Universitas Sumatera Utara
32
sistematis. Sehingga peneliti tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai. Adapun
batasan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah:
1. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan pendekatan metode
deskriptif dengan penyajian materi melalui studi kepustakaan dokumentasi dan wawancara mendalam yang dilakukan dengan berbagai informan terkait
dilapangan. 2.
Informan penelitian ini terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat, perangkat desa, masyarakat yang bersengketa, serta informan yang terkait dengan tema penelitian.
3. Penelitian ini intinya hanya melihat sejauh mana Pola Perlawanan Rakyat atas
Perluasan Hutan Lindungdi Desa Hutaginjang Kecamatan Muara.
Universitas Sumatera Utara
33
BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Desa Hutaginjang
4.1.1. Sejarah Desa Hutaginjang
Desa Hutaginjang merupakan salah satu desa berbukit yang berada di wilayah Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara.Kata desa
Hutaginjang diambil dari bahasa Batak Toba yang diberikan “natua-tua najolo”orang terdahulu yang membuka lahan pertama kali di Desa Hutaginjang. “Huta”sama dengan
“Luat” yang artinya desa atau daerah sedangkan “Ginjang” berarti diatas atau tinggi. Jadi Desa Hutaginjang artinya suatu daerah atau desa dimana desa tersebut terletak diatas atau
dibukit atau gunung. Desa hutaginjang pertama sekali ada pada tahun 1200-an, jika dilihat dalam sejarah
pemerintahannya Desa Hutaginjang dibentuk pada tahun 1945 dipimpin oleh seorang Kepala Nagari. Selanjutnya terbentuk kepala desa. Berikut nama-nama kepala desa yang pernah
memimpin desa Hutaginjang,
Universitas Sumatera Utara
34
Tabel 4.1. Nama-nama kepala desa yang pernah memimpin desa Hutaginjang
No Periode
Nama Kepala Desa Keterangan
1 1945-1952
Kepala Nagari Selama tujuh tahun
2 1952-1964
Mateus Simaremare Selama dua belas tahun
3 1964-1982
Juangga Rajagukguk Selama delapan belas tahun
4 1982-1992
Mampetua Rajagukguk Selama sepu;uh tahun
5 1992-2004
Charles Ompusunggu Selama dua belas tahun
6 2004-2015
Karsan Simaremare Selama sebelas tahun
7 2015-sekarang
Welseng Simaremare -
Desa Hutaginjang merupakan salah satu desa dari sebelas desa yang terdapat di
Kecamatan Muara. Luas wilayah desa Hutaginjang sekitar 970 Hayang terdiri dari empat
dusun yaitu dusun I, dusun II, dusun III, dusun IV. Desa Hutaginjang merupakan desa yang sistem kepemilikan lahannya secara turun temurun dimana tanah yang dimiliki oleh
masyarakat adalah tanah warisan dari nenek moyang.
Universitas Sumatera Utara
35
Gambar 1.Peta letak desa Hutaginjang 4.1.2. Letak dan Luas Desa Hutaginjang
Desa Hutaginjang adalah salah satu dari Sebelas desa di Kecamatan Muara, Tapanuli Utara yang terdiri dari empat Dusun.Luas desa Hutaginjang 970 Ha berdasarkan pemamfatan
lahannya. Jarak dari pusat Kabupaten Tapanuli Utara yakni 52 km dan jarak dari pusat Kecamatan yaitu 10 km. Desa Hutaginjang bukan teramasuk dalam ketegori desa terpencil
karena terdapat jalan lintas baik jalan beasr maupun jalan kecil yang menghubungkan ke desa-desa lainnya, serta desa Hutaginjang juga merupakan daerah pariwisata Bukit Doa dan
Gantole. Berikut adalah letak Desa Hutaginjang berdasarkan dengan desa lainnya. 1.
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sitanggor 2.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Silando 3.
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tangga Batu 4.
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Dolok Martumbur Waktu tempuh yang digunakan untuk mencapai kota kecamatan kira-kira 20 Menit dengan
menggunakan sepeda motor menggunakan jalur jalan Barat yakni melewati Desa Dolok
Universitas Sumatera Utara
36
Martumbur dan jika berjalan kaki kira-kira 60 menit dengan kondisi jalan secara keseluruhan baik.
Tabel 4.2 Luas desa berdasarkan Pemamfaatan lahan Ha tahun 2014-2015
No Pemamfaatan Lahan Luas Ha
1 Persawahan
200 2
Pemukiman 350
3 Perladanganlahan tidur
350 4
Hutan Milik Negara 70
5 Pendidikan
6 6
Lapangan 2
7 Pemakaman
1 8
Tempat Ibadah 2
Sumber: Data Kependudukan Desa Hutaginjang 2016-2021 Dari segi administratif Pemerintahan, secara keseluruhan jumlah dusun yang ada di
desa Hutaginjang terdiri dari empat Dusun yakni dusun I,II,III, dan IV. Batas-batas dusun menggunakan simpang jalan dan pamflet.
Universitas Sumatera Utara
37
4.1.3. Keadaan Penduduk Desa Hutaginjang
Jumlah penduduk desa Hutaginjang pada tahun 2012-2016 sebanyak 354 KK dengan jumlah 1722 Jiwa, yang terdiri dari laki-laki 871 Jiwa, Perempuan 901 Jiwa. Penduduk desa
Hutaginjang berasal dari berbagai daerah yang berbeda-beda, dimana mayoritas penduduk secara keseluruhan adalah Batak Toba sehingga tradisi-tradisi musyawarah untuk mufakat,
gotong royong dan kearifan local yang lain sudah dilakukan oleh masyarakat sejak adanya Desa Hutaginjang dan hal tersebut secara efektif dapat menghindari adanya benturan-
benturan antar kelompok masyrakat. Desa Hutaginjang diklarifikasikan berdasarkan Mata Pencaharian, Pendidikan, Jenis Kelamin dan Agama. Untuk lebih jelasnya berikut peneliti
paparkan dalam bentuk-bentuk tabel..
4.1.3.1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Table 4.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin tahun 2014-2015
No JENIS KELAMIN JUMLAH
1 LAKI-LAKI
871 49, 15
2 PEREMPUAN
901 50,84
TOTAL 1772
100 Sumber: Data Kependudukan Desa Hutaginjang 2016-2021
Penggolongan penduduk berdasarkan jenis kelamin merupakan sesuatu yang sangat penting, dengan mengetahui perbandingan komposisi penduduk laki-laki dan perempuan
dapat mengetahui Sex Ratio.Sex Ratio penduduk Desa Hutaginjang antara laki-laki dan perempuan tidak seimbang dimana jumlah penduduk laki-laki lebih sedikit dibandingkan
Universitas Sumatera Utara
38
perempuan.Persentase jumlah laki-laki dari table diatas yaitu 49. 15 , sedangkan persentase jumlah penduduk perempuan yaitu 50,84 .
4.1.3.2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Berdasarkan Agama
Table 4.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama tahun 2014-1015
No Agama Jumlah
1 Kristen Protestan
1752 98,87
2 Islam
20 01, 12
Total 1772
100
Sumber: Data Kependudukan Desa Hutaginjang 2016-2021 Berdasarkan data kependudukan Desa Hutaginjang periode 2016-2021 didapatkan
bahwa dari 1772 penduduk, terdapat 1752 menganut Agama Kristen Protestan dan 20 menganut Agama Islam. Sistem sosialisasi di desa Hutaginjang itu sendiri tidak dipengaruhi
oleh agama baik antara Agama Kristen Protestan dan Agama Islam walapun dominasi agama Kristen sangat tinggi. Hal itu terlihat dalam adanya serangkaian pesta, warga akan
menyediakan makanan khusus bagi kaum muslim dan tidak memaksa kehendak sendiri begitu sebaliknya. Selain itu, warga ssendiri mempunyai arisan etiap bulannya dan tidak
adanya isolasi antar agama.
Universitas Sumatera Utara
39
4.1.3.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan
Table 4.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan tahun 2014-2015
No Jenis Pekerjaan Jumlah
1 Petani
300 KK 84,74
2 Pedagang
15 KK 04,23
3 PNS
29 KK 08,19
4 Buruh
10 KK 02,82
TOTAL 354
100 Sumber : Data Kependudukan Desa Hutaginjang 2016-2021 sesuai Permendagri Nomor
114 Tahun 2014 Penggolongan penduduk berdasarkan mata pencaharian di suatu wilayah merupakan
data yang penting karena dapat melihat seberapa banyak masyarakat menggantungkan kehidupannya dari mata pencaharian sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam pengelolaan lahan di Desa Hutaginjang. Mata pencaharian di Desa Hutaginjang lebih banyak dari pertanian sekitar 84, 74 hal tersebut banyak penggunaan dan pemamfaatan
lahan untuk perkebunan kopi, tanaman sayuran, dan bawang. Pedagang sekitar 04,23 yang termasuk didalamnya ialah pedagang sayuran parengge-rengge ke daerah lain seperti
Balige dan Siborong-borong yang pada umumnya adalah pasar besar dan masyarakat desa Hutaginjang pergi ke pajak hanya ke Balige terutama Siborong-borong dan termasuk juga
pedagang atau ynag membuka warung kecil. Rendahnya minat warga untuk berdagang yakni warga desa Hutaginjang hanya berbelanja sekali dalam seminggu ke pajak dengan membeli
Universitas Sumatera Utara
40
persediaan dan perlengkapan rumah tangga sehingga warung tidak banyak yang mau berdagang. Selain itu, karena warga masih berkerabatdalam berdagang pun berlaku sistem
kekeluargaan seperti membeli barang dengan belakangan dibayar namun pada akhirnya tidak bayar karena segan meminta perkara hanya sepuluh ribu saja keluarga rusak atau kurang baik
nanti hubungan kekeluargaan. Untuk PNS 08,19 termasuk didalamnya guru SD dan SMP serta 02,82 adalah buruh yakni buruh bangunan.
4.1.3.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Penggolongan penduduk dilakukan berdasarkan tingkat pendidikan untuk dapat mengindikasikan kedudukan social penduduk dimana dapat mencerminkan bagaiman tingkat
kualitas penduduk sehingga mengetahui potensi penduduk secara umum.
Table 4.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan 2014-2015
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1 Pra Sekolah
23 13,64
2 SD
500 29,03
3 SLTP
300 17,42
4 SLTA
600 34,84
5 Sarjana
87 05,05
TOTAL 1722
100 Sumber : Data Kependudukan Desa Hutaginjang 2016-2021 sesuai Permendagri Nomor
114 Tahun 2014
Universitas Sumatera Utara
41
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa masyarakat lebih banyak lulus SLTA yang artinya secara keseluruhan masyarakat sudah mengecap pendidikan dengan baik.
