Analisa Dan Eksperimental Perilaku Tekuk Kolom Ganda Kayu Panggoh Dengan Sambungan Baut

(1)

Analisa Dan Eksperimental Perilaku Tekuk Kolom Ganda Kayu Panggoh Dengan Sambungan Baut

Tugas Akhir

Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat untuk menjadi Sarjana

Disusun Oleh : Ihsanuddin Saputra

090404009

Dosen Pembimbing: Ir. Besman Surbakti, M.T.

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

Kayu panggoh merupakan nama lain untuk sisi luar pohon aren di wilayah Sumatera Utara, khususnya di Kabupaten Karo. Kayu panggoh dipakai oleh masyarakat Karo sebagai kandang hewan peliharaan mereka. Kayu panggoh digunakan karena sifatnya yang dikenal sangat kuat sehingga dapat menahan gigitan hewan tersebut. Penggunaan kayu panggoh sebagai kolom bisa dijadikan alternatif terhadap minimnya penggunaan kayu sebagai kolom akhir-akhir ini.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor tekuk dari kayu panggoh ganda dengan sambungan baut agar didapat nilai kuat tekan maksimum dan nilai tekuk maksimum dari kayu panggoh ini.

Penelitian ini dilakukan dengan pembuatan dudukan benda uji terlebih dahulu yang telah dianalisis kekuatan sehingga dapat menahan gaya tekan yang akan diberikan pada benda uji kemudian merancang kayu panggoh ganda dengan dimensi 2x 3 cmx 6 cm,panjang 200 cm, yang kemudian disambung dengan menggunakan baut berdiameter ½ “ (12.7 mm).

Dari hasil mechanical properties, didapat nilai kadar air, berat jenis, kuat tekan sejajar serat, kaut tarik sejajar serat, elastisitas lentur kayu, tegangan lentur kayu, dan kuat geser sejajar serat masing-masing 3.8758%; 0.876 gr/cm2; 794.748 kg/cm2; 1664.05 kg/cm2; 132900 kg/cm2; 1366.95 kg/cm2; dan 110.188 kg/cm2. Menurut ketentuan Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu (PKKI 2002), kuat acuan berdasarkan pemilahan secara mekanis diambil berdasarkan modulus lentur. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa menurut ketentuan kuat acuan Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu (PKKI 2002) seperti yang tercantum pada tabel II.1, maka kayu yang digunakan dengan modulus elastisitas 132900 kg/cm2 termasuk kayu dengan kode mutu E13 = 14000 Mpa.

Dari hasil uji kuat tekan kayu panggoh ganda dengan sambungan baut diperoleh nilai Pelastis = 4250 kg; �elastis =118.056 kg/cm2, Pultimate = 6500 kg;

�ultimate = 180.556 kg/cm2 dan Pcr =5000 kg ;�cr = 138.889 kg/cm2 dengan nilai

tekuk maksimum yaitu 294 mm.


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan karunia kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Shalawat dan salam ke atas Baginda Rasullah Muhammad SAW yang telah memberi keteladanan dalam menjalankan setiap aktifitas sehari-hari, sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulisan Tugas Akhir yang berjudul “Analisa dan Eksperimental Perilaku Tekuk Kolom Ganda Kayu Panggoh dengan Sambungan Baut” ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian Sarjana Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis menghadapi berbagai kendala, tetapi karena bantuan dari berbagai pihak, penulisan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini pula, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ing-.Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Syahrizal, M.T., sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.


(4)

bimbingan, arahan, saran, serta motivasi kepada Penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

4. Bapak Ir. Sanci Barus, M.T., dan Bapak M. Agung Putra Hardana, S.T., M.T., sebagai Dosen Pembanding dan Penguji Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Bang Rivan, Bang Riki, sebagai senior di lab studio, abang-abang dan kakak-kakak beserta teman-teman satu lab, Bembeng, Irwan, Rahman, Mia, Sumihar dan adik-adik lainnya.

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan memberikan pengajaran kepada Penulis selama menempuh masa studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 7. Seluruh staf pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

8. Teristimewa keluarga saya, Ayahanda M. Hasan dan Ibunda Kurniati serta adik-adik saya, Arrifqi Muharrami dan Luqman Hakim Fajri, Terima kasih atas segala pengorbanan, cinta, kasih sayang dan doa yang tiada batas. 9. Eka Asmitha Pane sebagai orang yang dikasihi yang selalu memberi

dukungan, doa, semangat kepada Penulis supaya cepat tamat.

10.Teman seperjuangan, bang William Arthur Bangun, Sumihar Risna Pasaribu, Maria Veronika Samosir, dan Putri Nurul Hardhanti, ada senang dan susah yang kita lalui bersama dalam menyelesaikan tugas akhir ini, sehingga dapat bersama-sama menyelesaikan Tugas Akhir ini.


(5)

11.Buat sahabat-sahabat angkatan 2009, Dicky Gendut, Taufik Odoy, Raja Fahmi Teteng, Posma Si bes, Rizky Kiut, Sandy Bere, Yoppie Yobet, Hans Gagap, Cebal Partogi, Rizky Tamba, Atina Rezki, Nora Usrina, Sarra Rahmadani, Gustina Arifin, Sri W.Sebayang, Nita Fadilla, Hannawiyah Harahap, Lia Kartika, Merni Damalia, Gustara Iqbal, Khairun Nazli, Hisbulloh Nst,. Serta teman-teman mahasiswa/I angkatan 2009 sipil lainnya yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terimakasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

12.Asisten Lab. Beton USU, Reza, Prima, Hafiz, Fauzi, Rahmad, yang telah memberikan bantuan dan izin peminjaman tempat sementara kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan pengujian Tugas Akhir penulis. Terima kasih atas kerjasamanya.

13.Bang Yuyun selaku asisten Laboratorium Beton S-2, terimakasih telah memberikan waktu luang dan tempat sehingga penulis dapat melakukan pengujian di Laboratorium Beton S-2.

14.Adik-adik angkatan 2011, Chandra, dkk, adik-adik angkatan 2012, Deni Gusrianti, makasih semangatnya, Wahyu, Kevin, Arip, Lubis, Titi, Jura, Acong, Abdi, dkk.,Tiwi 2013, serta adik-adik 2013 lain yang turut membantu, terima kasih untuk semua bantuan yang telah kalian berikan. 15.Dan segenap pihak yang belum penulis sebut disini atas jasa-jasanya

dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik


(6)

Bapak dan Ibu Staf Pengajar serta rekan – rekan mahasiswa demi penyempurnaan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Maret 2014 Penulis

Ihsanuddin Saputra 09 0404 009


(7)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... vi

Daftar Gambar ... x

Daftar Tabel ... xii

Daftar Notasi ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Perumusan Masalah ... 3

I.3 Tujuan penelitian ... 3

I.4 Metode Penelitian ... 4

I.5 Batasan Masalah ... 4

I.6 Mekanisme Pengujian ... 5

I.7 Sistematik Penulisan ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

II.1 Umum ... 7

II.2 Kayu ... 7

II.2.1 Sifat Utama Kayu ... 7


(8)

II.2.2.2 Sifat Mekanis ... 10

II.2.3 Tegangan Bahan Kayu ... 13

II.2.4 Kuat Acuan Berdasarkan Pemilihan Secara Mekanis ... 17

II.2.5 Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Visual ... 19

II.2.6 Kayu Panggoh ... 21

II.3 Teori Euler ... 21

II.4 Batas Berlakunya Persamaan Euler ... 24

II.5 Kolom ... 24

II.5.1 Prinsip Desain Kolom ... 26

II.5.2 Pembagian Kolom ... 28

II.5.3 Kelangsingan Kolom ... 32

II.5.4 Stabilitas Stuktur Kolom ... 35

II.5.4.1 Kesetimbangan Stabil ... 35

II.5.4.2 Kesetimbangan Netral ... 36

II.5.4.3 Kesetimbangan Tidak Stabil... 37

II.6 Komponen Struktur Tertekan ... 37

II.7 Pelat Kopel Baja ... 40

II.8 Gaya Geser ... 42

II.9 Sambungan Mekanis Umum ... 44

II.10 Jenis-Jenis Sambungan ... 44

II.11 Alat Sambung Mekanik ... 47

II.11.1 Baut ... 47


(9)

II.11.1.2 Geometri Sambungan Baut... 48

II.11.1.3 Tahanan Terhadap Gaya Lateral ... 49

II.12 Analisa Kolom Gabungan ... 54

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 56

III.1 Pendahuluan ... 56

III.2 Pengujian Kayu ... 56

III.2.1 Persiapan Pengujian ... 56

III.2.2 Pelaksanaan Pengujian ... 57

III.2.2.1 Pemeriksaan Kadar Air ... 57

III.2.2.2 Pemeriksaan Berat Jenis ... 59

III.2.2.3 Pengujian Kuat Tekan ... 59

III.2.2.4 Pengujian Kuat Tarik ... 61

III.2.2.5 Pengujian Kuat Lentur dan Elaatisitas ... 62

III.2.2.6 Pengujian Kuat Geser ... 64

III.3 Pengujian Tekuk Kolom Kayu Panggoh ... 66

III.3.1 Perancangan Dudukan Benda Uji Tekuk Modifikasi ... 66

III.3.2 Alat Pembeban Gaya Tekan ... 67

III.3.3 Alat Ukur ... 67

III.3.4 Perhitungan Dudukan Benda Uji ... 67


(10)

IV.1.1 Hasil Pemeriksaan Kadar Air... 72

IV.1.2 Hasil Pemeriksaan Berat Jenis ... 73

IV.1.3 Hasil Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat Kayu ... 75

IV.1.4 Hasil Pengujian Kuat Tarik Sejajar Serat Kayu ... 76

IV.1.5 Hasil Pengujian Kuat Geser Sejajar Serat Kayu ... 77

IV.1.6 Hasil Pengujian Elastisitas dan Lentur Kayu ... 78

IV.2 Kesimpulan Hasil Pengujian Physical dan Mechanical Properties ... 84

IV.3 Analisa Teori Euler ... 85

IV.4 Menghitung Tahanan Lateral Acuan ... 83

IV.5 Pengujian Tekuk ... 85

IV.6 Pembahasan Hasil Pengujian ... 92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

V.1 Kesimpulan ... 95

V.2 Saran ... 96

Daftar Pustaka ... 97

Daftar Lampiran ... 99

Lampiran I ... 100

Lampiran II ... 104


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

2.1 Batang Kayu Menerima Gaya Tarik 11

2.2 Batang Kayu Menerima Gaya Tekan Sejajar Serat 12 2.3 Batang Kayu Menerima Gaya Tekan Tegak Lurus Serat 12 2.4 Batang Kayu Menerima Gaya Geser Tegak Lurus Arah Serat 12

2.5 Batang Kayu Menerima Beban Lengkung 13

2.6 Hubungan beban tekan dengan deformasi untuk tarikan dan tekanan 14

2.7 Kayu Panggoh 21

2.8 Kolom Euler 22

2.9 Grafik Kolom Euler 23

2.10 Perubahan bentuk kolom yang dibebani 26

2.11 Jenis kolom berdasarkan bentuk dan susunan tulangan 28 2.12 Jenis kolom berdasarkan posisi beban pada penampang 29

2.13 Berbagai kondisi ujung kolom 32

2.14 Jangkauan kekuatan kolom yang umum terhadap angka kelangsingan 35

2.15a Kesetimbangan stabil 35

2.15b Kesetimbangan nertal 36

2.15c Kesetimbangan tidak stabil 37

2.16 Kelengkungan batang akibat gaya tekan 42

2.17 Grafik gaya lintang 42


(12)

