Analisa Dan Kajian Eksperimental Balok Komposit Tersusun Kayu Kelapa Dengan Menggunakan Baut Sebagai Shear Connector

(1)

ANALISA DAN KAJIAN EKSPERIMENTAL

BALOK KOMPOSIT TERSUSUN KAYU KELAPA

DENGAN MENGGUNAKAN BAUT SEBAGAI

SHEAR

CONNECTOR

TESIS

Oleh :

M. AGUNG PUTRA HANDANA

057016012 / T. SIPIL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ANALISA DAN KAJIAN EKSPERIMENTAL

BALOK KOMPOSIT TERSUSUN KAYU KELAPA

DENGAN MENGGUNAKAN BAUT SEBAGAI

SHEAR

CONNECTOR

TESIS

Untuk memperoleh Gelar Magister Teknik dalam Program Studi Teknik Sipil

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh :

M. AGUNG PUTRA HANDANA

057016012 / T. SIPIL

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Judul Tesis : ANALISA DAN KAJIAN EKSPERIMENTAL

BALOK KOMPOSIT TERSUSUN KAYU KELAPA

DENGAN MENGGUNAKAN BAUT SEBAGAI SHEAR CONNECTOR

Nama Mahasiswa : M.Agung Putra Handana

Nomor Pokok : 057 016 012

Program Studi : Teknik Sipil

Menyetujui Komisi Pembimbing

( Prof.Dr.Ing. Johannes Tarigan ) ( Ir. Sanci Barus, MT ) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

( Dr. Ir. Roesyanto, MSCE ) ( Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B.,M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 03 Maret 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan Anggota :

1. Ir. Sanci Barus, MT

2. Prof. Dr.Ir. Bachrian Lubis, MSc 3. Dr. Ing. Hotma Panggabean 4. Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT 5. Ir. Rudi Iskandar, MT


(5)

ABSTRAK

Kayu kelapa merupakan salah satu material yang dapat dipakai sebagai bahan konstruksi. Namun keterbatasan ukuran yang tersedia menyebabkan keterbatasan besar beban yang dapat dipikul. Untuk mengatasi hal ini, dapat digunakan sistem struktur komposit dengan balok tersusun. Agar balok – balok yang disatukan itu bisa bekerjasama sebagai aksi komposit maka diperlukan penghubung geser (shear connector) yang menyatukan lapisan – lapisan balok tersebut. Baut merupakan salah satu material yang dapat dipakai sebagai penghubung geser (shear connector). Jumlah dan jarak baut yang dipasang akan menentukan perilaku balok komposit kayu kelapa tersusun tersebut. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya lenturan dan regangan yang terjadi pada balok komposit yang berbeda jumlah dan jarak bautnya, baik secara analitis dan percobaan di laboratorium.

Model balok yang digunakan adalah dua buah balok kelapa berbeda mutu ukuran 5 X 7,5 cm yang disatukan dengan baut. Jarak baut divariasikan menjadi 4 type yaitu dengan jarak 500 mm, 250 mm, 125 mm, dan 62,5 mm. Pembebanan dilakukan secara bertahap sampai balok komposit mengalami keruntuhan. Pada setiap tahap pembebanan dibaca besarnya lenturan dan regangan yang terjadi.

Hasil perhitungan dan percobaan pada penelitian menunjukkan bahwa jarak dan jumlah baut mempengaruhi energi regangan yang tersimpan pada balok komposit sehingga mempengaruhi besarnya lenturan dan regangan yang terjadi. Semakin rapat jarak baut maka lenturan dan regangan yang terjadi semakin kecil.

Kata kunci : komposit, shear connector, kayu kelapa, energi regangan, slip antarbidang.


(6)

ABSTRACT

Timber from coconut tree is one of the natural materials that can be used in construction. However, this material only available at limited size and length, which make this material can only carry small amount of construction’s load. To solve this problem, stack of beam from coconut timber composed as composite can be used as structural’s beam. To assure the entire beam can work as composite beam, shear connectors is needed. Bolt is one of material that can be used as shear connector. The distance and the amount of bolt that is set to the composite beam determine the beam’s structural behaviour. This experiment is intended to determine the deflection and strain occur at the composite beam with different distance and amount of bolt as shear connector.

Two beam from coconut tree in 5 x 7, 5 cm size with different strength merged by bolts to form a structural composite beam. There are four type of composite beam formed with different shear connector distance. The distances are 500 mm, 250 mm, 125 mm, and 62,5 mm. Load is given step by step to every type of beam until failure occurs to all the beams. Strain and deflection are measured in every loading step.

The analysis and experiment result indicate that the distance and amount of bolts influencing the amount of strain energy stored in the composite beam. This also make the deflection and strain occurs in the composite beam differs in every type of beam. The more amount of shear connector, which mean lesser the distance, the deflection and the strain occur is smaller.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Tesis ini berjudul “ Analisa dan Kajian Eksperimental Balok Komposit Tersusun Kayu

Kelapa dengan Menggunakan Baut Sebagai Shear Connectoryang disusun

untuk melengkapi persyaratan untuk menyelesaikan Program Master bidang Teknik Sipil, Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, sebagai ketua komisi pembimbing yang telah memberikan ilmu dan pemahaman yang sangat diperlukan dalam penulisan tesis ini.

2. Bapak Ir. Sanci Barus, MT, sebagai anggota komisi pembimbing yang banyak memberikan masukan dalam penulisan tesis ini.

3. Bapak Dr. Ir. Roesyanto, MSCE, selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil PPs Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT, selaku Sekretaris Program Studi Magister Teknik Sipil PPs Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh dosen dan staf Program Studi Magister Teknik Sipil PPs Universitas Sumatera Utara.


(8)

6. Kedua orangtua saya H. Haryanto dan Hj. Wan Chairina Savilla atas seluruh dukungan dan motivasinya

7. Istri saya Hj. Rahmi Karolina ST, MT atas semua bantuan, pengorbanan, kesabaran, dukungan, dan motivasi yang telah diberikan kepada saya.

8. Didi , Amsal, Fahmi, Sopian, Memed, yang telah banyak membantu saya.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman serta referensi yang saya miliki. Penulis sangat mengharapkan saran – saran dan kritik demi perbaikan pada masa mendatang.

Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya pada bidang teknik sipil.

Medan, Februari 2010

M. Agung Putra Handana 057 016 012


(9)

RIWAYAT HIDUP

A. DATA PRIBADI

Nama : M. Agung Putra Handana Tempat / Tgl Lahir : Medan / 06 Desember 1982

Alamat : Jl. Lizadri Putera no.119 kom. Kejaksaan blok. A Medan, 20135

Agama : Islam

Anak ke- : Pertama Jenis Kelamin : Laki - laki

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

- SD Kemala Bhayangkari 1 Medan 1988 - 1994

- SLTP Negeri 1 Medan 1994 - 1997

- SMU Negeri 1 Medan 1997 - 2000

- Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil USU 2000 - 2005 - Magister Teknik Sipil Program Pasca Sarjana USU 2005 - 2010

C. RIWAYAT PEKERJAAN

- Perencanaan Rumah Sakit USU 2005 – 2006 - Perencanaan Taman Simalem Resort 2006 - 2007 - Perencanaan Mesjid Jami Al-Munawarah UISU 2007 - Perencanaan Laboratorium IPA Terpadu 2007, 2008, 2009 - Perencanaan Jembatan Jl. Sudirman 2008 - Manajemen Konstruksi Pembangunan RS USU 2008 - Sekarang


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK……… i

ABSTRACT……….. ii

KATA PENGANTAR……….. iii

RIWAYAT HIDUP…..……….……... v

DAFTAR ISI……….……... vi

DAFTAR GAMBAR……….……... x

DAFTAR TABEL……….…… xiii

DAFTAR NOTASI……….……. xvi

DAFTAR LAMPIRAN……….………… xviii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……… 1

1.2. Perumusan Masalah……….…..…… 3

1.3. Tujuan Penelitian.………..……… 5

1.4. Pembatasan Masalah………..……… 6

1.5. Metodologi………...…….. 7

1.6. Sistematika Penulisan……….……... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Latar Belakang………...……… 13

2.2 Anatomi Kayu……… 15

2.3 Sifat Fisis dan Mekanis Kayu………... 20

2.3.1 Kadar Air…………...……..……….………..…….. 20

2.3.2 Berat Jenis………..….……….………..………… 22

2.3.3 Kekuatan Kayu………...….……….………..…………... 23

2.3.3.1 Kokoh Tarik…....……….………... 25

2.3.3.2 Kokoh Tekan...……….………... 25


(11)

2.3.3.4 Kokoh Lentur...……….………... 26

2.3.3.5 Kekakuan…...……….………... 27

2.4 Perbaikan Sifat Kayu………..………..…... 27

2.4.1 Pengeringan Kayu…..……..……….………..……... 27

2.4.1.1 Pengeringan Alami.……….………... 27

2.4.1.2 Pengeringan dalam Dapur Pengering (Dry Kiln)………... 27

2.4.2 Keawetan Alami, Keterawetan dan Pengawetan Kayu …..……... 28

2.4.2.1 Ketentuan Kayu yang Diawetkan…...………... 30

2.4.2.2 Bahan Pengawet………...………... 31

2.5 Komposit…………..………..………..…... 32

2.6 Penghubung Geser (Shear Connector)…...………..…... 33

III. LANDASAN TEORI 3.1 Analisa Struktur dengan Metode Pendekatan………... 35

3.2 Prinsip Energi Potensial Stationer…………..……… 37

3.2.1 Prinsip Perpindahan Virtual.……….………..…….. 37

3.2.2 Prinsip Energi Potensial Stasioner…..…….………..……… 40

3.2.3 Evaluasi Beban Kritis………..……….………..……... 44

3.3 Metode Penyelesaian Untuk Aplikasi Prinsip Energi……….…………... 45

3.3.1 Kalkulus Variasi………..………….………..……... 45

3.3.2 Metode Rayleigh – Ritz………..………….………..……… 46

3.3.3 Metode Galerkin………..………….………..……... 47

3.4 Analisa Balok Kayu Komposit dengan Metode Energi…….…………... 47

3.4.1 Energi Regangan Akibat Lentur dan Aksial……….. 48

3.4.2 Energi Regangan Akibat Slip Antar Bidang……….. 51

3.4.3 Energi Potensial Akibat Gaya Luar……….……….. 53

3.4.4 Total Energi pada Balok Komposit……….……….. 55

3.4.5 Penyelesaian Persamaan Energi…………..……….. 56


(12)

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Pengujian Sampel Kayu di Laboratorium…………..………... 62