4.1.3.5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jumlah Penduduk per Dusun
Menurut data kelurahan tahun 2014-2015 bahwa jumlah penduduk di desa ini adalah 1722 jiwa dengan 770 jumlah laki-laki dan 952 jumlah perempuan pada keseluruhan dusun. Untuk
lebih memahami aspek kependudukan desa Hutaginjang, berikut ini disajikan gambaran kependudukan yakni:
Table 4.6 Komposisi Penduduk Berdasarkan jumlah penduduk per Dusun
Tahun2014-2015 No
Dusun Jumlah
1 I
347 20,15
2 II
400 23,22
3 III
410 23,80
4 IV
565 32,81
TOTAL 1722
100 Sumber : Data Kependudukan Desa Hutaginjang 2016-2021 sesuai Permendagri Nomor
114 Tahun 2014 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui jumlah pendudukan yang tinggal per dusun
guna mnengetahui pemakaian luas lahan atau lahan yang menjadi sumber penghidupan masyarakat.Setiap dusun memiliki kepala dusun yaitu dusun I dipimpin oleh Jonni Simare-
Universitas Sumatera Utara
42
mare yang terdiri dari Tapian Nauli, Tano Ponggol, dusun II dipimpin oleh Jonner Rajaguk- guk yang terdiri dari Simpang Muara, dusun III dipimpin oleh Suhunan Siregar yang terdiri
dari Siregar Dolok, Lumban Dolok, Hutabagasan dan yang terakhir dusun IV dipimpin oleh Horas Simare-mare yang terdiri dari Lumban Silintong, Lumban Pea dan Lumban
Hutaginjang. Pusat pemerintahan desa berada di dusun IV dan tempat kediaman kepala desa berada di Dusun I.Sarana dan prasarana yang terdapat di setiap dusun yaitu :
1. Dusun I yakni bagian dari desa Hutaginjang yang terdiri dari Tapian Nauli dan Tano
Ponggol yang berada sebelah Barat berbatasan dengan Desa Dolok Martumbur dengan jumlah penduduk 347 jiwa atau sekitar 20,15 dari total jumlah penduduk
desa Hutaginjang. Sarana dan prasarana yang terdapat di dusun I adalah gedung PAUD, SD, Gereja GpdI dan Gereja HKBP, serta kantor seperti balai desa khusus
untuk Usaha Kelompok Tani Sehat 2.
Dusun II merupakan bagian dari desa Hutaginjang yang terdiri dari Simpang Muara yang berada di sebelah Selatan berbatasan dengan desa Silando dengan jumlah
penduduk 400 jiwa atau sekitar 23,22 dari total keseluruhan jumlah penduduk desa Hutaginjang. Dusun II merupakan pintu utama masuk ke daerah Hutaginjang. Sarana
dan prasarana satu buah Gedung SLTP dan satu buah Gedung Posyandu. 3.
Dusun III merupakan bagian dari desa Hutaginjang yang terdiri dari Siregar Dolok, Lumban Dolok dan Huta Bagasan yang berada di sebelah Utara berbatasan dengan
Desa Sitanggor dengan jumlah penduduk 410 jiwa atau sekitar 23,80 dari total keseluruhan penduduk desa Hutaginjang. Sarana dan prasarana yang terdapat di dusun
III yakni satu buah gedung GKPI dan sarana air bersih. Dusun III merupakan daerah yang menarik selain daripada alamnya yang hijau di dusun ini terdapat tempat
pariwisata yang sudah beberapa kali dikunjungi Mantan Presiden Indonesia Susilo
Universitas Sumatera Utara
43
Bambang Yudhoyono dan Presiden sekarang Bapak Jokowi serta kunjungan menteri pariwisata dan DPRD Pusat nama tempat pariwisata tersebut adalah “Gantole dan
Bukit Doa” dan telah diresmikan sebagai tempat pariwisata.
Gambar 2. Tempat Pariwisata Gantole di dusun III desa Hutaginjang Kecamatan
Muara
Gambar 3.Tempat Pariwisata Bukit Doa di dusun III Desa Hutaginjang Kecamatan
Muara
4. Dusun IV merupakan pusat pemerintahan desa Hutaginjang dan merupakan bagian
dari desa Hutaginjang yang terdiri dari Lumban Silintonng, Lumban Pea, Lumban Hutaginjang yang berada di sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tangga Batu
dengan jumlah penduduk 410 jiwa atau sekitar 23,80 dari total keseluruhan penduduk desa Hutaginjang. Sarana dan prasarana yang terdapat di dusun IV yakni
Universitas Sumatera Utara
44
satu buah gedung SD, PAUD dan dua buag gedung Gereja HKBP dan GpdI, terdapat satu buah MCK
4.1.4. Sarana Dan Prasarana Desa Hutaginjang
Sarana dan prasarana merupakan hal yang sangat mendukung pencapaian tujuan suatu program serta kegiatan pembangunan. Dengan adanya sarana dan prasarana yang baik
tentunya akan segala perencanaan dalam program maupun kegiatan pembangunan akan dapat
berjalan baik sehingga memudahkan tercapainya tujuan yang diinginkan.
Untuk mendukung tugas pelayanan terhadap kesejahteraan masyarakat dalam usaha peningkatan merupakan program pendukung kegiatan yang ada di Desa Hutaginjang.
Apabila sarana dan prasarana di Desa Hutaginjang tidak memadai maka program atau rencana yang telah disusun dengan baik akan tidak dapat berjalan dengan lancar. Maka, di
Desa hutaginjang tersedia sarana dan prasarana seperti sarana pemerintahan, sarana pendidikan, sarana ibadaha, sarana kesehatan, sarana ekonomi.
4.1.4.1. Sarana Pemerintahan Desa Hutaginjang
Pusat pemerintahan Desa Hutaginjang terletak di dusun IV sebagai kantor desa untuk rapat, pembagian Raskin, Posyandu, atau yang berkaitan dengan urusan pemerintahan
semua dilakukan di dusun IV tetapi yang menjadi tempat kediaman kepala desa di dusun I. Kantor Kepala Desa belum ada yang secara permanen dimana hal ini kurang nyaman bagi
masyarakat untuk menguhungi kepala desa dengan cepat apabila ada urusan-urusan penting. Sumber : Data Kependudukan Desa Hutaginjang 2016-2021.
Universitas Sumatera Utara
45
4.1.4.2. Sarana dan Prasarana Ibadah
Sarana dan prasarana tempat ibadah masyarakat Desa Hutaginjang ada lima gedung gereja yang terletak di dusun I, III dan dusun IV. Di dusun I ada dua buah gedung gereja
yakni Gereja HKBP Huria Kristen Batak Protestan dan Gereja GPdI Gereja Pentakosta di Indonesia, di dusun III ada satu gedung gereja yaitu GKPI Gereja Kristen Protestan
Indonesia dan di dusun IV ada 2 gedung yaitu Gereja HKBP Huria Kristen Batak Protestan dan GPdI Gereja Pentakosta di Indonesia. Hal ini dapat melihat bagaimana
bagaimana hubungan social masyarakat di Desa Hutaginjang melalui hubungan kerja sama dan gotong royong dengan pertemuan ibadah dan berbagai arisan sekalipun banyak gereja
namun tidak mengurangi hubungan sosialnya.
4.1.4.3. Sarana dan Prasarana Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Untuk itu pemberian dan peningkatan pendidikan terhadap masyarakat perlu
ditingkatkan. Keterlibatan orang tua, sekolah termasuk tenaga pengajar dan masyarakat secara keseluruhan perlu lebih ditingkatkan kesadarannya akan pentingnya pendidikan.
Dalam hal sarana pendidikan terbagi atas PAUD, SD, SLTP, SMA hal ini dapat dilihat darikomposisi penduduk berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini;
Universitas Sumatera Utara
46
Table 4.7 Sarana dan Prasarana Pendidikan tahun 2014-2015
No Kategori Jumlah
1 PAUD
2 2
SD 2
3 SLTP
1 TOTAL
5 Sumber : Data Kependudukan Desa Hutaginjang 2016-2021
Berdasarkan table diatas bahwa di Desa Hutaginjang terdapat dua gedung Pendidikan Anak Usia Dini PAUD yang terletak di dusun I dan dusun IV, dua gedung Sekolah Dasar
SD yang terletak di dusun I dan Dusun IV dan satu gedung SLTP yang terletak di dusun II. Hal tersebut menunjukkan pemerataan prasarana di setiap dusun dengan pemamfaatan lahan
yang ada untuk menunjang kesejahteran masyarkata dari segi pendidikan.
Universitas Sumatera Utara
47
4.1.4.4. Sarana dan Prasarana Kesehatan
Table 4.8 Sarana dan Prasarana Kesehatan tahun 2014-2015
No Kategori
Jumlah
1 Posyandu
1 2
Polindes 2
3 MCK
1 4
Sarana Air Bersih 2
TOTAL 6
Sumber : Data Kependudukan Desa Hutaginjang 2016-1021 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sarana dan prasarana di Desa Hutaginjang sudah
memadai dimana sudah ada satu gedung Posyandu yang terletak di dusun II, dua gedung Polindes yang terletak di dusun IV, satu MCK terletak di dusun IV dan satu tempat sarana
air bersih terletak di dusun II dan II.
Universitas Sumatera Utara
48
4.1.4.5. Sarana dan Prasarana Ekonomi
Table 4.9 Sarana dan Prasarana Ekonomi tahun 2014-2015
No Kategori
Jumlah
1 Kelompok Usaha Tani
3 2
Kelompok Usaha Sehat SPP 3
TOTAL 6
Sumber : Data Kependudukan Desa Hutaginjang 2016-2021 Dari table diatas dapat dilihat bahwa Kelompok usaha Tani ada 3 terdapat di dusun I,
III dan dusun IV sementara Kelompok Usaha Sehat ada tiga terletak di dusun II, III, Dan
IV. 4.1.4. 6.
Struktur Organisasi Perangkat Desa Hutaginjang
Desa Hutaginjang merupakan desa yang warganya secara keseluruhan warga Batak Toba. Desa Hutaginjang dipimpin oleh seorang Kepala Desa dalam memimpin atau
menyelenggarakan pemerintahan desa yang mempunyai kedudukan dan fungsi bertanggung jawab kepada Camat Muara Kabupaten Muara, diman desa Hutaginjang dibagi kedalam
empat dusun dan dikepalai empat dusun untuk mengatur serta mengawasi tiap dusun. Kepala desa memiliki tugas dan fungsi yakni bertugas sebagai penyelenggara dan
penanggungjawab utama dibidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dalam rangka menyelenggarakan gerakan urusan pemerintahan umum termasuk pembinaan
ketenteraman dan ketertiban. Fungsi kepala desa yaitu menyelengarakan partisipasi
Universitas Sumatera Utara
49
masyarakat, melaksanakan tugas dari pemerintah atasannya, melaksanakan koordinasi terhadap jalannya pemerintahan desa atau kelurahan, melaksanakan tugas yang menjadi
tanggung jawabnya dibidang pembangunan dan masyarakat, dan melaksanakan tugas dalam rangka pembinaan ketentraman dan ketertiban.