2.20 Penampang kolom dari batang gabungan 54

3.1 Sampel Pemeriksaan Kadar Air 57

3.2 Sampel Pemeriksaan Berat Jenis 59

3.3 Sampel Kuat Tekan Sejajar Serat 60

3.4 Sampel Kuat Tarik Sejajar Serat 61

3.5 Sampel Pengujian Kuat Lentur 62

3.6 Penempatan Dial dan Beban pada Sampel 62

3.7 Sampel Kuat Geser Kayu 64

3.8 Alat bantu penjepit pengujian 65

3.9 Pemodelan alat uji tekuk modifikasi 66

4.1 Grafik Tegangan - Regangan Hasil Pengujian Elastisitas Kayu

Sampel I 80

4.2 Grafik Regresi Linear Tegangan – Regangan Kayu Sampel 1 81 4.3 Grafik Tegangan – Regangan Hasil Pengujian Elastisitas Kayu

Sampel 2 82

4.4 Grafik Regresi Linear Tegangan – Regangan Kayu Sampel 2 83 4.5 Grafik Pengujian Tekuk Kolom Kayu Panggoh Ganda 91


(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

2.1 Nilai kuat acuan (MPa) berdasarkan atas pemilahan secara mekanis

pada kadar air 15% (berdasarkan PKKI NI - 5 2002) 17

2.2 Faktor koreksi layan basah, CM 18

2.3 Faktor koreksi temperature, Ct 18

2.4 Nilai Rasio Tahanan 20

2.5 Cacat Maksimum untuk Setiap Kelas Mutu Kayu 20 2.6 Jarak tepi, jarak ujung dan persyaratan spasi sambungan baut 48 2.7 Tahanan lateral acuan untuk satu baut untuk dengan satu irisan yang

menyambung dua komponen 50

2.8 Tahanan lateral acuan satu baut pada sambungan dua irisan yang

menyambung tiga komponen 51

4.1 Hasil Pemeriksaan Kadar Air Kayu 72

4.2 Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Kayu 73

4.3 Hasil Pemeriksaan Kuat Tekan Sejajar Serat Kayu 75 4.4 Hasil Pemeriksaan Kuat Tarik Sejajar Serat Kayu 76 4.5 Hasil Pemeriksaan Kuat Geser Sejajar Serat Kayu 77

4.6 Hasil Pemeriksaan Elastisitas Kayu 78

4.7 Perhitungan Tegangan-Regangan Untuk Kayu Sampel 1 79 4.8 Perhitungan Tegangan-Regangan Untuk Kayu Sampel 2 81

4.9 Hasil Regresi Ketiga Sampel 83


(14)

4.12 Perbandingan Hasil Nilai Pengujian di Laboratorium dengan


(15)

DAFTAR NOTASI

Ew adalah modulus elastisitas kayu (kg/cm2) Fb adalah kuat lentur (MPa)

Ft// adalah kuat tarik sejajar serat (MPa)

Fc// adalah kuat tekan sejajar serat (MPa)

Fv// adalah kuat geser yang diizinkan (MPa)

Fc┴ adalah kuat tekan tegak lurus serat (MPa) CM adalah faktor koreksi layan basah

Ct adalah faktor koreksi temperatur

m adalah kadar air kayu (%)

Wg adalah berat sampel mula-mula (kg)

Wd adalah berat sampel kering oven (kg)

BJ adalah berat jenis kayu ρ adalah kerapatan (kg/m3)

Gm adalah berat jenis kayu pada m %


(16)

Vg adalah volume sampel kayu (cm3)

σtk // adalah tegangan tekan sejajar serat (kg/cm2)

P adalah beban (kg)

A adalah luas bagian yang tertekan (cm2) σb adalah tegangan lentur yang terjadi (kg/cm2)

L adalah panjang bentang (m) b adalah lebar sampel (cm) h adalah tinggi sampel (cm) ε adalah regangan yang terjadi

Δl adalah perpendekan yang terjadi pada benda uji (mm) Lo adalah panjang sampel mula-mula (mm)

Lu adalah panjang akhir (mm) M adalah momen (kgcm) Q,D adalah gaya lintang (kg) δ adalah lendutan (cm)

EI adalah faktor kekakuan (kgcm2) I adalah inersia tampang (cm4) d adalah diameter (cm)


(17)

τgs adalah tegangan geser (kg/cm2)

Ags adalah luasan akibat geser (cm2)

Pgs adalah gaya geser (kg)

Pds adalah gaya desak (kg)

σds adalah tegangan desak (kg/cm2)

Fds adalah luasan akibat desak (cm2)

t adalah tebal (cm) n adalah jumlah baut

Ix adalah momen inersia arah x (cm4)

S1 adalah jarak antar baut arah vertikal (mm)

S2 adalah jarak tepi baut arah vertikal (mm)

g1 adalah jarak antar baut arah horizontal (mm)

g2 adalah jarak tepi baut arah horizontal (mm)

Pcr adalah beban kritis (kg)

σcr adalah tegangan kritis (kg/cm2)

Pultimate adalah beban ultimate atau batas (kg)


(18)

σelastis adalah tegangan pada kondisi elastis (kg/cm2)

δ adalah besarnya nilai deformasi λ adalah angka kelangsingan kolom lk adalah panjang efektif tekuk kolom (cm) i adalah jari-jaari girasi

ix adalah jari-jari inersia arah x (cm)

iy adalah jari-jari inersia arah y (cm)

τ adalah Tegangan Geser (kg / cm2) D adalah diameter baut

lm adalah adalah panjang baut pada komponen utama pada suatu sambungan atau panjang total baut pada komponen sekunder ( 2 ls ) pada suatu sambungan

Im, Is, II, IIIm, IIIs, IV adalah moda kelelehan tahanan lateral acuan kn adalah koefisien pada perhitungan tahanan lateral acuan ke n Z adalah tahanan lateral acuan

Fem adalah kuat tumpu kayu utama

Fes adalah kuat tumpu kayu samping

tem adalah tebal kayu utama


(19)

CΔ dalah nilai terkecil dari faktor – faktor geometri yang dipersyaratkan untuk jarak ujung atau spasi dalam baris alat pengencang

฀ai adalah jumlah alat pengencang efektif pada baris alat pengencang i yang bervadiasi dari 1 hingga ni

ni adalah jumlah alat pengencang dengan spasi yang seragam pada baris ke-i. γ adalah modulus bebab atau modulus gelincir untuk satu alat pengencang.

Nilai γ diambil sebesar 0.2461.5 DKN/mm

S adalah spasi dalam baris alat pengencang jarak pusat kepusat antar alat pengencang dalam satu baris

n f adalah jumlah total alat pengencang

n r adalah jumlah baris alat pengencang dalam sambungan

(EA)m dan (EA)s adalah kekakuan aksial kayu utama dan kayu samping Fyb adalah kuat lentur sambungan baut (N/mm2)

Z’ adalah tahanan lateral terkoreksi Cd adalah faktor kedalaman penetrasi Ceg adalah faktor serat ujung adalah 0,67

Cm adalah faktor koreksi untuk sambungan paku miring adalah 0,83 Cdi adalah faktor koreksi untuk sambungan diafragma


(20)

Ct adalah faktor koreksi temperatur Cpt adalah faktor koreksi pengawetan kayu Crt adalah faktor koreksi tahan api

λ adalah faktor waktu adalah 1,0

Ctn adalah faktor koreksi pada sambungan paku miring adalah 0,67

α adalah sudut yang dibentuk oleh beban dan permukaan kayu, dalam derajat (0o < α < 90o)

Zu adalah gaya perlu pada sambungan


(21)

ABSTRAK

Kayu panggoh merupakan nama lain untuk sisi luar pohon aren di wilayah Sumatera Utara, khususnya di Kabupaten Karo. Kayu panggoh dipakai oleh masyarakat Karo sebagai kandang hewan peliharaan mereka. Kayu panggoh digunakan karena sifatnya yang dikenal sangat kuat sehingga dapat menahan gigitan hewan tersebut. Penggunaan kayu panggoh sebagai kolom bisa dijadikan alternatif terhadap minimnya penggunaan kayu sebagai kolom akhir-akhir ini.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor tekuk dari kayu panggoh ganda dengan sambungan baut agar didapat nilai kuat tekan maksimum dan nilai tekuk maksimum dari kayu panggoh ini.

Penelitian ini dilakukan dengan pembuatan dudukan benda uji terlebih dahulu yang telah dianalisis kekuatan sehingga dapat menahan gaya tekan yang akan diberikan pada benda uji kemudian merancang kayu panggoh ganda dengan dimensi 2x 3 cmx 6 cm,panjang 200 cm, yang kemudian disambung dengan menggunakan baut berdiameter ½ “ (12.7 mm).

Dari hasil mechanical properties, didapat nilai kadar air, berat jenis, kuat tekan sejajar serat, kaut tarik sejajar serat, elastisitas lentur kayu, tegangan lentur kayu, dan kuat geser sejajar serat masing-masing 3.8758%; 0.876 gr/cm2; 794.748 kg/cm2; 1664.05 kg/cm2; 132900 kg/cm2; 1366.95 kg/cm2; dan 110.188 kg/cm2. Menurut ketentuan Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu (PKKI 2002), kuat acuan berdasarkan pemilahan secara mekanis diambil berdasarkan modulus lentur. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa menurut ketentuan kuat acuan Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu (PKKI 2002) seperti yang tercantum pada tabel II.1, maka kayu yang digunakan dengan modulus elastisitas 132900 kg/cm2 termasuk kayu dengan kode mutu E13 = 14000 Mpa.

Dari hasil uji kuat tekan kayu panggoh ganda dengan sambungan baut diperoleh nilai Pelastis = 4250 kg; �elastis =118.056 kg/cm2, Pultimate = 6500 kg;

�ultimate = 180.556 kg/cm2 dan Pcr =5000 kg ;�cr = 138.889 kg/cm2 dengan nilai

tekuk maksimum yaitu 294 mm.


(22)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Umur tebang pohon kayu cukup lama dan lahan hutan yang semakin berkurang mengakibatkan persediaan kayu untuk struktur yang berkualitas baik dan berdimensi besar semakin berkurang dan menipis. Perancangan yang kurang tepat dan penggunaan faktor aman yang terlalu besar mengakibatkan pemborosan kayu. Dengan pengetahuan dan penelitian-penelitian tentang kekuatan dan sistim perancang struktur kayu maka masih dimungkinkan dilakukan penghematan penggunaan kayu. Kayu sering digunakan sebagai batang tekan pada kuda-kuda dan kolom. Pada batang tekan harus diperhitungkan adanya bahaya tekuk yang besarnya dipengaruhi oleh kelangsingan batang. Batang tekan tersebut dapat berupa batang tekan tunggal dan batang tekan ganda. Untuk mendukung beban besar dibutuhkan dimensi batang tekan tunggal yang cukup besar pula. Dimensi kayu yang besar belum tentu bisa didapatkan dengan mudah di pasaran, sehingga dapat diganti dengan batang tekan ganda yang terdiri dari dua atau lebih elemen batang digabung menjadi satu kesatuan. Keuntungan penggunaan batang tekan ganda adalah sebagai berikut : dapat menggunakan kayu berdimensi kecil, meningkatkan gaya dukung karena bertambahnya momen inersia, dan penggabungan dapat dilakukan dengan cara sederhana menggunakan alat sambung baut atau paku.

Tanaman aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang menghasilkan bahan-bahan industri yang sudah sejak lama kita kenal. Hampir semua bagian atau produk tanaman ini dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi. Misalnya:


(23)

akar (untuk obat tradisional dan peralatan), batang (untuk berbagai macam peralatan dan bangunan), daun muda atau janur (untuk pembungkus atau pengganti kertas rokok yang disebut dengan kawung).

Hasil produksi aren dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misalnya: buah aren muda untuk pembuatan kolang-kaling sebagai bahan pelengkap bahan minuman dan makanan, air nira untuk bahan pembuatan gula merah atau cuka, pati atau tepung dalam batang untuk bahan pembuatan berbagai macam makanan dan minuman (Sunanto, 1993).