4.1.1 Persiapan Pengujian……….……….. 62

4.1.2 Standar Pelaksanaan Pengujian………..….……….. 62

4.1.3 Prosedur Pemeriksaan Kadar Air….…..….………... 63

4.1.4 Prosedur Pemeriksaan Berat Jenis……….……….. 65

4.1.5 Prosedur Pengujian Kuat Tekan………..….………... 66

4.1.6 Prosedur Pengujian Kuat Geser Langsung Baut – Kayu.………….. 68

4.1.7 Prosedur Pengujian Kuat Lentur pada Penurunan Izin..…………... 70

4.1.8 Prosedur Pengujian Elastisitas………... 71

4.2 Pengujian Balok Kayu Komposit Struktural……..………... 73

4.2.1 Persiapan Pengujian……….……….. 73

4.2.2 Standar Pelaksanaan Pengujian………. 74

4.2.3 Prosedur Pengujian Balok Kayu Komposit Berukuran Struktural.... 74

V. ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Sifat Fisis dan Mekanis Kayu……….. 78

5.1.1 Hasil Pengujian Kayu pada Kondisi Basah………... 78

5.1.1.1 Pemeriksaan Kadar Air Kayu……… 78

5.1.1.2 Pemeriksaan Berat Jenis Kayu………... 81

5.1.1.3 Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat Kayu….………... 83

5.1.1.4 Pengujian Elastisitas dan Kuat Lentur Kayu..………... 86

5.1.2 Hasil Pengujian Kayu pada Kondisi Kering Udara………... 92

5.1.2.1 Pemeriksaan Kadar Air Kayu……… 92

5.1.2.2 Pemeriksaan Berat Jenis Kayu……….. 95

5.1.2.3 Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat Kayu……….... 98

5.1.2.4 Pengujian Kuat Geser Langsung Baut - Kayu………... 101

5.1.2.5 Pengujian Elastisitas dan Kuat Lentur Kayu..………... 102


(13)

5.3 Implementasi Hasil Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis Kayu pada

Analisa Lendutan dan Regangan Balok Komposit………... 112

5.3.1 Perhitungan Perpindahan Horizontal dan Vertikal pada Balok Komposit……… 113

5.3.1.1 Perhitungan Balok B.500……….. 113

5.3.1.2 Perhitungan Balok B.250………... 119

5.3.1.3 Perhitungan Balok B.125………... 125

5.3.1.4 Perhitungan Balok B.62,5………...…... 131

5.4 Hasil Pengujian Balok Komposit Struktural……….……….. 137

5.4.1 Pengukuran Lendutan pada Balok………..………... 137

5.4.2 Pengukuran Perubahan Aksial pada Balok……….... 146

5.4.3 Hubungan antara Nilai Lendutan dan Regangan Hasil Percobaan.... 155

5.5 Pembahasan Hasil Perhitungan Analitis dan Pengujian Laboratorium Balok Komposit Struktural……….………..…. 162

5.5.1 Hasil Perhitungan Analitis………..……….. 162

5.5.2 Hasil Percobaan Laboratorium.………..………... 164

5.5.3 Perbandingan Hasil antara Analitis dengan Percobaan di Laboratorium... 168

5.6 Aplikasi...……….………. 170

VI. KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan………...……….. 165

6.2 Saran……..………...……….. 171


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Hal Gambar Pembagian Kekuatan pada Pohon

Kelapa………..

3

Gambar Diagram Tegangan pada Balok

Komposit………...

4

Gambar Model Struktur yang Akan

Diuji……….

7

Gambar Potongan Melintang Model Struktur yang akan Diuji...

8

Gambar Penempatan Shear Connector pada Balok B. 500………...

9

Gambar Penempatan Shear Connector pada Balok B. 250………...

9


(15)

125………...

Gambar Penempatan Shear Connector pada Balok B. 62,5………..

10

Gambar Mekanisme Kerja Sistem

Komposit...

14

Gambar Struktur Sel

Kayu... ...

16

Gambar Penampang Melintang

Kayu...

17

Gambar Arah Longitudinal, Tangensial dan Radial pada Kayu...

19

Gambar Penyusutan pada

Kayu...

21

Gambar Distorsi Bentuk Pada

Kayu……….

22

Gambar Grafik Hubungan Antara Beban Dengan Deformasi Untuk Tegangan Tarik dan Tegangan Tekan Sejajar Serat Pada Kayu...

24

Gambar Beban dan Gaya Dalam Material yang Mengalami


(16)

Geser……… ……

Gambar Material yang Mengalami Gaya Dalam Keteguhan Lengkung…...

26

Gambar Perpindahan Virtual dari Partikel

Massa……….

37

Gambar Model Pegas-Massa dari Badan

Elastis………...

39

Gambar Perpindahan Virtual Sebuah Partikel pada Model Pegas – Massa..

41

Gambar Notasi Lapisan – lapisan Balok pada Metode Energi………..

48

Gambar Perpindahan Geometri dari

Balok………...

49


(17)

Perpindahan………...

Gambar Gaya – gaya Luar yang Bekerja pada Balok Komposit…………...

53

Gambar Posisi Kerja Gaya-gaya Luar dan Perpindahan Arah Sumbu

Tegak……… ………...

54

Gambar Sampel Pengujian Kadar

Air………...

64

Gambar Sampel Pengujian Berat Jenis

………

65

Gambar Sampel Pengujian Kuat

Tekan………

66

Gambar Pembebanan pada Pengujian Kuat Tekan………...

67


(18)

Kayu…………...

Gambar Pembebanan pada Pengujian Geser Langsung Baut – Kayu……...

69

Gambar Sampel Pengujian Kuat

Lentur………

70

Gambar Penempatan Dial dan Beberapa Pada Sampel...

71

Gambar Sampel Pengujian

Elastis………

72

Gambar Penempatan Dial dan Beban Pada Sampel………..

72

Gambar Sampel Pengujian Balok

Komposit………


(19)

Gambar Penempatan Dial dan Beban pada Pengujian Balok Komposit...

76

Gambar Penempatan Kancing Dial

Regangan………..

76

Gambar Hubungan Lendutan – Beban Teoritis Balok B.500………...

118

Gambar Hubungan Tegangan – Regangan Teoritis Balok B.500………….

118

Gambar Hubungan Lendutan – Beban Teoritis Balok B.250………...

124

Gambar Hubungan Tegangan – Regangan Teoritis Balok B.250………….

124


(20)

B.125………...

Gambar Hubungan Tegangan – Regangan Teoritis Balok B.125………….

130

Gambar Hubungan Lendutan – Beban Teoritis Balok B.62,5...…………...

136

Gambar Hubungan Tegangan – Regangan Teoritis Balok B.62,5…...…….

136

Gambar Hubungan Lendutan – Beban Percobaan Balok B.500 I..………...

138

Gambar Hubungan Lendutan – Beban Percobaan Balok B.500 II.………...

139

Gambar Hubungan Lendutan – Beban Percobaan Balok B.250 I..………...


(21)

Gambar Hubungan Lendutan – Beban Percobaan Balok B.250 II.………...

141

Gambar Hubungan Lendutan – Beban Percobaan Balok B.125 I..………...

142

Gambar Hubungan Lendutan – Beban Percobaan Balok B.125 II..………..

143

Gambar Hubungan Lendutan – Beban Percobaan Balok B.62,5 I..………..

144

Gambar Hubungan Lendutan – Beban Percobaan Balok B.62,5 II.………..

145

Gambar Hubungan Tegangan – Regangan Percobaan Balok B.500 I..…….


(22)

Gambar Hubungan Tegangan – Regangan Percobaan Balok B.500 II…….

148

Gambar Hubungan Tegangan – Regangan Percobaan Balok B.250 I..…….

149

Gambar Hubungan Tegangan – Regangan Percobaan Balok B.250 II…….

150

Gambar Hubungan Tegangan – Regangan Percobaan Balok B.125 I..…….

151

Gambar Hubungan Tegangan – Regangan Percobaan Balok B.125 II…….


(23)

Gambar Hubungan Tegangan – Regangan Percobaan Balok B.62,5 I…….

153

Gambar Hubungan Tegangan – Regangan Percobaan Balok B.62,5 II...….

154

Gambar Resume Hubungan Beban – Lendutan Teoritis Tengah Bentang....

164

Gambar Resume Lendutan-Beban Hasil Percobaan pada Tengah Bentang

Balok... ...


(24)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Hal

Tabel Rencana Variasi Shear Connector pada Sampel Pengujian Balok…..

8

Tabel Kelas Awet Kayu

Indonesia………

28

Tabel Klasifikasi

Keterawetan……… ……..

29

Tabel Retensi dan Penembusan Bahan

Pengawet……….

32

Tabel Hasil Pemeriksaan Keluruhan Kadar Air Kayu Kondisi Basah……..

79

Tabel Hasil Pemeriksaan Kadar Air Kayu Basah Kelompok I……….

79


(25)

Kelompok II…..

Tabel Hasil Pemeriksaan Keseluruhan Berat Jenis Kayu Kondisi Basah….

81

Tabel Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Kayu Kondisi Basah Kelompok I…..

82

Tabel Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Kayu Kondisi Basah Kelompok II….

82

Tabel Hasil Pemeriksaan Keseluruhan Kuat Tekan Sejajar Serat

Kayu Kondisi Basah………

………..

84

Tabel Hasil Pemeriksaan Kuat Tekan Sejajar Kayu Kondisi Basah Kelompok

I……… ……..

84

Tabel Hasil Pemeriksaan Kuat Tekan Sejajar Serat Kayu Kelompok II…..

85


(26)

Kayu…………...

Tabel Hasil Pemeriksaan Elastisitas Lentur Kayu Kondisi Basah Keseluruhan……… ……….

88

Tabel Hasil Pemeriksaan Elastisitas Lentur Kayu Kondisi Basah Kelompok

I……… ……..

88

Tabel Hasil Pemeriksaan Elastisitas Lentur Kayu Kelompok II…………...

90

Tabel Hasil Pemeriksaan Keseluruhan Kadar Air Kayu Kondisi Kering

Udara……… ………

92

Tabel Hasil Pemeriksaan Kadar Air Kayu Kondisi Kering Udara Kelompok

I……… ……..


(27)

Tabel Hasil Pemeriksaan Kadar Air Kayu Kondisi Kering Udara Kelompok

II……… …….

94

Tabel Hasil Pemeriksaan Keseluruhan Berat Jenis Kayu Kondisi Kering

Udara……… ………

95

Tabel Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Kayu Kondisi Kering Udara Kelompok

I……… ……..

96

Tabel Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Kayu Kondisi Kering Udara Kelompok

II……… …….

97

Tabel Hasil Pemeriksaan Keseluruhan Kuat Tekan Sejajar Serat Kayu Kondisi Kering

Udara………. .

98

Tabel Hasil Pemeriksaan Kuat Tekan Sejajar Serat Kayu Kondisi


(28)

I………...

Tabel Hasil Pemeriksaan Kuat Tekan Sejajar Serat Kayu Kondisi Kering Udara Kelompok

II………...

100

Tabel Hasil Pemeriksaan Geser Langsung Baut – Kayu Kondisi Kering

Udara……… ………...

101

Tabel Hasil Pemeriksaan Keseluruhan Elastisitas Lentur Kayu ………...

103

Tabel Hasil Pemeriksaan Keseluruhan Elastisitas Lentur Kayu Kondisi Kering Udara Kelompok

………..………..

104

Tabel Hasil Pemeriksaan Elastisitas Lentur Kayu Kondisi Kering Udara Kelompok

I……… …….

105

Tabel Hasil Pemeriksaan Elastisitas Lentur Kayu Kondisi Kering


(29)

II……… …….

Tabel Rangkuman Pengujian Kayu Kondisi Basah………...

108

Tabel Rangkuman Pengujian Kayu Kondisi Kering Udara………...

108

Tabel Hasil Perhitungan Balok

B.500………...

117

Tabel Hasil Perhitungan Balok

B.250………...

123

Tabel Hasil Perhitungan Balok

B.125………...