Untuk kelancaran dan pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan, desa Hutaginjang memepunyai struktur pemerintahan yang baku seperti tertera dalam Struktur Organisasi
Perangkat Desa Hutaginjang Kecamatan Muara Kab. Tapanuli Utara sebagai berikut: 1.
Perangkat Desa terdiri dari :
• Plt . Kepala Desa
: Welseng Simaremare •
Sekretaris Desa : Polma Rajagukguk
• Kepala Urusan Umum
: Oloan Rajagukguk •
Kepala Urusan Pembangunan : Mifcon Rajagukguk
• Kepala Urusan Pemerintahan
: Sobin Simaremare •
Kepala Dusun I : Jonni Simaremare
• Kepala Dusun II
: Jonner Rajagukguk •
Kepala Dusun III : Suhunan Siregar
• Kepala Dusun IV
: Horas Simaremare
Badan Perwakilan Desa sebanyak lima orang terdiri dari :
• Ketua
: Manat Simaremare •
Wakil ketua : Matondang Simaremare
• Sekretaris :Halasson Simaremare
• Anggota
: Eduart Siregar, Marojahan Rajagukguk
Universitas Sumatera Utara
50
Bagan Struktur Organisasi Perangkat Desa Hutaginjang Kecamatan Muara Kab.
Tapanuli Utara
Gambar 4. Bagan Struktur Organisasi Perangkat Desa Hutaginjang Kecamatan Muara
Kab. Tapanuli Utara
Badan Perwakilan Desa
Manat Simaremare
Kepala Desa
Welseng Simaremare
LPMD
Esron Simaremare
Sekretaris Desa
Polma Rajagukguk
Kaur Pembangunan
Oloan Rajagukguk
Kaur Pemerintahan
Mifson Rajagukguk
Kaur Umum
Sobin Simaremare
Kepala Dusun II
Jonner Rajagukgugk
Kepala Dusun III
Suhunan Siregar
Kepala Dusun IV
Horas Simaremare
Kepala Dusun I
Jonny Simaremare
Universitas Sumatera Utara
51
4.2. Karakteristik Responden
Informan merupakan salah satu kunci dalam penelitian untuk menggali sumber data, informasi yang diperlukan dalam penelitian. Dalam hal ini peneliti mengambil data dengan
teknik Purposive Sampling denganmembagi informan menjadi empat bagian dalam ini yaitu Camat, Perangkat Desa Hutaginjang, Gerakan Kehutanan Desa Hutaginjang, dan Kelompok
Tani termasuk Tokoh Masyrakat. Tujuanya adalah untuk mendeskripsikan bagaimana gambaran Pola Perlawanan Masyarakat Desa Hutaginjang Terhadap Perluasan Hutan
Lindung. Untuk lebih jelasnya, maka peneliti akan mendeskripsikan karakteristik beberapa Informan Primer sebagai berikut:
4.2.1. Camat
Nama : Richand P. Situmorang SSTP
Umur : 41 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan
: Camat Kecmatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara Richand P. Situmorang SSTPadalah kelahiran desa Untemungkur, 27 April
1975menjabat sebagai Camat di Kecamatan muara masih empat bulan lebih yang diangkat langsung oleh Bupati menggantikan camat bapak Silitonga. Responden berkata bahwa
sebagai camat belum banyak yang dikerjakan untuk kecamatan Muara berhubung masih empat bulan menduduki camat dan hasilnya masih belum kelihatan. Untuk pembangunan
kecamatan muara masih mengusulkan infrastruktur perbaikan jalan raya ke Muara dan masih tahap perbaikan jalan dan juga berusaha mengajukan masyarakat yang miskin kepusat untuk
Universitas Sumatera Utara
52
dibantu pendidikan anak-anak dan kepada anak-anak yang berpendidikan Richand berusaha memberikan beasiswa dengan usulan kepada pemerintah. Saat ini responden sedang fokus
kepada kesejahteraan masyarakat melihat dari aspek leluasanya masyarakat menggunakan jalan raya, pendidikan yang ditingkatkan, menyelesaiakan segala urusan permaslahan
masyarakat mulai dari surat menyurat, persengketaan dan sebagainya. Pandanganrespondenterhadap perluasan kawasan hutan lindung menekankan bahwa
Hutan lindung merupakan hutan yang dilindungi keberadaannya karena berperan penting menjaga ekosistem, agar terhindar dari kerusakan maka keberadaan hutan tersebut harus
dilindungi. Kawasan hutan ditetapkan sebagai hutan lindung karena berfungsi sebagai penyedia cadangan air bersih, penahan erosi, paru-paru kota atau fungsi-fungsi lainnya. Hak
masyarakat adat dalam bidang pertanahan yang dikenal denga istilah hak ulayat dimana secara umum hak ulayat berkenaan dengan hubungan hukum masyarakat adat.. Semua orang
berhak melakukan dan menuntut apa yang menjadi hak, apakah itu besar ataupun kecil namun esensinya tersebut tetap berdiri atas kepentingan rakyat bukan kepentingan pribadi
dimana mengutamakan kesejahteraan rakyat. Responden juga menyatakan bahwa perlu ada seseorang yang menjadi contoh bagi
masyarakat untuk mencontoh kebaikan, kesopanan dan keramahan bukan sebaliknya.Pandangan responden bahwa hak tanah ulayat harus dimiliki setiap orang sebagai
landasan hidup dan dasar dalam melakukan semua aktivitas diri manusia karena karena sudah merupakan warisan dari nenek moyang dan sudah turun temurun dimana hal itu sudah
mendarah daging dalam masyarakat Batak Toba termasuk masyarakat Desa Hutaginjang.Hal ini tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat begitu juga sebaliknya. Pemerintah
dalam hal ini Menteri yang terkait dengan bidang kehutanan bisa menetapkan suatu kawasan
Universitas Sumatera Utara
53
hutan menjadi hutan lindung berdasarkan usulan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Penetapannya diatur secara teknis dalam Keputusan Menteri. Peraturan tersebut
mengatur metode skoring dalam menentukan kawasan hutan. Terdapat 3 faktor utama dalam menentukan skoring, diantaranya kemiringan lahan, kepekaan terhadap erosi dan intensitas
curah hujan mmhari hujan di daerah terkait.
4.2.2. Informan dari Perangkat Desa
1. Nama
: Welseng Simaremare Umur
: 62 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Guru
Welseng adalah kelahiran dusun I Desa Hutaginjang Tapian Nauli, 25 Maret 1954 dengan profesi seorang PNS yakni seorang Guru sambil bertani. Lulusan pendidikan adalah
SPG dan telah menjabat sebagai guru selama 20 tahun sampai sekarang. Responden sebelum diangkat menjadi seorang kepala desa diakui sebagai seorang tokoh masyarakat di dusun I.
dasar beliau mau diangkat sebagai kepala desa sementara ialah karena untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat terkait dengan semua keinginan dan kebutuhan
masyarakat. Responden juga sebagai petani di dusun I yang mempunyai lahan yanglumayan luas dan dikelola sebagai pertanian dan perkebunan. Sebagian lahan dari welseng adalah
lahan kosong dan tidak dikelola sama sekali berhubung profesi sebagai guru dimana waktu keladang hanya bisa setengah hari saja. Tidak mempunyai ternak baik kerbau maupun babi
karena biasanya masyarakat batak toba rata-rata disamping bertani memelihara babi juga sebagai sumber penghasilan.
Universitas Sumatera Utara
54
Pandangan responden terhadap adanya perluasan kawasan hutan lindung ialah adanya perluasan kawasan hutan lindung menyebabkan dampak yang besar bagi masyarakat. Batas
yang ditetapkan mencakup lahan pertanian warga, imbasnya atas perluasan kawasan hutan adalah berkurangnya aksesibilitas masyarakat terhadap penggunaan lahan berpengaruh pada
pendapatan masyarakat di bidang pertanian.
2. Nama
: Polma Rajagukguk Umur
: 43 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Polma Rajagukguk adalah kelahiran desa Hutaginjang Dusun I Hutaginjang, 15 Juni 1973 yang berprofesi sebagai petani lulusan S1 Ekonomi.Responden ini sudah berada di desa
Hutaginjang sejak ia lahir dan sudah mengetahui kejadian di masyarakat serta sIstem sosial dan nilai-nilai yang dianut masyarakat desa Hutaginjang dan tinggal di IV.Sebagai sekrretaris
desa yakni mengurusi pendataan penduduk pada saat pembagian raskin, pupuk dan bantuan lainnya yang diterima warga desa. Biasanya yang berkaitan dengan berkas-berkas warga,
respondenjuga yang mengurusi kepala desa jika punya waktu atau sedang sibuk dengan urusan lain. Responden juga sebagai komite masyarakat sebelum diangkat menjadi sekretaris
desa Hutaginjang yang memerhatikan masyarakat dan usulan masyarakat yang akan disampaikan kepada Badan Perwakilan Rakyat.
Responden mau diangkat sebagai sekretaris desa Hutaginjang karena ingin mempercepat segala urusan surat menyurat melihat selama ini masyarakat desa Hutaginjang
susah untuk mengurus segala urusan surat menyurat, serta ingin mendorong masyarakat lebih lagi untuk membangun desa hutaginjang dengan kerja sama yang kuat dengan tidak
Universitas Sumatera Utara
55
menghilangkan nilai-nilai yang terdapat didalam masyarakat.Lahan pertanian yang dimiliki sekitar 5 Ha dimana sekitar 4 Ha dikelola sebagai lahan pertanian dan 1 Ha belum
dikelola.Disamping sebagai petani, Polma juga beternak babi sebagai penghasilan tambahan. Responden mengatakan bahwa sering terjadi pergesekan ditengah-tengah mayarakat
bukan juga karena unsur perluasan hutan lindung. Warga yang melapor karena penggelembungan beras raskin merupakan suatu taktik untuk saling menjatuhkan.Responden
bercerita bahwa sering terjadi gesekan antar warga adalah hal yang wajar karena merupakan ada kepentingan masing-masing dimana yang menjadi tidak wajar adalah pergesekan yang
berkepanjangan dan tidak adanya jalan keluarnya. Pergesekan karena beras raskin adalah karena adanya yang tidak dapat beras raskin da nada yang tidak dapat beras raskin, karena
dari puat sendiri pembagian tersebut sering kali tidak permanen artinya terkadang sesuai dengan jumlah yang miskin dan terkadang sangat kurang. Hal tersebut respondensiasati
dengan mengurangi jumlah beras setiap kepala keluarga dimana apabila masyarakat yang per kepala aturan 10 kg dikurani menjadi 8 atau 9 kg jika hal itu memungkinkan.
