IMPLEMENTASI STANDAR PROSEDUR OPERASI PENGATURAN DAN PELAYANAN PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI BERDASARKAN KEPUTUSAN KEPALABADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2005

(1)

IMPLEMENTASI STANDAR PROSEDUR OPERASI PENGATURAN DAN PELAYANAN PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI BERDASARKAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2005 DI KANTOR PERTANAHAN

KABUPATEN NGAWI TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum

Minat Utama : Hukum Kebijakan Publik

Oleh: S U K A R N I NIM: S 310907021

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2008


(2)

IMPLEMENTASI STANDAR PROSEDUR OPERASI PENGATURAN DAN PELAYANAN PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI BERDASARKAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2005 DI KANTOR PERTANAHAN

KABUPATEN NGAWI TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum

Minat Utama : Hukum Kebijakan Publik

Oleh: S U K A R N I NIM: S 310907021

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2008


(3)

IMPLEMENTASI STANDAR PROSEDUR OPERASI PENGATURAN DAN PELAYANAN PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI BERDASARKAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2005 DI KANTOR PERTANAHAN

KABUPATEN NGAWI

Disusun Oleh: S U K A R N I NIM: S 310907021

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Jabatan

Pembimbing I

Pembimbing II

Nama

Prof. Dr. Adi Sulistiyono, S.H, M.H. NIP. 131 793 333

Dr. S u p a n t o, S.H, MHum. NIP. 131 568 794

Tanda Tangan

………..

………..

Tanggal

………..

………..

Mengetahui

Ketua Program Ilmu Hukum

Prof. Dr. H. Setiono, S.H, MS NIP. 130 345 735


(4)

IMPLEMENTASI STANDAR PROSEDUR OPERASI PENGATURAN DAN PELAYANAN PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI BERDASARKAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2005 DI KANTOR PERTANAHAN

KABUPATEN NGAWI Disusun Oleh: S U K A R N I NIM: S 310907021

Telah disetujui oleh Tim Penguji

Jabatan

Ketua

Sekretaris

Nama

Prof. Dr. H. Setiono, S.H, MS

Dr. Hartiwiningsih, S.H,M.H.

Tanda Tangan

………..

………..

Tanggal

………..

………..

Aggota Penguji 1.. Prof. Dr.Adi Sulistiyono, S.H, M.H. ………. ………..

2. Dr.Supanto,S.H. MHum. ……….. ……….

Mengetahui

Ketua Program Prof. Dr. H. Setiono, S.H, MS ……….. ………. Ilmu Hukum NIP. 130 345 735

Direktur Program Prof.Drs.Suranto,MSc.Ph.D. ………. ………. Pasca Sarjana NIP. 131 472 192


(5)

MOTTO :

BERSAMA KESULITAN ADA KEMUDAHAN

(DR. ‘Aidh al – Qarni )

Kupersembahkan kepada:

1. Ayah dan Ibundaku tercinta (Alm ) 2. Istriku dan Anakku tersayang 3. Almamaterku


(6)

PERNYATAAN

Nama NIM

: :

S U K A R N I S 310907021

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul

Implementasi Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi adalah betul – betul karya sendiri.Hal – hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis ini.

Surakarta, - - 2008

Yang membuat pernyataan

S U K A R N I


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan berkah, rahmat, dan hidayah - NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul IMPLEMENTASI STANDAR PROSEDUR OPERASI PENGATURAN DAN PELAYANAN PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI BERDASARKAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN

NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2005 DI KANTOR PERTANAHAN

KABUPATEN NGAWI. Tesis ini ditulis untuk melengkapi sebagian persyaratan guna mendapatkan Gelar Magister Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum Minat Utama Hukum Kebijakan Publik Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini dapat selesai atas bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu dan memberikan sumbangan pemikiran,petunjuk dan saran yang berguna dan bermanfaat dalam penulisan tesis ini.Untuk itu Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam – dalamnya kepada:

1. Prof. Dr. dr. Much.Syamsulhadi,Sp.Kj, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof. Dr. H. Setiono, SH.MS selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan semangat dan menggugah pikiran penulis untuk segera menyelesaikan pembuatan tesis ini.

3. Prof. Dr. Adi Sulistiyono, SH. MH, selaku Dosen Pembimbing I dalam penulisan tesis ini, atas bimbingan serta arahannya.


(8)

4. Dr. Supanto, SH. Mhum, selaku Dosen Pembimbing II dalam penulisan tesis ini, atas bimbingan, dorongan serta arahannya .

5. Dr. Hartiwiningsih, SH. Mhum, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

6. Dosen – dosen yang dengan penuh dedikasi dan kepakarannya telah memberikan pelajaran, wawasan dansikap keilmuan pada umumnya dan khususnya dalam ilmu hukum.

7. Para karyawan dan karyawati tata usaha Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang dengan ramah selalu melayani segala keperluan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

8. Bapak Drs.H.Djoko Suprapto, selaku Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, yang telah memberikan kesempatan dan waktu kepada penulis untuk mengadakan penelitian di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.

9. Kepada para karyawan dan karyawati Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi atas bantuan koordinasi dalam penyelesaian penulisan tesis ini.

10. Kepada Pak Wawan, Ibu Dyah dan Ibu Ildiastuti selaku Notaris/PPAT di Wilayah Kabupaten Ngawi, serta Camat selaku PPAT Sementara dan Kepala Desa/Kelurahan beserta Petugas Pembantu PPAT yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian dalam penulisan tesis ini.

Penulis mohon maaf kepada pihak – pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga amal baik bapak/Ibu,Saudara dan teman – teman mendapat ridlo dari Alloh,SWT amin.


(9)

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi terwujudnya hasil yang lebih baik.

Surakarta,

Penulis

SUKARNI


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………….………...i

PERSETUJUAN TIM PEMBIMBING...ii

PERSETUJUAN TIM PENGUJI...………....iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN...iv

PERNYATAAN...………....v

KATA PENGANTAR...vi

DAFTAR ISI...ix

DAFTAR TABEL...xiii

DAFTAR LAMPIRAN...xiv

ABSTRAK...xv

ABSTRACT...xvi

BAB I : PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Perumusan Masalah...8

C. Tujuan Penelitian...9

D. Manfaat Penelitian...10


(11)

BAB II : LANDASAN TEORI...12

A. Kajian Teori...12

1. Teori Kebijakan Publik...12

2. Hubungan Hukum dan Kebijakan Publik...13

3. Implementasi Kebijakan...15

4. Teori Bekerjanya Hukum...18

5. Kebijakan Pengaturan Pertanahan di Indonesia...21

B. Implementasi Hukum Di Bidang Pertanahan...23

C. Tugas dan Wewenang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Dalam Kebijakan Pertanahan Di Bidang Pendaftaran Tanah...31

D. Kerangka Berpikir...38

BAB III : METODE PENELITIAN...41

A. Waktu Dan Lokasi Penelitian...41

B. Jenis Penelitian... 42

C. Jenis Data...42

D. Sumber Data...45

E. Tehnik Pengumpulan Data...48

F. Tehnik Analisa Data...49

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...52

A. Hasil Penelitian...52

1. Deskripsi Obyek Penelitian Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi...52


(12)

2. Implementasi Standar Prosedur Operasi Pegaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali di Kantor Pertanahan

Kabupaten Ngawi...70 3. Kendala - kendala Dalam Pelaksanaan SPOPP

Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi...103 B. PEMBAHASAN...133 1. Implementasi Standar Prosedur Dan Pelayanan

Sertipikasi Hak Atas Tanah Untuk Pendaftaran Tanah Pertama Kali Belum Dapat Dilaksanakan Secara Baik Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi ...133 2. Kendala – kendala Dalam Pelaksanaan SPOPP

Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi...155 3.. Solusi yang Dilaksanakan Dalam Mengatasi Kendala Dalam Pelaksanaan SPOPP Pendaftaran Tanah Pertama Kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi...162


(13)

BAB V : PENUTUP...165

A. Kesimpulan...165

B. Implikasi...168

C. Saran – saran...170

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Golongan di

Lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi...67 Tabel 2. Jumlah Pegawai Berdasarkaan Pendidikan di Lingkungan

Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi...68 Tabel 3. Penerbitan Sertipikat Permohonan Tanah Negara...77 Tabel 4. Penerbitan Sertipikat Berdasarkan Permohonan Pengajuan

Tanah Adat...83 Tabel 5. Penerbitan Sertipikat Berdasarkan Pengajuan Pendaftaran

Tanah Pertama Kali secara Sporadis...101


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi Kantor Pertanahan kabupaten Ngawi.

Lampiran 2. Realisasi Fisik dan Keuangan Pelaksanaan Kegiatan Periode Januari sampai dengan Desember 2008.

Lampiran 3. Sarana dan prasarana yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. Lampiran 4. Skema Pengajuan Permohonan Tanah Negara.

