ISTILAH ISTILAH JAMU TRADISIONAL JAWA DI KABUPATEN SUKOHARJO (SUATU KAJIAN ETNOLINGUISTIK)

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ISTILAH-ISTILAH JAMU TRADISIONAL JAWA

DI KABUPATEN SUKOHARJO

(SUATU KAJIAN ETNOLINGUISTIK)

i

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh :

Eko Juhartiningrum

C0104008

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010


(2)

commit to user

ii

ISTILAH-ISTILAH JAMU TRADISIONAL JAWA DI KABUPATEN SUKOHARJO

(SUATU KAJIAN ETNOLINGUISTIK)

Disusun oleh: Eko Juhartiningrum

C0104008

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing I

Prof.Dr. H. Maryono Dwiraharjo, SU. NIP. 195001011978021001

Pembimbing II

Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum. NIP. 195710231986012001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Sastra Daerah

Drs. Imam Sutarjo, M.Hum. NIP 196001011987031004


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

ISTILAH-ISTILAH JAMU TRADISIONAL JAWA DI KABUPATEN SUKOHARJO

(SUATU KAJIAN ETNOLINGUISTIK)

Disusun oleh: Eko Juhartiningrum

C0104008

Telah Disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada Tanggal: .

Jabatan Nama Tanda Tanda

Ketua Drs. Imam Sutarjo, M.Hum. NIP 196001011987031004

………

Sekretaris

Dra. Sri Mulyati, M.Hum NIP 195610211981032001

………

Penguji I

Prof. Dr. H. Maryono Dwiraharjo, SU. NIP. 195001197802221001

………

Penguji II

Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum. NIP. 195710231986012001

……….

Dekan,

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Drs. Sudarno, M.A. NIP. 195303141985061001


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Eko Juhartiningrum NIM : C0104008

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Istilah-istilah Jamu Tradisional Jawa di Kabupaten Sukoharjo (Suatu Kajian Etnolinguistik) adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, September 2010 Yang membuat pernyataan


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTTO

* ’Diwajibkan menuntut ilmu bagi setiap muslim’ (sabda nabi Muhammad) * Sesuatu yang berharga butuh pengorbanan dan akan lebih bermakna

dalam setiap ingatan.

Fokus dan yakinlah dalam meraih mimpi

Berjuang demi masa depan, karena kita diberi kesempatan hidup untuk berubah dan mengubah (exoe)


(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Saya persembahkan karya kecil ini untuk orang-orang terkasih :

Ayahanda dan Ibunda tercinta yang tiada henti mengalirkan senyuman, kasih

sayang dan do’a yang tulus.

KaGkuG yang selalu memberikan kasih sayang , perhatian, dan kesabaran.


(7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya yang sangat agung, karena perkenaan-Nyalah skripsi ini dapat terselesaikan.

Skripsi dengan judul Istilah Jamu Tradisional Jawa di Kabupaten Sukoharjo (Suatu Kajian Etnolinguistik) ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelah Maret Surakarta.

Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kesempatan dan turut membantu menyempurnakan penulisan ini, sehingga terwujud dalam sebuah skripsi. Pada kesempatan ini dengan penuh penghargaan dan segala kerendahan, penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Sudarno, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kesempatan menyusun skripsi ini. 2. Drs. Imam Sutarjo, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas

Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kesempatan dan ilmunya dalam penyusunan skripsi ini.

3. Drs. Dyah Padmaningsih, M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra Dan Seni Rupa dan pembimbing kedua yang selalu memberikan semangat untuk terus berusaha.

4. Prof. Dr. H. Maryono Dwiraharjo, S.U., selaku pembimbing pertama yang telah berkenan membimbing dengan penuh kesabaran.


(8)

commit to user

viii

5. Dra. Sundari, M.Hum. selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis selama studi di Jurusan Sastra Daerah, dengan penuh perhatian.

6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberikan ilmu dan bantuan selama penulisan skripsi.

7. Kepala dan staf perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa maupun Pusat Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kemudahan dalam pelayanan selama penulisan skripsi ini.

8. Semua informan; Bapak Edi, Bapak Subroto, Mbah Sriyani, Ibu Sumiyem, Ibu Ningsri, dan Ibu Suliah yang telah memberikan informasi sehingga mempermudah penulis dalam memperoleh data.

9. Teman-teman Sastra Daerah angkatan 2004 yang telah membantuan selama penulisan skripsi, terima kasih atas dukungan, semangat dan senyuman dari kalian.

10.Semua pihak yang tidak mungkin disebut satu per satu, terima kasih atas semua bantuannya.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan ilmu dalam penyusunan skripsi. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak diharapkan sebagai upaya perbaikan penelitian ini.

Surakarta, September 2010 Penulis

Eko Juhartiningrum C0104008


(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR SIMBOL TANDA ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembahasan Masalah ... 6

C. Perumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7

1. Manfaat Teoretis ... 7

2. Manfaat Praktis ... 7

F. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 9


(10)

commit to user

x

B. Jamu Tradisional………9

C. Jamu sebagai Pengobatan Tradisional ... 10

D. Hubungan Jamu Tradisional Jawa dengan Masyarakat ... 13

E. Etnolinguistik (Ethnolinguistics) ... 14

1. Sejarah Etnolinguistik……….14

2. Studi Etnolinguistik ... 17

a. Kajian Linguistik untuk Etnologi………...18

b. Kajian Etnologi untuk Linguistik………...21

F. Struktur ... 23

1. Monomorfemis ... 23

2. Polimorfemis ... 24

3. Frase ……… 24

G. Makna ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

A. Sifat Penelitian ... 27

B. Lokasi Penelitian ... 28

C. Data dan Sumber Data ... 28

D. Alat Penelitian ... 30

E. Metode Pengumpulan Data ... 30

F. Metode Analisis Data ... 31

1. Metode Distribusional ... 32

2. Metode Padan………..34


(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

BAB IV ANALISIS DATA ... 37

A. Bentuk Istilah-istilah Jamu Tradisional Jawa ... 37

1. Bentuk Monomorfemis ... 37

2. Bentuk Polimorfemis ... 42

3. Bentuk Frase ………49

B. Makna Leksikal dan Kultural ... 51

1. Makna Leksikal ... 51

2. Makna Kultural ... 65

BAB V PENUTUP...…72

A. Simpulan ... .72

B. Saran ... .73

DAFTAR PUSTAKA ... .74 LAMPIRAN


(12)

commit to user

xii

SINGKATAN DAN TANDA

A. Singkatan

ASI : Air Susu Ibu

BUL : Bagi Unsur Langsung Dsb : Dan sebagainya FN : Frase Nomina GD : Gendhong N : Nomina