Disamping sebagi sekretaris desa pekerjaan responden sehari-hari adalah petani atau pekebun yang menanam kopi, bawang dan jenis sayuran lainnya.Menurut responden
menanam kopi dan jenis sayuran itu sangant menguntungkan selain menggunakan dan memanfaatkan lahan juga menambah pendapatan Rumah Tangga. Setiap pagi istriny bersama
dengan beliau akan pergi keladang jika responden tidak ada urusan desa. Mereka pergi keladang dgan jalan kaki, dengan jaraka lahan pertanian dari rumah lumayan jauh kira-kira 2-
3 km jauhnya dan tidak keladang kecuali hari Minggu. Pandangan respondenterhadap adanya perluasan kawasan hutan lindung ialah tidak
terlalu mempersoalkan, karena itu sudah hal yang sering terjadi dalam masyarakatmulai tahun
Universitas Sumatera Utara
56
2000 sampai sekarang. Hak untuk berpolitik dan memimpin walaupn terkadang harus menghadapi pendangan-pandangan negative harus diterima dari agama lain. respondenjuga
menyadari bahwa sebagai sekretaris desa gesekan antar warga itu wajar dan memang harus ada gesekan supaya ada peningkatan untuk saling memperjuangkan dan mempertahankan
solidaritas antar warga. Yang menjadi salah adalah pergesekan itu menimbulkan dua kubu atau kelompok dalam masyarakat.
3. Nama
: Manat Simare-mare Umur
: 56 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Manat Simaremare berumur 56 tahun yang adalah kelahiran desa Hutaginjang dusun III Lumban Dolok, 30 Oktober 1960.Pendidikan terakhir S1 Hukum dengan profesi petani
dan menjabat sebagai Ketua Badan Perwakilan Desa Hutaginjang.Didesa Hutaginjang sejakia lahir sampai sekarang. Menetap di dusun IV dimana lahan bapak ini ada sekita 15 Ha dan 3
Ha dikelola sebagai lahan pertanian dan 12 Ha dijadikan sebagai hutan rakyat namun yang saat ini statusnya bukan lagi hutan rakyat karena Manat sudah menjualnya kepada salah
seaorang pengusaha dari luar daerah. Selain bertani Manat juga mempunyai ternak kerbau dan ayam.Manat juga sebagai penatua atau sintua di Gereja dusun IV sejak tahun 2014
sampai sekarang.Manat sebelum KetuaBPR sudah menjadi anggota BPRdan komite masyarakat sejak tahun 2000.
Pandangan responden terhadap adanya perluasan kawasan hutan lindung di desa Hutaginjang ialah setuju dengan perluasn hutan lindung karena melihat defenisi hutan
lindung berdasarkan fungsinya karena sesuai dnega typograpi desa Hutaginjang yang rawan
Universitas Sumatera Utara
57
longsor maka pemerintah perlu melindunginya sehingga sesuai dengan fungsi dan defenisi hutan lindung yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat.
Lahan pertanian yang dijadikan sebagai perluasan kawasan hutan lindung seharusnya pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sehingga masyarakat tetap
mempunyai penghasilan dari berebasis pertanian menjadi berbasis ekonomi yaitu mendukung uasha baru warga seperti pengembangan ketrampilan yang berkelanjutan. Responden
berpendapat bahwa pemerintah tidak akan membuat warga susah dan pstinya pemerintah mencari jalan terbaik supaya masyarakat tidak dirugikan.
4.2.3.1. Informan dari Gerakan Kehutanan Desa Hutaginjang
1. Nama
: Jogianto Siregar Umur
: 51 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Jogianto Siregar adalah kelahiran desa Hutaginjang dusun IV Lumban Pea, 12 September 1965 yang sekarang berumur 51 tahun. Pendidikan terakhir SLTA SMA dan
menetap di dusun IV, pada tahun 2006- 2011 pernah sebagai Badan Perwakilan Desa Hutaginjang dan pada tahun 2014 sampai sekarang menjadi Ketua Gerakan Kehutanan di
desa Hutaginjang. Responden adalah seorang petani yang mempunyai lahan 7 Ha dan 5 Ha diantaranya dikelola sebagai lahan pertanian baik perkebunan kopi maupun persawahan.
Sementara 2 Ha adalah lahan kosong yang ditanami pohon.Selain petani, bapak Jogianto juga sebagai pemelihara kerbau, ayam dan babi.
Pandangan responden dengan adanya perluasan kaasan hutan lindung bahwa sebenarnya masalah tanah adat adalah masalah yang kompleks dan perlu ditindaklanjuti,
Universitas Sumatera Utara
58
namun harus berawal dari masyarakat itu sendiri untuk mengawali pemecahan masalah yang menyebabkan tanah sengketa tersebut menjadi perluasan kawasan hutan lindung, tanah adat
itu sendiri dahulunya dimiliki oleh masyarakat hukum adat atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan warganya, dimana kewenangan ini memperbolehkan masyarakat
untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidupnya. Masyarakat dan sumber daya yang dimaksud memiliki
hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.
4.2.4. Informan dari Kelompok Tani dan Tokoh Masyarakat
1. Nama
: Mangatur Ompusunggu Umur
: 54 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Mangatur kelahiran desa Hutaginjang dusun III Lumban Dolok, 18 Agustus 1962 yang sekarang berumur 54 tahun dengan profesi seorang petani. Pendidikan terakhir SLTA
dan seorang tokoh masyarakat di desa hutaginjang dimana sejak tahun 1999-2014 adalah komite masyarakat setempat dan juga sebagai raja adat di desa Hutaginjang.Mangatur
terkenal sosok yang lemah lembut dan banyak membantu masyarakat dan juga jiwa kepemimpinannya terhadap masyarakat sangat baik dilihat dari hal pengetahuan kondisi
masyarakat. Responden dikenal warga sebagai tokoh masyarakyat dimana sangat mengetahui jelas
keberadaan tanah maupun lahan serta silsilah tanah warisan. Selain berprofesi seorang petani mangatur dikenal sebagai penyimpan silsilah tanah dan titipan surat warisan tanah dari nenek
Universitas Sumatera Utara
59
moyang singga jika terjadi permasalahan tanah antar warga, responden bisa mengendalikan yang berkonflik. Responden juga dikenal sebagai orang yang rendah hati yang sudah benyak
menolong warga termasuk dari luar dan memberikan lahannya di kerjakan untuk menghidupi kebetuhan mereka.
Pandangan responden terhadap perluasan kawasan hutan lindung bahwa hak ulayat adalah kewenangan, yang menurut hukum adat, dimiliki oleh masyarakat hukum adat atas wilayah
tertentu yang merupakan lingkungan warganya, dimana kewenangan ini memperbolehkan masyarakat untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah
tersebut bagi kelangsungan hidupnya. Masyarakat dan sumber daya yang dimaksud memiliki hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat
hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan. 2.
Nama : Derlina Rajagukguk
Umur : 62 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan
: Wiraswasta
Derlina Rajagukguk adalah seorang tokoh masyarakat yang sudah berumur 62 tahun yang semenjak lahir telah tinggal di desa Hutaginjang. Lahir di dusun III Lumban Dolok, 14
Desember 1954 dengan pendidikan terakhir SLTP.Berprofesi sebagai wiraswasta di TVRI dan juga sebagai petani dengan luas lahan kurang lebih 15 Ha dimana 14 Ha dikelola sebagai
lahan pertanian dan 1Ha sebagai lahan kosong.Bapak Derlina adalah tokoh masyarakat dan juga sebagai anggota kelompok tani sampai sampai saat ini.Responden juga adalah penatua
gereja sejak tahun 1999 sampai sekarang.Derlina juga termasuk raja adat di desa Hutaginjang khususnya untuk marga Rajagukguk. Responden mempunyai pandangan-pandangan sendiri
Universitas Sumatera Utara
60
dalam masyarakat majemuk khususnya desa Hutaginjang. Salah satunya perbedaan pendapat yang sangat mencolok di tengah-tengah warga yang aling mempertahankan pendapat yang
akhirnya pergesekan selalu terjadi dan masyarakat memperuncing permasalahan sehingga antar warga saling menjatuhkan termasuk dalam masalah perluasan kawasan hutan
llindung.Setiap sore sekitar Pukul. 17.30 responden akan nongkrong ke warung kopi yang hanya beberapa meter dari tempat kediaman dan sambal main catur dan itu dilakukan setiap
hati dan pulang Pukul. 19.00 Wib dan tidak pulang terlalu larut malam karena ke warung hanya ingin mengetahui informasi dan keadaan masyarkat.
Menurut responden terhadap perluasan kawasan hutan lindung di desa Hutaginjang Kecamatan Muara Harapan sangatlah mengganggu masyarakat termasuk warga desa
Hutaginjang. Selain lahan pertanian warga yang dijadikan sebagi perluasan hutan llindung, warga juga merasa bahwa mereka akan segera berpindah ke daerah dimana hal itu akan
membuat warga membuka lahan baru.Pak Derlina terhadap kondisi desa yaitu pemerintah selalu mengawasi dan tetap membantu masyarakat termasuk hal ulayat sehingga
kesejahteraan warga lebih baik. 3.
Nama : Porman Rajagukguk
Umur : 55 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan
: Petani
Porman Rajagukguk adalah seorang tokoh masyarakat yang sudah berumur 55 tahun yang semenjak lahir telah tinggal di desa Hutaginjang.Lahir di dusun III Lumban Dolok, 7
Februari 1961 dengan pendidikan terakhir SLTP dan menetap di dusun III sampai sekarang.Responden mempunyai delapan anak Berprofesi sebagai petani dengan luas lahan
Universitas Sumatera Utara
61
pertanian kurang lebih 6 Ha dan juga sebagai pemelihara kerbau dan babi terbanyak di desa Hutaginjang.Responden seorang tokoh masyarakat dan juga sebagai juga sebagai ketua
kelompok tani dan sangat mendukung kinerja masyarakat dalam bertani. Responden berharap supaya perluasan kawasan hutan lindung lebih diperhatikan dengan tidak merugikan
hak-hak ulayat dimana pemerintah melakukan pemetaan yang jelas supaya lahan dan pekarangan rumah tidak dijadikan sebagai perluasan hutan lindung.