(30)

Tabel Hasil Perhitungan Balok

B.62,5…...………...

135

Tabel Hasil Pengukuran Lendutan Balok B. 500 (sampel 1)...

138

Tabel Hasil Pengukuran Lendutan Balok B. 500 (sampel 2)...

139

Tabel Hasil Pengukuran Lendutan Balok B. 250 (sampel 1)...

140

Tabel Hasil Pengukuran Lendutan Balok B. 250 (sampel 2)...

141

Tabel Hasil Pengukuran Lendutan Balok B. 125 (sampel 1)...


(31)

Tabel Hasil Pengukuran Lendutan Balok B. 125 (sampel 2)...

143

Tabel Hasil Pengukuran Lendutan Balok B. 62,5 (sampel 1)...

144

Tabel Hasil Pengukuran Lendutan Balok B. 62,5 (sampel 2)...

145

Tabel Hasil Pengukuran Regangan Balok B. 500 (sampel 1)...

147

Tabel Hasil Pengukuran Regangan Balok B. 500 (sampel 2)...

148

Tabel Hasil Pengukuran Regangan Balok B. 250 (sampel 1)...

149

Tabel Hasil Pengukuran Regangan Balok B. 250 (sampel 2)...


(32)

Tabel Hasil Pengukuran Regangan Balok B. 125 (sampel 1)...

151

Tabel Hasil Pengukuran Regangan Balok B. 125 (sampel 2)...

152

Tabel Hasil Pengukuran Regangan Balok B. 62,5 (sampel 1)...

153

Tabel Hasil Pengukuran Regangan Balok B. 62,5 (sampel 2)...

154

Tabel Perhitungan Lendutan dari Regangan Balok B. 500 (sampel 1)...

156

Tabel Perhitungan Lendutan dari Regangan Balok B. 500 (sampel 2)...

157

Tabel Perhitungan Lendutan dari Regangan Balok B. 250 (sampel 1)...

157

Tabel Perhitungan Lendutan dari Regangan Balok B. 250 (sampel 2)...

158

Tabel Perhitungan Lendutan dari Regangan Balok B. 125 (sampel 1)...


(33)

Tabel Perhitungan Lendutan dari Regangan Balok B. 125 (sampel 2)...

159

Tabel Perhitungan Lendutan dari Regangan Balok B. 62,5 (sampel 1)...

160

Tabel Perhitungan Lendutan dari Regangan Balok B. 62,5 (sampel 2)...

161

Tabel Resume Hasil Perhitungan Lendutan Pada Tengah Bentang Balok....

163

Tabel Resume Lendutan-Beban Hasil Percobaan pada Tengah Bentang

Balok……… ……….


(34)

DAFTAR NOTASI

W = Usaha virtual total Wi = Usaha virtual internal

We = Usaha virtual eksternal

U = Energi Regangan V = Energi Potensial

∑ Fir = Resultan gaya yang bekerja pada partikel

Ei = Elastisitas lentur

Ei = Elastisitas balok kayu komposit lapisan i

Ei+1 = Elastisitas balok kayu komposit lapisan i+1

I = Inersia lentur

Ii = Inersia balok kayu komposit lapisan i

Ii+1 = Inersia balok kayu komposit lapisan i+1

Ai = Luas penampang balok kayu komposit lapisan i

Ai+1 = Luas penampang balok kayu komposit lapisan i+1

hi = Tinggi balok kayu komposit lapisan i

hi+1 = Tinggi balok kayu komposit lapisan i+1

v1 = Perpindahan arah sumbu datar suatu elemen struktur

v2 = Perpindahan arah sumbu vertikal suatu elemen struktur

u = Perpindahan axial pada pertengahan tinggi suatu lapisan w = Perpindahan arah sumbu tegak pada pertengahan tinggi z = Setengah tinggi suatu lapisan


(35)

Δ = Slip pada bidang pertemuan antar lapisan F = Kekuatan penghubung geser

n = Jumlah penghubung geser dalam satu baris s = Jarak antar penghubung geser dalam satu baris P1,2 = Beban pada balok komposit

m = Kadar air (%)

Ba = Berat sampel mula – mula (gr) Bko = Berat sampel kering (gr) G = Berat Jenis kayu (gr / cm³) l = Panjang sampel (cm) b = Lebar sampel (cm) h = Tinggi sampel (cm)

fc║ = Tegangan tekan sejajar serat (kg/cm2)

fb = Tegangan lentur (Kg/cm2)

P = Beban Tekan Maksimum (Kg) A = Luas bagian yang tertekan (cm2) Ø = Diameter baut


(36)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Pengujian Mechanical Properties Kayu Kondisi Basah

Pengujian Kadar Air dan Berat Jenis Kayu Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat Kayu Pengujian Kuat Lentur dan Elastisitas

Lampiran 2 : Pengujian Mechanical Properties Kayu Kondisi Kering

Pengujian Kadar Air dan Berat Jenis Kayu Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat Kayu Pengujian Kuat Geser Langsung

Pengujian Kuat Lentur dan Elastisitas

Lampiran 3 : Pengujian Balok Komposit Struktural

Balok B.500 I Balok B.500 II Balok B.250 I Balok B.250 II Balok B.125 I Balok B.125 II Balok B.62,5 I Balok B.62,5 II


(37)

ABSTRAK

Kayu kelapa merupakan salah satu material yang dapat dipakai sebagai bahan konstruksi. Namun keterbatasan ukuran yang tersedia menyebabkan keterbatasan besar beban yang dapat dipikul. Untuk mengatasi hal ini, dapat digunakan sistem struktur komposit dengan balok tersusun. Agar balok – balok yang disatukan itu bisa bekerjasama sebagai aksi komposit maka diperlukan penghubung geser (shear connector) yang menyatukan lapisan – lapisan balok tersebut. Baut merupakan salah satu material yang dapat dipakai sebagai penghubung geser (shear connector). Jumlah dan jarak baut yang dipasang akan menentukan perilaku balok komposit kayu kelapa tersusun tersebut. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya lenturan dan regangan yang terjadi pada balok komposit yang berbeda jumlah dan jarak bautnya, baik secara analitis dan percobaan di laboratorium.

Model balok yang digunakan adalah dua buah balok kelapa berbeda mutu ukuran 5 X 7,5 cm yang disatukan dengan baut. Jarak baut divariasikan menjadi 4 type yaitu dengan jarak 500 mm, 250 mm, 125 mm, dan 62,5 mm. Pembebanan dilakukan secara bertahap sampai balok komposit mengalami keruntuhan. Pada setiap tahap pembebanan dibaca besarnya lenturan dan regangan yang terjadi.

Hasil perhitungan dan percobaan pada penelitian menunjukkan bahwa jarak dan jumlah baut mempengaruhi energi regangan yang tersimpan pada balok komposit sehingga mempengaruhi besarnya lenturan dan regangan yang terjadi. Semakin rapat jarak baut maka lenturan dan regangan yang terjadi semakin kecil.

Kata kunci : komposit, shear connector, kayu kelapa, energi regangan, slip antarbidang.


(38)

ABSTRACT

Timber from coconut tree is one of the natural materials that can be used in construction. However, this material only available at limited size and length, which make this material can only carry small amount of construction’s load. To solve this problem, stack of beam from coconut timber composed as composite can be used as structural’s beam. To assure the entire beam can work as composite beam, shear connectors is needed. Bolt is one of material that can be used as shear connector. The distance and the amount of bolt that is set to the composite beam determine the beam’s structural behaviour. This experiment is intended to determine the deflection and strain occur at the composite beam with different distance and amount of bolt as shear connector.

Two beam from coconut tree in 5 x 7, 5 cm size with different strength merged by bolts to form a structural composite beam. There are four type of composite beam formed with different shear connector distance. The distances are 500 mm, 250 mm, 125 mm, and 62,5 mm. Load is given step by step to every type of beam until failure occurs to all the beams. Strain and deflection are measured in every loading step.

The analysis and experiment result indicate that the distance and amount of bolts influencing the amount of strain energy stored in the composite beam. This also make the deflection and strain occurs in the composite beam differs in every type of beam. The more amount of shear connector, which mean lesser the distance, the deflection and the strain occur is smaller.


(39)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Balok merupakan sistem struktur yang sangat banyak dan umum dipakai pada dunia konstruksi. Namun seiring bertambahnya fungsi struktur dan beban yang harus dipikul oleh struktur, diperlukan ukuran balok yang cukup besar untuk memenuhi tuntutan tersebut. Namun untuk material struktur kayu, hal tersebut menjadi masalah yang besar karena ukuran kayu yang tersedia biasanya tidak cukup besar.

Untuk memecahkan masalah tersebut, digunakan sistem balok bersusun. Sistem ini memungkinkan untuk mendapatkan ukuran, inersia, dan kekuatan lentur yang lebih besar dengan menggabungkan dua atau lebih balok. Penyatuan balok – balok kayu tersebut dilakukan dengan menggunakan material yang disebut dengan penghubung geser (shear connector).

Balok bersusun dapat disusun dengan balok kayu yang sama ukuran dan kekuatannya. Namun dapat juga disusun dengan balok kayu yang berbeda ukuran maupun kekuatannya, yang dikenal dengan sebutan balok komposit. Penyusunan balok dengan mutu ataupun ukuran yang berbeda lebih menguntungkan karena penggunaan balok kayu disesuaikan dengan kebutuhan balok. Balok kayu yang lebih kuat dapat diletakkan di posisi yang memerlukan kekuatan lebih, dan demikian juga sebaliknya, balok kayu yang lebih lemah dapat diletakkan di posisi yang tidak memerlukan kekuatan tinggi.


(40)

Teknik penyatuan balok dengan penghubung geser (shear connector) merupakan hal terpenting pada sistem balok bersusun, sebab bila balok tidak dihubungkan dengan benar, maka balok hanya akan bekerja sendiri – sendiri. Penghubung geser dapat bersifat menerus bila menggunakan material lem, dan resin. Penghubung geser dapat juga bersifat terputus – putus (discreet) bila menggunakan material seperti baut, paku, dan pasak sebagai alat penghubungnya. Sistem penghubung geser model ke dua inilah yang sering ditemukan pada kebanyakan sistem balok bersusun karena kemudahan dalam pengerjaannya.

Kayu kelapa merupakan kayu yang dapat dipakai sebagai material bangunan. Kayu ini tidak sekuat kayu kelas atas seperti damar, jati dan lainnya, namun seiring dengan sulitnya mendapatkan kayu kelas 1, maka penggunaan kayu kelapa menjadi suatu alternatif. Pada dasarnya batang pohon kelapa dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian pangkal, bagian tengah, dan bagian pucuk. Biasanya bagian atas, yaitu bagian yang dekat dengan daun akan dibuang, karena sangat lemah. Yang dipakai hanya bagian bawah dan bagian tengahnya. Bagian pangkal yang cukup kuat dapat dimanfaatkan untuk memikul beban yang besar pada sistem balok bersusun, sementara bagian tengah yang lebih lemah harus ditempatkan pada lapisan yang menerima beban tidak terlalu besar.


(41)

Gambar 1.1 Pembagian kekuatan pada pohon kelapa

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Pentingnya penghubung geser (shear connector) pada sistem balok bersusun membuat perhitungan penghubung geser (shear connector) juga penting. Penghubung geser menerus tidak memerlukan penempatan yang tepat, namun karena penghubung geser model discreet yang paling banyak ditemukan, mudah dikerjakan, dan memerlukan penempatan yang tepat, maka yang akan digunakan adalah penghubung geser tipe ini.