PGJ : Putri Gunung Jati Skw : Sehat Kewanitaan Tl : Tahan Lama UP : Unsur Pusat

B. Tanda

“…” : Menyatakan kutipan

‘…’ : Menyatakan terjemahan

[…] : Tanda fonetis dari istilah kata dalam jamu tradisional Jawa + : Menyatakan proses morfologis


(13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Foto Jamu……..………... ….78

2. Data Informan ……… 88

3. Daftar Pertanyaan………89


(14)

commit to user

xiv ABSTRAK

Eko Juhartiningrum, C0104008. 2010. Istilah-istilah Jamu Tradisional Jawa di Kabupaten Sukoharjo (Suatu Kajian Etnolinguistik). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian, yaitu (1) bagaimanalah bentuk istilah Jamu Tradisional Jawa di Kabupaten Sukoharjo? (2) bagaimanakah makna leksikal dan makna kultural dari istilah Jamu Tradisional Jawa di Kabupaten Sukoharjo?

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan bentuk istilah-istilah Jamu Tradisional Jawa (2) mendeskripsikan makna istilah-istilah Jamu Tradisional Jawa.

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif artinya data yang di analisis dan hasilnya berupa deskriptif bukan angka. Data tulis dan lisan: Data lisan sebanyak 12 data tulis sebanyak 29. Data dalam penelitian ini berupa istilah-istilah jamu tradisional Jawa di Kabupaten Sukoharjo, sumber data lisan berasal dari informan yang terpilih, sumber data tulis berasal dari buku Hidup Sehat Bersama Jamu Putri Gunung Jati (buku panduan diagnosa dasar praktis penyakit manusia). Contoh data seperti; suruh, sinom, bajaya, galing, beras kencur, kunir asem, lenggang jaya, lancar seni. Pengumpulan data menggunakan metode simak, yaitu metode pengumpulan data dengan jalan menyimak penggunaan bahasa yang berlangsung dalam masyarakat, teknik dasar yang dipakai adalah (a) teknik sadap, yaitu menyadap pemakaian bahasa di masyarakat sekitar, guna mendapatkan data dari informan secara spontan dan wajar. (b) Teknik simak libat cakap atau wawancara, yaitu dapat dilakukan pertama-tama dengan berpartisipasi sambil menyimak dalam pembicaraan sehingga terlibat langsung dalam pembicaraan atau dialog. Di samping itu, peneliti memperhatikan penggunaan bahasa lawan bicaranya dengan aktif. (c) Teknik catat atau pustaka, yaitu menggunakan data dari sumber tertulis seperti majalah, buku, artikel dan sebagainya. Analisis data menggunakan metode distribusional dan padan, Metode distribusional digunakan untuk menganalisis bentuk monomorfemis dan polimorfemis dari istilah-istilah jamu tradisional Jawa, sedangkan metode padan digunakan untuk menganalisis makna leksikal dan makna kultural. Metode penyajian data menggunakan metode deskriptif, formal dan informal.

Dari hasil analisis ini dapat disimpulkan, sebagai berikut. (1) bentuk istilah-istilah jamu tradisional Jawa terdapat dua temuan bentuk yaitu bentuk monomorfemis berjumlah 18 dan bentuk polimorfemis berjumlah 23. (2) makna yang terdapat dalam jamu tradisional Jawa yaitu makna leksikal dan makna kultural. Makna leksikal makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa dsb. Dalam bentuk polimorfemis muncul makna gramatikal yaitu makna yang timbul akibat proses gramatis yang ditandai oleh afiksasi dan pemajemukan. Makna kultural makna yang dimiliki oleh masyarakat dan berhubungan dengan masyarakat.


(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa dalam masyarakat digunakan untuk berbagai konteks dengan berbagai macam makna, fungsi utamanya sebagai alat komunikasi. Terutama di kalangan orang yang membahas soal-soal bahasa, ada yang berbicara tentang bahasa tulisan, bahasa lisan atau bahasa tuturan dan sebagainya. Tidak dapat disangkal bahwa bahasa memegang peran penting dalam kehidupan manusia.

Di dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat menggunakan bahasa dalam segala aktivitasnya. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Harimurti, 1983: 17). Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi dalam anggota masyarakat, pemakai bahasa dan merupakan dokumentasi kegiatan atau aktivitas hidup manusia, selain itu bahasa berfungsi sebagai alat pengembangan kebudayaan, jalur penerus kebudayaan dan inventaris ciri-ciri kebudayaan sesuai dengan kemajuan jaman (Nababan, 1984:38).

Bahasa Jawa dan kebudayaan Jawa yang dimiliki oleh masyarakat Jawa, tidak akan lepas dari lingkungan alam sekitar. Hubungan manusia dengan alam sekitar sudah terjalin sejak manusia dilahirkan di muka bumi ini, maka secara alamiah bahasa yang keluar pada saat itu mau tidak mau akan terpengaruh dengan lingkungan dan alam sekitar, selain hubungan manusia dengan alam, manusia juga


(16)

commit to user

harus berhubungan dengan sesama manusia, juga berhubungan dengan Tuhan. Pemanfaat potensi alam sekitar ada kalanya dipengaruhi oleh unsur alam di dalam aspek kehidupan manusia. Salah satu unsur alam yang senantiasa bermanfaat dan dekat dengan manusia adalah dengan adanya berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai manfaat sebagai penyembuhan secara tradisional, dengan cara tumbuhan tersebut diolah menjadi ramuan atau jamu tradisional yang mempunyai berbagai manfaat bagi kesehatan tubuh manusia.