Pandangan responden terhadap perluasan kawasan hutan lindung bahwa apabila desa Hutaginjang harus dijadikan sebagai perluasan hutan lindung, setidaknya pemerintah
menggunanakan lahan kosong atau lahan tidur agar kesejahteraan masyarakat tidak terganggu. Karena jika lahan kosong yang digunakan sebagai kawasan perluasan hutn
lindung mungkin msyarakat tidak akan keberatan. Dan itupun harus ada pemberitahuan kepada masyarakat bahwa lahan kosong harus digunakan sebagai perluasan kawasan hutan
llindung.
Universitas Sumatera Utara
62
4.3. Interpretasi Data Penelitian
4.3.1. Perluasan Kawasan Hutan Lindung di Desa Hutaginjang
Hutan lindung merupakan kawasan yang ditetapkan oleh pemerintah beserta kelompok masyarakat tertentu untuk dilindungi, agar tetap terjaga fungsi-fungsi ekologinya,
terutama yang menyangkut tata air serta kesuburan tanah sehinngga dapat tetap berjalan dan manfaatnya dapat dinikmati oleh masyarakat banyak. Kawasan desa Hutaginjang terletak di
Kecamatan Muara di desa Hutaginjang. Desa Hutaginjang sebelum menjadi objek perluasan hutan
lindung merupakan kawasan hutan produksi terbatas dari tahun 1997 sampai tahun 2012. Secara keseluruhan penduduk yangberada di sekitar Hutaginjang menggantungkanhidupnya
dari bertani. Perluasan hutan lindung di Desa Hutaginjang merupakan salah satu penunjang konflik.Menurut Bapak Welseng Simaremare selaku kepala desa Hutaginjang mengatakan
bahwa desa Hutaginjang memang sudah dicatat sebagai perluasan hutan lindung.Hal ini terlihat ketika dari dusun II sampai dusun IV, yang anehnya mmang dusun I tidak ada yang
menjadi perluasan hutan lindung.Berdasarkan wawancara dengan responden Manat Simaremare selaku Badan Perwakilan desa Hutaginjnag;
“Menurut saya, “saya tidak keberatan dengan perluasan hutan lindung selagi tanahnya kosong. Dan apabila ada tanah warga yang terkena untuk perluasan hutan lindung
maka diganti rugi oleh pemerintah sebesar-besarnya berupa hasil pertanian dikali deposito pertahun sehingga hasilnya sama dengan hasil pertanian wargahasil wawancara tanggal 14
Mei 2016.”
Defenisi Hutan Lindung menurut Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentanng kehutanan adalah “kawasan hutan yang mmpunyai fungsi pokok sebagai perlindungan system
penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi tanah, mencegah intrusi air laut, dan menjaga kesuburan tanah”. Sedangkan sebagian warga sangat
Universitas Sumatera Utara
63
geram akan adanya perluasan hutan lindung karena disamping lahan pertanian yang dijadikan sebagai perluasan hutan lindung bahkan areal pekarangan rumah juga dijadikan sebagai
perluasan hutan lindung. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden Derlina Rajagukguk selaku tokoh masyarakat,
“Desa hutaginjang sejarahnya tidak pernah longsor dan tetap aman, kalau pemerintah mau membuat perluasan hutan lindung aturannya turun ke masyarakat untuk memberitahukan
bahwa adanya perluasan hutan lindung serta kami diarahkan bukan malah turun ke masyarakat langsung mematok tanah-tanah warga dan dijadikan sebagai perluasan hutan
lindung dan sebagian sudah ditanami kayu pinus. Saya sendiri tidak terima dengan hal itu karena tanah kami adalah tanah warisan ang sudah lama kami kerjakan di desa ini.hasil
wawancara tanggal 20 Mei 2016.””
Pasal 11 ayat 2 UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, menentukan bahwa “Perencanaan kehutanan dilaksanakan secara transparan, bertanggung-gugat, partisipatif,
terpadu, serta memeperhatikan kekhasan dan aspirasi daerah”. Perluasan hutan lindung di desa Hutaginjang sudah lama isunya dan baru sekarang terunkap kejelasan bahwa desa telah
dijadikan sebagai perluasan hutan lindung. Awalnya sebagian lahan kosong masyarakat desa Hutaginjang dijadikan sebagai hutan rakyat sejak tahun 2000-an dan pada tahun 2013 aparat
militer survei kelapangan dengan menyatakan arahan rdari pemerintah untuk reboisasi hutan dan masyarakat tidak keberatan dengan hal tersebut serta mendukungnya. Namun, pada tahun
2014 desa Hutaginjang dinyatakan sah sebagai perluasan hutan lindung, dimana yang membuat desa Hutaginjang sebagai perluasan hutan lindung, namun sebelum saya sebagai
ketua Kegerakan kehutan pada tahun 1997 yang di ketuai Parsaoran Sianturi sampai tahun 2004 kejelasan hutan didesa Hutaginjang tidak lagi jelas. Dari kementerian kehutanan
menyatakan bahwa hutan rakyat desa hutaginjang pernah dibicarakan ke pemerintah sebagai perluasan hutan lindung masa kepemimpinan Parsaoran yang dinyatakan sekitar 150 Ha dan
pihak pemerintah menandatangani hal tersebut sebelum survei kelapangan.Dan pada tahun 2014 ketika pemerintah mengadakan pematokan dan penanaman pohon pinus masyarakat
Universitas Sumatera Utara
64
menuntut karena penggunaan lahan sebagai perluasan hutan lindung.Berdasarkan hasil wawancara dengan kata Bapak Jogianto Siregar selaku Badan Kegerakan Kehutannan di
Desa Hutaginjang ialah; “Saya sebagai ketua kegerakan kehutanan bahwa ada yang menyerahkan atau menjual
lahan di desa Hutaginjang ini kepihak pemerintah dengan menambahkan luas lahan, misalnya, lahan yang kosong itu sebenarnya 10 Ha namun yang dibicarakan kepemerintah
100 Ha itu kenapa perluasan hutan lindung hampir secara keseluruhan termasuk 100 Ha dari permukaan danau toba dijadikan sebagai perluasan hutan lindung. Dan samapai saat
ini masyarakat masih mencari tahu siapa oknum-oknmu yang menjual tanah tersebuthasil wawancara tanggal 16 Mei 2016.”
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia nomor : p. 44menhut-ii2012 tentang Pengukuhan Kehutanan Pasal 1 bahwa,
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan : 1.
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,
yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 2.
Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
3. Pengukuhan kawasan hutan adalah rangkaian kegiatan penunjukan, penataan batas,
dan penetapan kawasan hutan. 4.
Penunjukan kawasan hutan adalah penunjukan suatu kawasanwilayahareal tertentu baik secara parsial atau dalam wilayah provinsi dengan Keputusan Menteri Kehutanan
sebagai kawasan hutan dengan fungsi pokok tertentu, luas perkiraan, dan titik-titik koordinat batas yang dituangkan dalam bentuk peta kawasan hutan skala tertentu atau
minimal skala 1 : 250.000 sebagai dasar penataan batas untuk ditetapkan sebagai kawasan hutan.
Universitas Sumatera Utara
65
5. Penataan batas kawasan hutan adalah kegiatan yang meliputi pembuatan peta trayek
batas, pemancangan batas sementara, pengumuman hasil pemancangan batas sementara, inventarisasi, identifikasi dan penyelesaian hak-hak pihak ketiga,
pembuatan dan penandatanganan berita acara tata batas sementara dan peta lampiran tata batas, pemasangan tanda batas dan pengukuran batas, pemetaan hasil penataan
batas, pembuatan dan penandatanganan berita acara tata batas dan peta tata batas. 6.
Penetapan kawasan hutan adalah penetapan kawasan hutan temu gelang yang memuat letak, batas, luas, fungsi tertentu dan titik-titik koordinat batas kawasan hutan
yang dituangkan dalam bentuk peta kawasan hutan skala tertentu atau minimal skala 1 : 100.000.
7. Pemetaan kawasan hutan adalah kegiatan pemetaan hasil pengukuhan kawasan hutan
sesuai dengan tahapannya. 8.
Peta proyeksi batas kawasan hutan adalah peta yang disusun melalui kegiatan ploting batas kawasan dari peta penunjukan kawasan hutan ke dalam peta dasar dengan skala
lebih besar. Adapun yang menjadi areal perluasan hutan lindung di desa Hutaginjang dari dusun II
yakni Pahoda, Holbung Gorat, Paraja, Toru Huta Bagasan, Keparantian, perpatikan, Holbung Gaol, Tano ponggol kecuali lingkungan SMP, kemudian ke dusun III yakni Sitihal, Sijabi-
jabi, Huta Pancur, Lumban siaro, Huta Sialogo, Huta Losung, Huta Haroroan, Sitedak, Sosor,Nagumontang, Sigira-gira sampai kepajolo kecuali lingkungan SD. Dan yang terakhir
dusun IV mulai dari Bona Dolok, Balian Siantar, Simual, Huta Lumban Hutaginjang, simare- mare, Sumur Siregar Dolok, Sibuntuon, Siraruan, Siabal-abal, Pajolo, Sibaganding, Lumban
Pea, Huta Sonar Nauli, Lumban Ojak Sihombing, Segitiga tanah lapangan, sampai kelumban
Universitas Sumatera Utara
66
silintong. Itulah yang menjadi perluasan hutan lindung di desa Hutaginjang.Berdasarkan hasil wawancara dengan responden Porman Rajagukguk,
“Yang kami tahu bahwa sebagian tanah di Desa Hutaginjang pernah dijual salah satu oknum itu pun lahan mereka yang dijadikan hutan rakyat. Tapi kenapa tiba-tiba bahwa desa
Hutaginjang secara kesluruhan dijadikan sebagai perluasan hutan lindung, untuk itu kami tetap mengadakan tuntutan akan adanya perluasan hutan lindung hasil wawancara tanggal
24 Mei 2016”.
4.3.1.1. Tanggapan Masyarakat Terhadap Perluasan Hutan Lindung
Tanah ulayat adalah bidang tanah yang di atasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu.Hak ulayat adalah kewenangan, yang menurut hukum adat,
dimiliki oleh masyarakat hukum adat atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan warganya, di mana kewenangan ini memperbolehkan masyarakat untuk mengambil manfaat
dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidupnya. Masyarakat dan sumber daya yang dimaksud memiliki hubungan secara lahiriah dan batiniah
turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.Namun, tidak adanya penghormatan hak ulayat terhadap adanya perluasan
hutan lindung masyarkat desa Hutaginjang terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok yang pro dan konflik.Berdasarkan hasil wawancara dengan Polma Rajagukguk selaku sekretaris
desa,
“Saya sebagai Sekretaris Desa untuk perluasan hutan lindung, saya merasa bahwa secara umum memaklumi karena ada juga lahan kosong tetapi bagi masyarakat hal tersebut
menjadi kegaduhan karena lahan masyarakat dimasukkan ke areal perluasan hutan lindung hasil wawancara tanggal 13 Mei 2016”.