(42)

Baut baja merupakan material yang gampang didapat dan dapat dipakai sebagai penghubung geser (shear connector). Karena baut merupakan penghubung geser dengan sifat discreet, maka jumlah penghubung geser dan jaraknya merupakan hal yang krusial. Penghubung geser yang terlalu rapat akan menyebabkan keborosan dalam pemakaian bahan, sementara jumlah penghubung geser yang kurang akan menyebabkan balok tidak bekerja dengan aksi komposit secara penuh, namun hanya bekerja secara parsial. Percobaan dengan membuat variasi jarak dan jumlah baut sebagai penghubung geser merupakan cara terbaik untuk melihat perbedaan antara balok yang bersifat komposit penuh maupun yang bersifat komposit parsial. Dua balok kayu kelapa akan digabungkan menjadi balok komposit dengan menggunakan baut sebagai penghubung gesernya. Balok kayu kelapa tersebut akan disusun sedemikian rupa sehingga balok kayu yang kuat akan diproyeksikan untuk memikul beban tarik pada bagian bawah, sementara balok kayu yang lebih lemah akan diproyeksikan untuk memikul beban tekan pada bagian atas. Variasi jarak dan jumlah baut akan diatur untuk mendapatkan perbandingan yang tepat dari aksi komposit kayu kelapa tersebut.


(43)

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Dari tugas akhir ini penulis mempunyai beberapa tujuan akhir yang ingin dicapai yaitu:

1. Mendapatkan Mechanical Properties, yaitu elastisitas lentur, kuat lentur, kuat tekan sejajar serat, kuat geser, poisson’s ratio, berat jenis, dan kadar air dari kayu kelapa melalui serangkaian percobaan di laboratorium.

2. Melakukan perhitungan secara analitis konstruksi gelagar kayu tersusun yang menggunakan shear connector, dengan mengunakan variasi jarak shear connector seperti pada percobaan di laboratorium.

3. Membuat model struktur gelagar kayu tersusun dengan kombinasi jarak shear connector, dan kemudian melakukan pengujian pembebanan di laboratorium. Pada pengujian tersebut akan diukur besarnya lendutan dan regangan yang terjadi pada masing – masing lapisan balok.

4. Membandingkan hasil pengujian di laboratorium dengan hasil perhitungan konstruksi secara analitis.

Dengan demikian dapat diketahui perilaku balok gelagar komposit kayu kelapa tersusun yang jarak shear connectornya divariasikan. Variasi shear connector dimaksudkan untuk melihat perilaku balok komposit yang dibebani sampai runtuh apabila shear connectornya kurang, sesuai, ataupun berlebih. dan dapat diketahui kesesuaian antara hasil perhitungan dengan kemampuan struktur yang sebenarnya.


(44)

1.4 PEMBATASAN MASALAH

Pada penelitian ini permasalahan dibatasi pada:

1. Kayu bersifat linier elastis sesuai dengan hukum Hooke.

2. Penghubung geser bersifat linier elastis sesuai dengan hukum Hooke. 3. Mechanical Properties konstan dari setiap jenis kayu pada satu balok kayu. 4. Mechanical Properties dihitung pada dua kondisi, yaitu pada saat kayu baru

ditebang dan pada saat kayu telah kering udara. Namun yang dipakai pada perhitungan secara analitis adalah Mechanical Properties kayu pada saat kering udara.

5. Pengaruh gesekan antara layer balok pada balok kayu komposit diabaikan. 6. Balok – balok kayu yang digunakan adalah balok langsing, dimana panjang

batang jauh lebih besar dari lebar dan tinggi balok.

7. Jumlah lapisan balok yang disatukan sebagai balok komposit adalah 2 lapis. 8. Kayu yang dipergunakan adalah kayu kelapa.

9. Kayu kelapa yang diteliti merupakan kayu yang masih alami. Tidak ada perubahan Mechanical Properties kayu akibat proses pengawetan atau proses kimiawi lainnya.

10. Perhitungan strruktur secara analitis dilakukan dengan metode energi metode Rayleigh – Ritz

11. Pengujian sampel kayu kelapa menggunakan metode pengujian dari Standard Nasional Indonesia (SNI), atau standar – standar lainnya yang sejenis bila standar tersebut tidak ditemui di SNI.


(45)

1.5 METODOLOGI

Dalam penelitian ini akan dilakuan metode penelitian unuk mendapatkan hasil yang diharapkan, antara lain

1. Pengujian sifat fisis dan mekanis kayu pada kondisi basah dan kering untuk mendapatkan:

a. Elastisitas lentur kayu.

b. Tegangan tekan izin sejajar serat kayu. c. Tegangan lentur izin kayu.

d. Kuat geser langsung baut – kayu. e. Kadar air kayu.

f. Berat jenis kayu.

2. Perhitungan struktur secara analitis dengan mengunakan hasil yang didapat dari pengujian Mechanical Properties kayu pada kondisi kering udara. Akan dihitung besarnya lendutan dan regangan teoritis pada balok komposit di tengah bentang dan dibawah beban. Pada perhitungan secara analitis direncanakan menggunakan dimensi – dimensi seperti yang tertera pada gambar dibawah ini

P P

A


(46)

E2

E1

Gambar 1.4 Potongan Melintang Model struktur yang akan diuji

Dimana L1 direncanakan sepanjang 70 cm, L2 sepanjang 60 cm, L sepanjang 200 cm, b adalah 7,5 cm, h1 dan h2 adalah 5 cm. Perhitungan secara analitis akan dilakukan pada 4 macam model balok dengan ukuran seperti yang tertulis di atas, namun dengan perbedaan variasi jarak shear connector. Variasi – variasi shear connector tersebut dimulai dari jarak shear connector yang paling jarang sampai kepada jarak shear connector yang paling rapat Variasi jarak shear connector direncanakan sebagai berikut :

Tabel 1.1 Rencana Variasi Shear Connector pada Sampel Pengujian Balok

VARIASI SHEAR CONNECTOR B. 500

Ø43” – 500mm

B. 250

Ø43” – 250mm

B. 125

Ø43” – 125mm

B. 62,5

Ø43 ” – 62,5mm

JUMLAH SAMPEL


(47)

Penempatan baut dengan jarak shear connector seperti yang tertera di atas dapat dilihat pada sket gambar berikut ini.

P P

Gambar 1.5 Penempatan Shear Connector pada Balok B. 500

P P

Gambar 1.6 Penempatan Shear Connector pada Balok B. 250

P P


(48)

P P

Gambar 1.8 Penempatan Shear Connector pada Balok B. 62,5

3. Pengujian secara eksperimental dengan model struktur di laboratorium. Dimana akan dilakukan pengujian 8 benda uji dari 4 variasi jarak shear connector seperti yang tertera pada perhitungan secara analitis di atas. Setiap variasi jarak shear connector diwakili oleh 2 buah benda uji.. Dari pengujian ini akan didapat lendutan yang terjadi pada struktur, regangan yang terjadi, dan beban maksimum yang mampu dipikul oleh struktur. Pada percobaan di laboratorium, akan diukur besarnya lendutan yang terjadi pada balok komposit di tengah bentang dan dibawah beban. Selain itu juga akan diukur besarnya regangan yang terjadi. Hasil eksperimen ini akan dibandingkan dengan hasil perhitungan struktur untuk mencari kesesuaian dan perbedaan antara perencanaan / perhitungan dengan eksperimen.


(49)

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan tesis ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini berisikan hal – hal umum dan latar belakang penelitian, permasalahan yang akan diamati, tujuan yang akan dicapai, pembatasan masalah dan metodologi penelitian yang dilaksanakan oleh penulis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisikan keterangan – keterangan umum dan khusus mengenai tata cara pengujian dan perencanaan kayu, yang akan diteliti berdasarkan referensi – referensi yang penulis dapatkan.

BAB II I LANDASAN TEORI

Pada bab ini berisikan landasan teori yang dipakai dalam penurunan rumus – rumus dalam mencari penyelesaian secara analitis. Serta perhitungan analitis dari model percobaan.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini berisikan persyaratan dan pemeriksaan bahan – bahan yang akan digunakan dalam penelitian, pembuatan benda uji, prosedur pengujian, dan pengambilan data.


(50)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan data – data hasil pengujian dan pembahasan data – data dari pengujian di laboratorium, serta perbandingan antara perhitungan analitis dengan penelitian dilakukan.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan – kesimpulan yang didapat dari proses penulisan tesis ini serta saran – saran untuk pengembangan penelitian serta saran – saran yang membangun agar dapat diperoleh penulisan tesis yang lebih baik lagi dikemudian hari.


(51)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LATAR BELAKANG

Kayu adalah suatu bahan yang dihasilkan oleh pohon – pohonan. Perbedaan jenis pohon, tempat tumbuh, dan iklim tempat tumbuh menghasilkan pohon – pohonan yang sangat bervariasi, yang juga akan menghasilkan kayu yang sangat bervariasi. Banyaknya variasi kayu menyebabkan kayu dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan. Namun pada bidang konstruksi bangunan, variasi yang terlalu banyak tersebut menyebabkan kayu kurang digemari untuk dipakai sebagai bahan konstruksi dibandingkan dengan material lain seperti baja, dan beton. Untuk dapat mempergunakan kayu secara maksimal, maka dirasa penting untuk mempelajari sifat – sifat fisis dan mekanis dari kayu yang akan dipergunakan tersebut.

Komposit dapat didfenisikan sebagai gabungan dari dua atau lebih material struktur yang mempunyai kekuatan yang berbeda. Material – material tersebut digabungkan untuk bekerjasama memikul gaya – gaya yang terjadi pada struktur. Penggabungan material – material tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan dari masing – masing material. Komposit dapat terdiri dari; kayu, beton, dan baja, dengan kombinasi seperti kayu dengan baja, kayu dengan beton, kayu dengan kayu, beton dengan baja, dan kombinasi – kombinasi lainnya. Komposit akan beraksi sebagai satu kesatuan tunggal bila dihubungkan dengan suatu penghubung geser (shear connector), yang berfungsi memilkul dan memindahkan


(52)

Aksi gabungan dari balok komposit dapat dijelaskan dengan gambar dibawah ini. Jika sistem tidak bekerjasama sebagai gabungan, interaksi antar lapisan hanya diberikan oleh gesekan. Bila gesekan diabaikan, maka masing – masing lapisan akan memikul beban secara terpisah. Akan terjadi ketidaksinambungan pada bidang kontak antar lapisan (gambar atas). Bila sistem bekerja secara gabungan, maka tidak akan terjadi slip antara masing – masing lapisan balok. Gaya – gaya horizontal (geser) timbul dan akan memendekkan permukaan bawah dari struktur atas dan memanjangkan permukaan atas balok. Dengan demikian ketidaksinambungan pada bidang kontak dapat dihilangkan bila perlawanan horizontal dapat dikerahkan sepenuhnya (gambar bawah).