Lampiran 5. Skema Pelayanan Pengajuan Tanah Adat. Lampiran 6. Daftar Pertanyaan/Wawancara.

Lampiran 7. Peta Dasar Kabupaten Ngawi.

Lampiran 8. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional.

Lampiran 9. Penyampaian Keputusan Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005.

Lampiran 10. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2008 tentang Penyederhanaan dan Percepatan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pertanahan Untuk Jenis Pelayanan Pertanahan Tertentu.

Lampiran 11. Peyampaian Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2008


(16)

ABSTRAK

Sukarni, S 310907021. 2007.Implementasi Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. Tesis : Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas bidang tanah,menyediakan informasi kepada pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam perbuatan hukum dan terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi sebagai instansi yang memberikan pelayanan di bidang pertanahan,dalam pelayanan pendaftaran tanah pertama kali pelaksanaannya belum dapat dilaksanakan sesuai dengan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional.

Penelitian ini untuk mengetahui dan mengidentifikasi pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan pendaftaran tanah pertama kali belum dapat dilaksanakan dengan baik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi,untuk mengetahui faktor yang menjadi kendala serta solusi untuk mengatasi kendala yang ada.

Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Pendekatan sosiologis hukum atau non doktrinal ,mempergunakan konsep hukum yang ke lima yaitu hukum adalah manifestasi makna – makna simbolik para perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi antar mereka.Tehnik pengumpulan data melalui observasi,wawancara dan dokumentasi.Pemilihan sampel dengan menggunakan tehnik purposive sampling.Analisis datanya menggunakan metode kualitatif.

Hasil penelitian disimpulkan bahwa pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan,khususnya pelayanan untuk pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi belum dapat dilaksanakan dengan baik karena: a. Hukum/undang-undang dan peraturannya belum dilaksanakan dengan baik karena tidak ada sanksi yang tegas,b.Penegak hukum,belum melaksanakan tugasnya belum baik,c. Sarana/fasilitas pendukung masih kurang dan terbatas,d.Tuntutan percepatan pelayanan dari masyarakat belum dilaksanakan dengan baik,e.Budaya hukum yang masih sulit untuk merubah pola kinerja dalam pemberian pelayanan di bidang pertanahan. Kendalanya meliputi: a.Kurang pahamnya aparat terhadap hukum/ undang-undang, b. Pelaksanaan penerapan peraturan oleh penegak hukum belum dilaksanakan, c.Sarana/fasilitas pendukung yang masih sangat terbatas,d.Kurang siapnya aparat pertanahan terhadap tuntutan percepatan pelayanan pertanahan dari masyarakat,e.Budaya hukum,masih terdapatnya pola lama dalam pemberian pelayanan yang sulit dihilangkan. Solusinya: a.Pemahaman hukum/ undang-undang, peraturan yang berlaku,b.Penegak Hukum diharapkan untuk bekerja dengan baik, c.Sarana/fasilitas pendukung dipenuhi,d.Terpenuhinya tuntutan masyarakat dalam peningkatan pelayanan pertanahan,e.Budaya hukum,perubahan pola kerja dalam pemberian pelayanan yang lebih baik.


(17)

ABSTRACT

Sukarni, S 310907021. 2007.Implementation of Standart Operation of Regulation and Services Procedure in The First Registration Land On The National Standart Decision Number 1, 2005 In Land Office Ngawi Regency.Thesis: Post Graduate Program of Sebelas Maret University Surakarta.

The registration act of land in Indonesia for giving rule of law and protection of law to the right holder of the land,provide information to the Importance including goverment in order to get data easily in law action and doing administration of land in order.The office land Ngawi regency as institution that giving services in land part,in the case is registration service has not been able to be done yet suitable with the national standart decision number 1, 2005 about operation of regulation and services procedure,especially services of the first registration.

The research for knowing and identification of standart operation of regulation and services procedure the first registration land has not been able to do well yet in the land office and for knowing what factor that has been handscape in acting of standart operation of regulation and services procedure for the first time in land office Ngawi regency, and perceiving the obstacles along with the solutions done to handle.

The writer used methode descritive research kualitative.Sociologic approach law or non doctrinal, law concept that writer usinglaw is meaning manifestation symbolic meaning of social attitude as appear in interaction between them.The data collecting technic by observation,interview and documentation.Choosing of samples with a sampling purposive technique.The data analyss is processed by qualitative method.

The result of the research has been done that standard operation of regulationand services procedure acting for the first time registratin in land office Ngawi regency has not been able to do well yet because a. Law/regulation and rules are not conducted with good and there is no punishment.b. Law upholders haven’t walked with good to job.c.Very lack of supporting instruments/facilities, d.Citizens wish for the acceleration of service haven’t do with good.e. Legal culture finds difficulties to change the classic traditional into the new traditional to service in land. The obstacle include:a.Lack of law/regulation understanding,b.Implementation of regulation haven’t do by law up holder,c.Not maximum number of using instrument/facilities,d.Not prepare of land job to citizens wish for the acceleration of service,e. Legal culture finds difficulties to change the classic traditional into the new to service.The solutions are:a.Maximal the law/regulatin understanding,b. Demand law upholder work to do with very good,c. Provide the supporting instrument/facilities.d. To be fulling Citizens wish for the acceleration of service in land,e. Legal culture finds to change the classic traditional into the new to service in land with good.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam era pembangunan dewasa ini ,arti dan fungsi tanah bagi negara Indonesia tidak hanya menyangkut kepentingan ekonomi semata, tetapi juga mencangkup aspek sosial dan politik serta aspek pertahanan keamanan. Kenyataan menunjukkan semakin meningkatnya kebutuhan akan tanah untuk pembangunan, maka corak hidup dan kehidupan masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaaan menjadi lain.

Adanya perubahan sikap yang demikian dapat dimaklumi karena tanah bagi masyarakat Indonesia merupakan sumber kemakmuran dan juga kesejahteraan dalam kehidupan.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tanah bagi masyarakat Indonesia merupakan salah satu hal yang amat penting guna menjamin kelangsungan hidupnya. Menyadari akan fungsi tersebut maka pemerintah berusaha meningkatkan pengelolaan, pengaturan dan pengurusan di bidang pertanahan yang menjadi sumber kemakmuran dan kesejahteraan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Di dalam Pasal 33 ayat ( 3 ) Undang – Undang Dasar 1945 telah digariskan

bahwa bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan untuk sebesar – besar kemakmuran rakyat.Undang – Undang Pokok Agraria, sebagai peraturan dasar yang menjadi acuan dari keberadaan berbagai peraturan perundangan bidang pertanahan juga mengakui prinsip – prinsip yang menggariskan


(19)

bahwa negara menjamin hak – hak masyarakat atas tanahnya dan memberikan pengakuan atas hak – hak atas tanah yang ada di masyarakat.

Negara Republik Indonesia dalam rangka untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum bagi warganya dalam hal ini melindungi hak – hak warga negara atas tanahnya, maka dikeluarkannya TAP MPR RI No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, yang dilaksanakan oleh Pemerintah karena didalamnya diamanatkan kepada Pemerintah untuk melakukan

berbagai hal baik menyangkut upaya

penataan,penguasaan,pemilikan,penggunaan,peruntukkan, dan penyediaan tanah yang semuannya diletakkan dalam kerangka membangun kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan.Peningkatan kesejahteraan rakyat juga diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004 – 2009.Terciptanya kesejahteraan rakyat adalah salah satu tujuan utama pendirian negara Republik Indonesia. Sejahtera merupakan keadaan sentosa dan makmur yang diartikan sebagai keadaan yang berkecukupan atau tidak kekurangan, yang tiadak saja memiliki dimensi fisik atau materi tetapi juga dimensi rohani. Hal ini juga terkait

dalam hal yang menyangkut upaya

penataan,penguasaan,pemilikan,penggunaan,peruntukkan, dan penyediaan tanah yang semuannya diletakkan dalam kerangka membangun kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan

Untuk mengatur tanah – tanah yang ada di Indonesia ini, pemerintah telah mengeluarkan Undang – Undang yaitu Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria ( UUPA ) yang dikeluarkan pada


(20)

tanggal 24 September 1960. Ketentuan lebih lanjut mengenai Undang – Undang Pokok Agraria ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA) disebutkan :

(1). Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan – ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(2). Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi: a. pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;

b. pendaftaran hak – hak atas tanah dan peralihan hak – hak tersebut;

c. pemberian surat – surat tanda bukti hak , yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Pendaftaran tanah merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang – bidang tanah dan satuan – satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang – bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak – hak tertentu yang membebaninya.

