para pemakai jasa angkutan dan pemakaian sarana angkutan yang lebih menguntungkan bagi langganannya. Bahkan saat ini tidak saja ekspeditur itu
melulu mencarikan pengangkutan terhadap barang-barang yang akan dilaksanakan oleh orang lain pengangkut, melainkan ada juga yang
menjalankan pengangkutan sendiri. Namun pada dasarnya, berlandaskan pada Kitab Undang-Undang Hukum
dagang, ekspeditur merupakan pihak yang menjadi perantara antara pihak pengirim dengan pihak pengangkut. Tugasnya mencarikan pengangkut bagi
barang-barang yang akan dikirimkan oleh si pengirim.
D. Hak dan Kewajiban Perusahaan Ekpedisi Muatan Pesawat Udara
Sebagai akibat dari perjanjian ekspedisi, ekspeditur akan melaksanakan tugasnya sesuai dengan hak-hak dan kewajibannya sebagai berikut:
a. Sebagai pemegang kuasa.
Ekspeditur melakukan perbuatan hukum atas nama pengirim. Dengan ini maka ia tunduk pada ketentuan-ketentuan tentang pemberian kuasa Pasal
1792 sampai dengan 1819 KUH Perdata. b.
Sebagai komisioner.
Kalau ekspeditur berbuat atas namanya sendiri, maka berlakulah ketentuan mengenai komisioner Pasal 76 dsl. KUHD.
Universitas Sumatera Utara
c. Sebagai penyimpan barang.
Sebelum ekspeditur mendapat menemukan pengangkut yang memenuhi syarat, maka sering juga ekspeditur terpaksa harus menyimpan dulu barang-
barang pengirim di gudangnya. Untuk ini berlakulah ketentuan-ketentuan mengenai penyimpanan barang bewaargeving, pasal 1694 dsl. KUH
Perdata. d.
Sebagai penyelenggara urusan zaakwaarnemer.
Untuk melaksanakan amanat pengirim, ekspeditur banyak sekali harus berurusan dengan pihak ketiga untuk kepentingan barang-barang tersebut,
misalnya: melaksanakan ketentuan-ketentuan tentang pengeluaran dan pemasukan barang-barang di pelabuhan, bea-cukai dan lain-lain. Di sini ada
unsur “penyelenggaraan urusan” zaakwaarneming dan untuk ini berlakulah Pasal 1354 dsl. KUH Perdata.
e. Register dan surat muatan
Sebagai pengusaha, seorang ekspeditur harus memelihara register harian tentang macam dan jumlah barang-barang dagangan dan barang lainnya
yang harus diangkut, begitu pula harganya Pasal 86 ayat 2 KUHD. Hal ini eat hubungannya dengan Pasal 6 KUHD. Kecuali register harian tersebut
di atas, ia harus membuat surat muatan vrachtbrief- Pasal 90 KUHD pada tiap-tiap barang yang akan diangkut. Mengenai surat muatan ini akan saya
bicarakan lebih lanjut pada kesempatan lain.
Universitas Sumatera Utara
f. Hak retensi.
Berdasarkan fungsi-fungsi atau sifat-sifat perjanjian ekspedisi tersebut di atas, maka menjadi persoalan apakah ekspeditur mempunyai hak retensi.
Seperti yang telah diketahui, pemegang kuasa mempunyai hak retensi Pasal 1812 KUH Perdata, begitu juga komisioner Pasal 85 KUHD,
penyimpan barang Pasal 1729 KUH Perdata, penyelenggara urusan menurut arrest H.R. tanggal 10 Desember 1984 maka ekspeditur pun
mempunyai hak retensi.
47
47
H.M.N Purwosutjipto, S.H, op.cit., hal. 14-15
Universitas Sumatera Utara
BAB IV TANGGUNG JAWAB
PERUSAHAAN EKSPEDISI MUATAN PESAWAT UDARA DALAM PERJANJIAN ANGKUTAN KARGO
MELALUI PENGANGKUTAN UDARA
A. Hubungan Hukum antara Pengguna Jasa Angkutan Kargo dengan Pihak Ekspedisi Muatan Pesawat Udara EMPU
Hubungan hukum yang terjadi antara pengguna jasa angkutan kargo dengan pihak Ekspedisi Muatan Pesawat udara ada diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang KUHD, yakni dalam pasal 86 sampai dengan pasal 90 KUHD. Dalam peraturan tersebut tidak ditemukan defenisi formil dari perjanjian
ekspedisi, namun yang ditemukan hanya pengertian dari ekspeditur, yaitu: orang, yang pekerjaannya “menyuruh orang lain” untuk menyelenggarakan
pengangkutan barang-barang dagangan dan barang-barang lainnya melalui daratan atau perairan.
Perjanjian antara pengirim dengan ekspeditur tersebut dinamakan perjanjian ekspeditur. Perjanjian ekspeditur adalah perjanjian timbal balik antara
ekspeditur dengan pengirim, dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang baik bagi si pengirim, sedangkan si pengirim
mengikatkan diri untuk membayar provisi kepada ekspeditur.