(53)

Ide untuk menggunakan dua macam kayu ialah supaya kayu yang lebih kuat dipergunakan di bagian yang lebih dibutuhkan atau sebaliknya, dimana tidak dibutuhkan kayu yang kuat dipakai kayu yang lebih lemah. Dapat dikatakan bahwa penggunaan kualitas kayu disesuaikan dengan diagram tegangan dan regangan, jadi lebih rasional dan ekonomis. Perbandingan kekuatan kayu biasanya sebanding dengan perbedaan kekakuan / modulus elastisitas, dimana bagian yang lebih kaku diharapkan untuk memiku beban yang lebih besar.

2.2 ANATOMI KAYU

Batang kayu terdiri sel – sel yang berlekatan satu sama lain. Struktur sel kayu dapat dibedakan menurut kelasnya, yaitu antara kayu berdaun lebar (angiosperma) dan kayu berdaun jarum (gymnosperma). Dinding sel terdiri dari zat selulosa. Antara satu sel dengan sel lainnya dihubungkan dengan zat perekat yang disebut lignin. Karena serat – serat kayu merupakan susunan dari sel – sel maka arah serat kayu adalah sejajar dengan arah sumbu batang. Daya lekat sel – sel dapat menentukan tinggi rendahnya geser sejajar serat kayu. Selain itu kepadatan sel juga menentukan kekokohan batang, karena semakin padat selnya berarti semakin tinggi berat jenis kayunya.


(54)

Gambar 2.2 Struktur sel kayu

Senyawa utama penyusun kayu adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignindengan komposisi 50 % selulosa, 25% hemiselulosa, dan 25% lignin. Sel – sel kayu ini kemudian secara berkelompok membentuk pembuluh, parenkim, dan serat. Pembuluh memiliki bentuk seperti pipa yang berfungsi menyalurkan air dan zat hara. Parenkim memiliki bentuk kotak, berdinding tipis dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara hasil fotosintesis. Serat memiliki panjang langsing dan berdinding tebal serta berfungsi sebagai penguat pohon.


(55)

(56)

Penampang sebatang pohon yang dipotong melintang seperti gambar 2.3 di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Kulit luar (outer bark), bagian ini kering dan bersifat sebagai pelindung.

2. Kulit dalam (bast), bagian ini lunak dan basah. Berfungsi untuk mengangkut

bahan makanan dari daerah daun ke bagian lain dari tumbuhan.

3. Kambium, berada di bagian dalam kulit dalam. Bagian inilah yang membuat

sel – sel kulit dan sel – sel kayu. Lapisan kambium bagian luar membentuk sel – sel kulit dalam dan lapisan kambium bagian dalam membentuk sel – sel kayu muda. Pembelahan sel – sel kambium terjadi pada musim penghujan dan pada waktu musim kemarau tidak terjasi pembelahan sel sama sekali. Dengan demikian terjadinya pembelahan sel – sel dari satu musim penghujan ke musim penghujan lainnya menimbulkan batas – batas. Batas – batas inilah yang disebut lingkaran tahunan. Pada keadaan musim yang teratur maka lingkaran tahun dapat menunjukkan umur pohon. Pohon kayu yang mengalami pertumbuhan cepat akan memiliki cincin tahunan yang lebih besar bila debandingkan dengan pohon kayu yang pertumbuhannya lambat. Cincin tahunan dapat dipakai sebagai parameter untuk menentukan kaulitas kayu. Batang – batang yang memiliki lapisan lingkaran tahunan tipis mempunyai kualitas lebih baik daripada batang yang lapisan tahunannya tebal, karena semakin tipis lingkaran tahunan berarti pori – pori semakin rapat.

4. Kayu gubal (sapwood), biasanya warnanya keputih – putihan. Bagian ini


(57)

5. Kayu teras (heartwood), bagian ini warnanya lebih tua dari kayu gubal. Kayu teras sebelumnya adalah kayu gubal, namun sudah tidak berfungsi seperti kayu gubal. Perubahannya menjadi kayu teras terjadi secara perlahan – lahan. Dibandingkan kayu gubal, kayu teras umumnya lebih tahan terhadap serangan serangga, bubuk kayu, jamur, dan sebagainya. Kayu teras inilah yang biasanya diambil dan dimanfaatkan sebagai “kayu” pada bangunan

6. Hati (pith), adalah bagian lingkaran kecil yan berada paling tengah.

7. Jari – jari teras (rays), bagian ini yang menghubungkan berbagai bagian dari

pohon untuk penyimpanan dan peralihan makanan.

Kayu adalah bahan alam yang tidak homogen. Sifat tidak homogen ini disebabkan oleh pola pertumbuhan batang dan kondisi lingkungan yang tidak sama. Sifat – sifat fisis dan mekanis kayu berbeda pada arah longitudinal, radial, dan tangensial.


(58)

2.3 SIFAT FISIS DAN MEKANIS KAYU

Kayu memiliki beberapa sifat fisis dan mekanis yang berbeda untuk setiap jenis kayu. Beberapa sifat tersebut yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kadar air, berat jenis, dan kekuatan kayu.

2.3.1 Kadar Air

Kayu memiliki kadar air yang terkandung di dalamnya, yang kadangkala beratnya lebih besar dari berat kayu itu sendiri. Kandungan air ini diketahui dapat mempengaruhi karakteristik dari kayu seperti berat, kekuatan, dan penyusutan. Kandungan air juga memungkinkan terjadinya serangan dari berbagai serangga dan jamur yang dapat membuat kayu menjadi rapuh dan juga dapat merusak struktur penyusun kayu tersebut.

Karena kadar air berpengaruh terhadap karakteristik kayu, maka perlu diketahui secara pasti kadar air dari kayu tersebut. Kadar air pada kayu berbeda untuk setiap kondisi cuaca, namun akan relatif tetap untuk kayu yang berada pada kondisi kering udara.

Ada tiga macam kadar air pada kayu, yaitu kadar air basah, kadar air kering udara, dan kadar air kering mutlak. Kayu yang baru ditebang masih basah sekali. Kadar airnya berkisar antara 40% - 200%, bergantung pada jenis kayu. Kayu yang masih basah tersebut semakin lama semakin kering hingga mencapai kadar air 24% -30% yang disebut fibre saturation point. Setelah fibre saturation point tercapai, kayu tersebut akan memperlihatkan pengerutan. Pengerutan terbesar adalah pada arah tangensial, yang disusul arah radial. Pengerutan arah aksial lebih kecil.


(59)

Besarnya kadar air pada suatu material biasanya dinyatakan sebagai persentase berat kering dari material terebut. Ada beberapa cara untuk mencari kadar air pada suatu material, antara lain dengan cara pengeringan, dengan peralatan, dan desilasi. Cara yang paling sesuai dan akurat adalah dengan metode pengeringan.

Kadar air juga dipengaruhi oleh keadaan udara disekitar kayu yaitu suhu udara dan kelembaman relatif. Semakin besar suhu udara disekitar kayu, maka kadar air akan semakin rendah dan berbanding terbalik dengan kelembaman relatif.

Perubahan kadar air juga diikuti oleh perubahan dimensi kayu. Dalam proses pengeringan kayu akan terjadi perubahan dimensi yang disebut dengan penyusutan (shrinkage), dimana penyusutan arah radial (lebar) lebih besar daripada penyusutan longitudinal (panjang).

Sesudah pengeringan Sebelum pengeringan Gambar 2.5 Penyusutan pada kayu


(60)

Namun apabila terjadi perbedaan penyusutan yang cukup besar pada arah longitudinal, tangensial, dan radial, maka akan tejadi distorsi bentuk pada balok atau papan kayu berupa; pembengkokan, lengkung busur, lengkung mangkok, dan puntiran.

Gambar 2.6 Distorsi bentuk pada kayu

2.3.2 Berat Jenis

Berat jenis didefenisikan sebagai berat dari satuan volume suatu material. Berat jenis diperoleh dengan membagikan berat benda kepada volume benda itu. Berat benda diperoleh dengan menimbang benda tersebut dengan suatu timbangan dengan angka akurat sesuai dengan yang diperlukan. Sedangkan untuk menentukan volume, cara yang paling umum dan mudah untuk dilakukan adalah dengan mengukur panjang, lebar, dan tinggi benda uji, dan mengalikan ketiganya.


(61)

Berat jenis juga didefenisikan sebagai berat jenis relatif benda tersebut terhadap berat jenis standar, dalam hal ini berat jenis air dalam gram per sentimeter kubik. Air dipakai sebagai bahan standar karena berat satu sentimeter kubik air adalah satu gram. Jadi dapat dikatakan bahwa berat jenis suatu benda adalah berat benda tersebut per satuan volumenya dan berat jenis benda itu relatif terhadap berat jenis standar, yaitu air.

Sepotong kayu yang kering tersusun dari material padat yang terdiri dinding sel dan rongga sel, yang mengandung udara dan sejumlah kecil zat lain. Berat jenis atau berat jenis relatif dari material padat dinding sel pada umumnya sama pada semua jenis kayu, yaitu sekitar 1,5. Dapat juga dikatakan bahwa dinding sel sekitar satu setengah kali lebih berat dari air. Dalam satu meter kubik kayu padat, tanpa rongga sel dan ruang antar sel, beratnya dapat mencapai 1500 Kg. Maka berat kayu berkisar antara 160 sampai 1250 Kg per meter kubik. Perbedaan berat jenis pada tiap jenis kayu ini dikarenakan perbedaan rasio dinding sel dengan rongga sel untuk tiap jenis kayu. Rasio ini dikontrol oleh kandungan relatif saluran dinding tipis ( thinner-walled vessel), sel parenchyma, dinding serat padat (thicker-walled fibres), dan perpanjangan dari dinding serat sekunder (extent of secondary walls of the fibres).

2.3.3 Kekuatan Kayu

Istilah kekuatan kayu pada suatu material seperti kayu adalah kemampuan material itu untuk menahan gaya luar atau beban yang berusaha untuk mengubah bentuk dan ukuran dari material tersebut. Akibat yang terjadi pada material karena


(62)

menahan terjadinya perubahan ukuran dan bentuk tersebut. Perubahan ukuran dan bentuk ini dikenal dengan nama deformasi, dimana deformasi berbanding lurus dengan pertambahan beban. Jika beban kemudian dihilangkan, maka material tersebut akan berusaha kembali ke bentuk semulanya, disebut dengan nama elastisitas material. Dapat atau tidaknya material itu kembali ke bentuk semula tergantung pada besarnya elastisitas material itu. Deformasi sebanding dengan besarnya beban yang bekerja hingga pada suatu titik. Titik ini adalah limit proporsional. Setelah melewati limit proporsional ini, besarnya deformasi akan bertambah lebih cepat dari besarnya beban yang diberikan. Hubungan antara beban dan deformasi ini ditunjukkan pada gambar 2.7 berikut. Jika beban bekerja melebihi daya kohesi antar jaringan – jaringan kayu maka akan terjadi keruntuhan.

∆L

Gambar 2.7 Grafik hubungan antara beban dengan deformasi untuk tegangan tarik dan tegangan tekan sejajar serat pada kayu


(63)

Sifat mekanik atau kekuatan kayu yang terpenting ada beberapa macam, antara lain sebagai berikut:

2.3.3.1 Kokoh Tarik

Kekuatan atau kokoh tarik dari suatu jenis kayu adalah kekuatan kayu untuk menahan gaya – gaya yang berusaha untuk menarik kayu tersebut. Kekuatan tarik terbesar pada kayu adalah pada arah sejajar serat kayu. Kekuatan tarik tegak lurus arah serat lebih kecil daripada kekuatan tarik sejajar arah serat, dan mempunyai hubungan dengan ketahanan kayu terhadap pembelahan.