Dengan pendaftaran hak atas tanah berarti pihak yang mendaftar akan mengetahui subyek atas tanah dan obyek hak atas tanah yaitu mengenai orang yang menjadi pemegang hak atas tanah itu, letak tanahnya, batas – batas tanahnya serta luas tanahnya. Hasil akhir dari pendaftaran hak atas tanah ini dinamakan sertifikat tanah.Untuk mewujudkan harapan – harapan yang ingin dicapai sebagaimana yang telah ditetapkan pada kebijaksanaan catur tertib bidang pertanahan, maka dalam


(21)

kenyataan praktek sehari – hari pada kantor pertanahan sebagai institusi pemerintah yang berwenang mengatur dan mengeluarkan sertifikat tanah, dalam menjalankan dan melaksanakan tugasya sehari – hari tidak luput dari perhatian publik berkaitan dengan kualitas pelayanan yang mereka berikan bagi masyarakat yang menggunakan jasanya.

Permasalahan dalam pelayanan tersebut memiliki dimensi yang sangat luas dengan aneka ragam corak pelaksanaan di berbagai keadaan. Barangkali jika kita mampu mengukur kondisi kualitas pelayanan publik , dalam hal ini tentunya bukan hanya pada kantor pertanahan saja tetapi pada setiap instansi pemerintah yang secara langsung memberikan pelayanan publik yang berlaku dilingkungan masing – masing, Menurut Moenir (1995:86) bahwa Fungsi perkantoran secara umum adalah

sebagai pusat pemikiran, pusat administrasi atau pelayanan dan pusat data dan informasi.Dengan fungsi demikian itu maka perkantoran berperan besar dalam membantu proses pencapaian tujuan organisasi.

Dalam pelaksanaan administrasi perkantoran mempunyai hubungan erat dengan pelayanan timbal balik. Ketertiban dan kelancaran dalam bagian administrasi perkantoran dalam pelaksanaan pelayanan akan berpengaruh terhadap ketertiban dan kelancaran pelayanan yang dampaknya adalah kepuasan dari para penerima layanan. Sehubungan dengan hal tersebut, kantor pertanahan merupakan salah satu

instansi pemerintah yang menyelenggarakan kegiatan berupa pelayanan publik. Di dalam pelayanan publik dilaksanakan segala kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerimaan pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang – undangan. Dalam setiap penyelenggara pelayanan publik harus memiliki standar


(22)

pelayanan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Di dalam pelayanan publik standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Adapun hal – hal yang harus diatur dalam pelayanan publik minimal mencangkup: prosedur pelayanan baik bagi pemberi maupun penerima layanan, waktu penyelesaian sejak saat pengajuan permohonan sampai penyelesaian termasuk pengaduan, biaya penyelesaian termasuk rinciannya, produk pelayanan yang diberikan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, penyediaan sarana dan prasarana penunjang dalam pemberian pelayanan dan kompetensi petugas pemberi pelayanan yang didasarkan atas keahlian, ketrampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan.

Namun dalam kenyataannya, di dalam masyarakat sering kita dengar adanya keluhan – keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui media massa yang menyatakan bahwa pelaksanaaan pengurusan pensertipikatan tanah sangat sulit, berbelit – belit , membutuhkan waktu yang lama dan biayanya mahal.Hal ini sangat sering kita dengar dan kita temui dalam kehidupan masyarakat kita.

Untuk mengatasi adanya permasalahan – permasalahan dalam pelayanan pertanahan tersebut, maka oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dikeluarkan adanya Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional.Dalam perkembangannya saat ini oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia juga dikeluarkan


(23)

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2008 tentang Penyederhanaan Dan Percepatan Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan Pertanahan Untuk Jenis Pelayanan Pertanahan Tertentu.Pelayanan pertanahan tertentu yang dimaksud untuk tanah – tanah yang telah terdaftar atau bersertipikat meliputi Pemeriksaan (pengecekan) sertipikat, Peralihan hak jual beli, Peralihan hak pewarisan, Peralihan hak hibah, Peralihan hak tukar menukar,Peralihan hak pembagian hak bersama,Hak tanggungan, Hapusnya hak tanggungan roya, Pemecahan sertipikat perorangan,Pemisahan sertipikat perorangan,Penggabungan sertipikat perorangan,Perubahan hak milik untuk rumah tinggal dengan ganti blanko, Perubahan hak milik untuk rumah tinggal tanpa ganti blanko dan Ganti nama. Dengan dikeluarkannya keputusan ini untuk dipergunakan sebagai pedoman bagi instansi dalam hal ini kantor pertanahan dalam menyelenggarakan kegiatan pelayanan kepada masyarakat.Pelayanan adalah suatu bentuk kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi Pemerintah baik di pusat dan daerah dalam bentuk barang,jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku.

Tujuan suatu pelayanan adalah memuaskan dan atau sesuai dengan keinginan pelanggan.Untuk itu diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan atau keinginan pelanggan.Pada dasarnya ada 2 (dua) bentuk pelayanan dalam Badan Pertanahan Nasional yaitu pelayanan eksternal kepada masyarakat umum dan pelayanan internal di dalam organisasi Badan Pertanahan Nasional sendiri. Badan Pertanahan Nasional merupakan lembaga pemerintahan non departemen yang salah satu tugasnya adalah memberikan pelayanan pertanahan kepada masyarakat untuk


(24)

menciptakan kepastian hukum di dalam penguasaan dan pemilikan tanah. Sehubungan dengan hal tersebut sejalan dengan tuntutan Good Governance perlu diciptakan kepastian hukum,partisipasi,transparansi dan akuntabilitas di dalam tiap – tiap kegiatan pelayanan dalam rangka membangun kepercayaan masyarakat (trust building) kepada Badan Pertanahan Nasional.

Dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan pertanahan di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi juga berpedoman pada Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tersebut, namun dari pelaksanaan keputusan tersebut salah satunya yaitu dalam pelayanan pendaftaran tanah untuk pertama kali untuk pelaksanaan kegiatannya belum dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam keputusan tersebut dalam jangka waktu penyelesaiannya. Seperti adanya keluhan dari warga masyarakat pengguna jasa Kantor Badan Pertanahan Nasional, yang dikutip dari surat kabar Ngawi Post Edisi Mei 2008, sebagai berikut: “ Puluhan warga tiga dusun Pocol,Gatak, dan Keleleng di Desa Kletekan, Kecamatan Jogorogo resah.Pasalnya bertahun – tahun ngurus sertifikat tanah tidak kelar – kelar”.

Dengan berdasarkan pada permasalahan yang ada, yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali yang belum dapat dilaksanakan dengan baik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, maka penulis

melakukan penelitian dengan tema Implementasi Standar Prosedur Operasi Pengaturan Pengaturan Dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.


(25)

B. Perumusan Masalah

Untuk mencapai tujuan penelitian dan permasalahan yang akan dibahas agar lebih terarah perlu dilakukan identifikasi terhadap permasalahan yang akan diteliti dan dibahas, sehubungan dengan hal tersebut, penulis dapat memfokuskan diri pada permasalahan yang akan dibahas dan tidak menyimpang dari permasalahan yang ada.Sesuai dengan latar belakang masalah tersebut, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Mengapa Implementasi Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 belum dapat dilaksanakan secara baik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi?

2. Faktor – faktor apakah yang menjadi kendala dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi?

3. Solusi apakah yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi?


(26)

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi Implementasi Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali sesuai Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 belum dapat dilaksanakan secara baik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.

2. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi faktor - faktor apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.

3. Untuk mengetahui solusi yang dilakukan dalam mengatasi kendala – kendala yang ada dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.


(27)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

a. Dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran atau memberikan solusi bagi pemecahan masalah yang timbul dalam pelaksanaan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali sesuai Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 yang belum dapat dilaksanakan secara baik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.

b. Dapat menyumbangkan pengetahuan dan pemikiran yang bermanfaat di bidang ilmu hukum, khususnya konsentrasi hukum kebijakan publik dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan pendaftaran tanah.

2. Manfaat Praktis

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat lebih meningkatkan pelaksanaan pelayanan pendaftaran tanah pada kantor pertanahan.

b. Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan dalam rangka pelaksanaan pelayanan pendaftaran tanah pada kantor pertanahan.

c. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dan referensi bagi penelitian berikutnya.


(28)

BAB. II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Teori Kebijakan Publik

Kebijakan Pemerintah atau sering juga diterjemahkan sebagai kebijakan publik memiliki berbagai macam arti. Para ahli memberikan pengertian berbeda – beda mengenai kebijaksanaan pemerintah ini, menurut Thomas R.Dye (dalam Esmi Warassih, 2005: 131) mendefinisikan bahwa public policy is whatever goverments choose to do or not to do ( kebijakan publik sebagai pilihan tindakan apapun yang dilakukan atau tidak ingin dilakukan oleh pemerintah ). Menurut Harold D.Laswell,Carl J. Frederick dan David Easton yang dikutip oleh Setiono (2007 : 1-2) sebagai berikut:

1. Harold D.Laswell mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah suatu program pencapaian tujuan, nilai –nilai dan praktek – praktek yang terarah.