Lahan masyarakat yang dijadikan sebagai perluasan hutan lindung menjadikan warga tetap bertindak dan mencari tahu kebenaran dari adanya perluasan tersebut. Masyarakat yang
pada saat itu menanam tanaman dilarang oleh aparat pemerintah militer yang saat itu sedang
Universitas Sumatera Utara
67
mematok lahan desa Hutaginjang sebagai perluasan hutan lindung pada tahun 2013 untuk tidak menanam lagi karena dilindungi pemerintah, berdasarkan hasil wawancara dengan
responden Porman Rajagukguk bahwa,
“Sebenarnya desa Hutaginjang tidak perlu lagi dibuat perluasan hutan lindung, karena memang hutaginjang tidak pernah longsor sekalipu typographi daerah berbukit-bukit, tidak
pernah banji maupun erosi kalau dilihat dari defenisi hutan lindung. Saya tidak akan setuju dengan perluasan hutan lindung, karena ladang serta pekarangan rumah saya dijadikan
sebagai areal perluasan hutan lindung. Hal itu jelas saya tidak setuju hasil wawancara tanggal 24 Mei 2016”.
Di desa Hutaginjanng juga terdapat hutan rakyat yang dikelola masyyarakat itu sendiri dan sampai saat ini masih dijaga kelestarianny dengan tidan adanya penebangan hutan
secara illegal kecuali pohon tua untuk dijadikan sebagai bahan kayu bakar.Berdasarkan hasil wawancara dengan responden,
“Desa Hutaginjang juga tidak perlu ada perluasan hutan hutan llindung, karena adanya hutan rakyat yang masih hijau dan kita juga pernah melakukan reboisasi hutan bekerja sama
dengan Militer dari Kabupaten.Kami rebosasi sekitar than 2013. Dan memang hutan itu sangan dilindungi warga, selain itu pohon akan ditebang hanya untuk keperluan pribadi
semata warga seperti untuk pembanguna rumah tidak lebih. Jadi desa Hutaginjang tetap hijau dan alamnya nyaman hasil wawancara dengan responden Mangatur tanggal 18 Mei
2016”.
Menurut saya terjadinya perluasan hutan lindung di desa Hutaginjang adalah karena typografi desa Hutaginjang yang rawan langsor maka pemerintah melihat untuk perlu
melindungi dengan cara melindungi hutan dengan dimamfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat banyak berdasarkan hasil wawancara dengan Responden Manat
Simaremare, BPD tanggal 14 Mei 2016”.
Universitas Sumatera Utara
68
4.3.1.2. Perluasan Hutan menyebabkan munculnya konflik
Konflik adalah suatu masalah sosial yang timbul karena adanya perbedaan pandangan yang terjadi di dalam masyarakat maupun negara.Konflik juga merupakan situasi dan kondisi
dimana terjadi pertentangan dan kekerasan dalam menyelesaikan masalah antar sesama anggota masyarakat, antara masyarakat dengan pemerintah maupun antara masyarakat
dengan organisasi di suatu wilayah.” Hak Tanah Ulayat di desa Hutaginjang terdapat masalah yang sangat kompleks mengenai
tanah, karena terjadinya perluasan kawasan hutan lindung atas kepemilikan tanah yang selama ini digunakan sebagai lahan pertanian oleh masyarakat desa Hutaginjang. Masyarakat
desa Hutaginjang yang sistem kepemilikan tanah adalah tanah warisan dari nenek moyang ini tak bisa menunjukkan sertifikat kepemilikannya, yang menjadi masalah masyrakat desa
adalah salah satu keluarga besar terpecah dan desa Hutaginjang terbagi menjadi dua kelompok.
Penetapan kawasan hutan lindung merupakan salah satu strategi dengan tujuan untuk melindungi keanekaragaman jenis dan ekosistemnya dari kepunahan. Hutan lindung
merupakan hutan yang dilindungi keberadaannya karena berperan penting menjaga ekosistem. Kawasan hutan ditetapkan sebagai hutan lindung karena berfungsi sebagai
penyedia cadangan air bersih, penahan erosi, paru-paru kota atau fungsi-fungsi lainnya. Pengertian hutan lindung secara gamblang dijelaskan dalam UU No.41 tahun 1999 tentang
kehutanan, berikut kutipannya: “Kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.”Jika perlu
Universitas Sumatera Utara
69
perluasan hutan lindung di desa Hutaginjang maka tidak secara keseluruhan dijadikan sebagai areal hutan llindung.
Masyarakat yang bermukim di desa Hutaginjang sudah sejak sebelummasa kolonial Belanda memiliki akses pada kawasan hutan.Pada masa itu, masyarakat sekitar masih leluasa
melaksanakan kegiatan pertanian huma lahan kering di kawasan hutan, karena lahan yang tersedia masih luas. Masyarakat desa Hutaginjang yang sudah sejak lama tinggal dan
mendiami desa Hutaginjang tidak akan pernah mau daerah mereka dijadikan sebagai perluasan hutan lindung. Selain merugikan hak ulayat juga membuat mereka akan berpindah
daerah. Sesama warga desa Hutagainjang juga berkonflik dilihat dari pemilihan kepala desa bulan maret tahun 2016 yang saling menyalahkan dan menuduh akan perizinan perluasan
hutan lindung, hingga pilkades didesa hutaginjang bermasalah dengan tidak dilantiknya kepala desa. Masyarakat tahu bahwa di desa Hutaginjang sudah dijadikan sebagai perluasan
hutan lindung sejak adanya kampanye pilkades.Selama ini masyarkat tahu bahwa desa Hutaginjang dengan system kepemilikan tanah warisan.Hal inilah yang membuat pilkades di
desa Hutaginjang berantakan.Selain itu ada yang mencoba saling menyudutkan dengan adanya laporan kepada aparat, mencoba pembunuhan, mencoba melapor salah satu warga
penebangan hutan illegal loging. Hal tersebut terjadi dikalangan warga masyarakat desa Hutaginjang.berdasarkan hasil wawancara dengan responden Polma Rajagukguk selaku
Sekretaris Desa,
“Khusus untuk Desa Hutaginjang kami tidak tahu menahu secara pasti yang mana batas dari kawasan hutan lindung kalaupun pemerintah mengklaim bahwa tanah atau areal
pertanian yang sedang kami usahai masuk ke kawasan hutan lindung terus terang inilah yang menjadi polemic di masyarakat desa Hutaginajnag antar warga yang mempertanyakan
kapan dan siapa yang menyerahkan areal tersebut keareal hutan lindunghasil wawancara tanggal 13 Mei 2016”..”
Universitas Sumatera Utara
70
Warga setempat mengatakan bahwa desa Hutaginjang, bahwa hampir seluruh desa Hutaginjang dijadikan sebagai perluasan hutan lindung dan dilingkaran tutorial hutan lindung
ada terlepas dari hutan lindung seperti area bangunan Sekolah Dasar, SMP, TK, dan sebagian dusun I. Berdasarkan hasil wawancara dengan Mangatur Ompusunggu selaku tokoh
masyarakat dan anggota kelompok tani,
“Dari daerah huta gurgur sampai huta dolok siregar dusun II sampai dusun III semuadijadikan hutan lindung oleh pemerintah. Kami masih mencari tahu siapa yang
memberi ijin hal tersebut untuk dijadikan sebagai perluasan hutan lindung karena tidak mungkin pemerintah mau menjadikan desa Hutaginjang sebagai perluasan hutan lindung
tanpa ada iin dari kepala Desahasil wawancara tanggal 18 Mei 2016”..”
Pengelolaan Hutan Lindung dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah atau komunitas, seperti masyarakat adat. Hutan lindung yang dikelola masyarakat adat biasanya
berwujud sebagai hutan larangan atau hutan tutupan.Namun, masyarakat tahu bahwa hutan yang ada di desa Hutaginjang adalah hutan rakyat.Hal ini membuat masyarakat tidak nyaman
karena selain hutan rakyat yang dijadikan sebagai hutan lindung daerah pertanian maupunpersawahan telah dijadikan sebagai perluasan hutan lindung sehingga memunculkan
konflik di tengah-tengah masyarakat desa Hutaginjang. Konflik di desa Hutaginjang mencapai tahap konflik terbuka manifest. Fuad dan
Maskanah 2000 membagi wujud konflik menjadi tiga yaitu konflik tertutup latent, mencuat emerging, dan terbuka manifest. Konflik latent adalah konflik yang
tersembunyi,dicirikan oleh tekanan-tekanan yang tidak tampak, tidak sepenuhnya berkembang, dan belum terangkat ke permukaan. Konflik mencuat adalah konflik yang sudah
dapat dikenali pihak-pihak yang berselisih, diakui bahwa perselisihan memang ada, permasalahannya telah jelas tetapi penyelesaiannya belum berkembang. Konflik terbuka
adalah konflik dengan pihak-pihak yang berselisih terlibat secara aktif dalam perselisihan
Universitas Sumatera Utara
71
yang terjadi, sudah mulai bernegosiasi, atau menghadapi kebuntuan. Akses atas sumber daya hutan baik berupa penggarapan kawasan hutan untuk budi daya pertanian maupun untuk
permukiman diperoleh warga masyarakat melalui hubungan hubungan sosial antara masyarakat dengan petugas. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden Manat
Simaremare selaku BPD, “Di tahun 2013 juga pernah digalakkan program penghijauan di desa Hutaginjang.
Tujuannya pada waktu itu ingin meningkatkan produktivitas lahan kritis, mengelola tata air dan menyediakan bahan baku kayu bagi masyarakat. Dan pada saat itu belum ada konflik
sama sekali antar warga dan memang perluasan hutan lining sudah ada pada saat itu namun warga tidak mengetahui nya. Pada tahun 2014 mulai sesama warga tahu sedikit keadaan
desa yang dijadikan sebagai perluasan hutan lindung. Pada saat itu hanya ada sungut- sungut sesama wargahasil wawancara tanggal 14 Mei 2016”..”