Perkembangannya bahasa Jawa akan dapat memberikan variasi dan catatan tersendiri. Variasi yang dimaksud khususnya untuk menyebutkan istilah-istilah tertentu yang mempunyai ciri-ciri kekhasan, sedangkan catatan adalah dalam memberi nama istilah, dapat dibedakan menurut bentuk katanya, misalnya beras kencur, Beras kencur merupakan pemajemukan, dalam istilah-istilah jamu tradisional, beras kencur adalah jamu tradisional yang mempunyai manfaat sebagai obat batuk bagi anak, penghilang pegel linu dsb. Penyebutan manfaat akan berbeda berdasarkan pengalaman dan kepercayaan seseorang. Oleh karena itu kebudayaan yang dimiliki masyarakat Jawa tidak akan bisa lepas dari kebudayaan dan bahasa itu sendiri.

Etnolinguistik berasal dari kata (etnologi) yang berarti ilmu yang mempelajari tentang suku-suku tertentu, dan linguistik yang berarti ilmu yang mengkaji seluk-beluk bahasa keseharian manusia atau disebut juga ilmu bahasa (Sudaryanto, 1996: 9). Etnolinguistik merupakan bidang linguistik yang menganalisis tentang hubungan kebudayaan dengan bahasa. Jamu tradisional Jawa


(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

merupakan salah satu warisan kebudayaan dari nenek moyang yang perlu dilestarikan.

Jamu Tradisional termasuk salah satu pengobatan alternatif yang dimiliki dan dipercaya masyarakat tempo dulu sampai sekarang, dan masih tetap dilestarikan oleh masyarakat Jawa. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang semakin pesat dan canggih di jaman sekarang ternyata tidak mampu menggeser peranan penting suatu pengobatan tradisional seperti jamu Jawa, entah itu jamu buatan sendiri atau jamu buatan pabrik, tetapi justru saling melengkapi. Hal ini terbukti dari banyaknya peminat jamu tradisional Jawa. Namun yang menjadi masalah dan kesulitan bagi para peminat jamu tradisional Jawa sampai saat ini adalah kurangnya pengetahuan dan informasi tentang jenis tumbuhan yang dapat diolah menjadi jamu yang dikonsumsi sebagai pengobatan dari dalam, bahan serta khasiat yang terkandung di dalamnya. Dalam penelitian ini yang dimaksud istilah-istilah jamu tradisional Jawa adalah jamu yang bahan dasarnya terbuat dari tumbuhan obat-obatan atau yang biasa disebut dengan herbal, yaitu jamu Gendhong dan jamu Putri Gunung Jati. Penulis memilih jamu GD dan jamu PGJ karena menurut penulis kedua jamu tersebut cukup banyak peminatnya, jamu GD lebih merakyat dari jamu PGJ karena jamu GD selain harganya terjangkau atau lebih murah, juga proses pembuatan dan penjualan nya lebih berhubungan langsung dengan manusia. Sedangkan jamu PGJ adalah jamu pabrik yang proses pembuatan nya banyak menggunakan mesin. Walaupun proses pembuatan dari kedua jamu tersebut berbeda tetapi mempunyai satu tujuan dan kesamaan yaitu sama-sama ingin mewujudkan hidup sehat dengan tumbuhan


(18)

commit to user

herbal. Istilah yang dikaji dalam penelitian ini adalah istilah-istilah yang terdapat dalam jamu tradisional Jawa (jamu GD dan jamu PGJ). Berdasarkan hal tersebut, penelitian istilah Jamu Tradisional Jawa dapat dikaji dengan pendekatan etnolinguistik, dengan alasan bahwa jamu tradisional Jawa termasuk dalam kebudayaan masyarakat yang perlu dilestarikan dan dalam istilah-istilah jamu tradisional Jawa tersebut mengandung makna leksikal dan makna kultural, dengan harapan dapat memberikan cukup informasi bagi penikmat, peminat dan penjual jamu tradisional itu sendiri.

Jamu Jawa juga dicuplik dalam Serat Centhini yang dicetak yayasan Centhini Yogyakarta, pupuh 12 jilid 2 nomer 35 sampai 38. dalam Serat Centhini ini menceritakan tentang ki Amat yang sedang sakit gigi dengan gusi yang membengkak. Dalam serat ini memberitahukan bahwa dengan bunga kenanga dan garam yang dikunyah akan mengurangi rasa sakit dan membuat gusi yang

membengkak jadi mengencang kemudian gusi ditusuk dengan ‘ri gereh ‘ tulang ikan asin, gusi akan berdarah dan akhirnya sembuh.

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Penelitian yang dilakukan oleh Sudarsini, 1990 dalam skripsinya meneliti tentang Naskah ‘Racikan Boreh Saha Parem’ karya PakuBuwana IX (Suntingan Naskah dan Kajian Budaya). Sebuah kajian yang mengkaji tentang bagaimana cara menangani naskah racikan boreh saha parem guna penyelamatan dan pelestariannya, sejauh mana manfaat boreh dan parem bagi masyarakat, relevansi isi naskah racikan dan perkembangannya.


(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

2. Penelitian yang dilakukan oleh Eko Widiyanto, 2005 dalam skripsinya meneliti tentang Kagungan Dalem Buku Racikan Jampi-jampi Jawi jilid II (Suatu Kajian Filologis). Sebuah kajian yang mengkaji secara filologis terhadap salah satu Racikan Jampi Jawi Jilid II. Tentang pengobatan tradisional, naskah tersebut berisi pelajaran mengenai resep obat-obatan dari berbagai tanaman yang diramu menjadi satu, termasuk jamu tradisional Jawa.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Istiana Purwarini, 2006 dalam skripsinya meneliti tentang Istilah Perlengkapan dalam Upacara Perkawinan Adat Jawa, di Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo (Suatu Tinjauan Etnolinguistik). Sebuah kajian yang mengkaji tentang bentuk istilah perlengkapan yang terdapat dalam upacara perkawinan adat Jawa, di Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo, mendeskripsikan tentang makna leksikal dan makna kultural.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Hidha Watari, 2008 dalam skripsinya meneliti tentang Istilah Unsur-unsur Sesaji dalam Bersih Desa, di Desa Gondang Kecamatan Gondang Kabupaten Sragen (Suatu Kajian Etnolinguistik). Sebuah kajian yang mengkaji tentang bentuk istilah yang terdapat dalam tradisi bersih desa di Desa Gondang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Sragen, mendeskripsikan tentang makna leksikal, makna gramatikal dan makna kultural tentang istilah Sesaji dalam bersih desa di Desa Gondang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Sragen.