2. Carl J. Frederick mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan – hambatan dan kesempatan – kesempatan terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

3. David Easton mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah sebuah proses pengalokasian nilai – nilai secara paksa kepada seluruh masyarakat yang dibebankan oleh lembaga yang berwenang seperti pemerintah.

Menurut Anderson dan Dye (dalam Solichin Abdul Wahab,1997:12-13) ada 3 (tiga) alasan mempelajari kebijakan negara yaitu:


(29)

Pertama, dilihat dari sudut ilmiah, kebijakan negara dipelajari dengan maksud untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam mengenai hakikat dan asal mula kebijakan negara, berikut proses – proses yang mengantarkan perkembangannya serta akibat – akibatnya pada masyarakat.Kedua, dilihat dari sudut alasan professional, maka studi kebijakan negara dimaksudkan untuk menerapkan pengetahuan ilmiah di bidang kebijakan negara guna memecahkan masalah – masalah sosial sehari – hari.Sehubungan dengan ini, terkandung suatu pemikiran tentang faktor – faktor yang membentuk kebijakan negara, katau akibat – akibat yang ditimbulkan oleh kebijakan tertentu, maka perlu dipertimbangkan bagaimana individu, kelompok atau pemerintah dapat bertindak guna mencapai tujuan mereka.Ketiga, dilihat dari sudut alasan politis, maka mempelajari kebijakan negara pada dasarnya dimaksudkan agar pemerintah dapat menempuh kebijakan yang tepat, guna mencapai tujuan yang tepat pula.Dengan kata lain, studi kebijakan negara dalam hal ini dimaksudkan untuk menyempurnakan kebijakan negara yang dibuat oleh pemerintah.

Definisi tentang kebijakan tidak ada pendapat yang tunggal, tetapi menurut konsep demokrasi modern kebijakan negara tidaklah hanya berisi cetusan pikiran atau pendapat para pejabat yang mewakili rakyat, tetapi opini publik juga mempunyai porsi yang sama besarnya untuk diisikan dalam kebijakan negara. 2. Hubungan Hukum dan Kebijakan Publik

Hubungan hukum dan kebijakan publik mempunyai hubungan yang sangat erat bagaikan dua sisi mata uang, maksudnya adalah produk hukum yang baik harus melalui proses komunikasi antara stakeholders dan antarkomponen masyarakat yang biasa dilakukan dalam proses penyusunan kebijakan publik.Hubungan hukum dan kebijakan publik dapat dilihat dari pembentukan hukum dan formulasi publik,implementasi dan evaluasi, menurut Bambang Sunggono ( 1997:63) dapat diuraikan sebagai berikut:


(30)

a. Proses pembentukan kebijakan publik berangkat dari realitas yang ada di dalam masyarakat.

b. Dalam melakukan penerapan hukum membutuhkan kebijakan publik sebagai sarana yang mampu mengaktualisasikan dan mengkontekstualisasikan hukum tersebut dengan kebutuhan dan kondisi riil yang ada di masyarakat, sebab jika responsifitas aturan masyarakat hanya sepenuhnya diserahkan pada hukum semata, maka bukan tidak mungkin pada saatnya akan terjadi pemaksaan – pemaksaan hukum yang tidak sejalan dengan cita – cita hukum itu sendiri yang ingin menyejahterakan masyarakat.

c. Hubungan hukum dan kebijakan publik dalam hal evaluasi dapat dilakukan dengan evaluasi peradilan administrasi dan evaluasi kebijakan publik.

Hubungan hukum dan kebijakan publik adalah saling memperkuat satu dengan yang lain.Sebuah produk hukum tanpa adanya proses kebijakan publik didalamnya maka produk hukum itu akan kehilangan makna substansinya.Sebaliknya sebuah proses kebijakan publik tanpa adanya legitimasi hukum akan lemah pada tatanan operasionalnya.

3. Implementasi Kebijakan

Menurut Ripley dan Franklin (dalam Budi Winarno, 2008: 145) berpendapat bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang – undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan ( benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata ( tangible output).Istilah implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan – tujuan program dan hasil – hasil yang diinginkan oleh para pejabat pemerintah.Implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan - tujuan program dan hasil – hasil yang


(31)

diinginkan oleh para pejabat pemerintah.Implementasi mencangkup banyak macam kegiatan sebagai berikut: Pertama, badan – badan pelaksana yang ditugasi oleh undang – undang dengan tanggung jawab menjalankan program harus mendapatkan sumber – sumber yang dibutuhkan agar implementasi berjalan lancar.Kedua, badan – badan pelaksana mengembangkan bahasa anggaran dasar menjadi arahan – arahan konkret, regulasi, serta rencana – rencana dan desain program. Ketiga, badan – badan pelaksana harus mengorganisasikan kegiatan – kegiatan mereka dengan menciptakan unit – unit birokrasi dan rutinitas untuk mengatasi beban kerja.Pandangan Grindle (dalam Budi Winarno, 2008:146) mengenai implementasi dengan mengatakan bahwa secara umum , tugas implementasi adalah membentuk suatu kaitan ( linkage) yang memudahkan tujuan – tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah.

Pendapat van Meter dan van Horn (dalam Budi Winarno,2008: 146) mereka membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan – tindakan yang dilakukan oleh individu – individu atau kelompok –kelompok pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan – tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan – keputusan kebijakan sebelumnya.

Menurut Budi Winarno ( 2008:181), bahwa perintah – perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat,jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan – kebijakan, maka implementasi inipun cenderung tidak efektif.Sumber-sumber dapat merupakan faktor yang penting dalam melaksanakan kebijakan publik. Sumber-sumber yang penting meliputi: staf yang memadai serta keahlian – keahlian yang


(32)

baik untuk melaksanakan tugas – tugas mereka, infomasi, wewenang dan fasilitas – fasilitas yang diperlukan untuk menerjemahkan usul – usul di atas kertas guna melaksanakan pelayanan – pelayanan publik.

Dari beberapa pendapat mengenai implementasi kebijakan, dapat diartikan implementasi kebijakan merupakan pelaksanaan terhadap suatu aturan atau ketentuan – ketentuan yang telah ditetapkan oleh pihak yang berwenang dalam usaha mencapai tujuan dan sasaran suatu program yang telah ditetapkan.

4. Teori Bekerjanya Hukum

Menurut Robert B. Seidman ( dalam Esmi Warassih, 2005: 11 ) menyatakan bahwa tindakan apapun yang akan diambil baik oleh pemegang peran, lembaga – lembaga pelaksana maupun pembuat Undang – undang selalu berada dalam lingkup kompleksitas kekuatan – kekuatan sosial, budaya, ekonomi dan politik,dan lain sebagainya.Seluruh kekuatan – kekuatan sosial itu selalu ikut bekerja dalam setiap upaya untuk memfungsikan peraturan – peraturan yang berlaku,menerapkan sanksi – sanksinya, dan dalam seluruh aktivitas lembaga – lembaga pelaksanaannya.

Berbicara masalah hukum pada dasarnya membicarakan fungsi hukum di dalam masyarakat.Kebijakan dalam bidang hukum akan berimplikasi kepada masalah politik yang sarat dengan diskriminasi terhadap kelompok lain.Untuk memahami bagaimana fungsi hukum itu, ada baiknya dipahami terlebih dulu bidang pekerjaan hukum.

Menurut Soerjono Soekanto ( 1993: 5 ) untuk memahami bagaimana fungsi hukum itu,tidak dapat lepas dari aspek penegakan hukum,yakni pelaksanaan suatu kebijakan atau suatu komitmen yang bersangkutan dengan 5 faktor pokok yaitu: a. Faktor hukumnya sendiri yang merupakan dasar kebijakan.

b. Faktor penegak hukum,yakni pihak –pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.


(33)

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

d. Faktor masyarakat,yakni lingkungan dimana hukum berlaku atau diterapkan. e. Faktor budaya,yakni sebagai hasil karya,cipta dan rasa yang didasarkan pada

karsa manusia di dalam pergaulan hidupnya.

Kelima faktor tersebut saling berkaitan erat, karena merupakan esensi dari penegakan hukum dan merupakan tolok ukur dari efektifitas penegakan hukum.

Menurut Esmi Warassih (2005:15),bahwa suatu peraturan dibuat atau dikeluarkan tentunya berisi harapan – harapan yang hendaknya dilakukan oleh subyek hukum sebagai pemegang peran.Namun bekerjanya harapan itu tidak ditentukan hanya oleh kehadiran peraturan itu sendiri, melainkan juga oleh beberapa faktor lain. Faktor – faktor yang turut menentukan bagaimana respon yang akan diberikan oleh pemegang peran, antara lain (1).sanksi-sanksi yang terdapat di dalamnya,(2).aktivitas dari lembaga pelaksana hukum, dan (3).seluruh kekuatan – kekuatan sosial,politik dan lain – lainnya yang bekerja atas diri pemegang peranan itu.