Pada tahun 2004 di desa Hutaginjang yang terjadi masih konflik laten dan pada tahun 2015 mulai konflik terbuka manifest dan pada tahun 2015 sampai sekarang itu konflik
mencuat yakni diantaranya terjadi pembabatan hutan, pembakaran hutan, penikaman sesama warga, penudingan atau penuduhan antar warga.
Dahrendorf dalam George Ritzer 2014: 148-149 mengatakan bahwa masyarakat terintegrasi karena adanya kelompok kepentingan dominan yang menguasai masyarakat
banyak. Teoritisi konflik lainnya, setiap masyarakat setiap saat tunduk pada proses perubahan, dimana teoritisi koflik melihat pertikaian dan konflik dalam sistem sosial. Toritisi
konflik melihat apapun keteraturan yang terdapat dalam masyarakat berasal dari pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang berada diatas dengan penekanan pada peran
kekuasaan dalam mempertahankan ketertiban dalam masyarakat. Menurut Dahrendorf bahwa teoritisi konflik harus menguji konflik kepentingan dan penggunaan kekerasan yang
mengikat masyarakat bersama dihadapan tekanan itu dimana masyarakat disatukan oleh “ketidakbebasan yang dipaksakan.” Setelah adanya perluasan hutan lindung, dari luas tanah
Universitas Sumatera Utara
72
desa Hutaginjang tiga per empat milik kehutanan, satu per empat di kelola masyarakat. Dalam proses hubungan sosial tersebut terjadi negosiasi-negosiasi dan konsensus, maupun
terjadi pemaksaan atau tekanan pressure. berdasarkan hasil wawancara dengan responden
Polma Rajagukguk selaku Sekretaris Desa,
“Masyarakat berusaha mencari siapa yang menjadikan atau memberi lahan tersebut ke kawasan hutan lindung dan menurut saya inilah yang menjadikan polemic atau masalah di
desa Hutaginjanghasil wawancara tanggal 13 Mei 2016”..”
Sepengetahuan masyarakat lahan yang ada di desa Hutaginjang itu tetap milik rakyat ulayat. Masyarkat pernah membakar sebagian hutan rakyat yang ada di desa Hutaginjang
dengan sengaja dan mereka mengambil ranting pohon untuk dijadikan sebagai kayu bakar, namun saat itu tim aparat kepolisian datang melarang warga setempat untuk tidak
mengganggu hutan.Di dusun II juga warga setempat dengan sengaja membakar hutan rakyat yang mana telah dijadikan sebagi perluasan hutan lindung. Berdasarkan hasil wawancara
dengan responden Porman Rajagukguk selaku tokoh masyarakat dan anggota kelompok tani,, “Jika demikian semua dilindungi pemerintah dan kami tidak lagi bisa mengelola lahan kami
sendiri bagaimana kehidupan kami sebagai warga di desa Hutaginjanghasil wawancara tanggal 24 Mei 2016.”.”
Konflik di desa Hutaginjang yang awalnya laten, manifest dan terakhirnya mencuat menjadi suatu ketegangan social dalam masyarakat yakni konflik antarkelompok dalam
warga. Dimana konflik yang bersifat kolektif antara satu kelompok dengan kelompok lainnya dan kelompok masyarakat dengan Kemenhut atau Negara. Berikut skema konflik yang terjadi
di desa Hutaginjang Kecamatan Muara;
Universitas Sumatera Utara
73
Keterangan: = Bentuk yang menolak adanya perluasan kawasan hutan lindung
= Bentuk yang mendukung perluasan kawasan hutan lindung
Gambar 5.Skema konflik yang terjadi di desa Hutaginjang Kecamatan Muara 4.3.2. Makna Pola Perlawanan bagi Masyarakat desa Hutaginjang
Mengenai ekstensi masyarakat adat merupakan hal yang menarik dimana keberadaan masyarakat adat sangat kuat. Hak msyarakat adat dalam bidang pertahanan dikenal dengan
hak ulayat. Secara umum hak ulayat berkenaan dengan hubungan hukum antara masyarakakat hukum adat dengan tanah dalam lingkungan wilayahnya, dimana hubungan
hukum tersebut berisi wewenang dan kewajiban terkait tanah dengan segala isinya, yakni perairan, tumbuhan dan binatang yang menjadi sumber kehiupan mata pencaharian
diwilayahnya. Komitmen pengakuan dan perlindungan terhadap hak ulayat masyarakat hkum adat telah disemai melalui pasal 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria yakni“ Dengan mengingat ketentuan-ketentual pasal 1 dan pasal 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat
hukum adat, sepanjang menurut kenyatannya masih ada, harus sedemikian ruap sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa
Masyarakat Masyarakat
KemenhutNegara
Universitas Sumatera Utara
74
serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi”.
Hak masyarakat adat didalam bidang pertanahan atau hak ulayat yang berkenaan dengan hubungan hukum antara masyarakat hukum adat dengan tanah dalam lingkungan
wilayahnya. Dimana hubungan hukum tersebut berisi wewenang dan kewajiban terkait tanah. Eksistensi hak ulayat dapat diketahui dari kenyataan mengenai:
1. Masih adanya suatu kelompok orang-orang yang merupakan warga suatu
masyarakat hokum adat tertentu 2.
Masih adanya tanah yang merupakan wilayah masyarakat hukum adat tersebut, yang disadari sebagai kepunyaan bersama para warga masyarakat
hukum adat 3.
Masih adanya kepala adat dan para tetua adat yang kenyataannya dan diakui para warganya, melakukan kegiatan sehari-hari sebagai pengemban
tugas kewenangan masyarakat hukum adatnya, mengelola, mengatur peruntukan, penguasaan dan penggunaan tanah bersama tersebut.
Gerakan secara garis besar adalahsuatu tindakan persatuan yang mengarah pada satu kesatuan unit fungsional. Pada dasarnya gerakan itu timbul akibat ada keresahan masyarakat
akan kondisi yang ada untuk menuju perubahan yang diinginkan. Desa Hutaginjang yang dijadikan sebagai perluasan hutan lindung menjadi alasan masyarakat untuk melakukan
perlawanan. Masyarakat selain hanya melakukan perlawanan juga terjadinya konflik sesama warga masyarakat yang terbagi kedalam dua kelompok kepentingan.Yaitu yang pro atau
masyarakat yang mendukung adanya perluasan hutan lindung dan yang berkonflik atau yang
Universitas Sumatera Utara
75
tidak mendukung perluasan hutan lindung. Berdasarkan hasil wawancara dengan warga desa Hutaginjang,
“Masyarakat desa Hutaginjang mengatakan bahwa ketika yang menjadi hak kita dirampas oleh pemerintah kita harus lawan meskipun belum kelihatan bentuk perlawanan yang kita
buat berhubung karena ketidakjelasan pihak yang mensahkan daerah kita menjadi perluasan hutan lindung hasil wawancara dengan Kepala Desa Welseng Simare-mare tanggal 12Mei
2016”.
“Bagaimana pun kami tidak akan pernah mau memberikan apa yang menjadi hak kamu diklaim pemerintah menjadi perluasan hutan lindung, karena ini ini adalah tanah warisan
dari nenek moyang kami hasil wawancara dengan tokoh masyarakat Mangatur Ompusunggu tanggal 18 Mei 2016”.
Gambar 6. Sebagian warga desa Hutaginjang yang bergabung dengan kelompok tani yang
menolak perluasan kawasan Hutan Lindung
Universitas Sumatera Utara
76
Resistensi bisa berupa wujud dua gerakan strategis yang kontradiktif, yaitu melakukan pemberontakan, sedangkan yang lain malah mengisolasi diri. Karena manusia
sebagai subjek kekuasaan, maka setiap manusia akan melakukan resistensi terhadap kekuasaan lain, tidak mesti berhadapan langsung. Kalau kekuasaan bisa dijatuhkan dengan
gosip, fitnah, dongeng mengapa harus menguras energi melakukan konflik secara terbuka. Scott 2000 misalnya mencatat pola gerakan sosial sebagai sebuah perlawanan dipandang
tidak mampu mewadahi bagian terpenting dari perlawanan kaum tani yang diekspresi melalui kerja seenaknya, mengelabui, taat yang dibuat-buat, mencuri kecil-kecilan, pura-pura bodoh,
memfitnah, membakar rumah, menyabot dan seterusnya. Bentuk perlawanan bagi masyarakat desa Hutaginjang yaitu dengan mempertahankan
lahan mereka, membakar hutan di dusun II dan memfitnah.Hubungan antara pemikiran dan aksi, untuk mengatakannya dengan halus adalah suatu isu yang kompleks. Dua hal yang
jelasdan tegas adalah pertama, baik invensi maupun aksi bukanlah “penggerak yang tidak digerakkan”. Aksi yang dilahirkan dari intensi berputar kembali, sebagaimana adanya untuk
mempengaruhi kesadaran dan dari sinilah timbul intensi dan aksi selanjutnya. Makna aksi perlawanan di desa Hutaginjang adalah selalu berkomunikasi, selalu dalam dialog.
Masyarakat desa Hutaginjang selalu melakukan komunikasi dengan jalannya perluasan hutan lindung. Selain komunikasi yang dijalankan masyarakat desa Hutaginjang ialah;
1. Adanya pelaporan penggelembungan beras raskin untuk membuat risuh
sesama warga dengan menjatuhkan mantan kepala desa dan menjadi calon Kepala Desa Hutaginjang Karsan Simaremare dimana sebagai yang menolak
terhadap perluasan hutan lindung. Hal ini dilakukan oleh sebagian warga yang pro terhadap perluasan hutan lindung. Karena calon kepala desa Hutaginjang
Universitas Sumatera Utara
77
adalah salah seorang yang nenolak adanya perluasan hutan lindung, sehingga disaat Karsan terpilih jadi kepala desa tidak dilantik selama satu tahun karena
masyarakat pro dan kontra.Berdasarkan wawancara dengan Camat Richand P. Simamora sebagai berikut:
Ketika Karsan Simare-mare menjabat kepala desa juga tidak pernah mengadakan rapat sebelum memberikan kepada warga, yang bersangkutan
selalu sewenang-wenang menentukan harga,” kata warga yang pro terhadap perluasan hutan lindung dengan membuat laporan ke Mapolres Taput. Warga
mendesak, setelah adanya laporan itu agar pihak Polres Taput segera memroses mantan Kepdes dan Plh Kepdes Hutaginjang, karena mereka
sangat keberatan dan dirugikan.warga meminta Polres Taput agar segera memrosesnya, supaya membuat efek jera mereka, hasil wawancara tanggal 14
Juni 2016.”