Batang aren sebagai salah satu hasil hutan yang belum banyak dikenal oleh masyarakat, merupakan salah satu alternatif yang dapat menggantikan peranan kayu solid sebagai bahan baku untuk keperluan industri perkayuan. Melihat keperluan masyarakat akan kayu yang terus meningkat, batang aren diharapkan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga diperlukan penelitian yang lebih lanjut untuk pengembangannya.

Pohon aren (Arenga pinnata), tersebar di seluruh kepulauan nusantara, dari dataran rendah hingga ketinggian 1400 meter di atas permukaan laut. Tanaman yang berasal dari Assam (India) dan Burma ini, tumbuh subur di lembah lereng pegunungan, di sepanjang aliran sungai hingga di ketinggian pegunungan, di hampir semua jenis tanah, cenderung tumbuh liar, tidak menuntut pemeliharaan dan perawatan, bahkan nyaris tidak dipelihara dan dirawat sebab masih belum dibudidayakan.

Kayu panggoh merupakan nama lain untuk sisi luar pohon aren di wilayah Sumatera Utara, khususnya di Kabupaten Karo. Kayu panggoh dipakai oleh


(24)

digunakan karena sifatnya yang dikenal sangat kuat sehingga dapat menahan gigitan hewan tersebut. Penggunaan kayu panggoh sebagai kolom bisa dijadikan alternatif terhadap minimnya penggunaan kayu sebagai kolom akhir-akhir ini. 1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang dapat dirumuskan suatu permasalahan, yaitu :

a. Apakah penggunaan kayu panggoh sebagai kolom layak dan aman dipakai dalam struktur bangunan seperti rumah tinggal sederhana ? b. Bagaimana kekuatan kayu panggoh sebagai batang tekan ganda ?

c. Sampai seberapa besar kapasitas kayu panggoh dalam menerima gaya tekan ?

d. Bagaimana perilaku kolom kayu panggoh terhadap gaya tekan ?

e. Bagaimana grafik hubungan gaya tekan dan besar tekukan (deformasi) dari kayu panggoh tersebut ?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Memperoleh gambaran tentang kuat tekan kayu panggoh sebagai batang tekan ganda

b. Melakukan analisis perhitungan kuat tekan kayu panggoh sebagai batang tekan ganda dengan menggunakan baut sebagai penguhubung geser (shear connector).

c. Mendapatkan hubungan antara besar tekuk dengan gaya tekan dari hasil praktis


(25)

1. 4 Metode Penelitian

Adapun metodologi dan tahapan pelaksanaan yang digunakan dalam eksperimen tugas akhir ini adalah :

1. Pengujian physical dan mechanical properties kayu untuk mendapatkan: a. Kadar air,

b. Berat jenis

c. Kuat tekan sejajar serat d. Kuat tarik sejajar serat e. Kuat geser

f. Tegangan lentur ultimate g. Elastisitas lentur kayu

2. Pendesainan 1 buah benda uji kolom kayu di Laboratorium Bahan Rekayasa Program Strata Satu ( S-1) Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara

3. Pengujian beban akan dilakukan di Laboratorium Struktur Program Magister (S-2) Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

1.5 Batasan Masalah

Dalam penelitian yang dilakukan, ada beberapa lingkup masalah yang dibatasi, yaitu karakteristik bahan yang digunakan sebagai benda uji adalah sebagai berikut :

a. Kayu dianggap bersifat homogen dan isotropis


(26)

c. Penghubung geser yang dipakai adalah baut d. Benda uji berupa kolom ganda

BAUT 1/2" (127 mm)

DIAL GAUGE

30 30

60

KAYU PANGGOH

e. Beban dianggap bekerja pada pusat inersia kayu tersebut f. Tinggi kolom benda uji adalah 2 meter.

g. Perletakan yang digunakan adalah perletakan sendi-sendi. h. Beban pengujian merupakan beban statis.

i. Beban yang berkerja adalah beban terpusat. 1.6 Mekanisme Pengujian

Pengujian dilakukan dengan cara meletakkan kolom kayu diatas alat yang telah di buat dengan perletakan sendi-sendi. Kemudian diberi beban statik dengan menggunakan Hydraulic Jack sampai benda uji tertekuk dan patah. Beban P diberikan secara bertahap dan pada tiap tahap pembebanan dicatat lendutan yang terjadi pada titik-titik dimana dial gauge terpasang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di berikut.

Sampel Ja

Alat uji tekuk Dial

Kayu panggoh

jack


(27)

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika Pembahasan ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara garis besar isi setiap bab yang dibahas pada Tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah, sistematika penulisan dari tugas akhir ini

BAB II. STUDI PUSTAKA

Bab ini berisi uraian tentang kriteria kayu, serta penghubung geser (shear connector) yang akan digunakan dalam suatu struktur kolom.

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi uraian tentang persiapan penelitian mencakup penyediaan bahan dan pekerjaan pertukangan hingga pelaksanaan penelitian.

BAB IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Bab ini berisi analisa dan hasil pengujian benda uji dalam penelitian meliputi : hasil pengujian tekuk kayu sebagai struktur ganda.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan yang dapat diambil dari seluruh kegiatan tugas akhir ini dengan menitikberatkan pada perilaku tekuk kayu sebagai struktur ganda.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Umum

Struktur kayu merupakan suatu struktur yang susunan elemennya adalah kayu.

Dalam merancang struktur kolom kayu, hal pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan besarnya gaya yang bekerja pada batang dan dengan memperhatikan kondisi struktur serta pembebanannya.

II.2 Kayu

Kayu merupakan suatu bahan konstruksi yang didapatkan dari tumbuhan dalam alam. Kayu adalah bagian keras tanaman yang digolongkan kepada pohon. Penggunaan kayu sebagai konstruksi bangunan sudah di kenal dan banyak dipakai sebelum orang mengenal beton dan baja.

Kayu mempunyai kuat tarik dan kuat tekan relatif tinggi, berat yang relatif rendah, mempunyai daya tahan tinggi terhadap pengaruh kimia dan listrik, dapat dengan mudah untuk dikerjakan, relatif murah, dapat mudah diganti dan bisa didapat dalam waktu singkat. (Felix, 1965).

Untuk mengenal kayu sebagai bahan konstruksi maka perlu diketahui sifat-sifat kayu terlebih dahulu.

II.2.1 Sifat Utama Kayu

Kayu sampai saat ini masih banyak dicari dan dibutuhkan orang. Dari segi manfaatnya bagi kehidupan manusia, kayu dinilai mempunyai sifat-sifat utama,


(29)

yaitu sifat-sifat yang menyebabkan kayu tetap selalu dibutuhkan manusia (Heinz, 1982).

Sifat-sifat utama tersebut antara lain:

1. Kayu merupakan sumber kekayaan alam yang tidak akan habis-habisnya, apabila di kelola dengan cara yang baik. Kayu dikatakan juga sebagai renewable resources (sumber kekayaan alam yang dapat diperbaharui lagi).

2. Kayu merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang-barang seperti kertas, bahan sintetik dan tekstil.

3. Kayu mempunyai sifat-sifat spesifik yang tidak bisa ditiru oleh bahan-bahan lain yang dibuat oleh manusia seperti baja dan beton. Misalnya kayu mempunyai sifat elastis dan mempunyai ketahanan terhadap pembebanan yang tegak lurus dengan seratnya.

II.2.2 Sifat Fisis dan Mekanis Kayu

Setiap kayu memiliki sifat fisis dan mekanis yang berbeda secara alami sehingga akan bervariasi antar jenis, antar pohon dalam satu jenis dan antar bagian dalam satu pohon. Perbedaan sifat-sifat tersebut berpengaruh pada ketahanan alami dari kayu yang pada dasarnya diklasifikasikan atas kekuatan dan keawetan.

II.2.2.1 Sifat Fisis Kayu

Sifat fisis kayu adalah sifat yang dapat diketahui secara jelas melalui panca indera tanpa menggunakan alat bantu.


(30)

a. Berat Jenis Kayu

Berat jenis kayu biasanya berbanding lurus dengan kekuatan daripada kayu atau sifat-sifat mekanisnya. Makin tinggi berat jenis suatu kayu maka makin tinggi pula kekuatannya.

Berat jenis didefinisikan sebagai angka berat dari satuan volume suatu material. Berat jenis diperoleh dengan membagikan berat kepada volume benda tersebut. Berat diperoleh dengan cara menimbang suatu benda pada timbangan dengan tingkat keakuratan yang diperlukan atau biasanya digunakan timbangan dengan ketelitian 20%, yaitu sebesar 20 gr/kg. Sedangkan untuk menentukan volume biasanya dilakukan dengan mengukur panjang, lebar dan tebal suatu benda dan mengalikannya.

Kayu terbentuk dari sel-sel yang memiliki bermacam-macam tipe yang memungkinkan terjadinya suatu penyimpangan tertentu. Maka pada perhitungan berat jenis kayu semestinya berpangkal pada keadaan kering udara yang berarti sekering-keringnya tanpa pengeringan buatan.

b. Kadar Air Kayu

Kadar air didefinisikan sebagai banyaknya air yang terdapat dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Kayu sebagai bahan bangunan dapat mengikat air dan juga dapat melepaskan air yang dikandungnya. Keadaan seperti ini tergantung pada kelembaban suhu udara disekeliling kayu itu berada. Kayu mempunyai sifat peka terhadap kelembaban karena pengaruh kadar air yang menyebabkan mengembang dan


(31)

menyusutnya kayu serta mempengaruhi pula sifat-sifat fisis dan mekanis kayu.

Kadar air sangat besar pengaruhnya terhadap kekuatan kayu, terutama daya pikulnya terhadap tegangan desak sejajar arah serat dan juga tegak lurus arah serat kayu. Sel-sel kayu mengandung air yang sebagian bebas mengisi dinding sel. Kayu mengering pada saat air bebas keluar dan apabila air bebas itu habis keadaannya disebut titik jenuh serat (Fibre Saturation Point). Kadar air pada saat itu kira-kira 25% - 30%. Apabila kayu mengering dibawah titik jenuh serat, dinding sel menjadi semakin padat sehingga mengakibatkan serat-seratnya menjadi kokoh dan kuat.

Pada umumnya kayu-kayu di Indonesia yang kering udara mempunyai kadar air antara 12% - 18%, atau rata-ratanya adalah 15%. Tetapi apabila berat dari benda uji tersebut menunjukkan angka yang terus-menerus menurun, maka kayu belum dapat dianggap kering udara.

II.2.2.2 Sifat Mekanis Kayu

Sifat mekanis kayu meliputi keteguhan kayu, yaitu perlawanan yang diberikan oleh suatu jenis kayu terhadap perubahan-perubahan bentuk yang disebabkan oleh gaya-gaya luar.

a. Keteguhan Tarik (Tension Strength)

Keteguhan tarik adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap dua buah gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan dan gaya ini bersifat tarik


(32)

P P

tersebut. Sebagai akibat dari gaya tarik (P), maka timbulah di dalam kayu tegangan-tegangan tarik yang harus berjumlah sama dengan gaya-gaya luar P. Bila gaya tarik ini membesar sedemikian rupa, serat-serat kayu terlepas dan terjadilah patahan. Dalam suatu konstruksi bangunan, hal ini tidak boleh terjadi untuk menjaga keamanan.

Tegangan tarik masih diizinkan bila tidak timbul suatu perubahan atau bahaya pada kayu. Tegangan ini disebut dengan tegangan tarik yang diizinkan dengan notasi Ft (MPa). Misalnya, untuk kayu dengan kode mutu E26 tegangan tarik yang diizinkan dalam arah sejajar serat adalah 60 MPa.