Pengertian hukum sebagai suatu sistem norma yang dikemukakan oleh Lon L. Fuller dalam Esmi Warassih ( 2005:31) yang berpendapat bahwa untuk mengenal hukum sebagai sistem maka harus dicermati adanya 8 (delapan) azas atau principles of legality , yang meliputi:

1. Sistem hukum harus mengandung peraturan – peraturan artinya ia tidak boleh mengandung sekedar keputusan – keputusan yang bersifat ad hoc.

2. Peraturan – peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan. 3. Peraturan tidak boleh berlaku surut.

4. Peraturan – peraturan disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti.

5. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan – peraturan yang bertentangan satu sama lain.


(34)

6. Peraturan – peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan.

7. Peraturan tidak boleh sering dirubah – rubah.

8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaan sehari – hari.

Beberapa pengertian hukum diatas pada dasarnya hukum mempunyai banyak fungsi dalam usahanya untuk mencapai tujuan – tujuan yang telah ditetapkan.Oleh karena itu sebagai hukum positif harus dipahami suatu sistem norma.Pemahaman ini untuk menghindari terjadinya pertentangan antara norma hukum yang lebih tinggi dengan norma hukum yang lebih rendah kedudukannya.

Menurut Paul dan Dias ( dalam Esmi Warassih , 2005:105) ,mengajukan 5 (lima) syarat yang harus dipenuhi untuk mengefektifkan sistem hukum,yaitu:

(1). Mudah tidaknya makna aturan – aturan hukum itu untuk ditangkap dan dipahami;

(2). Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan – aturan hukum yang bersangkutan;

(3). Effisien dan effektif tidaknya mobilisasi aturan – aturan hukum;

(4). Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat,melainkan juga harus cukup effektif dalam menyelesaikan sengketa – sengketa;

(5). Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga masyarakat bahwa aturan – aturan dan pranata – pranata hukum itu memang sesungguhnya berdaya kemampuan yang efektif.


(35)

5. Kebijakan Pengaturan Pertanahan di Indonesia

Menurut Maria S.W.Sumardjono (2006 : 42), bahwa perwujudan keadilan sosial di bidang pertanahan dapat dilihat pada prinsip – prinsip dasar Undang – Undang Pokok Agraria , yakni prinsip negara menguasai, prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah masyarakat hukum adat,asas fungsi sosial semua hak atas tanah, prinsip

landreform, prinsip perencanaan dalam penggunaan tanah dan upaya pelestariannya, dan prinsip nasionalitas.

Prinsip dasar ini kemudian dijabarkan dalam berbagai produk berupa peraturan perundang-undangan dan kebijakan lainnya.Berbagai kebijakan pertanahan harus ditujukan bagi tercapainya keadilan sosial bagi seluruh masyarakat, maka adanya beberapa hal yang perlu diperhatikan, meliputi:Pertama, prinsip – prinsip dasar Undang – Undang Pokok Agraria tidaklah bersifat statis.Dalam menghadapi perkembangan baru kebijakan yang ditempuh haruslah dilaksanakan dengan tetap taat asas, yakni sesuai dengan konsepsi yang melandasinya, namun akomodatif terhadap perkembangan tersebut.Kedua, bahwa keberpihakan kepada kepentingan masyarakat banyak sesuai dengan Pasal 33 ayat ( 3 ) Undang – Undang Dasar 1945, secara langsung berakibat berkurangnya perhatian kepada investasi modal asing.Ketiga, keinginan untuk melakukan peninjauan kembali terhadap kebijakan pertanahan seyogyanya dipahami sebagai keinginan untuk menilai produk hukum yang telah ada dan yang sedang dirancang.

Kebijakan di bidang pertanahan ditujukan untuk mencapai tiga hal pokok yang saling melengkapi,yakni efisiensi dan pertumbuhan ekonomi,keadilan sosial,pelestarian lingkungan dan pola penggunaan tanah yang berkelanjutan.Menerjemahkan orientasi kebijakan dengan memperhatikan ketiga tujuan tersebut belum mencukupi, maka diperlukan penjabaran berbagai aktivitas yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang dimaksud.Berbagai sarana tersebut berupa tersedianya peraturan perundang –


(36)

undangan yang mampu menjabarkan berbagai aspek dari orientasi kebijakan dan tujuannya, yakni (1). demokratisasi berupa pengawasan terhadap terhadap kekuasaan,jaminan stabilitas politik sebagai akibat demokratisasi,dan perlindungan hak asasi manusia; (2). peningkatan kepastian hukum melalui pembuatan peraturan perundang-undangan yang diperlukan dan pelaksanannya konsisten; (3). pemberdayaan kelembagaan yakni memperkuat administrasi pertanahan, meningkatkan kemampuan sumber daya manusia pendukung dan transparansi dalam proses pembuatan keputusan; (4). meningkatkan insentif ekonomi berupa efektivitas perpajakan dan transparansi di dalam pasar tanah; dan (5).menetapkan batas – batas kewenangan pemerintah berupa perumusan tanggung jawab pokok dan pengembangan model kemitraan antara swasta dan pemerintah.Kebijakan pertanahan apa pun yang diterbitkan berdasarkan orientasi serta tujuan dan sasaran yang mendukung itu tidak akan mencapai sasaran, bila tidak diterima dan disikapi serta ditindaklanjuti oleh para pelaksananya secara konsekuen.Perubahan pola pikir dan tindakan aparat pelaksana dalam fungsi pelayanan kepada masyarakat sangat dibutuhkan untuk mendukung keberhasilan kebijakan pertanahan.

B. Implementasi Hukum Di Bidang Pertanahan

Menurut Esmi Warassih ( 2005: 4 ) bahwa Campur tangan hukum yang semakin meluas ke dalam bidang – bidang kehidupan masyarakat menyebabkan perkaitannya dengan masalah – masalah sosial juga semakin intensip.Hal ini menjadikan hubungan antara tertib hukum dan tertib sosial yang lebih luas kian menjadi permasalahan pokok di dalam ilmu hukum.Dalam kerangka pemahaman yang demikian itu, maka kompleksitas hubungan yang berlangsung antara tertib hukum dan tertib sosial tersebut harus mendapat perhatian yang serius agar dapat memahami secara baik seluk beluk masalah yang diaturnya.Pengaturan oleh hukum


(37)

itu tidak pernah terlepas dari kehidupan manusia, misalnya tata aturan mengenai jual beli, perkawinan dan sebagainya bersumber pada tingkah laku manusia.

Hukum sebagai suatu proses tidak dapat dilihat sebagai suatu perjalanan penetapan peraturan – peraturan hukum saja. Melainkan, hukum sebagai proses perwujudan tujuan sosial di dalam hukum.Fungsi hukum sebagai sarana pengendali sosial sudah tidak dapat lagi mengandalkan sepenuhnya pada kemampuan peraturan – peraturan hukum formal.Hukum dimanfaatkan sebagai saluran untuk merumuskan kebijakan dalam berbagai bidang sosial,ekonomi,politik dan sebagainya.

Menurut pendapat Satjipto Rahardjo (dalam Esmi Warassih, 2005: 11), menegaskan dengan diterimanya pengetahuan yang mendalam tentang hasil karya ilmu – ilmu sosial,hukum akan lebih mudah dan mampu menghayati fenomena sosial.Suatu pendobrakan terhadap kesadaran semacam itu akan terjadi apabila mereka mulai menyadari bahwa sekalipun hukum itu nampak sebagai seperangkat norma – norma hukum, tetapi ia selalu merupakan hasil daripada suatu proses sosial.Itu berarti,usaha manusia untuk membuat dan merubah tatanan hukum itu senantiasa berada di dalam konteks sosial yang terus berubah.

Begitu pentingnya hukum dalam kehidupan sosial masyarakat,maka terkait dengan bidang pertanahan diperlukan adanya pembangunan hukum tanah nasional,khususnya dalam pembentukan peraturan perundang – undangan, diperlukan pendekatan yang mencerminkan pola pikir yang proaktif dilandasi sikap kritis yang obyektif, yang dipergunakan untuk menunjang pembangunan hukum tanah nasional dengan upaya pemahaman hukum dan aspirasi yang melekat pada asas hukum yang bertujuan untuk mencapai keadilan,kepastian hukum,dan manfaat bagi masyarakat.

Dalam hubungan antara masyarakat dan tanah, maka menurut Maria S.W. Sumardjono ( 2006:178), bahwa sebagai konsekuensi pengakuan negara terhadap


(38)

hak atas tanah seseorang atau suatu masyarakat hukum adat,maka negara wajib memberi jaminan kepastian hukum terhadap hak atas tanah tersebut sehingga lebih mudah bagi seseorang untuk mempertahankan haknya terhadap gangguan pihak lain.