Berdasarkan penelitian yang sudah ada, penelitian mengenai istilah-istilah jamu tradisional Jawa belum pernah dilakukan. Maka peneliti ini akan mengkaji


(20)

commit to user

tentang bentuk dari istilah-istilah jamu GD dan jamu PGJ, makna leksikal dan makna kultural dari istilah-istilah jamu GD dan jamu PGJ.

B. Pembatasan Masalah

Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini meliputi bentuk dari istilah-istilah yang terdapat dalam jamu tradisional Jawa yaitu jamu GD dan jamu PGJ, makna leksikal dan makna kultural dari jamu GD dan jamu PGJ. Hal ini bertujuan untuk mengarahkan penelitian dan mempermudah dalam menganalisis.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini akan mengkaji permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah bentuk istilah-istilah jamu tradisional Jawa (masalah ini dikaji untuk mengetahui bentuk istilah jamu Gendhong dan jamu Putri Gunung Jati)?

2. Bagaimanakah makna leksikal dan makna kultural dari istilah-istilah jamu tradisional Jawa (masalah ini dikaji untuk makna leksikal dan makna kultural istilah jamu Gendhong dan jamu Putri Gunung Jati)?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut:


(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

2. Mendeskripsikan makna (makna leksikal dan makna kultural) istilah jamu tradisional Jawa.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun secara praktis.

a. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan teori linguistik khususnya teori etnolinguistik.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1. Penjual jamu tradisional (salah satunya jamu gendhong), sebagai tambahan informasi lebih lanjut tentang bahan dan khasiat dari jamu tradisional Jawa.

2. Generasi muda, sebagai pengetahuan akan pentingnya manfaat atau khasiat dari jamu tradisional Jawa.

3. Pendidik, sebagai tambahan dalam materi pelajaran kebudayaan dalam masyarakat Jawa.

4. Peneliti, sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut.

5. Pembaca, Semoga dapat memberi cukup informasi mengenai bentuk, makna dan khasiat yang terkandung dalam jamu tradisional Jawa.


(22)

commit to user

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan hasil penelitian ini terdiri dari lima bab yaitu:

BAB I, Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II, Landasan teori berisi tentang teori – teori dan pengertian pokok yang mendukung dalam penelitian ini.

BAB III, Metode penelitian berisi tentang sifat penelitian, lokasi penelitian, data dan sumber data, alat penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data, dan metode penyajian hasil analisis data.

BAB IV, Hasil analisis data dan pembahasan, berisi tentang hasil analisis data mengenai bentuk dari istilah-istilah yang terdapat dalam jamu tradisional Jawa, makna leksikal dan makna kultural istilah-istilah yang berhubungan dengan jamu tradisional Jawa.

BAB V, Penutup berisi tentang simpulan dan saran. Daftar Pustaka


(23)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

BAB II

LANDASAN TEORI

Landasan teori disini dimaksudkan sebagai dasar atau landasan yang sifatnya teori eksplisit yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang akan dikaji di dalam penelitian.

A. Istilah

Menurut Harimurti (1983: 67), istilah adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan konsep, keadaan, atau sifat yang khas dalam

bidang tertentu. Sedangkan menurut Poerwadarminta (1976: 388) menjelaskan bahwa istilah adalah perkataan yang khusus mengandung arti tertentu di lingkungan ilmu pengetahuan, pekerjaan atau kesenian. Menurut S.Prawiroatmojo

dalam kamus Bausastra Jawa (1993: 287), istilah yaitu “tembung (tetembungan) sing mengku teges kaanan, sifat, lan sapiturute sing mirunggan ing babagan

tartamtu” kata yang mengandung makna keadaan, sifat, dan sebagainya yang sesuai pada bagian tertentu. Jadi istilah adalah sebuah kata yang mempunyai arti dan maksud tertentu dalam suatu bidang tertentu.

B. Jamu Tradisional

Jamu adalah sebutan untuk obat tradisional dari Indonesia. Belakang popular dengan sebutan herba atau herbal. Menurut Cormentyna Sitanggang, (2004: 276, 784), jamu adalah obat yang dibuat dari akar-akaran, daun-daunan


(24)

commit to user

(tumbuhan). Tradisional adalah sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun. Sedangkan menurut Bausastra Jawa (2000: 295) menjelaskan bahwa jamu adalah

tamba sing panganggone sarana dipangan utawa diombe” Obat yang cara pemakaiannya dengan dimakan atau diminum. Jamu tradisional merupakan warisan budaya bangsa yang diturunkan oleh nenek moyang dan diberikan kepada generasi berikutnya. Jadi Jamu tradisional adalah suatu ramuan yang dipercaya oleh nenek moyang sampai sekarang yang dibuat dari akar atau dedaunan semacam tumbuhan dan dikonsumsi dengan dimakan atau diminum (penyembuhan dari dalam).

C. Jamu Sebagai Pengobatan Tradisional

Para orang tua dan nenek moyang kita, dengan pengetahuan dan peralatan yang sederhana telah mampu mengatasi problem kesehatan. Berbagai macam penyakit dan keluhan ringan maupun berat. Mereka lebih senang memanfaatkan ramuan dari tumbuh-tumbuhan tertentu yang mudah didapat di sekitar tempat tinggal mereka. Kelebihan dari tumbuhan tersebut yang diolah secara tradisional tidak mengandung efek samping yang ditimbulkan seperti yang terjadi pada pengobatan kimia dan mudah dikerjakan (dibuat) oleh siapa saja dalam keadaan mendesak sekalipun.