48
Jika kita perhatikan sebenarnya pekerjaan apa yang dilakukan oleh Ekpedisi Muatan Pesawat Udara EMPU, maka perjanjian ekspedisi ini
mempunyai dua sifat, yaitu “pelayanan berkala” Pasal 1601 KUH Perdata dan
48
H.M.N Purwosutjipto, op.cit., hal.13.
Universitas Sumatera Utara
“pemberian kuasa” Pasal 1792 KUH Perdata. Dikatakan bersifat hukum pelayanan berkala karena hubungan hukum antara EMPU dengan pengguna jasa
pengangkutan kargo atau yang disebut dengan pengirim adalah tidak tetap, hanya bersifat temporal, berkala, mana kala pengirim membutuhkan pengangangkut
untuk mengirim barangnya. Sedangkan sifat hukum pemberian kuasa tampak dari adanya kuasa yang diberikan oleh pengirim pengguna jasa kepada
ekspeditur untuk mencarikan pengangkut yang baik bagi pengirim. Kedudukan antara EMPU dengan pengguna jasanya dalam hal ini adalah sederajat, yakni
koordinatif, karena itu kontra prestasi yang diterima EMPU bukanlah upah atau gaji, tetapi disebut dengan provisi.
Pada saat tertentu, perjanjian ekdpedisi ini dapat pula mempunyai sifat hukum “hubungan komisi”, yang mana terjadi jika EMPU menutup perjanjian
pengangkutan atas namanya sendiri untuk tanggungan penggirim Pasal 76 KUHD. Kemungkinan lain juga ada, ketika EMPU harus menyimpan barang-
barang yang diserahkan oleh pengirim dalam gudangnya sendiri sebelum diserahkan kepada pengangkut, maka sifat perjanjian ekspedisi ini bertambah
dengan unsur “ penyimpanan”. Dan mungkin pula perjanjian itu mempunyai unsur “ penyelenggaraan urusan” zaakwaarneming, jika EMPU untuk barang-
barang itu harus berhadapan dengan pihak ketiga atas nama pengirim Pasal 1354 KUH Perdata.
Dalam usaha mencarikan pengangkut untuk mengangkut barang-barang milik pengirim, biasanya EMPU bertindak atas nama sendiri, walaupun untuk
kepentingan dan atas tanggung jawab pengirim Pasal 455 KUHD. Kedudukan
Universitas Sumatera Utara
EMPU dalam hal ini sama dengan komisioner sebagaimana yang diatur dalam Pasal 76 KUHD.
Pada Pasal 87 KUHD ditetapkan tanggung jawab ekspeditur terhadap barang-barang yang telah diserahkan pengirim kepadanya untuk:
a. Menyelenggarakan pengiriman selekas-lekasnya dengan rapi pada
barang-barang yang telah diterimanya dari pengirim; b.
Mengindahkan segala upaya untuk menjamin keselamatan barang-barang tersebut.
c. Pengambilan barang-barang dari gudang pengirim;
d. Bila perlu penyimpanan di gudang ekspeditur;
e. Pengambilan barang-barang muatan dari tempat pelabuhan tujuan untuk
diserahkan kepada penerima. Kemudian dalam pasal yang sama pula disebutkan bahwa batas tanggung
jawab EMPU berhenti saat barang-barang dari pengirim itu telah sampai dan diterima oleh pengangkut. Namun dalam pasal 88 KUHD dikatakan bahwa
kerugian-kerugian sesudah saat itu, bila dapat dibuktikan bersumber pada kesalahan atau kelalaian ekspeditur, maka keruguian itu dapat dibebankan
kepada ekspeditur. Pada pasal 89 KUHD ekspeditur juga harus bertanggung jawab atas
perbuatan ekspeditur perantara tussen-expediteur, yang jasanya dipergunakannya.
Selain ketentuan di atas, isi perjanjian antara EMPU dengan pengguna jasanya pengirim dapat berisikan apa saja. Hal ini diperbolehkan karena
Universitas Sumatera Utara
perjanjian ekspeditur ini berlandaskan pada asas kebebassan berkontrak. Jadi para pihak dapat menentukan sendiri hak dan kewajiban masing-masing, sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan mereka. Hal ini merupakan upaya menciptakan kepastian hukum dalam hubuungan yang mereka lakukan.
Kemudian hak dan kewajiban pengirim penerima barang adalah di samping diwajibkan untuk membayar provisi, hak mereka adalah menerima barang dalam
keadaan seperti semula pada saat dikirim dalam ambang batas kerusakan yang disepakati.
Singkatnya, dapat kita katakan bahwa hubungan hukum yang terjadi antara Ekspedisi Muatan Pesawat Udara EMPU dengan pengguna jasa
angkutan kargo pengirim termasuk dalam lingkup perjanjian ekspedisi dalam arti luas, dimana perjanjian tadi biasanya dituangkan dalam surat angkutan.
B. Bentuk-Bentuk Kerugian dalam Angkutan Kargo Udara