Upaya pendaftaran tanah secara sistematis, pendaftaran secara sporadik perlu dipertahankan dengan meningkatkan mutu pelayanan aparat sehingga tercapai tujuannya berupa alat bukti hak yang akurat, yang diperoleh dalam jangka waktu dan dengan biaya yang wajar.Pemberian jaminan kepastian hukum tersebut, negara juga berkewajiban untuk memberikan perlindungan hukum terhadap hak atas tanah yang dipunyai perseorangan atau masyarakat hukum adat.Kegiatan pendaftaran tanah akan menghasilkan tanda bukti hak atas tanah yang disebut sertifikat.

Sertifikat hak atas tanah sebagai hasil akhir proses pendaftaran tanah, berisi data fisik yang mencangkup keterangan tentang letak,batas,luas bidang tanah, serta bagian bangunan atau bangunan yang ada di atasnya dan data yuridis yang meliputi keterangan tentang status tanah dan bangunan yang didaftar,pemegang hak atas tanah, dan hak – hak pihak lain,serta beban – beban lain yang berada di atasnya. Dengan memiliki sertifikat hak atas tanah, maka kepastian hukum berkenaan dengan jenis hak atas tanahnya, subyek hak, dan obyek haknya menjadi nyata.

Dalam memberikan suatu pelayanan kepada masyarakat, layanan merupakan suatu aktifitas yang berlangsung berurutan dan dapat diukur dari segi penggunaan waktu.Pengukuran ini penting karena dari pengukuran yang berulang – ulang dapat diambil waktu rata – rata yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu rangkaian aktifitas atau proses dan menjadi standar.Menurut C.L. Littlefield dkk (dalam Moenir, 1995:20), dinyatakan:


(39)

Time standards established through work measurement aid management both in planning and controlling. They are actually plans of a special sort; they are standing plans as to how long any given work or phase of work should take.”

Standar waktu dapat ditetapkan pada waktu dilakukan pengukuran kerja, karena memang dalam pengukuran kerja termasuk pengukuran waktu yang dipelukan untuk penyelesaian tahap pekerjaan.Akan tetapi pengukuran waktu itu itu sendiri adalah suatu bentuk penelitian yang dapat berdiri sendiri yang hasilnya dapat dipakai bahan untuk penentuan tingkat produktifitas kerja, menentukan urutan prioritas pekerjaan, pengaturan beban kerja dan mengantisipasi keadaan serta perencanaan selanjutnya. Jadi standar waktu suatu proses banyak manfaatnya dalam pekerjaan apapun tak terkecuali pada pekerjaan yang bersifat pelayanan, dengan standar waktu manajemen dapat merencanakan lebih lanjut tenaga kerja,peralatan dan bahan yang diperlukan dan juga dapat melakukan pengawasan yang efektif dari segi waktu , agar supaya hasil akhir dapat memuaskan para pihak – pihak yang mendapatkan pelayanan.

Sistem dan prosedur merupakan dwitunggal yang tak terpisahkan karena satu sama lain saling melengkapi, sistem merupakan kerangka mekanismenya organisasi, sedangkan prosedur adalah merupakan rincian dinamikanya mekanisme sistem.jadi tanpa sistem prosedur tidak ada landasan berpijak untuk berkiprah dan bergerak, dan tanpa prosedur suatu mekanisme sistem tidak akan berjalan.Begitu juga lemahnya salah satu akan mengakibatkan lemahnya yang lain, sehingga dengan eratnya hubungan antara sistem dan prosedur sehingga keduannya sering digabung dan dipergunakan secara bersamaan.Prosedur juga sering diartikan sebagai tata cara yang


(40)

berlaku dalam organisasi. Menurut Louis A. Allen ( dalam Moenir, 1995:106 ) dinyatakan

sebagai berikut: “ Procedures prescribe the manner or method by which work is to be performed”, yang berarti bahwa prosedur dibuat atas dasar penelitian di lapangan lebih dahulu, agar supaya dapat memenuhi keperluan memperlancar mekanisme kerja.

Pada hakekatnya manusia mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas. Pemenuhan kebutuhan itu tidak dapat dilakukan dengan mengandalkan akifitas dan kemampuan sendiri. Oleh karena itu , pemenuhan kebutuhan yang tidak terbatas memerlukan aktifitas orang lain. Pada kenyataannya manusia tidak dapat hidup hanya dengan mengandalkan kemampuannya sendiri. Menurut Moenir (1995:16), bahwa aktifitas orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan orang lain disebut dengan pelayanan, dan lebih lanjut juga disebutkan bahwa timbulnya aktifitas pelayanan disebabkan oleh hal – hal sebagai berikut, yang meliputi: Pertama, adanya rasa cinta dan kasih sayang di antara manusia, Kedua, adanya keyakinan untuk saling tolong menolong, Ketiga, adanya keyakinan bahwa berbuat baik kepada orang lain adalah salah satu bentuk amal sholeh.

Pelayanan umum merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor materiil melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya.

Di dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/Kep/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik


(41)

disebutkan bahwa Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerimaan pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang – undangan. Berdasarkan pengertian tersebut terdapat 3 (tiga) unsur dalam penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu sebagai berikut: Pertama, penyelenggaraan pelayanan adalah instansi pemerintah yang meliputi satuan kerja/ satuan organisasi Kementrian, Departemen,Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara dan Instansi Pemerintah lainnya, baik di pusat maupu di daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Kedua, pemberi pelayanan publik adalah pejabat/pegawai instansi pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang – undangan, Ketiga, penerima pelayanan publik adalah orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum.

Dalam pelaksanaan pelayanan publik adanya 10 (sepuluh) prinsip pelayanan publik yang meliputi: kesederhanaan, kepastian waktu, akurasi, keamanan, tanggungjawab, kelengkapan sarana dan prasarana, kemudahan akses, kedisiplinan, kesopanan dan keramahan serta kenyamanan. Dari kesepuluh prinsip pelayanan publik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur pelayanan yang diselenggarakan tidak berbelit – belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh penerima pelayanan;

2. Kejelasan, dalam arti persyaratan pelayanan publik, baik tehnis maupun administratif. Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan/sengketa


(42)

dalam pelaksanaan pelayanan publik, Rincian biaya pelayanan publik dan tatacara pembayarannya;

3. Kepastian waktu, dalam arti pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan;

4. Akurasi dalam arti produk pelayanan publik diterima dengan tepat, benar dan sah;

5. Keamanan dalam arti proses dan produk pelayanan publik dapat memberikan rasa aman dan kepastian hukum;

6. Tanggungjawab dengan maksud bahwa pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik;

7. Kelengkapan sarana dan prasarana, bahwa dengan tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika ( telematika); 8. Kemudahan akses, bahwa tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang

memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika;

9. Kedisiplinan,kesopanan dan keramahan.Di dalam memberikan pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan pelayanan dengan ikhlas;

10. Kenyamanan, bahwa lingkungan pelayanan harus tertib, teratur,disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan lainnya.

Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63 Tahun 2003 tersebut juga mengatur tentang standar pelayanan publik. Dijelaskan bahwa setiap penyelenggara pelayana publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan publik merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan


(43)

pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi atau penerima pelayanan. Adapun ketentuan yang harus diatur dalam standarisasi pelayanan publik minimal meliputi prosedur pelayanan baik bagi pemberi maupun penerima pelayanan, waktu penyelesaian sejak saat pengajuan permohonan sampai penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan, biaya pelayanan termasuk rinciannya, produk pelayanan yang diberikan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, penyediaan sarana dan prasarana penunjang dalam pemberian pelayanan dan kompetensi petugas pemberi pelayanan yang didasarkan atas keahlian, ketrampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan.

Menurut Moenir (1995:88), menyebutkan adanya enam (6) faktor pendukung pelayanan umum yang saling berpengaruh dan secara bersama – sama akan mewujudkan pelaksanaan pelayanan secara baik , yaitu:

1. Faktor kesadaran, bahwa para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam pelayanan publik, dengan adanya kesadaran diharapkan mereka melaksanakan tugas dengan penuh keikhlasan, kesungguhan dan disiplin;

2. Faktor aturan, yang menjadi landasan kerja pelayanan.Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah pernggunaan kewenangan yang harus diikuti dengan pemenuhan hak, kewajiban dan tanggungjawab.Adanya pengetahuan dan pengalaman yang memadai untuk mengantisipasi masa depan dan mempunyai kemampuan bahasa yang baik, serta memahami berbagai aturan pelaksana juga disiplin dalam pelaksanaan tugas dalam bentuk ketaatan terhadap aturan yang telah ditetapkan;

3. Faktor organisasi, yang merupakan alat serta sistem yang memungkinkan berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan. Dalam hal ini suatu sistem merupakan satu kesatuan yang utuh dengan sifat – sifat yang saling tergantung, saling mempengaruhi dan saling berhubungan.Selain sistem yang juga perlu


(44)

diperhatikan adalah metode dan prosedur yang digunakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan;

4. Faktor pendapatan, yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum.

Pendapatan merupakan batas jasa atau imbalan bagi seseorang yang telah mengorbankan tenaga dan pikirannya;

5. Faktor kemampuan dan ketrampilan petugas atau dalam istilah lain disebut dengan “ skill” atau berarti “kecakapan” yang meliputi technical skill, human skill dan conceptual skill sebagai kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap pejabat agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik;

6. Faktor sarana pelayanan yaitu segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas lainnya yang berfungsi sebagai alat utama atau pembantu pelaksana pekerjaan.

