3. Penyakit Tetanus
Tetanus lockjawkejang otot pada rahang dan wajah adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh tetanospasmin sejenis neurotoksin yang
diproduksi oleh bakteri Clostridium tetani. Penyakit ini sudah mulai dikenal sejak abad ke-5 SM tetapi baru pada tahun 1884 dibuktikan secara
eksperimental melalui penyuntikan pus pasien tetanus pada seekor kucing oleh Carle dan Rattone.
Clostridium tetani adalah bakteri yang sensitif terhadap suhu panas dan tidak bisa hidup dalam lingkungan beroksigen. Sebaliknya, spora tetanus sangat
tahan panas dan kebal terhadap beberapa antiseptik. Bakteri ini banyak terdapat pada kotoran, debu jalan, usus dan tinja kuda, domba, anjing serta kucing.
Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka sehingga mampu menginfeksi sistem urat saraf dan otot menjadi kaku rigid. Gejala utama
penyakit ini timbul kontraksi dan spastisitas otot yang tidak terkontrol, kejang, gangguan saraf otonom, dan rigid paralysis kehilangan kemampuan untuk
bergerak. Perawatan luka merupakan pencegahan utama terjadinya tetanus di samping imunisasi pasif dan aktif.
4. Vaksin Tetanus
Pembuktian bahwa toksin tetanus dapat dinetralkan oleh suatu zat dilakukan oleh Kitasatol 1889 dan Nocard 1897 yang menunjukkan efek
dari transfer pasif suatu anti-toksin yang kemudian diikuti oleh imunisasi pasif selama perang dunia I. Toksoid tetanus kemudian ditemukan oleh Descombey
Universitas Sumatera Utara
pada tahun 1924 dan efektifitas imunisasi aktif didemonstrasikan pada perang dunia II.
Toksoid tetanus yang dibutuhkan untuk imunisasi adalah sebesar 40 IU dalam setiap dosis tunggal dan 60 IU bersama dengan toksoid difteria dan
vaksin pertusis. Pemberian toksoid tetanus memerlukan pemberian
berkesinambungan untuk menimbulkan dan mempertahankan imunitas. Tidak diperlukan pengulangan dosis bila jadwal pemberian ternyata terlambat.
Efektifitas vaksin ini cukup baik, ibu yang mendapatkan toksoid tetanus 2 atau 3 dosis memberikan proteksi bagi bayi baru lahir terhadap tetanus neonatal.
KIPI terutama reaksi lokal sangat dipengaruhi oleh dosis, pelarut, cara penyuntikan dan adanya antigen lain dalam kombinasi vaksin itu.
5. Vaksin DT Difteri Tetanus dan Td Tetanus difteri
Vaksin DT diberikan pada anak yang memiliki kontra indikasi terhadap vaksin pertusis. Sedangkan vaksin Td adult type mengandung toksoid difteri
yang lebih rendah daripada vaksin DPT tetapi toksoid tetanusnya sama. Vaksin ini dianjurkan untuk anak umur lebih dari 7 tahun untuk memperkecil kemungkinan
KIPI karena toksoid difteri. Efek samping yang mungkin terjadi adalah demam ringan dan pembengkakan lokal di tempat penyuntikan, yang biasanya
berlangsung selama 1-2 hari.
6. Penyakit Campak
Penyakit Campak measles adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus paramiksovirus Gejala dari penyakit ini ditandai dengan
demam, batuk, konjungtivitis peradangan selaput ikat matakonjungtiva dan
Universitas Sumatera Utara
ruam kulit. Penyakit ini penularan infeksi karena menghirup percikan ludah penderita campak. Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari
sebelum rimbulnya ruam kulit dan 4 hari setelah ruam kulit ada. Kontra indikasi pemberian vaksin campak adalah pada kondisi dengan
infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38°C, gangguan sistem kekebalan, pemakaian obat imunosupresan, alergi terhadap protein telur, hipersensitivitas
terhadap kanamisin dan eritromisin, wanita hamil.
7. Vaksin campak