2.3.3.2 Kokoh Tekan

Kokoh tekan suatu jenis kayu adalah kekuatan kayu untuk menahan gaya tekan (kompresi) yang bekerja pada kayu tersebut.

Kokoh tekan terbagi atas dua, yaitu kokoh tekan sejajar arah serat dan kokoh tekan tegak lurus arah serat. Kokoh tekan menyebabkan kayu memiliki kekuatan untuk menahan tekuk yang dapat terjadi akibat gaya tekan, baik sejajar arah serat maupun tegak lurus arah serat.

2.3.3.3 Kokoh Geser

Kokoh geser adalah suatu ukuran kekuatan kayu dalam hal kemampuannya menahan gaya – gaya yang membuat suatu bagian dari kayu tersebut bergeser atau bergelingsir dari bagian lain di dekatnya. Dalam hubungan ini dibedakan atas 3 macam kekuatan yaitu; kuat geser sejajar arah serat, kuat geser tegak lurus arah serat, dan kuat geser miring.


(64)

Gambar 2.8 Beban dan gaya dalam material yang mengalami tekanan, tarikan,

dan geser

2.3.3.4 Kokoh Lentur

Kokoh lentur adalah kekuatan untuk menahan gaya yang berusaha melengkungkan kayu, atau untuk menahan beban – beban mati maupun beban hidup selain beban tumbukan yang harus dipikul oleh kayu tersebut. Dalam hal ini dibedakan atas kekuatan lengkung statik dan kekuatan lengkung pukul/tumbuk. Kekuatan lengkung statik menunjukkan kekuatan kayu menahan gaya yang mengenainya secara perlahan, sedangkan kekuatan lengkung pukul menunjukkan kekuatan kayu menahan gaya yang mengenainya secara mendadak seperti pukulan/tumbukan.


(65)

2.3.3.5 Kekakuan

Kekakuan kayu adalah suatu ukuran kekuatan kayu untuk mampu menahan perubahan bentuk ataupun lengkungan. Kekuatan tersebut dinyatakan dalam modulus elastisitas, yang berasal dari pengujian keteguhan lengkung statik.

2.4 PERBAIKAN SIFAT KAYU

2.4.1 Pengeringan Kayu

Pengeringan adalah salah satu cara yang penting dalam usaha memperbaiki sifat kayu. Pengeringan yang dilakukan dengan baik, selain memantapkan dimensi juga membebaskan kayu dari tegangan yang dapat menimbulkan retak, pecah, atau berbagai perubahan bentuk. Beberapa metode pengeringan yang sampai saat ini umum dilakukan adalah:

2.4.1.1 Pengeringan Alami

Cara ini seluruhnya mengandalkan faktor alam, yaitu sinar matahari, kelembaban nisbi, dan angin. Karena itu lamanya pengeringan sangat tergantung pada iklim. Kelemahan utama cara pengeringan ini adalah waktu pengeringan yang lebih panjang serta kadar air yang masih terlalu tinggi.

2.4.1.2 Pengeringan dalam Dapur Pengering (Dry Kiln)

Cara ini sering menjadi pilihan karena waktu pengeringan yang relatif singkat dan kadar akhir air yang bisa dicapai dapat disesuaikan dengan keperluan. Faktor penting dalam cara ini adalah ketepatan pemilihan bagan pengeringan yang digunakan agar diperoleh waktu pengeringan yang sesingkat mungkin dengan cacat


(66)

2.4.2 Keawetan Alami, Keterawetan dan Pengawetan Kayu

Dari sifatnya, kayu memiliki keawetan yang beragam. Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan membagi keawetan kayu Indonesia dalam 5 kelas awet, yaitu:

Tabel 2.1 Kelas awet kayu Indonesia

NO KONDISI I II III IV V

1. Selalu berhubungan dengan tanah lembab

8 thn 5 thn 3 thn Sangat pendek

Sangat pendek 2. Hanya dipengaruhi cuaca

tapi dijaga agar tidak terencam air dan tidak kekurangan udara

20 thn 15 thn 10 thn Beberapa tahun

Sangat pendek

3. Di bawah atap, tdk

berhubungan dengan tanah lembab & tidak kekurangan udara Tak terbatas Tak terbatas Sangat lama Beberapa tahun Pendek

4. Seperti No. 3, tapi

dipelihara dengan baik dan dicat secara teratur

Tak terbatas Tak terbatas Tak terbatas

20 thn 20 thn

5. Serangan rayap tanah Tidak jarang Agak

cepat

Sangat cepat

Sangat cepat 6. Serangan bubuk kayu

kering

Tidak tidak Hampir tidak

Tidak berarti

Sangat cepat

Keterawetan merupakan salah satu sifat kayu yang menunjukkan mudah tidaknya suatu jenis kayu dimasuki larutan bahan pengawet. Pengawetan kayu berguna untuk memperpanjang umur kayu, dan jika itu digunakan pada bangunan,


(67)

maka artinya memperpanjang umur bangunan serta mempertahankan kualitas dan nilai artistik dari bangunan itu sendiri.

Pada umumnya jenis kayu yang berdaun lebar lebih sukar diawetkan daripada jenis kayu berdaun jarum. Sifat keterawetan kayu ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :

a. Sifat Kayu b. Cara pengawetan

c. Bahan pengawet yang digunakan.

Tabel 2.2 Klasifikasi keterawetan

KETERAWETAN KETERANGAN PENETRASI (%)

I Mudah 90

II Sedang 50 – 90

III Sukar 10 – 50

IV Sangat sukar Kurang dari 10

Secara tradisional pengawetan bukanlah hal baru bagi masyarakat Indonesia. Dahulu masyarakat biasanya mengawetkan kayu dengan cara merendam atau mengubur kayu di sawah. Ada juga yang melaburkan kayu dengan minyak kemiri. Namun cara – cara tersebut hanya bisa mengatasi jenis rayap / jamur tertentu, tetapi tidak mampu mengatasi semua jenis hama yang menjadi musuh kayu. Sebagai contoh minyak kemiri efektif untuk menangkal jamur biru, tetapi tidak efektif untuk rayap. Ketahanan kayu dahulu yang dilaburi minyak kemiri lebih disebabkan umur kayu


(68)

Karena itu untuk menangkal seluruh jenis hama dibutuhkan metode pengawetan yang efektif dan obat pengawet.

Ada beberapa metode pengawetan seperti ; proses vakum tekan, proses rendaman panas – dingin, proses rendaman dingin, dan difusi. Pemilihan metode pengawetan yang akan dipakai tergantung dari sifat jaringan kayu, jumlah kayu, dan waktu yang dibutuhkan. Misalnya proses vakum tekan. Proses ini membutuhkan waktu singkat, namun sebaiknya dilakukan dengan volume kayu yang besar untuk menekan harga. Sebaliknya proses rendaman lebih sederhana alat dan pengerjaannya, sehingga bisa dilakukan dalam jumlah kecil.

2.4.2.1 Ketentuan Kayu yang Diawetkan

a. Kayu yang harus diawetkan adalah adalah jenis kayu yang mempunyai keawetan alami atau kelas awet III, IV, dan V serta kayu gubal dari kelas awet I dan II. Pengawetan harus dilakukan sebelum finishing.

b. Kayu yang akan diawetkan harus memiliki kadar air sesuai dengan metode pengawetannya. Pada proses vakum tekan, kering udara kayu sampai maksimal 35%. Pada proses rendaman, kering udaranya maksimal 45%.

c. Permukaan kayu harus bersih, bebas dari segala macam kotoran dan tidak berkulit.

d. Kayu harus sudah dalam bentuk siap pakai. Kalaupun ada pegerjaan lanjutan yang terpaksa dilakukan setelah pengawetan, maka bagian yang terbuka dan tidak ditembus bahan pengawet harus dilabur dengan bahan pengawet pekat secara merata.


(69)

e. Pengawetan harus dilakukan tersendiri untuk tiap jenis kayu yang mempunyai sifat keterawetan, berat jenis, ataupun ukuran yang berbeda.

2.4.2.2 Bahan Pengawet

a. Bahan pengawet yang dapat digunakan adalah bahan yang diijinkan untuk diedarkan oleh Komisi Pestisida, Departemen Pertanian, dengan golongan CCB1, CCB2, CCB3, dan CDF. Merk dagang dari golongan bahan pengawet tersebut bermacam – macam dan dijual oleh agen penjual pestisida.

b. Bahan pengawet harus dapat mencegah serangan rayap tanah, rayap kayu kering, bubuk kayu kering, dan jamur perusak kayu.

c. Formulasi bahan pengawet harus memenuhi salah satu komposisi bahan aktif berupa garam hidrat, garam anhidrat, oksida asam, atau hidroksida. Bentuk formulasi dapat berupa serbuk kering, pasta, dan konsentrat.

d. Retensi (zat yang tertinggal) dan penetrasi (penembusan) bahan pengawet memenuhi persyaratan sebagai berikut :


(70)

Tabel 2.3 Retensi dan Penembusan Bahan Pengawet

RETENSI (kg/mm3)

GOLONGAN BENTUK /

FORMULASI

Di bawah atap

Di atas atap

PENEMBUSAN (mm)

1. Bahan aktif garam 6,4 9,1 5

CCB1

2. Formulasi 8,4 11,6 5

1. Bahan aktif garam 8,0 11,4 5

CCB2

2. Formulasi 8,2 11,3 5

1. Bahan aktif garam 8,0 11,0 5

CCB3

2. Formulasi 8,0 11,0 5

1. Bahan aktif garam 6,0 8,6 5

CCB4

2. Formulasi 6,0 8,6 5

2.5 KOMPOSIT

Pada dasarnya pengertian komposit merupakan gabungan dua macam atau lebih komponen yang berbeda, digabung menjadi satu komponen. Komposit dibuat dengan maksud untuk mendapatkan sifat gabungan yang lebih baik dari sifat masing – masing komponen penyusunnya.

Di dalam komponen struktur, perbedaan komponen penyusun struktur yang dimaksudkan adalah perbedaan Mecahnical Properties seperti perbedaan Elastisitas, Kuat Lentur, Kuat Geser, dan Kuat Tekan. Penggabungan dua komponen atau lebih dari bahan yang sama menjadi satu komponen juga dianggap sebagai struktur komposit.


(71)

Beberapa contoh struktur komposit yang lazim dijumpai pada bangunan – bangunan adalah :

1. Komposit Beton - Baja, komposit tipe ini sering digunakan pada jembatan

gelagar baja dengan pelat lantai beton, lantai bangunan dari beton dengan balok dari baja, jembatan beton yang diperkuat dengan pelat baja. Beton bertulang juga merupakan jenis komposit ini.

2. Komposit Beton – Beton, komposit tipe ini dijumpai pada struktur jembatan

prategang yang mutu gelagar betonnya lebih tinggi dari mutu pelat lantai betonnya.

3. Komposit Beton – Kayu, komposit tipe ini sering digunakan pada jembatan

gelagar kayu dengan pelat lantai beton, dan lantai bangunan sederhana dari beton dengan balok dari kayu.

4. Komposit Baja – Kayu, komposit tipe ini sering digunakan pada gelagar

kayu yang dipekuat dengan pelat baja.