2. Adanya pembakaran hutan rakyat dengan sengaja di dusun II dengan alasan
mau mengambil kayu bakar.
Gambar 7.Pembakaran sebagian hutan di Dusun IIdesa Hutaginjang
Universitas Sumatera Utara
78
3. Adanya penebangan pohon dengan sengaja karena warga merasa bahwa
wargalah yang menanam pohon tersebut.Berdasarkan wawancara dengan responden Camat Richand P. Simamora sebagai berikut:
“Di saat Pemkab Tapanuli Utara Taput sedang giat-giatnya mengajak masyarakat melestarikan hutan. Namun Hutan lindung yang luasnya
diperkirakan puluhan hektare di Desa Huta Ginjang Kecamatan Muara telah dibabat habis. hutan lindung tersebut telah mengalami kerusakan dan tidak
tertutup kemungkinan akan terjadi erosi di Daerah Aliran Sungai DAS sehingga dapat mengganggu pasokan atau ketersediaan air sebab di
pinggiran hutan terlihat cekdam sungaihasil wawancara tanggal 14 Juni 2016.
4. Adanya konflik berupa kekerasan antar warga yang pro dan kontra yakni
adanya salah seorang warga yang pro terhadap perluasan hutan lindung menikam seorang warga yang menolak perluasan hutan lindung. Berdasarkan
wawancara dengan tokoh Masyarakat Derlina Rajagukguk sebagai berikkut: “gabe marsitikkaman do jolma di hutanamion holan alani hutan lindung asa
adong alasan mandabuhon laos mangalului akka hasalaon dungi gabe dang dilantik be kepala desa laos boi ma attong baenonna huta on gabe hutan
lindung. penikaman itu terjadi sepertinya supaya kepala desa yang terpilih itu tidak dilantik lagi sebagai kepala desa untuk memperpanjang masalahhasil
wawancara tanggal 20 Mei 2016.” “penikaman itu terjadi sepertinya supaya kepala desa yang terpilih itu tidak
dilantik lagi sebagai kepala desa untuk memperpanjang masalah”.
5. Tertundanya pelantikan Kepala Desa Hutaginjang karena sesama warga
terbagi dalam dua kelompok. Dimana diantaranya yang meneolak adanya perluasan hutan lindung adalah yang mendukung calon kepala desa dan dan
yang pro terhadap perluasan hutan lindung adalahyang tidak mendukung calon Kepdes. Sehingga ada usaha untuk saling menjatuhkan. Berdasarkan hasil
wawancara dengan responden Mangatur Ompusunggu selaku tokoh masyarakat dan anggota kelompok tani,
“Sesuai jadwal tahapan Pilkades di Taput, pelantikan digelar pada 21 Desember 2015. Namun, bupati justru menerbitkan Surat Keputusan Nomor
905 Tahun 2015 tentang Penetapan Pemungutan Suara Ulang Pada
Universitas Sumatera Utara
79
Pemilihan Kepala Desa tahun 2015 di Kabupaten Taput pada 18 Desember 2015. Warga pun menggugat keputusan Bupati Taput ke PTUN di Medan.
Kami sebagai warga sangat resah saat ini, setahu kami tidak ada persoalan dalam Pilkades. Tapi Bupati Nikson justru mengeluarkan keputusan yang
menyatakan pemungutan suara ulang di desa kami. Kami minta agar bupati segera melantik pemenang Pilkades sesuai penetapan PPKD lindung hasil
wawancara anggal 18 Mei 2016”.
Kasus-kasus kekerasan dan konflik di desa Hutaginjanng yang di latarbelakangi oleh perluasan kawasan hutan lindung dimana tanah warisan warga yang termasuk kedalam
cakupan perluasan hutan lindung. Karena tanah adalah sebuah konsep yang utuh dan sangat di hargai masyarakat Batak Toba sebagai warisan yang harus dijaga, sehingga konflik yang
terjadi berkepanjangan. Tentunya penyelesaian lewat jalur hukum pun harus ditempuh agar masyarakat mengerti bahwa kekerasan bukan jalan keluar dalam menyelesaikan
perbedaan. Sebuah pemahaman juga harus ditanamkan kepada masyarakat, bahwa jalur hukum yang ditempuh sebenarnya menggunakan hukum adat sebagai dasar
pembentuknya. Jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan dapat menjadi salah satu jalan keluar dalam penyelesaian konflik akibat sengketa tanah. Karena itu tersedianya
perangkat hukum tertulis yang lengkap, jelas dan dilaksanakan secara konsisten sangat diperlukan, juga sebuah peyelenggaraan pendaftaran tanah secara efektif. Berdasarkan hasil
wawancara dengan respondenPorman Rajagukguk selaku tokoh masyarakat, “Saya sangat heran kenapa desa Hutaginjang dijadikan sebagai perluasan hutan
lindung, padahal kami sudah punya hutan rakyat yang kami kelola dan itupu kami tetap jaga kelestariannya. Selain itu kenapa ikut lahan pertanian dan pekarangan rumah sebagai
perluasan hutan lindung?Kami juga sebagai masyarakat ulayat berhak melindungi lahan di desa kami hasil wawancara tanggal 24 Mei 2016.”
Adapun yang telah dilakukan masyarakat untuk mempertahankan lahan pertanian yaitu sebagian masyarakat Desa Hutaginjang untuk melakukan strategi seperti:
Universitas Sumatera Utara
80
1 Melakukan pengurusan hak pemilikan lahan,
2 Melakukan pertemuan kepada Bupati untuk usulan pemilikan lahan,
3 Memungkinkan rakyat mengadukan tanahnya yang dijadikan sebagai pasca
perluasan hutan lindung, 4
Menguatkan posisi rakyat dalam pemilikan tanah
4.4. Tipologi Konflik
Tipologi berasal dari dua suku kata yaitu Tipo yang berarti pengelompokan dan Logos yang mempunyai arti ilmu atau bidang keilmuan. Jadi Tipologi adalah ilmuyang mempelajari
pengelompokan suatu benda dan makhluk secara umum. Tipologi berfungsi mengidentifikasikan jenis-jenis konflik agar memudahkan kitadalam menganalisis konflik
tersebut. Masalah konflik tidak dapat dihindari, itu dapat terjadi dalam kehidupan organisasi atau dalam kehidupan bermasyarakat. Konflik terjadi karena adanya perbedaan yang ada
dalam diri atau karakter, perbedaan kepentingan, perbedaan tujuan yang kemudian tidak dapat mengendalikan diri dan merasa diri yang paling benar.
Pada pemikiran klasik, konflik adalah aspek yang tidak terhindarkan dari dalam perubahan sosial. Hal tersebut terjadi karena perubahan sosial memunculan heterogenitas
kepentingan, nilai dan kepercayaan yang kemudian membentuk formasi baru melawan kekangan yang telah ada. Pihak-pihak yang terkait dalam suatu konflik akan cenderung
memertahankan kepentingan pribadi dengan mengabaikan kepentingan lawan atau bahkan secara aktif merugikan pihak lawan Miall et. al., 1999: 5.
Seperti dikatakan bahwa konflik adalah proses yang dinamis. Maksudnya di dalam konflik terdapat urutan waktu dan serangkaian peristiwa. Salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk memahami konflik sebagai suatu proses. Berikut tabel dinamika konflik
Universitas Sumatera Utara
81
tanah atas perluasan kawasan hutan lindung di desa Hutaginjang Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara;
Tabel 5.0 Dinamika konflik tanah perluasan kawasan hutan lindung di desa Hutaginjang
Kecamatan Muara Uraian
Keterangan 1. Sumber Daya Konflik
1. Ditunjuk danatau ditetapkannya sebuah
wilayah adat sebagai kawasan perluasan hutan lindung
2. Kawasan hutan memasuki wilayah desa
gtermasuk lahan pertanianbaik lahan kering dan basah termasuk perkebunan kopi yang
menjadi penghasilan utama warga dan pekarangan rumah juga termasuk perluasan
kawasan hutan lindung 3.
Penerbitan bukti hak atas tanah pada wilayah yang diklasifikasikan sebagai kawasan hutan
4. Karena adanya gelombang petani yang
memasuki kawasan hutan dan melakukan sebagian pembakaran hutan rakyat di dusun
II.
2. Posisi Pelaku yang Berkonflik
1. Konflik vertical adalah konflik antar
komponen masyarakat yg di dalam struktur yg memiliki tingkatan, yakni Konflik antara
masyarakat desa vs Kemenhut 2.
Konflilk horisantal adalah konflik yg terjadi antara individu atau kelompok yg memiliki
Universitas Sumatera Utara
82
kedudukan yg relative sama.Konflik masyarakat adatlokal vs Badan Kegerakan
Kehutanan serta Badan Perwakilan Daerah
3. Tipologi Konflik
1.
Klaim masyarakat atas hak milik tanah warisan
2.
Permohonan pelepasan tanah warisan dan hak-hak lama pada kawasan hutan
3.
Tanah Ulayat di dalam kawasan hutan
4.
Pembebasan tanah atau lahan pertanian bebas dari perluasan kawasan hutan lindung
4. Tahapan Konflik 1.
Laten yakni Yaitu tahap munculnya faktor- faktor yang menjadi penyebab terjadinya
konflik di dalam organisasi. Bentuk –bentuk dasar dari situasi ini adalah persaingan untuk
memperebutkan sumber daya yang terbatas, konflik peran, dan perbedaan tujuan diantara
anggota kelompok. Misalnya, dalam warga desa Hutaginjang adanya perluasan kawasan
hutan lindung yang mencakup hak tanah ulayat warga yang tterjadi pada tahun 2004-
2014. 2.
Manifest yakni tahap dimana perilaku tertentu sudah mulai ditunjukkan sebagai pertanda
adanya konflik, misalnya di desa Hutaginjang adanya pembakaran hutan di dusun II konflik
manifest sudah terjadi pada tahun 2015. 3.
Konflik Mencuat yakni Tahap dimana konflik yang ada diselesaikan atau ditekan dengan
berbagai macam cara dan pendekatan, mulai
Universitas Sumatera Utara
83
dari usaha menghindari sampai pada menghadap konflik itu dalam usaha mencari
jalan keluar sehingga pihak-pihak yang terlibat dapat mencapai tujuannya, misalnya
di desa Hutaginjang adanya warga yang menjadi dua kubu dan saling berlawanan,
pilakdes yang gagal oleh ulah dua kelompok warga pada bulan oktober 2015 sampai
sekarang.
4.5. Tanggapan Camat