Dalam majalah Jawa Damar Jati, ciri dari jamu Jawa supaya dapat dikonsumsi juga bermacam-macam. Ada jamu yang harus digoreng sangan lalu dihaluskan hingga menjadi bubuk, ada yang digodhog baru diminum, ada juga


(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

yang didheplok saat tumbuhan baru dipetik langsung diperas dan diminum. Dalam pembuatan jamu tradisional Jawa ada batas aturan yang harus ditepati dan tidak boleh dilanggar yaitu jamu tidak boleh dicampur dengan bahan kimia (2008: 11)

Jika jamu dibuat dari akar dan dedaunan, artinya itu semua berasal dari tumbuhan yang biasa disebut herbal . menurut Badan Pom RI herbal bisa digolongkan menjadi tiga yaitu: yang pertama jamu aman dikonsumsi mempunyai khasiat yang berasal dari pengalaman, yang kedua herbal terstandar, aman dikonsumsi yang terbuat dari herbal yang sudah mempunyai standarisasinya dan khasiatnya sudah diuji pada binatang percobaan, yang ketiga Fitoformaka obat herbal paling tinggi tingkatannya, karena paling aman dikonsumsi dan sudah diuji secara klinis pada pasien (2008: 14).

Segala bahan yang diambil dari tumbuhan entah itu daun, buah, akar, bunga, kulit kayu dll semua termasuk herbal yang dapat dimanfaatkan sebagai jamu tradisional.

Tuti Munawar dan kawan-kawan menyatakan bahwa untuk menganalisis suatu karya obat-obatan dan pengobatan tradisional memerlukan suatu pemikiran yang sangat ekstra, sebab bagaimanapun juga pengobatan tradisional mempunyai beberapa jenis antara lain:

1. Obat-obatan tradisional dari tumbuhan. 2. Pengobatan dengan doa-doa dari kitab suci. 3. Pengobatan dengan mantra dan rajak (1993: 499).


(26)

commit to user

Dari ketiga jenis pengobatan tersebut di atas, jamu tradisional Jawa termasuk dalam jenis pengobatan yang pertama, karena jamu tradisional Jawa terbuat dari tumbuhan tradisional.

Banyak tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang mempunyai khasiat dalam penyembuhan, walaupun demikian tidak semua tanaman obat yang digunakan mempunyai khasiat, kadang tanaman obat tersebut dipakai secara salah. Sebagian tanaman obat akan beracun jika diminum melebihi takaran yang semestinya (David Werner, 1995: 14).

Dalam mendapatkan bahan jamu tradisional tersebut kita sebagai masyarakat harus selalu pintar memanfaatkan tumbuhan atau tanaman yang mempunyai khasiat dalam pengobatan, dengan kata lain jamu adalah obat nabati. Dengan cara coba-mencoba secara empiris, orang-orang jaman dahulu mendapatkan pengalaman dengan berbagai macam daun, akar tumbuhan untuk mengobati penyakit.

Pengetahuan ini secara turun temurun disimpan dan dikembangkan sehingga muncul pengobatan rakyat, sebagaimana pengobatan tradisional jamu di Indonesia. (Tan dan Kirana, 2002: 3).

Setiap tumbuhan mempunyai ciri yang berbeda, mulai dari bentuk, bau, warna, dan khasiatnya berbeda. Dari tempat dan warna daunnya saja bisa diketahui bagaimana cara meramu untuk dijadikan jamu tadisional. Sifat dan ciri tumbuhan yang bisa digunakan sebagai obat tradisional yaitu:

1. Tumbuhan yang daunnya berwarna merah ada hubungannya dengan darah, contohnya daun Sambang getih dapat memperlancar


(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

darah, Hendelium dapat menyembuhkan penyakit ambeien, Bayem merah dapat menambah darah.

2. Tumbuhan yang ada ‘otot-ototane’ mempunyai balungan ada hubungan nya dengan tulang, contohnya daun sambung otot. 3. Tumbuhan yang peka dengan sentuhan dapat menjadi obat

penenang, contohnya daun gagan (Damarjati, 2008: 16).

D. Hubungan Jamu Tradisional Jawa dengan Masyarakat.

Perkembangan pengobatan di Indonesia saat ini yang sedang menonjol adalah pengobatan yang menggunakan obat-obatan atau ramuan tradisional yang lebih dikenal dengan jamu. Jamu merupakan salah satu jenis pengobatan tradisional. Pengobatan dalam masyarakat sekarang ini selain dengan cara tradisional juga dengan cara modern, pengobatan tradisional dan modern sebenarnya merupakan dua cara yang saling melengkapi. Cara pengobatan yang paling baik perkembangannya dan paling tinggi tingkatannya di dunia seperti hal nya: apotik hidup, bermacam-macam cara pemijatan dan akupuntur, dari berbagai ahli pengobatan yang lainnya pun saling melengkapi satu sama lain.

Pengembangan jamu tradisional Jawa ditujukan untuk melestarikan ramuan tradisional yang telah diciptakan oleh nenek moyang dengan jalan menyempurnakan proses pembuatannya. Dalam proses pembuatan jamu tradisional, nenek moyang menggunakan cara yang sangat sederhana seperti yang masih dikenal sampai sekarang misalnya dengan cara menumbuk dan merebus. Kemajuan jaman menuntut kepraktisan sehingga dibuatlah jamu tradisional yang


(28)

commit to user

sesuai dengan permintaan konsumen, seperti ‘jamu godhog’ obat rebus yang bahan-bahannya diolah secara kasar dan digodog, jamu serbuk keseluruhan bahan diolah menjadi serbuk seperti jamu siap seduh untuk pengobatan dalam dan param, bedak dingin untuk pengobatan luar, juga jamu ekstrak bahan diolah dan hanya diambil sarinya sehingga bentuknya dapat berupa zat padat misalnya tablet dan kapsul (Sudarsini. 1990: 59).

Jamu tradisional Jawa di samping sebagai hasil karya nenek moyang bangsa Indonesia juga memiliki fungsi sosial yaitu sebagai penunjang pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, karena masyarakat lebih merasa aman menggunakannya dan menimbulkan rasa percaya akan khasiatnya bila dilihat dari efek samping pemakaian.