5. Komposit Kayu – Kayu, komposit tipe ini sering dijumpai pada balok kayu

majemuk.

6. Komposit – komposit lainnya, seperti beton bertulang yang diperkuat FRP,

Sandwich Panel, dll.

2.6 PENGHUBUNG GESER (SHEAR CONNECTOR)

Penghubung geser (shear Connector) adalah alat sambung mekanik yang berfungsi sebagai penahan gaya geser yang timbul pada bidang permukaan dari


(72)

dapat tercipta dengan sempurna, maka bidang kontak antara dua komponen yang akan disatukan tidak boleh terjadi geser (slip). Untuk itu pada bidang kontak harus dipasang penghubung geser (shear connector). Penghubung geser yang dipasang pada bidang kontak balok dapat berupa penghubung geser menerus seperti perekat / lem, atau dapat juga penghubung geser yang dipasang secara discrete seperti baut, paku, pasak, dan alat penghubung geser lainnya yang sifatnya dipasang secara satuan.

Pada penghubung geser yang dipasang menerus seperti perekat / lem, tidak akan terjadi slip pada bidang kontak. Maka komposit yang memakai lem sebagai penghubung geser akan beraksi sebagai komposit sempurna. Namun pemasangan penghubung geser seperti ini cukup rumit mengingat besarnya bidang kontak yang harus direkatkan dan harus ada alat khusus untuk menahan dan melakukan pressing terhadap elemen – elemen yang akan disatukan. Penghubung geser yang dipasang secara discrete juga dapat beraksi sebagai komposit sempurna seperti pada komposit yang disatukan dengan perekat dengan cara memasang penghubung geser sedekat / serapat mungkin. Namun pemasangan penghubung geser yang terlalu rapat dapat menyebabkan perlemahan pada elemen struktur. Oleh karena itulah dibutuhkan perhitungan yang tepat dan akurat untuk mendapatkan ukuran dan jarak penghubung geser yang paling tepat dan efisien.


(73)

BAB III LANDASAN TEORI

3.1 ANALISA STRUKTUR DENGAN METODE PENDEKATAN

Penyelesaian dari permasalahan analisa struktur dapat dilakuka dengan berbagai metode dan cara. Untuk masalah struktur yang sederhana dapat diselesaikan dengan metode penyelesaian langsung. Untuk beberapa masalah struktur yang lebih rumit, metode penyelesaian langsung tidak dapat digunakan untuk mendapatkan penyelesaian. Untuk itulah diperlukan metode pendekatan untuk analisa struktur. Pada intinya, metode pendekatan pada analisa struktur menggunakan pendekatan – pendekatan dengan persamaan aljabar matematis untuk dapat menyelesaikan persamaan persamaan umum struktur, sehingga persamaan – persamaan yang pada awalnya sulit untuk diselesaikan dapat memberikan jawaban yang memuaskan.

Dari pandangan matematika, dengan mengasumsikan persamaan suatu kurva lenturan dapat mengurangi jumlah derajat kebebasan dari suatu sistem struktur. Derajat kebebasan sruktur dapat didefenisikan sebagai sejumlah koordinat yang diperlukan untuk menentukan posisi dari sistem tersebut. Suatu balok menerus, memerlukan jumlah koordinat yang tidak terhingga untuk dapat menggambarkan kurva lenturannya secara utuh. Namun bila kurva lenturannya diasumsikan sebgai suatu fungsi, misalnya fungsi sinus, maka hanya satu koordinat saja yang diperlukan untuk menggambarkan kurva lenturannya secara utuh. Cukup dengan koordinat seperti amplitudo pada titik tengah, maka koordinat lainnya dapat ditemukan dengan


(74)

fungsi kurva lenturan tersebut. Dengan demikian persamaan – persamaan kesetimbangan pada struktur dapat diselesaikan dengan mudah.

Penggunaan asumsi fungsi kurva lendutan memang sangat memudahkan penyelesaian persamaan struktur, namun agar diperoleh hasil yang memuaskan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengasumsikan fungsi kurva lendutan, yaitu :

1. Fungsi kurva yang diasumsikan sebaiknya memenuhi semua syarat batas (boundary condition) dari sistem tersebut seperti syarat batas geometri (lendutan dan bentuk) maupun syarat batas natural (momen lentur dan gaya geser). Bila tidak memungkinkan memenuhi seluruh syarat batas, maka paling sedikit memenuhi syarat batas geometri.

2. Pengambilan asumsi fungsi kurva dilakukan dengan tingkat keakuratan yang cukup. Contoh; hampir seluruh fungsi tunggal setengah gelombang dapat digunakan untuk mengasumsikan kurva lenturan dari kolom tumpuan sendi – sendi dengan tingkat keakuratan yang cukup. Namun bila menggunakan fungsi kurva ganda, solusi yang didapatkan akan salah dan tidak akurat. Pada persoalan struktur sederhana seperti mencari tekuk pada kolom, bentuk kurva lendutan sudah sangat jelas dan fungsinya dapat dengan mudah dicari. Namun pada persoalan struktur yang lebih kompleks seperti pada tekuk pada pelat, terdapat sejumlah ketidakpastian tentang bentuk kurva tekukan, dan pemilihan fungsi kurva yang tepat harus dilakukan secara bertahap dengan


(75)

mempertimbangkan seluruh fungsi kurva yang memungkinkan, dan kemudian mengeceknya ulang dengan syarat – syarat batas yang ada.

Pada umumnya fungsi trigonometri dan fungsi polinomial adalah fungsi yang lebih meyakinkan untuk dipakai sebagai fungsi kurva lendutan karena kedua jenis fungsi tersebut lebih mudah diturunkan maupun diintegralkan.

3.2 PRINSIP ENERGI POTENSIAL STATIONER

Pengembangan teori Energi Potensial Stasioner yang diberikan disini mengikuti penurunan teori yang dikembangkan oleh Hoff (1956). Teori yang diberikan disini tidak seluruhnya dan hanya diambil garis – garis besarnya saja.

3.2.1 Prinsip Perpindahan Virtual

Sebuah partikel kecil dengan massa Q diberi sejumlah n gaya F, seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.1. Kemudian partikel tersebut mengalami perpindahan kecil sebesar r. Perpindahan tersebut hanya perpindahan hayalan, yang tidak berhubungan dengan perpindahan yang mungkin terjadi akibat adanya gaya – gaya F yang bekerja pada partikel tersebut. Besar dan arah dari gaya – gaya yang bekerja pada partikel tersebut diasumsikan tidak mengalami perubahan selama terjadi perpindahan.

r F1

Fi F2


(76)

Selama terjadinya perpindahan virtual, setiap gaya yang bekerja pada partikel tersebut akan melakukan sejumlah usaha yang besarnya sama dengan perpindahan dan komponen gaya pada arah yang sama dengan perpindahan virtual tersebut. Usaha ini disebut usaha virtual. Komponen gaya pada arah yang sama dengan perpindahan virtual disebut Fir, maka usaha virtual total, W, yang terjadi akibat seluruh gaya yang

bekerja pada partikel adalah : W = F1r r + F2r r + . . . + Fnr r

W = ⎟

⎠ ⎞ ⎜

⎝ ⎛

=

n i

ir

F

1

r (3.1)

Bila partikel berada dalam keadaan setimbang, resultan dari semua gaya yang bekerja pada partikel tersebut harus hilang. Nilai ∑ Fir, yang merupakan komponen dari

resultan pada arah r, harus sama dengan nol. Dengan hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa usaha virtual harus sama dengan nol bila partikel dalam keadaan setimbang. Karena sebuah partikel yang tidak dalam keadaan setimbang juga dapat memberikan resultan yang bernilai nol pada suatu arah, tapi tidak pada semua arah, Keadaan setimbang dnyatakan dengan jelas bahwa hanya terjadi bila W = 0 pada setiap perpindahan virtual yang ada. Prinsip dari perpindahan virtual dapat disimpulkan dan dinyatakan dengan pernyataan berikut; sebuah partikel massa berada dalam keadaan setimbang bila total usaha virtual yang dilakukan oleh setiap gaya yang bekerja pada partikel tersebut adalah sama dengan nol untuk setiap perpindahan virtual yang ada.


(77)

Pengembangan prinsip perpindahan virtual dari prinsip untuk satu buah partikel ke prinsip untuk sebuah badan elastis juga diungkapkan oleh Hoff (1956). Sebuah model digunakan untuk menggambarkan badan elastis tersebut. Model tersebut dapat dilihat pada gambar 3.2a, terdiri atas beberapa partikel massa yang dihubungkan satu dengan lainnya dengan pegas yang tidak bermassa.Bila sistem tersebut dalam keadaan setimbang dengan sejumlah gaya yang bekerja sistem tersebut, maka setiap partikel massa juga dalam keadaan setimbang dengan gaya – gaya nya masing – masing. Gaya yang bekerja pada setiap partikel dapat juga berupa gaya yang dapat dikatakan gaya eksternal untuk seluruh sistem dan juga gaya pegas, namun gaya – gaya tersebut dinyatakan sebagai gaya internal bila badan secara keseluruhan diperkirakan (gambar 3.2b)

Model (a) Gaya – gaya partikel (b) Gambar 3.2 Model pegas – massa dari badan elastis

Prinsip perpindahan virtual dari suatu partikel massa dapat diaplikasikan pada salah satu dari partikel – partukel ini. Karena partikel berada dalam keadaan setimbang,


(78)

usaha virtual akibat gaya – gaya yang bekerja pada partikel tersebut harus hilang pada setiap perpindahan virtual yang diaplikasikan pada sistem keseluruhan. Usaha virtual akibat seluruh gaya yang bekerja pada seluruh partikel nilainya juga sama dengan nol, adalah hal yang memungkinkan untuk menganggap total usaha virtual terdiri atas dua bagian, yang pertama akibat gaya – gaya luar yang diaplikasikan pada badan secara keseluruhan, dan yang kedua akibat gaya pegas internal yang bekerja pada masing – masing partikel.

Prinsip perpindahan virtual untuk badan elastis dengan dimensi terhingga dapat dinyatakan bahwa; suatu badan elastis dengan ukuran yang terhingga berada pada keadaan setimbang bila usaha virtual yang dilakukan oleh gaya – gaya luar ditambah dengan usaha virtual yang dilakukan oleh gaya – gaya dalam adalah sama dengan nol untuk setiap perpindahan virtual. Pernyataan ini dapat dinyatakan secara analitis sebagai :

Wi + We = 0 (3.2)

Dimana Wi dan We adalah pertambahan dari usaha virutal internal dan eksternal

yang dihasilkan dari perpindahan virtual.

3.2.2 Prinsip Energi Potensial Stasioner

Struktur yang mengalami n buah gaya Pi, dan suatu perpindahan virtual r,

usaha virtual eksternal We, dapat dinyatakan sebagai :

We =

=

n i

ir

p

1


(79)

Dimana Pir adalah komponen dari setiap gaya Pi yang bekerja pada arah perpindahan

virtual. Usaha virtual internal bisa didapatkan dengan cara persamaan yang sama bila memungkinkan untuk mengisolasi semua gaya – gaya internal. Namun untuk sebagian besar struktur hal ini tidak mungkin untuk dilakukan, dan harus dipakai cara alternatif untuk menghitung usaha internal.