C. Tugas dan Wewenang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Dalam Kebijakan Pertanahan Di Bidang Pendaftaran Tanah.

Hubungan bangsa Indonesia dengan tanah adalah hubungan yang bersifat abadi dan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia.Tanah merupakan perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia, karenanya perlu diatur dan dikelola secara nasional untuk menjaga keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara.Pengaturan pengelolaan pertanahan tidak hanya ditujukan untuk menciptakan ketertiban hukum, tetapi juga untuk menyelesaiakan masalah,sengketa dan konflik pertanahan yang timbul.Kebijakan nasional di bidang pertanahan perlu disusun dengan memperhatikan aspirasi dan peran serta masyarakat guna dapat memajukan kesejahteraan umum.Dengan adanya hal tersebut maka perlu adanya kelembagaan Badan Pertanahan Nasional.


(45)

Dalam Pasal 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, disebutkan bahwa Badan Pertanahan Nasional adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, serta dalam Pasal 2 disebutkan juga bahwa Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral, salah satu tugasnya yaitu Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan fungsi pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum.

Pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maksud dari pendaftaran tanah adalah merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang – bidang tanah dan satuan - satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang – bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak – hak tertentu yang membebaninya. Untuk pendaftaran tanah pertama kali mengandung maksud suatu kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah atau Peraturan Pemerintah ini.

Dalam ketentuan umum Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 1 juga dijelaskan bahwa pendaftaran tanah untuk pertama kali dibedakan menjadi dua


(46)

(2) yaitu pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik. Adapun yang dimaksud dengan pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/ kelurahan, sedangkan yang dimaksud dengan pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/ kelurahan secara individual atau massal.

Di dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa pendaftaran tanah bertujuan :

a. untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak – hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;

b. untuk menyediakan informasi kepada pihak – pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang – bidang tanah dan satuan – satuan rumah susun yang sudah terdaftar;

c. untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik ditingkatkan pelaksanaannya, karena dalam kenyataannya akan bertambah banyak permintaan untuk mendaftarkan tanahnya secara individual dan massal yang diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan yang akan makin


(47)

meningkat kegiatannya.Pendaftaran tanah secara sistematik diutamakan karena melalui cara ini akan mempercepat perolehan data mengenai bidang – bidang tanah yang akan didaftar daripada melalui pendaftaran tanah secara sporadik.

Tujuan pendaftaran tanah untuk menghimpun dan menyediakan informasi yang lengkap mengenai bidang – bidang tanah dipertegas dengan dimungkinkannya menurut Peraturan Pemerintah ini pembukuan bidang – bidang tanah yang data fisik dan atau yuridisya belum lengkap atau masih disengketakan, walaupun untuk tanah – tanah yang demikian belum dikeluarkan sertipikat sebagai tanda bukti haknya.

Dalam rangka memberi kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah dalam Peraturan Pemerintah ini diberikan penegasan mengenai sejauh mana kekuatan pembuktian sertipikat, yang dinyatakan sebagai alat pembuktian yang kuat oleh Undang – Undang Pokok Agraria.Untuk itu diberikan ketentuan bahwa selama belum dibuktikan yang sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang dicantumkan dalam sertipikat harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam perbuatan hukum sehari – hari maupun dalam sengketa di Pengadilan, sepanjang data tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah telah mengkonstruksi norma pendaftaran tanah di masyarakat, antara lain: Pertama, tahapan pemeriksaan berkas permohonan, mengkonstruksi norma keaktifan anggota masyarakat dalam membuktikan dirinya sebagai pemilik


(48)

yang sah atas suatu bidang tanah. Termasuk dalam hal ini kesediaan anggota masyarakat memanfaatkan jasa Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang aktanya bermanfaat dalam memperkuat pembuktian kepemilikan atas tanah.Kedua, tahapan pembayaran biaya pengukuran dan pendaftaran hak atas tanah,mengkonstruksi norma kesediaan anggota masyarakat membayar biaya pengukuran dan pendaftaran hak atas tanah .Ketiga, tahapan penelitian data yuridis, mengkonstruksi norma ketelitian anggota masyarakat dalam menyiapkan alas hak atau bukti awal pemilikan tanah.Keempat, tahapan pemeriksaan lapangan tentang kebenaran data yuridis, mengkonstruksi norma: (a) kejujuran anggota masyarakat dalam membuktikan kebenaran kepemilikan tananhya; (b). kepedulian anggota masyarakat yang berbatasan dan berdekatan dengan pemilik tanah untuk bersedia memberikan informasi tentang tanah yang dimaksud.Kelima, tahapan pengukuran bidang tanah untuk mengumpulkan data fisik, mengkonstruksi norma: (a). kesediaan pemilik tanah (anggota masyarakat) memasang tanda batas untuk menandai bidang tanah yang dimilikinya; (b). kesediaan pemilik tanah untuk berinteraksi dengan tetangga batas dalam penetapan batas bidang tanah, sebagai konsekuensi asas contradictoir delimitatie; (c). kepedulian tetangga batas (anggota masyarakat) untuk menghadiri penetapan batas bidang tanah; (d). pengakuan pemilik tanah terhadap hasil pengukuran oleh petugas kantor pertanahan; Keenam, tahapan pengumuman data yuridis dan data fisik, mengkonstruksi norma apresiasi (penghormatan) anggota masyarakat terhadap informasi pertanahan.Ketujuh, tahapan pembukuan hak, mengkonstruksi norma apresiasi anggota masyarakat terhadap budaya tulis atau budaya catat di bidang pertanahan, terutama yang berkaitan dengan pemilik


(49)

tanah.Kedelapan, tahapan penerbitan sertipikat hak atas tanah, mengkonstruksi norma apresiasi anggota masyarakat terhadap hak dan kewajiban anggota masyarakat sehubungan dengan telah dibuktikannya pemilikan atas suatu bidang tanah. Kesembilan, tahapan penyerahan sertipikat hak atas tanah pada pemohon, mengkonstruksi norma kehati –hatian anggota masyarakat dalam menyimpan alat bukti yang kuat bagi pemilikan atas suatu bidang tanah.Kesepuluh, tahapan paska penyerahan sertipikat hak atas tanah pada pemohon, mengkonstruksi norma kemampuan anggota masyarakat memanfaatkan sertifikat hak atas tanah yang ada padanya.

Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat di bidang pertanahan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional dikeluarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional dengan pertimbangan:

a. bahwa dalam rangkapeningkatan pelayanan kepada masyarakat,perlu adanya pedoman pelaksanaan pelayanan pertanahan yang didasrkan pada semangat pembaruan agrarian dan pengelolaan sumberdaya alam,sebagai suatu kebijakan dalam sistem pelayanan pertanahan secara nasional;

b. bahwa ketentuan yang sudah ada saat ini yang berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan pertanahan belum mengatur secara menyeluruh dan rinci mengenai jangka waktu,biaya dan persyaratan dalam pemberian pelayanan pertanahan; c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a dan huruf b,dipandang perlu


(50)

Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional.

D. Kerangka Berpikir

Dalam rangka untuk mengatur tanah – tanah yang ada di Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan Undang – Undang yaitu Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agaria (UUPA).Ketentuan lebih lanjut mengenai Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA) ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.Namun dalam pelaksanaan pendaftaran tanah di dalam masyarakat sering kita dengar keluhan – keluhan dan adanya pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui media massa yang menyatakan bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali belum dapat dilaksanakan dengan baik.Untuk mengatasi adanya permasalahan tersebut, maka dalam pelaksanaan pelayanan pertanahan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dikeluarkan adanya Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional.Namun kenyataannya, dalam pelaksanaan pelayanan pertanahan untuk pendaftaran tanah pertama kali sesuai standar prosedur pengaturan dan pelayanan belum dapat dilaksanakan dengan baik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. Hal ini dimungkinkan adanya kendala - kendala dalam pelaksanaan pelayanan di bidang pertanahan dalam kegiatan pendaftaran tanah.Permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali dikaji dengan pendekatan yuridis berdasar teori yang dikembangkan


(51)

Soerjono Soekanto (1993: 5), bahwa penegakan hukum berkaitan dengan 5(lima) faktor pokok yaitu faktor hukum,faktor penegak hukum,faktor sarana dan fasilitas,faktor masyarakat dan faktor budaya.Untuk lebih jelasnya kerangka berpikir peneliti dalam penelitian ini, maka selengkapnya kerangka berpikir tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:


(52)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA UUPAUUPAPeratuUUPA Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ttg Pendaftaran Tanah

Keputusan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2005 ttg SPOPP

Pelaksanaan SPOPP Pendaftaran Tanah Pertama Kali di Kantor Pertanahan

Kabupaten Ngawi

Hukum Penegak

Hukum

Sarana atau Fasilitas

Masyarakat Budaya


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian diperlukan dalam penelitian untuk memberikan arahan dan pedoman dalam memahami obyek yang diteliti, sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik dan lancar dan memperoleh hasil yang memiliki bobot nilai yang tinggi serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Menurut Setiono (2005:4), metode merupakan salah satu langkah dari metodologi. Berikut ini diuraikan secara singkat hal – hal yang berkaitan dengan metode penelitian, antara lain:

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penulis melakukan persiapan untuk mencari data awal dan menyusun usulan proposal penelitian. Penulis mulai melakukan penelitian untuk melengkapi data bagi penyusunan tesis ini, pada bulan Juni sampai bulan Desember 2008. Penelitian ini dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, yaitu untuk memperoleh gambaran selengkapnya tentang Implementasi Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.