E. Etnolinguistik

Etnolinguistik adalah cabang linguistik yang menyelidiki hubungan antara bahasa dan masyarakat pedesaan atau masyarakat yang belum mengenal tulisan (Harimurti, 1983: 42).

1. Sejarah Etnolinguistik

Istilah Etnolinguistik muncul ketika ahli antropologi mulai melakukan penelitian lapangan dengan lebih serius dan profesional di awal abab 20, terbentuknya istilah etnolinguistik dari gabungan kata etnologi (kini: antropologi budaya) dan linguistik. Di mana seorang ahli antropologi Amerika Serikat yang ternama, Frans Boas, dan seorang antropologi Inggris, W.H.R. Rivers, mulai

melakukan ekspedisi di kalangan ‘primitif’ di luar Eropa. Kebutuhan dan minat


(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

penelitian lapangan yang lebih serius semakin berkembang dalam disiplin antropologi.

Etnografi baik sebagai laporan penelitian maupun sebagai metode penelitian, dapat dianggap sebagai dasar dan asal-usul ilmu antropologi. Antropologi sebagai sebuah disiplin ilmu, baru lahir pada paruh kedua abab ke-20, dengan tokoh utama seperti E.B Tylor, J. Frazer dan L.H Morgan. Dengan batasan tulisan-tulisan tersebut mereka berusaha untuk membangun tingkat-tingkat perkembangan evolusi budaya manusia dari masa manusia mulai muncul dimuka bumi sampai kemasa terkini.

Etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan, tujuan aktivitas ini adalah memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli. Sebagaimana dikemukaan oleh Malinowski, tujuan etnografi adalah memahami sudut pandang penduduk asli, hubungan dengan kehidupan, untuk mendapatkan pandangan mengenai dunia (1922: 25). Oleh karena itu, penelitian etnografi melibatkan aktivitas belajar mengenai dunia orang yang telah belajar melihat, berbicara, berfikir, dan bertindak dengan cara-cara yang berbeda. Tidak hanya mempelajari masyarakat, tetapi juga belajar dari masyarakat. Tujuan dari etnografi adalah untuk memahami sudut pandang penduduk asli yang berhubungan dengan kebudayaan (Molinowski 1922: 25).

Penelitian lapangan dalam disiplin antropologi ini dipelopori dengan tidak sengaja oleh seorang antropolog Inggris. Bronislaw Malinowski. Dia tinggal dan hidup bersama-sama orang Trobiand di kawasan Pasifik selama dua tahun. Dia juga belajar bahasa mereka agar bisa bercakap-cakap dan dapat mengetahui


(30)

commit to user

kebudayaan mereka serta pandangan hidup mereka dengan baik. Semenjak itu salah satu ciri terpenting dari penelitian antropologi dituntut untuk menguasai bahasa masyarakat yang ditelitinya.

Tradisi penelitian yang dilakukan Boas, yaitu penelitian lapangan yang seksama mengenai sejarah berbagai macam suku bangsa Indian serta bahasa-bahasa mereka. Kemudian dikembangkan oleh beberapa muridnya, salah satu muridnya yaitu Edward Sapir, mulai membuka sebuah persoalan baru yang penting dalam perkembangan etnolinguistik. Yaitu hubungan antara bahasa dan kebudayaan. Kemudian salah seorang murid Sapir yaitu Benjamin Lee Whorf mengembangkan beberapa pandangan Sapir (Shri Ahimsa, 1997: 1-2).

Sapir seorang ahli antropologi berminat dengan bahasa Indian, pada saat ia melakukan penelitian di kalangan orang Indian Amerika yang memiliki bahasa yang sangat berbeda dengan bahasa-bahasa Eropa. Ketertarikan terhadap bahasa Indian ini karena dari bahasa inilah para ahli antropologi dapat melihat sejarah kebudayaan suku-suku Indian tersebut. Sapir kemudian mengadakan studi perbandingan bahasa-bahasa orang Indian yang dapat digunakan menjadi salah satu metode untuk mengetahui sejarah kebudayaan mereka. Dari studi perbandingan bahasa-bahasa Indian inilah kemudian lahir berbagai pandangan Sapir mengenai hubungan antara bahasa dan kebudayaan. Salah satu pendapat mengatakan bahwa dalam bahasa tercermin pengetahuan masyarakat pemilik bahasa tersebut mengenai lingkungan, sehingga lingkungan yang sama pada dasarnya tidak dilihat secara sama oleh tiap-tiap suku bangsa atau masyarakat yang memiliki bahasa yang berbeda (Sapir dalam Shri Ahimsa, 1997: 3).


(31)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Benjamin Lee Whorf mengembangkan lebih lanjut mengenai pandangan Sapir, terutama mengenai bahasa dan persepsi manusia antara lain, bahwa cara orang memandang, memahami, serta menjelaskan berbagai macam gejala atau peristiwa yang dihadapinya, sebenarnya sangat dipengaruhi oleh bahasa yang digunakannya. Bahasa yang dimiliki suatu masyarakat, tanpa disadari mempengaruhi cara masyarakat tersebut memandang lingkungannya (Sapir dalam Shri Ahimsa, 1997: 3)

Pandangan-pandangan yang dikemukaan oleh Sapir dan Whorf inilah yang hingga kini masih merupakan dasar berbagai kajian dalam etnolinguistik. Memang, dewasa ini istilah etnolinguistik rupanya tidak lagi digunakan, namun masih banyak kajian yang berakar dari persoalan-persoalan lain, seperti antropologi linguistik, etnosemantik, antropologi kognitif, etnosains dan sebagainya. Namun sebenarnya apa yang terdapat dalam bidang studi ini tidak jauh bergeser dari apa yang ada dalam etnolinguistik. Oleh karena itu walaupun istilah etnolinguistik dapat dikatakan tidak lagi popular, namun tetap dapat digunakan dan masih lebih menguntungkan menggunakan istilah etnolinguistik dari pada istilah baru yang sebenarnya sudah lebih spesifik (Shri Ahimsa, 1997: 2-3).

