Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Asma merupakan salah satu penyebab kesakitan terbanyak di Indonesia setelah penyakit infeksi. Data di Indonesia menunjukkan peningkatan morbiditas dan mortalitas penyakit obstruksi jalan napas termasuk asma Siregar dkk, 1996. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga SKRT Departemen Kesehatan RI Tahun 1992 asma menduduki urutan kedelapan sebagai penyebab kematian di Indonesia Rusmiati dan Yunus, 1998, serta menurut SKRT tahun 1995: prevalensi asma di Indonesia adalah 13 orang per 1000 orang Baratawidjaja, 2003. Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara, yang dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktifitas, tapi juga bisa bersifat menetap dan mengganggu aktifitas yang nantinya akan menurunkan produktifitas kerja PDPI, 2004. Definisi asma adalah inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan sel mast, basofil, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, dan sel epitel. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk terutama malam hari atau dini hari. commit to user 2 Episode ini pada umumnya berhubungan dengan obstruksi saluran nafas yang luas, yang seringkali bersifat reversible, baik terjadi secara spontan maupun melalui pengobatan. Inflamasi ini juga menyebabkan peningkatan kepekaan saluran napas terhadap berbagai rangsangan GINA, 2006. Ada keterkaitan antara derajat berat asma, penatalaksanaan yang baik dan tingkat kontrol asma, makin berat derajat asma, makin sukar asma terkontrol, tetapi dengan penatalaksanaan yang baik, maka akan didapatkan kondisi asma terkontrol dengan baik, sebaliknya asma dengan derajat ringan menjadi sukar terkontrol apabila penatalaksanaan dilakukan tidak optimal Vollmer, 2004 Asma yang tidak terkontrol meningkatkan biaya pengobatannya, dan berdampak pada hilangnya hari sekolah pada anak atau hari kerja pada orang dewasa, kunjungan ke dokter, instalasi gawat darurat, rawat inap, gangguan aktifitas, serta rendahnya kualitas hidup, sejauh ini, GINA telah merumuskan pedoman internasional untuk mencapai kontrol asma yang sukses Yunus, 2006. GINA 2006 mengklasifikasikan asma berdasar derajat berat penyakit sebagai : Asma intermitten, Asma Persisten Ringan, Asma Persisten Sedang, dan Asma Persisten Berat, serta menetapkan derajat asma terkontrol sebagai : asma terkontrol total, asma terkontrol sebagian, dan tidak terkontrol. Tujuan tatalaksana asma adalah untuk mencapai dan mempertahankan kondisi penyakit pada keadaan terkontrol, tanpa timbul commit to user 3 efek samping dari terapi yang digunakan, berbagai survei mengenai asma yang berbasis komunitas dan berskala besar serta multinasional telah menunjukkan bahwa mayoritas pasien menderita gejala yang sudah mengkhawatirkan dan mengganggu kehidupan mereka. Keadaan ini menjadi tanda bahwa tujuan tatalaksana tersebut belum tercapai Bateman dkk, 2004. Penilaian yang tepat terhadap beratnya serangan serta penatalaksanaan yang adekuat dan tepat waktu adalah faktor yang menentukan keberhasilan penanganan serangan asma yang dapat mengancam kehidupan siregar dkk, 1996. Tidak memadainya ketersediaan alat penilaian dari kontrol asma memunculkan faktor-faktor kontribusi yang penting. kontrol asma dapat sangat sulit di nilai pada praktek klinik karena sifatnya yang multidimensi dan variabilitasnya yang dapat berubah setiap waktu. Alat ukur yang dibutuhkan haruslah mudah, cepat dalam penerapan dan interpretasinya pada praktek klinik dan Asthma Control Questionnaire ACQ dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan ini de Vries et al., 2005. Cara ini bersifat subjektif namun validitasnya telah di uji dan dapat digunakan secara mudah de Vries et al., 2005. Tahun 1997 Pedoman the National Asthma Education and Prevention Program NAEPP menggunakan derajat berat penyakit untuk commit to user 4 memulai intervensi terapetik berdasarkan proses monitoring yang sedang berjalan dan penilaian periodik dari pasien Carlton et al., 2005. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin mengetahui adakah perbedaan kontrol asma antara kriteria the National Asthma Education and Prevention Program dengan Asthma Control Questionnaire, sebagai suatu alat screening untuk mengontrol kondisi asma dalam menentukan kontrol asma penderita asma di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian tentang perbedaan kontrol asma sesuai kriteria the National Asthma Education and Prevention Program dengan Asthma Control Questionnaire belum pernah dilakukan sebelumnya.

B. Perumusan Masalah