Gambar 2.1 Batang Kayu Menerima Gaya Tarik P

b. Keteguhan Tekan (Compression Strength)

Keteguhan tekan adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap gaya-gaya tekan yang bekerja sejajar atau tegak lurus serat kayu. Gaya tekan yang bekerja sejajar serat kayu akan menimbulkan bahaya tekuk pada kayu tersebut (Gambar 2.2). Sedangkan gaya tekan yang bekerja tegak lurus arah serat akan menimbulkan retak pada kayu (Gambar 2.3). Batang-batang yang panjang dan tipis seperti papan, mengalami bahaya kerusakan lebih besar ketika menerima gaya tekan sejajar serat jika dibandingkan dengan gaya tekan tegak lurus serat kayu. Sebagai akibat adanya gaya tekan ini akan menimbulkan tegangan tekan pada kayu. Tegangan tekan terbesar dimana tidak menimbulkan adanya bahaya disebut tegangan tekan yang diizinkan.


(33)

P P

Bahaya Tekuk

P

P

P

Bahaya Geser

Gambar 2.2 Batang Kayu Menerima Gaya Tekan Sejajar Serat

Gambar 2.3 Batang Kayu Menerima Gaya Tekan Tegak Lurus Serat

c. Keteguhan Geser

Keteguhan geser adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap dua gaya – gaya tekan yang bekerja padanya, kemampuan kayu untuk menahan gaya – gaya yang menyebabkan bagian kayu tersebut bergeser atau tergelincir dari bagian lain di dekatnya. Akibat gaya geser ini, maka akan timbul tegangan geser pada kayu. Dalam hal ini dibedakan 3 macam keteguhan geser, yaitu keteguhan geser sejajar serat, keteguhan geser tegak lurus serat dan keteguhan geser miring. Tegangan geser terbesar yang tidak akan menimbulkan bahaya pada pergeseran serat kayu disebut tegangan geser yang diizinkan , dengan notasi τ ( kg / cm2 ) .


(34)

P

Tertekan

Tertarik

Garis Netral

d. Keteguhan Lentur Statis (Static Bending Strength)

Keteguhan lentur adalah kekuatan kayu untuk menahan gaya-gaya yang berusaha melengkungkan kayu. Pada balok sederhana yang dikenai beban maka bagian bawah akan mengalami bagian tarik dan bagian atas mengalami tegangan tekan maksimal (Gambar 2.5). Dari pengujian keteguhan lentur diperoleh nilai keteguhan kayu pada batas proporsi dan keteguhan kayu maksimum. Dibawah batas proporsi terdapat hubungan garis lurus antara besarnya tegangan dan regangan, dimana nilai perbandingan antara tegangan dan regangan ini disebut modulus elastisitas (MOE). Akibat tegangan tarik yang melampaui batas kemampuan kayu maka akan terjadi regangan yang cukup berbahaya

Gambar 2.5 Batang Kayu Menerima Beban Lengkung

II.2.3 Tegangan Bahan Kayu

Istilah kekuatan atau tegangan pada bahan seperti kayu adalah kemampuan bahan untuk mendukung beban luar atau beban yang berusaha merubah bentuk dan ukuran bahan tersebut. Akibat beban luar yang bekerja ini menyebabkan timbulnya gaya-gaya dalam pada bahan yang berusaha menahan perubahan ukuran dan bentuk bahan. Gaya dalam ini disebut dengan tegangan yang dinyatakan dalam Pound/ft2. Dibeberapa negara satuan tegangan ini mengacu ke


(35)

sistem Internasional ( SI ) yaitu N/mm2. Perubahan ukuran atau bentuk ini dikenal sebagai deformasi atau regangan. Jika tegangan yang bekerja kecil maka regangan atau deformasi yang terjadi juga kecil dan jika tegangan yang bekerja besar maka deformasi yang terjadi juga besar. Jika kemudian tegangan dihilangkan maka bahan akan kembali kebentuk semula. Kemampuan bahan untuk kembali kebentuk semula tergantung pada besar sifat elastisitasnya.

Jika tegangan yang diberikan melebihi daya dukung serat maka serat-serat akan putus dan terjadi kegagalan atau keruntuhan. Deformasi sebanding dengan besarnya beban yang bekerja sampai pada satu titik. Titik ini adalah Limit Proporsional. Setelah melewati titik ini besarnya deformasi akan bertambah lebih cepat dari besarnya beban yang diberikan.

Hubungan antara beban dan deformasi ditunjukkan pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Hubungan beban tekan dengan deformasi untuk tarikan dan tekanan

Kayu memiliki beberapa tegangan, pada satu jenis tegangan nilainya besar dan untuk jenis tegangan yang lain nilainya kecil. Sebagai contoh tegangan tekan cenderung memperpendek kayu sedangkan tegangan tarik akan memperpanjang


(36)

terjadi secara bersamaan meski salah satu jenis tegangan lebih mendominasi. Kemampuan untuk melentur bebas dan kembali ke bentuk semula tergantung kepada elastisitas, dan kemampuan untuk menahan terjadinya perubahan bentuk disebut dengan kekakuan.

Modulus elastisitas adalah ukuran hubungan antara tegangan dan regangan dalam limit proporsional yang memberikan angka umum untuk menyatakan kekakuan atau elastis suatu bahan. Semakin besar modulus elastisitas kayu, maka kayu tersebut semakin kaku.

Dalam mencari karakteristik kekuatan kayu ada dua cara yang dapat dilakukan. Pertama, dengan pengujian langsung di lapangan. Kedua, dengan penelitian. Karena pelaksanaan pengujian di lapangan memerlukan biaya yang besar maka pengujian dengan penelitian merupakan alternatif pemilihan.

Pada penelitian ada dua jenis pengujian yang dapat dilakukan. Pengujian dengan menggunakan sampel kecil dan pengujian kayu sebagai struktural. Pengujian dengan menggunakan sampel penting untuk tujuan komparatif, yang memberikan indikasi bahwa sifat-sifat kekuatan setiap jenis-jenis kayu berbeda. Karena pengujian dirancang untuk menghindari pengaruh kerusakan lain sehingga hasilnya tidak menunjukkan beban aktual yang mampu diterima dan faktor yang harus digunakan untuk mendapatkan tegangan kerja yang aman.

Pengujian kayu dengan bentuk struktural lebih mendekati kondisi penggunaan yang sebenarnya. Secara khusus dianggap penting karena dapat mengamati kerusakan seperti pecah-pecah. Kelemahan pada pengujian ini adalah memerlukan biaya yang besar dan pekerjaannya sulit karena membutuhkan kayu dalam jumlah yang besar dan butuh waktu yang lebih lama. Selain itu, faktor


(37)

pemilihan bahan dalam ukuran yang besar dengan kualitas yang seragam menjadi sangat penting dibandingkan dengan pemilihan sampel dalam ukuran kecil. Pengujian dengan menggunakan sampel kecil telah memiliki standar pengujian. Karena sifat kekuatan kayu sangat dipengaruhi oleh kandungan air, pengujian dapat dilakukan dalam kondisi terpisah. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan material kayu yang memiliki kandungan standar. Pengujian dilakukan pada bahan kering udara dengan kadar air yang diketahui dan angka-angka kekuatan tersebut dikoreksi terhadap kandungan air standar. Ketelitian dibutuhkan untuk mengeliminasi faktor-faktor yang dapat membuat variasi sifat kekuatan. Pengujian dengan sampel kecil dari jenis-jenis kayu yang berbeda-beda kini telah dilakukan, dan banyak batasan data yang diperoleh. Angka-angka yang diterbitkan untuk kayu yang berbeda-beda dapat dibandingkan dengan metode pengujian yang telah distandarkan. Angka-angka ini sendiri dapat dipakai dalam memperhitungkan tegangan kerja karena faktor koreksi telah diperhitungkan.

Nilai tegangan diperoleh dari besarnya beban per luas penampang yang dibebani, dinyatakan dalam N/mm², atau:

�������� (�) = �����

���� ���������= �

� (2.1)

Dan regangan didefinisikan sebagai deformasi per ukuran semula yaitu: ��������(Ɛ) =��������ℎ���������

�����������−���� = ��

� (2.2)

Secara teoritis, semakin ringan kayu maka semakin kurang kekuatannya, demikian juga sebaliknya. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kayu-kayu yang berat sekali juga kuat sekali. Kekuatan, kekerasan dan sifat teknik lainnya adalah berbanding lurus dengan berat jenisnya. Tentunya hal ini tidak terlalu sesuai,


(38)

II.2.4 Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Mekanis

Pemilihan secara mekanis untuk mendapatkan modulus elastisitas lentur harus dilakukan dengan mengikuti standar pemilahan mekanis yang baku. Berdasarkan modulus elastis lentur yang diperoleh secara mekanis, kuat acuan lainnya dapat diambil mengikuti tabel 2.1. Kuat acuan yang berbeda dengan tabel 2.1 dapat digunakan apabila ada pembuktian secara eksperimental yang mengikuti standar-standar eksperimen yang baku.

Tabel 2.1 Nilai kuat acuan (MPa) berdasarkan pemilahan secara mekanis pada kadar air 15% (berdasarkan PKKI NI - 5 2002)

Kode

mutu Ew Fb Ft// Fc// Fv Fc┴

E26 E25 E24 E23 E22 E21 E20 E19 E18 E17 E16 E15 E14 E13 E12 E11 E10 25000 24000 23000 22000 21000 20000 19000 18000 17000 16000 15000 14000 13000 14000 13000 12000 11000 66 62 59 56 54 56 47 44 42 38 35 32 30 27 23 20 18 60 58 56 53 50 47 44 42 39 36 33 31 28 25 22 19 17 46 45 45 43 41 40 39 37 35 34 33 31 30 28 27 25 24 6,6 6,5 6,4 6,2 6,1 5,9 5,8 5,6 5,4 5,4 5,2 5,1 4,9 4,8 4,6 4,5 4,3 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 11 10 9


(39)

Dimana : Ew = Modulus elastis lentur Fb = Kuat lentur

Ft// = Kuat tarik sejajar serat Fc// = Kuat tekan sejajar serat Fv = Kuat Geser

Fc┴ = Kuat tekan tegak lurus

Faktor-faktor koreksi digunakan untuk menghitung nilai tahanan terkoreksi. Nilai faktor koreksi yang digunakan dalam menghitung nilai tahanan terkoreksi adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Faktor koreksi layan basah, CM

f

b

f

t

f

v

f

c﬩

f

c//

E

Balok kayu 0,85 1,00 0,97 0,67 0,80 0,90 Balok kayu besar (125x125

mm atau lebih besar) 1,00 1,00 1,00 0,67 0,93 1,00

Lantai papan kayu 0,85 - - 0,67 - 0,90

Glulam (kayu laminasi

struktural) 0,80 0,80 0,67 0,53 0,73 0,83

Tabel 2.3 Faktor koreksi temperature, Ct Kondisi

Acuan

Kadar air pada masa layan

Ct T ≤ 38oC 38

o

C < T ≤ 52oC

52oC < T ≤ 65oC

f

t

, E

Basah atau kering 1,0 0,9 0,9

f

b,

f

c,

f

v

Kering 1,0 0,8 0,7


(40)

II.2.5 Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Visual

Pemilahan secara visual harus mengikuti standar pemilahan secara visual yang baku. Apabila pemeriksaan visual dilakukan berdasarkan atas pengukuran berat jenis, maka kuat acuan untuk kayu berserat lurus tanpa cacat dapat dihitung dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Kerapatan ρ pada kondisi basah (berat dan volume diukur pada kondisi basah, tetapi kadar airnya lebih kecil dari 30 %) dihitung dengan mengikuti prosedur baku. Gunakan satuan kg/m³ untuk ρ.

b. Kadar air, m % (m < 30), diukur dengan prosedur baku. c. Hitung berat jenis pada m % ( G) dengan rumus :

��= ρ

�1000(1+100�)� (2.3)

d. Hitung berat jenis dasar (Gb) dengan rumus : �� = ��

[1+0,265a��] ������ ; � =

(30−�)

30 (2.4)

e. Hitung berat jenis pada kadar air 15 % (G15) dengan rumus : (G15) = Gb

[1+0,133 Gb] (2.5)

f. Hitung estimasi kuat acuan, dengan modulus elastisitas lentur

(Ew) = 16500 G0.7 (2.6)

dimana G = Berat jenis kayu pada kadar air 15 % = G15.