B. Jenis Penelitian

Di dalam penelitian hukum metode yang digunakan tergantung pada konsep apa yang dimaksud tentang hukum itu. Menurut Soetandyo Wignyosoebroto (dalam Setiono, 2005: 20), ada lima (5) konsep hukum, yaitu:

1. Hukum adalah asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan berlaku universal;


(1)

2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pertanahan, dalam hal ini kaitannya dengan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, meliputi:

1. Melaksanakan kebijakan dengan baik dalam rangka mewujudkan Good Governance.

2. Peningkatan sumber daya,dalam hal ini sumberdaya manusia (pegawai Kantor Peratanahan Kabupaten Ngawi) dan pemanfaatan dan penggunaan sumberdaya lainnya ( peralatan – peralatan kantor).

3. Pelaksanaan penyuluhan hukum di bidang pertanahan perlu ditingkatkan.

4. Pelaksanaan pengawasan terhadap kinerja dari aparat Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.

5. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

1. Implementasi Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, belum dapat dilaksanakan dengan baik, karena:

a. Hukum/Undang –Undang dan Peraturannya ,dalam hal ini Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005,belum dilaksanakan secara baik karena didalamnya tidak terdapat sanksi secara tegas.


(2)

b. Penegak Hukum,dalam menjalankan tugasnya aparat pertanahan belum dapat menegakkan hukum secara baik , hal ini dapat terlihat dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat terkait dengan pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali meskipun sudah adanya ketentuan – ketentuan yang berlaku dalam penegakan hukum masih diperlukan adanya perubahan sikap moral dari aparat pertanahan dan masyarakat.

c. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi masih sangat terbatas, terutama yang berkaitan dengan pengadaan komputer yang saat ini sangat diperlukan dalam rangka untuk mempercepat dan memperlancar pelayanan kepada

masyarakat.Tuntutan pelayanan di bidang pertanahan juga tidak terlepas dari penyediaan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan pekerjaannya,serta perlu adanya peningkatan ketrampilan dan kemapuan dari aparat Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.

d. Masyarakat, dalam kegiatan pelayanan kepada masyarakat di bidang pertanahan belum dilaksanakan dengan baik, terutama dalam rangka pendaftaran tanah pertama kali adanya tuntutan dari masyarakat pelayanan yang baik.Hal ini perlu dimaklumi karena kegiatan penyuluhan hukum di bidang pertanahan kepada masyarakat masih sangat kurang.

e. Budaya hukum, Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dalam rangka untuk memberikan pelayanan pertanahan yang baik kepada masyarakat selalu berusaha untuk merubah pola kerjanya, namun dengan keterbatasan sarana dan prasarana yang ada sehingga pelaksanaannya belum dapat dilakukan dengan


(3)

baik.Peran masyarakat juga sangat diperlukan dalam peningkatan pelayanan di bidang pertanahan terutama yang berkaitan dengan pendaftaran tanah,sebagian besar masyarakat masih mempercayakan pengurusan penseripikatan tanahnya melalui pihak lain.

2. Kendala – kendala dalam pelaksanaan standar prosedur operasi pengaturan dan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi :

a. Kurang pahamnya aparat pertanahan terhadap penyusunan hukum/undang – undang dan peraturannya, serta kurangnya sosialisasi peraturan yang ada.

b. Pelaksanaan penerapan peraturan - peraturan yang ada dalam rangka penegakan hukum belum dilaksanakan dengan baik.

c. Sarana/fasilitas yang mendukung dalam pelaksanaan peraturan terkait dengan standar prosedur operasi pengaturan dan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi masih sangat kurang.

d. Masyarakat,terkait dengan percepatan pelayanan kepada masyarakat di bidang pertanahan, masih kurang siapnya aparat Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. e. Budaya hukum, dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat terkait dengan

pendaftaran tanah pertama kali , masih terdapatnya pola lama yang sulit untuk dihilangkan.Hal ini perlu adanya kesadaran dari kedua belah pihak baik dari masyarakat (pemohon ) dan aparatnya sendiri.

3. Solusi yang dilakukan dalam mengatasi kendala dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pertanahan, dalam hal ini kaitannya


(4)

dengan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, meliputi:

a. Meningkatkan pemahaman hukum/undang – undang, peraturan –peraturan yang berlaku.

b. Penegak Hukum, untuk penegak hukum diharapkan untuk melaksanakan bidang tugasnya dengan baik dan secara profesional.

c. Sarana/Fasilitas pendukung untuk dipenuhi dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

d. Masyarakat, dengan terpenuhinya tuntutan masyarakat dalam pelayanan di bidang pertanahan akan menambah kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan pertanahan.

e. Budaya hukum, perubahan terhadap pola pelayanan pertanahan dengan pola lama menuju pola kerja pelayanan yang berubah kearah yang lebih baik lagi.

B. Implikasi

1. Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini, dapat diketahui bahwa Implementasi Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi untuk dapat lebih ditingkatkan lagi. Pelaksanaan penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi masih perlu ditingkatkan lagi, serta perlu ditingkatkannya lagi kesadaran dari aparat Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dalam pemanfaatan sarana/fasilitas yang ada terkait dengan pelaksanaan ketentuan/peraturan dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat. Tuntutan masyarakat terhadap percepatan pelayanan pertanahan untuk segera


(5)

dilaksanakan terutama yang berkaitan dengan pendaftaran tanah pertama kali.Budaya hukum yang terjadi segera untuk dirubah dengan merubah pola kerja yang lama dengan menyesuaikan perkembangan pola kerja yang sesuai dengan tuntutan masyarakat sekarang.

2. Untuk mengatasi kendala – kendala dalam pelaksanaan pelaksanaan standar prosedur operasi pengaturan dan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi yaitu meningkatkan pemahaman hukum /undang – undang dan peraturan yang ada, meningkatkan pengetahuan dan menerapkan peraturan – peraturan kepada penegak hukum dalam rangka pelaksanaan kegiatan yang terkait dengan penegakan hukum,pemanfaatan dan penggunaaan sarana/fasilitas pendukung yang tersedia dalam rangka melaksanakan tuntutan masyarakat dalam hal ini peningkatan pelayanan di bidang pertanahan serta berusaha untuk merubah pola kerja yang lama dalam pelayanan kepada masyarakat ke pola kerja yang baru sehingga pelayanan di bidang pertanahan terutama yang terkait dengan pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali dapat secara baik.

3. Pemahaman terhadap hukum/undang – undang dan peraturannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, kepada penegak hukum untuk dapat melaksanakan tuganya dengan baik,serta pemanfaatan dan penggunaan sarana/fasilitas pendukung yang ada dengan baik dalam peningkatan pelayanan kepada masyarakat yang menuntut adanya percepatan pelayanan di bidang pertanahan serta perubahan pola kerja lama dari aparat pertanahan dalam pemberian


(6)

pelayanannya sehingga akan tercipta kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan Kantor Pertanahan.

C. Saran - saran

Saran - saran yang penulis ajukan adalah untuk dapat terlaksananya Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi adalah sebagai berikut:

1. Perlunya Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi untuk mengadakan penyuluhan hukum pertanahan, sosialisasi mengenai peraturan dan ketentuan yang berkaitan dengan bidang pertanahan sehingga akan dapat meningkatkan pelayanan di bidang pertanahan.

2. Peningkatan kinerja dari sumberdaya manusia yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, dalam hal ini peningkatan kemampuan dan ketrampilan dari aparat pertanahan dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan serta kursus – kursus yang ada hubungannya dengan pelaksanaan tugas di bidang pertanahan. 3. Dalam rangka terlaksananya program kerja dan peningkatan kinerja dalam

pemberian pelayanan kepada masyarakat di bidang pertanahan perlu diusulkan anggaran dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang memadai..