langsung dengan penderita difteri atau dengan pasien carrier difteri. Kontak langsung melalui percikan ludah saat batuk, bersin dan berbicara, eksudat dari
kulit yang terinfeksi atau kontak tidak langsung melalui debu, baju, buku maupun mainan yang terkontaminasi.
Gambaran klinis, masa inkubasi difteri umumnya 2-5 hari pada difteri kulit masa inkubasi adalah 7 hari setelah infeksi primer pada kulit. Pasien akan
mengalami gejala seperti demam dan terkadang menggigil, kerongkongan sakit dan suara parau, perasaan tidak enak, mual, muntah, sakit kepala, hidung
berlendir kadang-kadang bercampur darah, serta dapat teraba adanya benjolan dan bengkak pada daerah leher bull neck.
2. Vaksin difteri
Anti-toksin difteri pertama kali digunakan pada tahun 1891 dan mulai dibuat secara massal tahun 1892. Anti-toksin difteri ini terutama digunakan
sebagai pengobatan dan efektifitasnya sebagai pencegahan diragukan. Pemberian anti-toksin dini sangat mempengaruhi angka kematian akibat difteri.
Kemudian dikembangkanlah toksoid difteri yang ternyata efektif dalam pencegahan timbulnya difteri. Untuk imunisasi primer terhadap difteri
digunakan toksoid difteri yang kemudian digabung dengan toksoid tetanus dan vaksin pertusis dalam bentuk vaksin DPT. Untuk imunisasi rutin anak
dianjurkan pemberian 5 dosis pada usia 2, 4, 6, 15-18 bulan dan saat masuk sekolah. Beberapa penelitian serologis membuktikan adanya penurunan
kekebalan sesudah kurun waktu tertentu dan perlunya penguatan booster pada masa anak usia sekolah.
Universitas Sumatera Utara
3. Penyakit Tetanus
Tetanus lockjawkejang otot pada rahang dan wajah adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh tetanospasmin sejenis neurotoksin yang
diproduksi oleh bakteri Clostridium tetani. Penyakit ini sudah mulai dikenal sejak abad ke-5 SM tetapi baru pada tahun 1884 dibuktikan secara
eksperimental melalui penyuntikan pus pasien tetanus pada seekor kucing oleh Carle dan Rattone.
Clostridium tetani adalah bakteri yang sensitif terhadap suhu panas dan tidak bisa hidup dalam lingkungan beroksigen. Sebaliknya, spora tetanus sangat
tahan panas dan kebal terhadap beberapa antiseptik. Bakteri ini banyak terdapat pada kotoran, debu jalan, usus dan tinja kuda, domba, anjing serta kucing.
Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka sehingga mampu menginfeksi sistem urat saraf dan otot menjadi kaku rigid. Gejala utama
penyakit ini timbul kontraksi dan spastisitas otot yang tidak terkontrol, kejang, gangguan saraf otonom, dan rigid paralysis kehilangan kemampuan untuk
bergerak. Perawatan luka merupakan pencegahan utama terjadinya tetanus di samping imunisasi pasif dan aktif.
4. Vaksin Tetanus