Untuk kayu dengan serat tidak lurus dan/atau mempunyai cacat kayu, estimasi nilai modulus elastis lentur acuan pada point f harus direduksi dengan mengikuti ketentuan pada SNI (Standar Nasional Indonesia) 03-3527-1994 UDC (Universal Decimal Classification) 691.11 tentang “Mutu Kayu Bangunan“ yaitu dengan


(41)

mengalikan estimasi nilai modulus elastis lentur acuan dari Tabel 2.1 tersebut dengan nilai rasio tahanan yang ada pada Tabel 2.4 yang bergantung pada kelas mutu kayu . Kelas mutu kayu ditetapkan dengan mengacu pada Tabel 2.3.

Tabel 2.4 Nilai Rasio Tahanan

Kelas mutu Nilai rasio

tahanan A B C 0.80 0.63 0.50

Tabel 2.5 Cacat Maksimum Untuk Setiap Kelas Mutu Kayu

Macam Cacat Kelas Mutu A Kelas Mutu B Kelas Mutu C Mata Kayu:

Pada arah lebar Pada arah sempit

1/6 lebar kayu 1/8 lebar kayu

¼ lebar kayu 1/6 lebar kayu

½ lebar kayu ¼ lebat kayu Retak 1/5 tebal kayu 1/6 tebal kayu ¼ tebal Pinggul 1/10 tebal atau

lebar kayu

1/6 tebal atau lebar kayu

¼ tebal atau lebar kayu

Arah serat 1 : 13 1 : 9 1 : 6

Saluran Damar

1/5 tebal kayu eksudasi tidak diperkenan

2/5 tebal kayu ½ tebal kayu

Gubal Diperkenankan Diperkenankan Diperkenankan

Lubang serangga

Diperkenankan asal terpencar dan

ukuran dibatasai dan tidak ada

tanda-tanda serangga hidup

Diperkenankan asal terpencar dan

ukuran dibatasai dan tidak ada

tanda-tanda serangga hidup

Diperkenankan asal terpencar dan

ukuran dibatasai dan tidak ada

tanda-tanda serangga hidup Cacat lain (lapuk,


(42)

II.2.6 Kayu Panggoh

Pada eksperimen ini kayu yang akan digunakan sebagai kolom ganda adalah kayu panggoh yang berasal dari tanaman aren (Arenga Pinnata). Kayu panggoh yang digunakan dalam eksperimen ini diambil dari tanaman aren yang berumur tua ± 20 tahun. Kayu panggoh terdapat dibagian luar batang tanaman aren yang merupakan kayu keras, kuat dan mengkilat. Dari sekitar 50 cm diameter batang aren, bagian pinggir yang keras hanya setebal 5 – 7 cm. Makin keatas, ketebalan kayu panggoh makin berkurang. Kayu panggoh berwarna hitam dan memiliki sifat tahan air, sehingga umumnya produk dengan bahan kayu panggoh lebih tahan lama. Kayu panggoh memiliki serat yang hampir mirip dengan kayu kelapa.

Gambar 2.7 Kayu Panggoh II.3 Teori Euler

Teori tekuk kolom yang pertama kali dikemukakan oleh Leonheardt Euler pada tahun 1759 adalah kolom dengan beban konsentris yang semula lurus dan semua seratnya tetap elastis sehingga tekuk akan mengalami lengkungan yang kecil seperti gambar II.7. Euler hanya menyelideki batang yang dijepit di salah satu ujung dengan tumpuan sederhana (simply supported) di ujung lainnya, logika


(43)

yang sama dapat diterapkan pada kolom berujung sendi, yang tidak memiliki pengekang rotasi dan merupakan batang dengan kekuatan tekuk terkecil.

P P

z

Gambar 2.8 Kolom Euler

Pada titik sejauh x, momen lentur Mx (terhadap sumbu x) pada kolom yang sedikit

melentur adalah :

Mx = P x y (2.7)

Dan karena,

�2�

��2

=

��

�� (2.8)

Persamaan di atas menjadi :

�2�

��2

+

���

�� = 0. (2.9)

Bila k2 = P/EI akan diperoleh

�2�

��2

+

k

2

y = 0

(2.10)

Penyelesaian persamaan diferensial ber-ordo 2 ini dapat dinyatakan sebagai :

y = A sin kx + B cos kx (2.11)

Dengan menerapkan syarat batas

a. y = 0 pada x = 0; diperoleh 0 = A sin 0 + B cos 0 didapat harga B = 0 b. y = 0 pada x = L; karena harga A tidak mungkin nol, maka diperoleh

Posisi sedikit melengkung L


(44)

A sin kL = 0 (2.12) Harga kL yang memenuhi ialah kL = 0, π, 2π, 3π, … nπ

Dengan kata lain, persamaan 2.11 dapat dipenuhi oleh tiga keadaan : 1. Konstanta A = 0, tidak ada lendutan.

2. kL = 0, tidak ada beban luar.

3. kL = π, syarat terjadinya tekuk, dan karena k2 = �

�� maka π = L

� �� . Apabila kedua ruas dikuadratkan π2 = L2 �

�� maka diperoleh : Pkritis = Peuler = Pcr =

��

�� (2.13)

Ragam tekuk dasar pertama, yaitu lendutan dengan lengkung tunggal ( y = A sin x dari pers.2.11), akan terjadi bila kL = π ; dengan demikian beban kritis Euler untuk kolom yang bersendi pada kedua ujungnya dimana L adalah panjang tekuk yang dinotasikan Lk adalah

cr =�

��

� (2.14)


(45)

Dari grafik dapat dilihat bahwa sampai beban Euler dicapai, kolom harus tetap lurus. Pada beban Euler ada percabangan kesetimbangan yaitu kolom dapat tetap lurus atau dapat dianggap berubah bentuk dengan amplitude tidak tentu. Kelakuan ini menunjukkan bahwa keadaan kesetimbangan pada saat beban Euler merupakan transisi dari kesetimbangan stabil dan tidak stabil.

II.4 Batas Berlakunya Persamaan Euler

Untuk mengetahui batas berlakunya persamaan Euler, harus dilihat hubungan antara tegangan kritis dengan kelangsingan kolom yang dinotasikan dengan ( λ ).

Dari persamaan 2.14 apabila kedua ruas dibagi dengan luas penampang, maka diperoleh :

� � =

�2��

��2� (2.15)

Karena i2 = �

�maka diperoleh : �

=

�2�

��� �2 ; dimana ��

� adalah kelangsingan (λ) maka diperoleh :

σ = �22� (2.16)

Persamaan euler ini berlaku apabila nilai tekuk dari suatu benda uji berada diantara 100 sampai 150.

II.5 Kolom


(46)

memikul beban dari balok serta rangka atap. Defenisi kolom lainnya brdasarkan SK SNI T-15-1991-03 adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil.

Kolom adalah suatu elemen struktur yang mendapat beban aksial tekan (compress) pada ujung-ujungnya dan tidak ada beban transversal. Sehingga kolom tidak mengalami lentur secara langsung (tidak ada beban tegak lurus terhadap sumbunya). Pada kolom, beban aksial yang diterima sangat dominan sehingga keruntuhan yang terjadi berupa keruntuhan tekan.

Kolom berfungsi sangat penting, agar bangunan tidak mudah roboh. Beban sebuah bangunan dimulai dari atap. Beban atap akan meneruskan beban yang diterimanya ke kolom. Seluruh beban yang diterima kolom didistribusikan ke permukaan tanah di bawahnya. Kesimpulannya, sebuah bangunan akan aman dari kerusakan bila besar dan jenis pondasinya sesuai dengan perhitungan. Namun, kondisi tanah pun harus benar-benar sudah mampu menerima beban dari pondasi. Batang tekan yang panjang akan runtuh akibat tekuk elastis, dan batang tekan yang pendek dapat dibebani sampai bahan meleleh atau bahkan sampai daerah pengerasan regangan (strain hardening). Pada keadaan yang umum, kehancuran akibat tekuk terjadi setelah sebagian penampang melintang meleleh. Keadaan ini disebut tekuk in elastis (tidak elastis).

Kolom yang ideal memiliki sifat elastis, lurus dan sempurna jika diberi pembebanan secara konsentris. Kolom dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan susunan tulangannya, posisi beban pada penampangnya, dan panjang kolom.


(47)

II.5.1 Prinsip Desain Kolom

Elemen struktur kolom yang memiliki nilai perbandingan antara panjang dan dimensi penampang melintang yang relatif kecil disebut kolom pendek. Kemampuan kolom pendek memikul beban tidak tergantung pada panjang kolom dan jika mengalami beban berlebihan, kolom pendek pada umumnya akan gagal karena hancurnya material. Dengan demikian kemampuan pikul beban batas tergantung pada kekuatan material yang digunakan. Semakin panjang suatu elemen tekan, menyebabkan perubahan proporsi relatif elemen hingga mencapai keadaan yang disebut elemen langsing. Perilaku elemen langsing berbeda dengan elemen tekan pendek.

Perilaku elemen tekan panjang terhadap beban tekan adalah apabila bebannya kecil, elemen masih dapat mempertahankan bentuk liniernya, begitu pula apabila bebannya bertambah. Pada saat beban mencapai nilai tertentu, elemen tersebut tiba-tiba tidak stabil, dan berubah bentuk.


(48)

Hal inilah yang dibuat fenomena tekuk (buckling) apabila suatu elemen struktur kolom telah menekuk, maka kolom tersebut tidak mempunyai kemampuan lagi untuk menerima beban tambahan. Jika sedikit saja ditambahkan beban akan menyebabkan elemen struktur tersebut runtuh. Dengan demikian, kemampuan atau kapasitas pikul beban untuk elemen struktur kolom itu adalah besar beban yang menyebabkan kolom tersebut mengalami tekuk awal. Struktur yang sudah mengalami tekuk tidak akan mempunyai kemampuan layan lagi.

Apabila suatu elemen struktur kolom mulai tidak stabil, seperti halnya mengalami beban tekuk, maka elemen tersebut tidak dapat memberikan gaya tahanan internal lagi untuk mempertahankan bentuk liniernya. Gaya tahanannya lebih kecil daripada beban tekuk. Kolom yang tepat berada dalam kondisi mengalami beban tekuk sama saja dengan sistem yang berada dalam kondisi keseimbangan netral. Sistem dalam kondisi demikian mempunyai kecenderungan mempertahankan konfigurasi semula.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi beban tekuk (Pcr) pada suatu elemen struktur tekan panjang. Faktor-faktornya adalah sebagai berikut:

a. Panjang Kolom

Pada umumnya kapasitas pikul beban kolom berbanding terbalik dengan kuadrat panjang ekemennya. Disamping itu, faktor lain yang menentukan besar beban tekuk adalah karakteristik kekuan elemen struktur (jenis material, bentuk, dan ukuran penampang).