2. Studi Etnolinguistik

Etnolinguistik adalah (1) cabang linguistik yang menyelidiki hubungan antara bahasa dan masyarakat pedesaan atau masyarakat yang belum mempunyai tulisan, bidang ini juga disebut antropologi. (2) cabang linguistik antropologi yang menyelidiki hubungan bahasa dan sikap bahasawan terhadap bahasa. Salah satu


(32)

commit to user

aspek etnolinguistik yang sangat menonjol ialah masalah relatifitas bahasa (Harimurti, 1982: 42). Relatifitas bahasa adalah salah satu pandangan bahwa bahasa seseorang menentukan pandangan dunianya melalui kategori gramatikal dan klarifikasi semantik yang ada dalam bahasa itu dan yang dikreasi bersama kebudayaannya (Harimurti, 1982: 145).

Istilah etnolinguistik berasal dari kata etnologi dan linguistik. Etnologi berarti ilmu yang mempelajari tentang suku-suku tertentu, dan linguistik berarti ilmu yang mengkaji tentang seluk beluk bahasa keseharian manusia atau disebut juga ilmu bahasa (Sudaryanto, 1996: 9) yang lahir karena adanya penggabungan antara pendekatan yang biasa dilakukan oleh para ahli etnologi (kini antropologi budaya).

Dalam studi semacam ini sebenarnya terjadi hubungan timbal-balik yang menguntungkan antara disiplin linguistik dengan disiplin etnologi. Oleh karena itu dalam menampilkan berbagai studi etnolinguistik yang pernah atau mungkin dilakukan dapat dibagi menjadi dua golongan, yakni 1). kajian linguistik yang memberikan sumbangan bagi etnologi dan 2). kajian etnologi yang memberikan sumbangan bagi linguistik.

a. Kajian Linguistik untuk Etnologi

Dalam hal ini untuk dapat memahami perilaku para warga suatu masyarakat dengan baik, khasanah pengetahuan yang mereka miliki harus diketahui dan ini berarti bahwa bahasa mereka harus dipelajari. Dalam konteks inilah suatu kajian linguistik akan sangat berarti bagi etnologi. Kajian linguistik yang memberikan sumbangan bagi etnologi terdiri dari beberapa bagian yaitu:


(33)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

a. Bahasa dan Pandangan Hidup

Salah satu kajian yang dapat dilakukan disini adalah tentang pandangan hidup masyarakat sebagaimana tercermin dalam bahasa mereka. Kita dapat mengambil contoh dari bahasa Jawa, dalam bahasa Jawa terdapat tingkatan-tingkatan bahasa yakni, ngoko, krama dan krama inggil. Kajian yang mendalam dalam bahasa Jawa ini akan dapat membawa kita pada kesimpulan bahwa kategori alus dan kasar merupakan kategori yang penting bagi orang Jawa, melalui bahasa Jawa dapat diketahui pandangan hidupnya. Bahasa yang dimaksud disini adalah istilah yang digunakan dalam penyebutan nama jamu dan bahan pembuat jamu tradisional . contoh penerapan dalam hal ini adalah penyebutan bahan jamu yang berupa daun sirih dalam bahasa Indonesia, suruh [surUh] dalam bahasa Jawa ngoko, sedhah [s|Dah] (yang termasuk dalam bentuk monomorfemis berkategori nomina) dalam bahasa Jawa krama.

b. Bahasa dan Struktur Pemikiran

Penelitian mengenai dimensi-dimensi kenyataan yang dianggap penting oleh suatu kebudayaan, kemudian juga memunculkan suatu cabang kajian baru yang berusaha mengungkapkan struktur pemikiran manusia. Hal ini memang merupakan akibat lebih lanjut yang tidak dapat dihindari, karena ketika berbagai hasil penelitian tentang sistem klasifikasi harus ditampilkan dalam bentuk berbagai model yang digunakan tersebut memang mencerminkan struktur pemikiran yang ada pada manusia. Upaya untuk mendalami berbagai macam sistem klasifikasi serta berbagai model yang dapat digunakan untuk


(34)

commit to user

menampilkannya kini menjadi sebuah spesialisasi yang disebut antropologi kognitif (cognitive antropology).

Kajian ini pertama-tama memusatkan perhatian pada dimensi semantik dari berbagai istilah yang ada dalam suatu domain ‘bidang’ dalam suatu kebudayaan. Misalnya saja bidang kekerabatan, bidang klasifikasi tanaman, atau bidang peneliti, kemudian menyusun suatu kerangka klasifikasi yang akan dapat menampilkan sistem klasifikasi yang ditemukan dengan lebih mudah dan jelas. Secara tidak langsung kerangka klasifikasi yang merupakan suatu struktur ini mencerminkan struktur yang ada dibalik berbagai istilah yang ada dalam suatu bidang yang diteliti, dan ini dianggap juga mencerminkan struktur yang ada dalam pemikiran manusia, walaupun belum atau bukan merupakan keseluruhan struktur.

Hal ini berkaitan dengan istilah-istilah yang terdapat dalam jamu tradisional Jawa yang mengandung makna kultural yang mencerminkan struktur pemikiran masyarakat Jawa.

c. Bahasa dan Perubahan Masyarakat

Kajian tentang bahasa dengan maksud untuk mengetahui lebih dalam tentang kebudayaan suatu masyarakat atau suku bangsa sudah sangat banyak dilakukan. Asumsi dasar yang biasa digunakan dalam studi semacam ini adalah bahwa khasanah pengetahuan yang dimiliki oleh suatu masyarakat itu tersimpan dalam bahasa mereka. Pengetahuan inilah yang digunakan oleh warga masyarakat tersebut untuk menjelaskan dan memahami segala apa yang dihadapi, serta digunakan untuk membimbing mereka mewujudkan perilaku yang tepat dalam suatu situasi dan kondisi tertentu. Oleh karena itu untuk dapat memahami perilaku


(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

para warga masyarakat dengan baik, khasanah pengetahuan yang mereka miliki harus diketahui dan ini berarti bahwa bahasa mereka harus dipelajari.