Gambar 3.3 Perpindahan virtual sebuah partikel pada model pegas – massa Suatu perpindahan virtual yang terdiri dari pergerakan vertikal r pada partikel paling atas dari keempat partikel yang ada diaplikasikan pada suatu sistem pegas – massa. Oleh karena usaha virtual internal dari sistem adalah sama dengan gaya tersebut dikalikan dengan perpindahannya, maka :

Wi = - P1 r (3.4)


(80)

Sebagai hasil dari perpindahan virtual, energi regangan dari pegas yang melekat pada partikel paling atas berubah dengan jumlah U, yang nilainya sama dengan :

U = P1 r (3.5)

Dengan membandingkan persamaan (3.5) diatas dengan persamaan (3.4), maka didapat :

Wi = - U (3.6)

Dengan kata lain, usaha virtual internal Wi adalah sama besarnya dengan energi

regangan U namun berbeda dalam tanda. Usaha virtual total pada badan elastis didapatkan dengan mengombinasikan usaha virtual eksternal dengan negatif dari perubahan energi rengangan, dan persamaan (3.2) dapat dituliskan kembali dengan :

Wi + We =

=

n i

ir

p

1

r – U = 0 (3.7)

Adalah suatu hal yang lazim pada teori mekanika teknik untuk manyatakan pertambahan usaha eksternal We akibat perpindahan virtual sebagai energi potensial,

dan dengan - V untuk menyatakan nilai ini, maka : V = -

=

n i

ir

p

1

r (3.8)

Berdasarkan hal ini, maka persamaan (3.7) dapat ditulis menjadi : U + V = 0


(81)

Nilai U + V terdiri atas energi regangan dan energi potensial dari gaya – gaya luar menunjukkan total energi potensial dari sistem, dan simbol melambangkan perubahan jumlah ini yang disebabkan oleh perpindahan virtual.

Prinsip yang dinyatakan pada persamaan (3.9) dikenal sebagai teori energi potensial stasioner. Teori itu dapat dinyatakan dengan; sebuah struktur elastis berada pada keadaan setimbang bila tidak ada perubahan yang timbul pada energi potensial total dari sistem bila perpindahannya berubah dengan jumlah yang kecil.

Bila suatu sistem memiliki jumlah derajat kebebasan yang sangat banyak, kesetimbangan diperoleh dengan pasti hanya jika telah dapat dilihat bahwa energi potensial total tidak berubah untuk kemungkinan perubahan perpindahan yang sangat banyak juga. Namun untuk sistem yang hanya memiliki satu derajat kebebasan, kesetimbangan dapat diperoleh dengan pasti hanya jika tidak ada perubahan pada parameter perpindahan, dan hal ini dapat diperoleh dengan kalkulus yang sederhana. Makna dari prinsip energi potensial stasioner lebih mudah untuk dimengerti jika hanya memperkirakan sistem dengan satu derajat kebebasan. Untuk sistem seperti itu, bila derajat kebebasan tunggal itu adalah sumbu x, maka energi potensial total akan berbentuk sebagai fungsi x, dan turunannya akan ditentukan dari :

(U + V) = x

dx V U d

δ ) ( +

(3.10)

Karena x adalah suatu perumpamaan, maka turunan dari energi potensial total dapat dinyatakan sama dengan nol hanya jika :


(82)

dx V U d( + )

= 0 (3.11)

Persamaan (3.11) menandakan bahwa sebuah kurva U + V yang digambarkan terhadap sumbu x akan memiliki garis singgung yang horizontal pada nilai x yang menunjukkan kesetimbangan. Dengan kata lain, kesetimbangan berhubungan dengan nilai minimum atau maksimum dari total energi potensial sistem. Karena suatu kesetimbangan menjadi stabil bila suatu energi harus ditambahkan kedalam untuk sistem untuk merubah bentuknya, dan menjadi tidak stabil ketika energi dilepas ketika telah terjadi perubahan bentuk, kesetimbangan yang stabil berhubungan dengan nilai minimum dari energi potensial total dan ketidakstabilan berhubungan dengan nilai maksimum. Karakter dari kesetimbangan dapat dilihat secara analitis dari tanda turunan kedua energi potensial total. Tanda positif menyatakan kesetimbangan yang stabil, sedangkan tanda negatif menyatakan kesetimbangan yang tidak stabil.

3.2.3 Evaluasi Beban Kritis

Dari pembahasan sebelumnya kita mendapatkan dua kesimpulan, yang pertama kesetimbangan diperoleh jika turunan pertama dari total energi potensial menghilang. Yang kedua tanda dari turunan kedua menentukan apakah kesetimbangan tersebut stabil atau tidak. Beban kritis dari suatu sistem dapat diketahui dengan menggunakan kedua kesimpulan tersebut. Karena beban kritis adalah beban dimana kesetimbangan sistem berubah dari keadaan stabil ke keadaan tidak stabil, beban kritis dapat diperoleh dengan dengan menemukan dimana turunan


(83)

kedua dari energi potensial total berubah dari positif ke negatif, yaitu beban dimana

2

(U + V) = 0. Pendekatan kedua untuk mendapatkan beban kritis adalah dengan menemukan beban dimana keadaan kesetimbangan netral dimungkinkan, yaitu beban dimana kesetimbangan pada bentuk terdeformasi dimungkinkan. Pada kasus ini, tidak perlu untuk memeriksa kestabilan dari sistem. Yang diperlukan hanya menemukan kesetimbangan pada bentuk yang terdeformasi, dan hal ini bisa didapatkan dengan syarat (U + V) = 0 untuk bentuk yang terdeformasi.

3.3 METODE PENYELESAIAN UNTUK APLIKASI PRINSIP ENERGI

3.3.1 Kalkulus Variasi

Kalkulus varasi adalah generalisasi dari permasalahan maksimum dan minimum pada kalkulus biasa. Hal ini diperlukan untuk menentukan sebuah fungsi y = y(x) yang mengekstrimkan (nilai maksimum / nilai minimum) sebuah integral yang terdefenisi.

I =

2 1

) (

) ,..., ' , , ( x x

n

dx y y y x

F (3.12)

Dimana integral tersebut terdiri atas y dan turunannya. Pada mekanika struktur hal ini untuk menemukan perubahan bentuk suatu sistem yang akan menyebabkan energi potensial total sistem tersebut memiliki nilai yang tetap. Perubahan bentuk yang memenuhi kriteria ini berhubungan dengan bentuk kesetimbangan dari sistem tersebut.


(84)

satu aspek yang penting. Pada kalukulus biasa kita bisa menemukan nilai pasti dari suatu variabel pada tempat dimana fungsi yang diberikan mencapai titik ekstrimnya. Namun pada kalkulus variasi kita tidak dapat menemukan fungsi yang dapat memberikan nilai ekstrim pada integral, kita hanya bisa menemukan persamaan differensia yang harus dipenuhi oleh fungsi tersebut. Kalkulus variasi bukan alat yang bisa digunakan untuk menghitung dan memecahkan masalah. Kalkulus variasi hanyalah alat untuk menemukan persamaan yang menentukan dari suatu permasalahan.

3.3.2 Metode Rayleigh – Ritz

Aplikasi yang paling ideal dari teori energi stasioner pada suatu sistem menerus memerlukan penggunaan kalkulus variasi. Pendekatan ini pada permasalahan untuk menemukan bentuk kesetimbangan dari suatu struktur memiliki dua kelemahan. Kelemahan pertama adalah, kalkulus variasi yang harus digunakan sangat kompleks. Kelemahan kedua adalah, metode ini hanya menemukan persamaan differensial, bukan jawabannya. Untungnya ada suatu metode dimana prinsip energi potensial stasioner dapat diterapkan dengan mendekati, dikenal dengan Metode Rayleigh – Ritz. Pada metode ini kita mengasumsikan fungsi lendutan yang tepat dari suatu sistem dan kemudian mengurangi derajat kebebasan yang sangat banyak menjadi derajat kebebasan yang terhingga. Prinsip energi potensial stasioner kemudian akan langsung menuju bentuk kesetimbangannya, dan hanya kalkulus differensial biasa yang akan digunakan untuk memecahkan masalah.


(85)

3.3.3 Metode Galerkin

Metode Galerkin juga menggunakan analisa stabilitas dengan solusi pendekatan seperti pada metode Rayleigh – Ritz. Namun perbedaannya dengan metode Rayleigh – Ritz, bila Rayleigh – Ritz menyelesaikan dengan melihat energi dari sistem tersebut, metode galerkin langsung menyelesaikan persamaan differensial dari sisem tersebut.

3.4 ANALISA BALOK KAYU KOMPOSIT DENGAN METODE ENERGI

Seperti yang telah dijelaskan pada bab I, penelitian ini akan membahas balok komposit kayu kelapa. Aksi komposit didapat dengan menggabungkan dua material kayu kelapa yang berbeda. Pada penelitian ini jumlah lapisan material kayu komposit yang digabungkan dibatasi hanya untuk dua material saja. Kedua material kayu kelapa tersebut akan digabungkan menjadi satu kesatuan balok komposit dengan menggunakan alat penyambung geser (shear connector) berupa baut. Untuk mengetahui pengaruh jumlah dan jarak baut pada balok, maka akan dilakukan penurunan rumus untuk mencari pengaruh tersebut pada energi regangan total balok. Jumlah dan jarak baut akan divariasikan menjadi 4 (empat) variasi untuk melihat perbedaan – perbedaan yang ada antara masing – masing variasi. Berikut ini akan diberikan proses penurunan rumus untuk mendapatkan energi regangan akibat lentur dan aksial balok, energi regangan akibat alat penyambung, serta energi potensial akibat gaya luar. Aplikasi dari hasil – hasil tersebut akan dibahas pada bab – bab selanjutnya dengan memasukkan nilai – nilai Mechanical Properties material kayu


(86)

Ei Ei+1 Ei Ei+1 Lapisan i Lapisan i+1

Gambar 3.4 Notasi lapisan – lapisan balok pada metode energi

3.4.1 Energi Regangan Akibat Lentur dan Aksial

Penurunan untuk energi regangan diawali dengan asumsi bahwa regangan normal kearah sumbu datar pada setiap lapisan dapat menahan gaya – gaya luar yang bekerja. Untuk mendapatkan pengaruh dari regangan normal arah sumbu datar dari perpindahan arah sumbu datar dan juga sumbu tegak, dapat digunakan persamaan Lagrangian untuk rengangan dan perpindahan, yaitu :

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + ∂ ∂ = 2 2 2 1 1 2 1 x v x v x v xx ε (3.13)

Dimana v1 adalah perpindahan arah sumbu datar dari elemen struktur dan v2 adalah

perpindahan arah sumbu tegak dari elemen struktur. Untuk elemen struktur yang langsing, regangan ini dapat dihitung dengan melihat bentuk terdeformasi antara posisi awal dan posisi akhir setiap lapisan dalan elemen struktur tersebut. Pada gambar 3.5 berikut dapat dilihat perpindahan dari suatu titik umum yang dinamakan i.


(1)

*Persiapan pengujian tekan*


(2)

*Pengujian kuat geser langsung*


(3)

*Persiapan pengujian balok komposit*


(4)

*Pengujian balok komposit*


(5)

*Keruntuhan balok komposit*


(6)

*Pola keruntuhan balok komposit*