(49)

b. Kekakuan

Kekauan elemen struktur dipengaruhi oleh banyaknya material dan distribusinya. Bentuk berpenampang simetris (misalnya bujursangkar atau lingkaran) tidak mempunyai arah tekuk khusus seperti penampang segiempat. Ukuran distribusi material (bentuk dan ukuran penampang) dalam hal ini pada umumnya dapat dinyatakan dengan momen inersia (I).

c. Kondisi ujung elemen struktur

Apabila ujung-ujung kolom bebas berotasi, kolom tersebut mempunyai kemampuan pikul beban lebih kecil dibandingkan dengan kolom sama yang ujung-ujungnya dijepit. Adanya tahanan ujung menambah kekakuan sehingga juga meningkatkan kestabilan yang mencegah tekuk. Mengekang dengan menggunakan bracing pada suatu kolom di suatu arah juga meningkatkan kekakuan.

II.5.2 Pembagian Kolom

Berdasarkan bentuk dan susunan tulangannya kolom dibagi menjadi : Gambar 2.11 Jenis kolom berdasarkan bentuk dan susunan


(50)

• Kolom segiempat atau bujursangkar dengan tulangan memanjang dan sengkang.

• Kolom bundar dengan tulangan memanjang dan tulangan lateral berupa sengkang atau spiral.

• Kolom komposit yaitu kolom yang bahan – bahannya terdiri dari dua jenis material yang berbeda sifatnya, yang disatukan sedemikian rupa untuk mendapatkan kekuatan yang lebih baik.

Berdasarkan posisi beban pada penampangnya kolom dibagi menjadi :

• Kolom yang mengalami beban sentris (gambar 2.12.a) berarti tidak mengalami lentur.

• Kolom dengan beban eksentrisitas (gambar 2.13.b) mengalami momen lentur selain gaya aksial. Momen ini dapat dikonversikan menjadi suatu beban P dengan eksentrisitas e.

1) Berdasarkan panjang kolom dalam hubungannya dengan dimensi lateralnya kolom diklasifikasikan menjadi :

(b) (a)

P

e

P

Gambar 2.12 Jenis kolom berdasarkan posisi pada penampang e


(51)

• Kolom pendek adalah kolom yang nilai perbandingan antara panjangnya dengan dimensi penampang melintang relatif kecil. Jenis kolom ini tidak tergantung pada panjangnya dan apabila mengalami beban berlebihan akan mengalami kegagalan karena hancurnya material. Hal ini berarti, kolom pendek tidak mengalami bahaya tekuk. Oleh karena itu, kapasitas pikul-beban batas kolom ini tergantung pada kekuatan material yang digunakan.

• Kolom panjang yaitu jika ketinggian dari kolom lebih besar dari tiga kali dimensi lateralnya (panjang/lebar). Jenis kolom ini akan mengalami kegagalan akibat tekuk dan ketinggiannya atau panjangnya turut mempengaruhi kapasitas pikul-beban. Perilaku kolom panjang terhadap beban tekan diilustrasikan pada gambar 2.15a. Apabila bebannya kecil, kolom masih dapat mempertahankan bentuk linearnya, begitu pula jika bebannya bertambah. Hingga pada saat beban yang diterima terus bertambah mencapai taraf tertentu, kolom tersebut tiba-tiba berubah bentuk seperti pada gambar 2.15b. Inilah yang disebut dengan fenomena tekuk (buckling). Apabila suatu kolom telah menekuk, maka kolom tersebut tidak akan mampu lagi menerima beban tambahan sehingga sedikit saja penambahan beban akan dapat menyebabkan kolom tersebut runtuh/hancur seperti gambar 2.15c. Dengan demikian, kapasitas pikul bebannya adalah besar beban yang menyebabkan kolom tersebut mengalami tekuk awal. Keruntuhan kolom dapat terjadi apabila tulangannya leleh karena tarik atau terjadinya kehancuran pada beton yang tertekan. Selain itu, kolom juga dapat mengalami keruntuhan apabila terjadi ketidakstabilan lateral, yakni terjadi


(52)

ketidakstabilan suatu elemen struktur yang dipengaruhi oleh aksi beban yaitu beban tekuk. Beban tekuk adalah beban yang dapat menyebabakan suatu kolom menekuk, beban ini disebut juga beban kritis (Pcr).

Banyak faktor yang mempengaruhi beban tekuk (beban kritis) suatu kolom panjang dimana panjang kolom merupakan salah satu faktor penting. Pada umumnya kapasitas pikul-beban kolom berbanding terbalik dengan kuadrat panjang elemen. Faktor lain yang juga mempengaruhi besar beban tekuk adalah karakteristik kekakuan elemen struktur (jenis material dan bentuk serta ukuran penampang). Suatu elemen yang mempunyai kekakuan kecil lebih mudah mengalami tekuk dibandingkan dengan elemen berkekakuan besar. Semakin panjang suatu elemen struktur maka kekakuannya semakin kecil.

Kekakuan elemen struktur juga berkaitan dengan banyaknya dan distribusi material yang ada dan sifat material. Ukuran distribusi ini pada umumnya dapat dinyatakan dengan momen inersia I yang menggabungkan banyak material yang ada dengan distribusinya. Sedangkan ukuran untuk sifat material adalah modulus elastisitas E. Semakin tinggi nilai E, semakin tinggi pula kekakuannya. Hal ini berarti semakin besar pula tahanan kolom yang terbuat dari material itu untuk mencegah tekuk.

Faktor lain yang turut mempengaruhi besarnya beban tekuk adalah kondisi ujung elemen struktur. Suatu kolom dengan ujung-ujung bebas berotasi mempunyai kemampuan pikul-beban lebih kecil dibandingkan dengan kolom sama yang ujung-ujungnya dijepit. Adanya tahanan ujung menambah kekakuan sehingga juga meningkatkan kestabilannya dalam mencegah tekuk. Berikut ini


(53)

adalah keterkaitan besarnya beban tekuk dengan berbagai kondisi ujung elemen struktur.

Gambar 2.13 Berbagai kondisi ujung kolom

Fenomena tekuk yang terjadi pada kolom panjang telah diamati oleh beberapa ilmuwan salah satunya adalah Leonheardt Euler yang dikenal dengan teori tekuk euler.

II.5.3 Kelangsingan Kolom

Kelangsingan kolom adalah perbandingan antara panjang efektif kolom pada arah yang ditinjau terhadap jari-jari girasi penampang kolom pada arah itu, atau:

Kelangsingan, λ= (r = ix / iy)


(54)

�= �� (2.17)

� =��

� (2.18)

�� = �

12 � ℎ3 (2.19)

��= �

12 ℎ�3 (2.20)

� =��ℎ (2.21)

�� =�2��

� =� �ℎ2

12 = 0.289 ℎ (2.22)

��= �2��

2� = � ��2

12 = 0.289 � (2.23)

Jika b<h dan Iy<Ix, maka Y adalah sumbu lemah. Untuk mengimbangi ix=iy maka digunakan kolom ganda

�� =�22��� =��12ℎ2 = 0.289 ℎ ��= 2 �

12 ℎ�3+ 2 b h (0.5 �)2 (2.24)

��= ���

� = � 13

12 �2 = 0.8165 b (2.25)

Sambungan kayu dengan menggunakan baut direncanakan untuk memperbesar dimensi bahan kosntruksi kolom karena tidak semua dimensi kolom kayu bisa diperoleh dengan kayu murni tanpa sambungan sehingga diperlukan adanya sambungan untuk memperbesar dimensi kolom tersebut. Tekuk murni akibat beban aksial sesungguhnya hanya terjadi bila anggapan-anggapan di bawah ini berlaku :


(55)

1) Sifat tegangan-tegangan tekan sama di seluruh titik pada penampang. 2) Kolom lurus sempurna dan prismatic.

3) Resultante beban bekerja melalui sumbu pusat batang sampai batang mulai melentur.

4) Kondisi ujung harus statis tertentu sehingga panjang antara sendi-sendi ekivalen dapat ditentukan.

5) Teori lendutan yang kecil seperti pada lenturan yang umum berlaku dan gaya geser dapat diabaikan.

6) Puntiran atau distorsi penampang melintang tidak terjadi selama melentur. Kolom biasanya merupakan satu kesatuan dengan struktur dan pada hakekatnya tidak dapat berlaku secara bebas (independent). Dalam prakteknya, tekuk diartikan sebagai perbatasan antara lendutan stabil dan tak stabil pada batang tekan, bukan kondisi sesaat yang terjadi pada batang langsing elastis yang diisolir.

Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, penentuan beban batas tidak selaras dengan hasil percobaan. Hasil percobaan mencakup pengaruh bengkokan awal pada batang eksentrisitas beban yang tak terduga, tekuk setempat atau lateral dan tegangan sisa.

Kurva tipikal dari beban batas hasil pengamatan dapat diperlihatkan pada gambar 2.14. Oleh karena itu, rumus perencanaan didasarkan pada hasil empiris ini. Secara umum, tekuk elastis Euler menentukan kekuatan batang dengan angka kelangsingan yang besar, dan tegangan leleh digunakan untuk kolom yang


(56)

σ

� �

=

��

��

σ

1

Jangkauan hasil percobaan

Gambar 2.14 Jangkauan Kekuatan Kolom yang Umum Terhadap Angka Kelangsingan

II.5.4 Stabilitas Struktur Kolom

Masalah kesetimbangan erat kaitannya dengan stabilitas suatu struktur batang. Konsep dari stabilitas sering diterangkan dengan menggangap kesetimbangan dari bola pejal dalam beberapa posisi yaitu :

II.5.4.1 Kesetimbangan stabil


(57)

Bola berada pada permukaan yang cekung, apabila diberi gangguan kecil bola akan kembali ke posisi semula setelah berisolasi beberapa kali. Pada batang diberi muatan P, dari samping diberikan F yang menekan batang, maka akan terjadi lendutan. Bila gaya F dihilangkan, lenturan hilang dan batang kembali lurus. Keadaan kesetimbangan ini disebut kesetimbangan stabil (stable equilibrium)

II.5.4.2 Kesetimbangan Netral

Gambar 2.15b kesetimbangan netral

Apabila bola berada pada permukaan yang datar, apabila diberi gangguan kecil maka gangguan kecil ini tidak akan merubah gaya-gaya kesetimbangan maupun energi potensial bola. Batang diberi muatan P yang lebih besar dari P pada kesetimbangan stabil. Dari samping ditekan F maka terjadi lendutan, walaupun F dihilangkan tetapi lenturan masih tetap ada. Dimana P = Pcr. Keadaan kesetimbangan ini disebut keadaan kesetimbangan netral (precarious equilibrium).


(58)

II.5.4.3 Kesetimbangan tidak stabil

Gambar 2.15c Kesetimbangan tidak stabil

Bila bola berada pada permukaan yang cembung, diberikan gangguan kecil maka akan terjadi pergeseran mendadak. Batang ditekan dengan P yang lebih besar dari Pcr. Dari samping ditekan dengan F, maka terjadi lendutan.

Gangguan kecil akan cenderung tumbuh menjadi deformasi yang berlebihan sehingga akan patah. Kesetimbangan ini disebut dengan kesetimbangan tidak stabil (Unstable equilibrium).

II.6 Komponen Struktur Tertekan

Kolom ganda adalah gabungan dua buah kolom, dimana antara kolom yang satu dengan kolom yang lain dirangkai sedemikian rupa sehingga membentuk satu kesatuan. Untuk membentuk kolom ganda diperlukan penghubung yang berupa pelat kopel. Hubungan kolom dengan penghubungnya dapat dilaksanakan dengan baut, paku keling, atau las (pada baja).


(59)

A, Ixx, dan Iyy merupakan data untuk kolom tunggal. Pada penggabungan dua kolom tunggal, maka nilai-nilai tersebut tidak berlaku lagi. Nilai karakteristik profil ganda didapat dengan rumus berikut :

���� = 2� (2.26)

�� ��� = 2�� (2.27)

����� = 2���+ � (12�)2� (2.28)

Dengan a = jarak diantara dua kolom

Komponen struktur tekan bila menerima beban yang besar sehingga kolom tunggal tidak mencukupi, maka kolom dapat disusun dari dua atau lebih kolom, yang disatukan dengan menggunakan pelat kopel, membentuk kolom tersusun.

Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 9.3, komponen struktur tersusun dari beberapa elemen yang disatukan pada seluruh panjangnya dapat dihitung sebagai komponen struktur tunggal. Sedangkan komponen struktur tersusun dari beberapa elemen yang dihubungkan pada tempat-tempat tertentu, menggunakan pelat kopel baja, kekuatannya dihitung terhadap sumbu bahan dan sumbu bebas bahan. Analisa kekuatannya harus dihitung terhadap sumbu bahan dan sumbu bebas bahan. Sumbu bahan adalah sumbu yang memotong semua elemen komponen struktur tersebut, sedangkan sumbu bebas bahan adalah sumbu yang sama sekali tidak, atau hanya memotong sebagian dari elemen komponen struktur tersebut. Analisis dilakukan sebagai berikut :


(60)

Dan pada arah sumbu bebas bahan harus dihitung kelangsingan ideal λiy:

��� =���2 + �

2 ��

2 (2.30)

Dan �� =�

.�

�� �����= ��

���� (2.31)

Syarat penggunaan rumus di atas adalah: a. Sebagai kopel dipakai pelat baja

b. Pelat kopel baja dipasang pada jarak sama

c. Hubungan pelat kopel baja dengan kolom adalah kaku, disambung dengan las (pada baja) atau baut pas

d. Pelat kopel baja harus cukup kaku

pelat kopel yang digunakan harus cukup kaku sehingga memenuhi persamaan :

�� � ≥ 10

��

�� (2.32)

�� = 2 121 �ℎ3 (2.33)

Selain ketentuan tersebutdi atas, untuk menjaga kestabilan elemen-elemen penampang komponen struktur tersusun, maka batasan-batasan kestabilan komponen struktur adalah :

�� ≥ 1,2 �� (2.34)

��� ≥ 1,2 �� (2.35)


(61)

II.7 Pelat Kopel Baja

Kolom majemuk dihubungkan / disatukan pada tempat-tempat tertentu dengan pelat kopel baja atau terali kisi sehingga dinamakan kolom majemuk. Apabila beberapa kolom tunggal disatukan dengan pelat penghubung dari pangkal kolom sampai ujung kolom, maka kolom tadi bukanlah kolom majemuk, tapi kolom tersusun.

Berarti : pelat kopel baja adalah pelat pengikat kolom untuk kolom majemuk yang dibuat pada jarak tertentu sepanjang kolom tersebut sehingga kolom majemuk tersebut menjadi satu kesatuan dalam memikul gaya tekan.

Jarak titik berat ke titik berat masing-masing plat koppel baja sepanjang kolom dinamakan panjang satu medan. Dengan demikian pada panjang satu medan, kolom majemuk tadi bekerja sendiri-sendiri memikul gaya tekan dengan panjang tekuk = panjang satu medan.

Apabila panjang tekuk tersusun = lk dan panjang tekuk kolom tunggal tadi

= ll = lk / n, dimana n = jumlah medan, maka dengan menghitung gaya tekan

kolom majemuk sepanjang lk sama dengan gaya tekuk kolom tunggal ( kali jumlah

kolom) sepanjang satu medan (= ll ), maka jumlah medan ekonomis dapat

ditentukan.

Gaya tekan N akan menimbulkan lenturan andaikan plat koppel baja tidak ada dan kolom majemuk tadi akan collaps / gagal / runtuh. Dengan adanya plat koppel baja maka lanturan tadi tidak akan terjadi, paling sedikit jadi berkurang. Lenturan tadi akan menimbulkan gaya lintang pada pelat kopel baja dan ternyata


(62)

Secara teoritis tidak perlu ada pelat kopel baja pada tengah kolom, dengan demikian diusahakan / direncanakan bahwa jumlah medan adalah ganjil → jumlah plat koppel baja selalu genap.

Akibat lenturan tersebut timbul D = gaya lintang. Gaya lintang ini akan menimbulkan gaya geser diantara profil majemuk, dimana gaya geser ini bekerja pada sumbu kolom majemuk, sebagai berikut :

����= �����1 .�1 (2.37)

Dimana

Lmax = gaya geser maksimum yang bekerja pada sumbu kolom majemuk

Dmax = gaya lintang maksimum

I1 = panjang satu medan

= jarak pelat kopel baja ke pelat kopel berikutnya pada sumbu sejajar kolom majemuk

S1 =statis momen kolom tunggal terhadap sumbu kolom tersusun = �1.�/2

A1 = luas kolom tunggal

b = jarak masing-masing kolom tunggal terhadap sumbu masing-masing Iy = momen inersia kolom majemuk terhadap sumbu y

�� = 2 �1 (�2)2+ 2 ��� (2.38)

Karena harga Iyo ≪dari 2 �1 (�2)2 maka sebagai pendekatan dapat diambil :

�� = 2 �1 (�2)2 = 2 �1 .�2.�2 (2.39) Maka

����= �����1 . �1

2 2�1 .�2.�2 =

�����1


(63)

����= ���� �1 (2.42) Dimana b = jarak titik berat masing-masing kolom.

II.8 Gaya Geser ( D )

Gaya geser D timbul akibat adanya kelengkungan batang sebagai hasil dari gaya tekan N. Dari mekanika dapat ditulis hubungan antara D dan N adalah :

� = �sin� (2.43)

Gambar 2.16 Kelengkungan Batang Akibat Gaya Tekan Rumus di atas akhirnya didekati dengan rumus empirik : � = 4,54 � � 100

�+100�+� � .�

232.221� (2.44)

Dimana N adalah gaya tekan yang dipikul kolom.


(64)

Untuk batang-batang susun umumnya harga kelangsingan terletak pada batas-batas 63-127. Sehingga untuk praktisnya diambil D = 0,02N.

Selanjutnya gaya lintang D dapata dipakai untuk menghitung dimensi pelat kopel dengan rumus sebagai berikut :

Untuk kolom dengan 2 batang tunggal : �=��1 (2.42) Untuk kolom dengan 3 batang tunggal : �=��1

2� (2.43)

Untuk kolom dengan 4 batang tunggal : �′ = 0,5��1 (2.44) �′′ = 0,3��1

� (2.45)

Alasan kenapa jumlah pelat kopel harus genap adalah :

Gambar 2.18 Diagram Gaya Lintang Akibat Normal Tekan Akibat gaya tekan N, batang akan menekuk, besarnya lendutan = y


(65)

f = lendutan maksimum ditengah bentang

�= ���� �� (2.47)

�� �� = �

� � ���

��

(2.48)

�2

��2 =−� �2 �2 ���

��

(2.49)

�3�

��3 =−� �3 �3 ���

��

(2.50)

� = −�� �3�

��3 (2.51)

� = ��3

�3 ����� (2.52)

Untuk x = 0, maka � = ��.��3

�3 (2.53)

Jadi di tengah bentang D = 0 sehingga tidak perlu dipasang pelat kopel baja.

II.9 Sambungan Mekanis Umum

Karena alasan geometrik, pada kayu sering diperlukan sambungan untuk memperpanjang kayu atau menggabungkan beberapa batang kayu. Sambungan merupakan bagian terlemah dari kayu. Kegagalan konstruksi kayu lebih sering disebabkan karena kegagalan sambungan kayu bukan karena material kayu itu sendiri. Kegagalan dapat berupa pecah kayu diantara dua sambungan, alat sambung yang membengkok atau lendutan yang melampaui lendutan izin. Beberapa hal yang menyebabkan rendahnya kekuatan sambungan kayu menurut Awaluddin ( Konstruksi kayu, 2000 ) adalah :

1. Pengurangan luas tampang.

Pemasangan alat sambung sepertu baut, pasak dan gigi menyebabkan luas efektif tampang berkurang sehingga kekuatannya juga menjadi rendah jika


(66)

2. Penyimpangan arah serat

Pada buhul sering terdapat gaya yang sejajar serat pada satu batang tetapi tidak dengan batang kayu yang lain. Karena kekuatan kayu yang tidak sejajar serat lebih kecil maka kekuatan sambungan harus didasarkan pada kekuatan kayu yang terkecil atau tidak sejajar serat.

3. Terbatasnya luas sambungan

Jika alat sambung ditempatkan saling berdekatan pada kayu memikul geser sejajar serat maka kemungkinan pecah kayu sangat besar karena kayu memiliki kuat geser sejajar serat yang kecil. Oleh karena itu penempatan alat sambung harus mengikuti aturan jarak minimal antar alat sambung agar terhindar dari pecahnya kayu. Dengan adanya ketentuan jarak tersebut maka luas efektif sambungan ( luas yang dapat digunakan untuk penempatan alat sambung ) akan berkurang pula.

Dengan kata lain, sambungan yang baik adalah sambungan dengan ciri–ciri sebagai berikut :

1. Pengurangan luas kayu yang digunakan untuk penempatan alat sambung relatif kecil bahkan nol.

2. Memiliki nilai banding antara kuat dukung sambungan dengan kuat ultimit batang yang disambung tinggi.

3. Menunujukkan perilaku pelelehan sebelum mencapai keruntuhan (daktail). 4. Memiliki angka penyebaran panas yang rendah.


(67)

Selain itu beberapa hal yang perlu diperhatikan pada perencanaan sambungan berkaitan dengan rendahnya kekuatan sambungan yaitu :

1. Eksentrisitas sambungan yang menggunakan beberapa alat sambung, maka titk berat kelompok alat sambung harus ditempatkan pada garis kerja gaya agar tidak timbul momen yang dapat menurunkan kekuatan sambungan . 2. Sesaran / Slip

Sesaran yang terjadi pada sambungan kayu terbagi menjadi dua. Sesaran yang pertama adalah sesaran awal yang terjadi akibat adanya lubang kelonggaran yang dipergunakan untuk mempermudah penempatan alat sambung. Selama sesaran awal, alat sambung belum memberikan perlawanan terhadap gaya sambungan yang bekerja. Pada sambungan dengan beberapa alat sambung, kehadiran sesaran awal yang tidak sama diantara alat sambung dapat menurunkan kekuatan sambungan secara keseluruhan. Setelah sesaran awal terlampaui, maka sesaran berikutnya akan disertai oleh gaya perlawanan (tahanan lateral) dari alat sambung. 3. Mata kayu

Adanya mata kayu dapat mengurangi luas tampang kayu sehingga mempengaruhi kekuatan kayu terutama kuat tarik dan kuat tekan sejajar serat.

II.10 Jenis – Jenis Sambungan

Jenis – jenis sambungan dibedakan menjadi sambungan satu irisan (menyambungkan dua batang kayu), dua irisan ( menyambungkan tiga irisan ) dan seterusnya. Selain itu juga ada dikenal jenis sambungan takik. Menurut sifat gaya


(68)

yang bekerja pada sambungan, sambungan dibedakan atas sambungan desak, sambungan tarik dan sambungan momen.

II.11 Alat Sambung Mekanik

Berdasarkan interaksi gaya – gaya yang terjadi pada sambungan, alat sambung mekanik di bagi atas dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok yang kekuatan sambungan berasal dari interaksi antar kuat lentur alat sambung dengan kuat desak atau kuat geser kayu.. Kelompok kedua adalah kelompok alat sambung yang kekuatan sambungannya ditentukan oleh luas bidang dukung kayu yang disambungnya. Yang tergolong kelompok pertama adalah paku dan baut. Sedangkan kelompok kedua adalah pasak kayu Koubler, cincin belah ( split ring ), pelat geser, spike grid, single atau double sided toothed plate dan toothed ring.

Pada tugas akhir ini yang digunakan adalah alat sambung jenis baut. Berikut akan diuraikan dengan jelas dari alat sambung tersebut.

II.11.1 Baut

II.11.1.1 Umum

Alat sambung baut umumnya terbuat dari baja lunak ( mild steel ) dengan kepala berbentuk hexagonal, square, dome atau flat. Diameter baut dipasaran antara 1/4" – 1,25". Pemasangan baut dilakukan dengan cara diputar dengan bantuan sekrup. Untuk kemudahan sebelum pemasangan, terlebih dahulu dibuat lubang penuntun. Lubang penuntuntidak boleh lebih besar dari D+0,8 mm bila D<12,7mm dan D+16 mm bila D≥12,7 mm. Alat sambung baut digunakan pada sambungan dua irisan dengan tebal


(69)

minimum kayu samping adalah 30 mm dan kayu tengah adalah 40 mm dan dilengkapi cincin penutup.

Alat sambung baut difungsikan untuk menahan beban tegak lurus sumbu panjangnya. Kekuatan sambungan baut bergantung pada kuat tumpu kayu, tegangan lentur baut dan angka kelangsingan. Ketika kelangsingan kecil, baut menjadi sangat kaku dan distribusi tegangan terjadi secara merata.

II.11.1.2 Geometri Sambungan Baut

Untuk baut jarak tepi, jarak ujung dan spasi alat pengencang yang diperlukan dalam perhitungan tahanan acuan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.6 Jarak tepi, jarak ujung dan persyaratan spasi sambungan baut BEBAN SEJAJAR

ARAH SERAT KETENTUAN DIMENSI MINIMUM

1. Jarak Tepi ( bopt )

Lm/D < 6 1,5D

Lm/D > 6 Yang terbesar dai 1,5D atau ½ jarak antar baris alat pengencang tegak lurus

2. Jarak ujung ( aopt)

Komponen tarik 7D

Komponen tekan 4D

3. Spasi ( Sopt )

Spasi dalam baris alat

pengencang 4D

4.Jarak antar baris alat pengencang


(70)

1. Jarak Tepi ( bopt )

Tepi yang dibebani 4D

Tepi yang tidak dibebani 1.5D

2. Jarak Ujung 4D

3. Spasi Lihat catatan 3

4. Jarak antar baris alat

pengencang :

Lm/D > 2 2,5 D ( Lihat catatan 3 ) 2 < lm < 6 ( 5 lm + 10 D )/8 ( lihat catatan 3 )

Lm/D > 6 55D ( Lihat catatan 3 )

Catatan :

1. lm adalah panjang baut pada komponen utama pada suatu sambungan atau panjang total baut pada komponen sekunder ( 2 ls ) pada suatu sambungan. 2. Diperlukan spasi yang lebih besar untuk sambungan yang menggunakan

ring.

3. Spasi tegak lurus arah serat antar alat – alat pengencang terluar pada suatu sambungan tidak boleh melebihi 127 mm, kecuali bila digunakan alat penyambung khusus atau biala ada ketentuan mengenai perubahan dimensi kayu. Untuk lebih jelasnya mengenai jarak tepi, jarak ujung, spasi dsalam baris alat pengencang dan jarak baris antar alat pengencang dapat dilihat pada gambar berikut :


(71)

B

Gambar

2.19 Geometri sambungan: (A) Sambungan Horizontal dan (B) SambunganVertikal

II.11.1.3 Tahanan Terhadap Gaya Lateral a. Lateral Acuan Satu Irisan

Berdasarkan PKKI NI-5 2002 tahanan acuan dari suatu sambungan yang menggunakan alat pengencang baut satu irisan atau menyambung dua komponen diambil sebagai nilai terkecil dari nilai-nilai yang dihitung menggunakan semua persamaan di bawah ini:

Tabel 2 .7 Tahanan lateral acuan untuk satu baut untuk dengan satu irisan yang menyambung dua komponen.

Moda kelelehan Tahanan lateral (Z)

�� = 0.83��� ���

�θ

�� =0.83 � �� ���

�θ

�� =0.93�1��� ���

�θ

���� 1.04�2��� ���

(2.54) (2.55)


(72)

���� =1.04 �3 � �� ��� (2+�e)�θ

�� = 1.04 �2

�θ � �

2 ��� ��� 3(1+�e)

�1 =��e+2�e2(1+�t+ �t2)+�e2�e3 −�e(1+�t)

(1+�e) (2.60)

�2 = (−1) +�2(1 +�e) +2���3��� (1+2�e�s2)�2 (2.61)

�3 = (−1) + �2(1+�e�e )+2���3��� (2+�e�s2)�2 (2.62)

b. Tahanan Lateral Acuan Dua Irisan

Tahanan lateral dua irisan pada sambungan baut berbeda dengan tahanan lateral acuan dua irisan pada sambungan paku yang hanya mengalikan dengan dua nilai tahanan lateral acuan satu irisan yang terkecilnya. Pada sambungan baut tahanan lateral acuan dua irisan dihitung sesuai dengan rumus – rumus yang telah ditentukan pada PKKI NI – 5 2002 yaitu sebagai berikut :

Tabel 2.8 Tahanan lateral acuan satu baut pada sambungan dua irisan yang menyambung tiga komponen

Moda kelehan Tahanan lateral (Z)

�� =1.66 � �� ���

�θ

�� =1.66��� ���

�θ

���� � =2.08�4��� ���

(2+�e)�θ

�� = 2.08�2

�θ � �

2��� ��� 3(1+�e)

(2.58)

(2.59)

(2.63) (2.64)

(2.65) (2.61)


(1)

Kondisi ini disebut dengan kesetimbangan tidak stabil (Unstable equlibrium).

4. Penentuan nilai Pcr diperoleh dari perbatasan nilai antara lendutan stabil dengan lendutan tidak stabil. Hal ini disebabkan karena dalam praktek batang tekan, tekuk diartikan sebagai perbatasan antara lendutan stabil dengan lendutan tidak stabil. Jadi bukan kondisi sesaat yang terjadi pada batang tekan. Kondisi ini disebut dengan kesetimbangan netral (precarious equlibrium).

Dari hasil analitis benda uji, didapat nilai

Pcr = 3537.92 kg dan �kritis= 98.276 kg/cm2 Dari hasil penelitian di laboratorium didapat nilai Pelastis = 4250 kg; �elastis =118.056 kg/cm2 Pultimate = 6500 kg ; �ultimate = 180.556 kg/cm2 Pcr = 5000 kg ; �= 138.889 kg/cm2

5. Besarnya perbedaan nilai Pcr hasil pengujian dengan Pcr hasil analitis dapat disebabkan oleh perbedaan antara nilai eksentrisitas kayu hasil pengujian dengan nilai eksentrisitas kayu yang sesungguhnya. Sedangkan perbedaan tegangan ultimate yang terjadi antara mekanikal properties dengan percobaan karena adanya faktor tekuk. Hasil perbandingan antara nilai pengujian dilaboratorium dengan analitis dapat dilihat pada tabel berikut :


(2)

Tabel 4.12 Perbandingan Hasil Nilai Pengujian di Laboratorium dengan Analitis

Pelastis (kg) σelastis

(kg/cm2) P(kg) kritis

σkritis

(kg/cm2) Pultimate (kg)

σultimate

(kg/cm2)

Penelitian 4250 118.056 5000 138.889 6500 180.556

Analisis 3050.853 353.221 3537.92 98.276 6864.42 794.748

6. Penggunaan baut ditengah bentang pada percobaan kali ini dianggap tidak tepat karena pada dasarnya gaya lintang di tengah bentang adalah sama dengan nol seperti yang telah dijelaskan pada teori di bab II sehingga pada tengah bentang tidak perlu di letakkan baut.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Dari perhitungan secara teoritis didapat nilai :

Pcr = 3537.92 kg dan �kritis= 98.276 kg/cm2 2. Dari hasil pengujian di laboratorium didapat nilai :

Pelastis = 4250 kg ; �elastis=118.056 kg/cm2 Pcr = 5000 kg ; �cr = 138.889 kg/cm2

Pultimate = 6500 kg ; �ultimate = 180.556 kg/cm2

3. Nilai deformasi pada saat benda uji mengalami runtuh/patah yaitu sebesar 294 mm.

4. perbandingan nilai beban kritis (pcr) antara hasil pengujian dengan hasil analitis yaitu sebesar 83.245%

5. perbandingan nilai tegangan ultimit antara percobaan dengan mekanikal properties yaitu sebesar 22.718%

6. Besarnya perbedaan nilai beban kritis (pcr) hasil pengujian dengan nilai beban kritis (pcr) hasil analitis dapat disebabkan oleh perbedaan antara nilai eksentrisitas kayu hasil pengujian dengan nilai eksentrisitas kayu yang sesungguhnya.

7. Besarnya perbedaan tegangan ultimit yang terjadi antara mekanikal properties dengan percobaan karena adanya faktor tekuk.


(4)

8. Shear connector yang digunakan adalah baut dengam diameter 12.7 mm yang didesain secara ultimate dan pada saat struktur kolom kayu ganda patah, penghubung geser (shear connector) baut tidak mengalami perubahan bentuk.

V.2 Saran

1. Perlunya diadakan peneletian kembali pada kolom kayu panggoh dengan sampel yang lebih banyak agar hasil penelitian lebih akurat.

2. Perlunya diadakan penelitian kembali pada kolom kayu panggoh dengan perletakan yang berbeda dari penetilian penulis, seperti perletakan sendi -jepit, jepit - -jepit, dan lain lain, untuk mendapatkan hasil yang memiliki nilai akurasi yang tinggi.

3. Perlunya alat-alat laboratorium yang memadai dan terbaru untuk mendapatkan hasil percobaan yang lebih akurat.

4. Pada saat melakukan pengujian di Laboratorium bahan uji harus bebas dari getaran karena memiliki dampak terhadap pembacaan dial.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Suhardiman,M. Ginting, Arusmalen. dan Herman. (2011).’’ Pengaruh Jarak antara Elemen Batang Tekan terhadap Kuat Tekan” . Jurnal Teknik Sipil. 7(1), 1-13.

Badan Standarisasi Nasional. (2002). Tata Cara Perencanaan Kayu Indonesia ( Revisi PKKI NI-5 )., Jakarta : BSN.

Awaludin, A., (2002). Konstruksi Kayu. Biro Penerbit KMTS Jurusan Teknik Sipil FT UGM, Yogyakarta.

Awaludin, A., (2002). Dasar-Dasar Perencanaan Sambungan Kayu. Biro Penerbit KMTS Jurusan Teknik Sipil FT UGM, Yogyakarta.

Sumarni, S., 2007. Struktur Kayu. Surakarta: Lembaga Pengambangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS Press).

Ir. K. H. Felix Yap., 2005. Konstruksi Kayu. Bandung: Binacipta.

Badan Standarisasi Nasional, (2002). Tata cara Perencanaan Kayu Indonesia (Revisi PKKI NI-5). Jakarta: BSN

Ariestadi, Dian., 2008. Teknik Struktur Bangunan Jilid 2. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Departemen Pendidikan Indonesia.

Anonim. 1994. SK SNI 03-3400-1994: Metode Pengujian Kuat Geser Kayu di Laboratorium. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan.


(6)

Id.wikipedia.org/wiki/enau

Tambun, Alboin Ferdinand Ariady. 2011. “Fungsi Pelat Kopel Baja pada Batang Tekan”. Fakultas Teknik. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Angraini, Vivi. 2013. “Perilaku Balok Komposit Kayu Panggoh –Beton dengan Diisi Kayu Panggoh di Dalam Balok Beton (Eksperimen)”. Fakultas Teknik. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Bayu kelik,, 2012. Buckling stress.

Sumirin,. 2011. Bab 7: Analisis Tekuk.