d. Bahasa dan cara memandang kenyataan

Selain tentang pandangan hidup, kajian tentang bahasa dan maknanya akan memungkinkan kita mengetahui cara memandang kenyataan yang ada dikalangan pendukung bahasa yang kita teliti, artinya kita dapat mengetahui dimensi-dimensi kenyataan mana yang mereka anggap penting dan relevan dalam kehidupan mereka, dan dari sini kita dapat mengetahui tempat unsur kenyataan tertentu dalam kehidupan mereka. Dalam hal ini mengenai istilah jamu tradisional Jawa yang mengandung makna sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan masyarakat Jawa khususnya tentang pengobatan tradisional yang mereka anggap lebih baik tanpa efek samping seperti pengobatan dengan obat kimia.

b. Kajian Etnologi untuk Linguistik

Kajian Etnologi yang memberikan sumbangan bagi linguistik. Dalam hal ini data kebahasaan yang diperoleh para ahli antropologi dalam penelitian lapangan mereka juga tidak sedikit, mereka menggunakan nya untuk menggali bahasa masyarakat yang mereka teliti dan belum pernah dideskripsikan oleh orang lain. Kajian etnologi yang memberikan sumbangan bagi linguistik terdiri dari beberapa bagian yaitu:

a. Kebudayaan dan Sejarah Bahasa

Para ahli etnologi tidak dapat mengabaikan sejarah bahasa karena pentingnya pengetahuan tentang sejarah ini bagi upaya memahami berbagai


(36)

commit to user

macam kegiatan sosial-budaya dalam masyarakat serta relasi-relasi yang dimiliki dengan berbagai macam masyarakat lain disekitarnya.

Sejarah kebudayaan suatu suku bangsa yang direkontruksikan oleh para ahli antropologi ini juga akan sangat bermanfaat bagi seorang ahli bahasa yang tertarik pada persebaran bahasa dan sejarah persebaran tersebut.

b. Kebudayaan dan Peta Bahasa

Para ahli etnolinguistik yang memiliki latar-belakang linguistik yang kuat biasanya tidak lupa untuk meneliti bahasa masyarakat yang mereka teliti, kemudian para ahli tersebut melakukan analisis kebahasaan dengan menempatkan bahasa tersebut dalam konteks sejarah dan kebudayaan masyarakat pemilik bahasa. Seringkali mereka juga melukiskan bahasa-bahasa tersebut dengan baik, karena pengetahuan mengenai bahasa lokal ini memang sangat diperlukan jika seorang ahli etnologi sedang melakukan penelitian secara intensif atas suatu kebudayaan. Deskripsi semacam inilah yang kemudian akan bermanfaat bagi para

ahli perbandingan bahasa, yang ingin mengetahui ‘kekerabatan’ satu bahasa

dengan bahasa yang lain.

Dengan adanya data linguistik bahasa-bahasa daerah, yang berasal dari hasil penelitian para ahli etnologi, kajian perbandingan bahasa akan memperoleh data yang lebih banyak, sehingga upaya untuk menyusun peta kekerabatan berbagai bahasa manusia juga akan lebih mudah dilakukan, dan hubungan kekerabatan bahasa tersebut akan lebih jelas.


(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

c. Kebudayaan dan Makna Bahasa

Salah satu bidang penting dalam studi bahasa adalah semantik atau studi mengenai makna-makna yang ada dalam sebuah bahasa. Konteks kebahasaan yang terkait erat dengan konteks sosial-budaya masyarakat pemilik bahasa tersebut sangat beraneka ragam dan seorang ahli bahasa tidak selalu mampu mengali berbagai dimensi semantik dari suatu kata, karena ini memerlukan penelitian lapangan dengan waktu yang cukup lama. Dalam konteks inilah para ahli etnologi dapat memberikan sumbangan pada linguistik.

F. Struktur

1. Monomorfemis

Monomorfemis (monomorphemic) terjadi dari suatu morfem. Morfem, merupakan satuan bahasa terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan yang tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil misalnya (ter-), (di-) (pensil) (Harimurti Kridalaksana, 1983: 110). Menurut Djoko Kentjono (1982: 44-45) satu atau lebih morfem akan menyusun sebuah kata. Kata dalam hal ini ialah satuan gramatikal bebas yang terkecil. Kata bermorfem satu disebut kata monomorfemis dengan ciri-ciri dapat berdiri sendiri sebagai kata, mempunyai makna dan berkategori jelas. Kata bermorfem lebih dari satu disebut kata polimorfemis. Penggolongan kata menjadi jenis monomorfemis dan polimorfemis adalah menggolongkan berdasarkan jumlah morfem yang menyusun kata.

Pada dasarnya semua kata yang tergolong pada kata dasar dalam istilah jamu tradisional Jawa dapat dikatakan morfem bebas dengan pengertian bahwa


(38)

commit to user

morfem itu dapat berdiri sendiri dengan makna tertentu tanpa dilekati imbuhan, dengan kata lain subjeknya belum mengalami proses morfologis atau belum mendapat tambahan apapun, belum diulang dan belum digabungkan atau dimajemukkan.

2. Polimorfemis

Kata polimorfemis dapat dilihat sebagai hasil proses morfologis yang berupa perangkaian morfem. Proses morfologis meliputi: 1). Pengimbuhan atau afiksasi (penambahan afiks) penambahan afiks dapat dilakukan di depan, di tengah, di belakang, atau di depan dan di belakang morfem dasar. Afiks yang ditambahkan di depan disebut awalan atau prefiks, yang di tengah disebut sisipan atau infiks, yang di belakang disebut akhiran atau sufiks, yang di depan dan di belakang disebut sirkumfiks atau konfiks; 2). Pengulangan atau reduplikasi, reduplikasi adalah proses dan hasil pengulangan satuan bahasa sebagai alat fonologis atau gramatikal (Harimurti Kridalaksana, 1983: 143); 3). Pemajemukan yaitu proses morfologi yang membentuk satu kata dari dua (atau lebih dari dua) morfem dasar atau proses pembentukan dua kata baru dengan jalan menggabungkan dua kata yang telah ada sehingga melahirkan makna baru. Arti yang terkandung dalam kata majemuk adalah arti keseluruhan bukan menurut arti yang terkandung pada masing-masing kata yang mendukungnya.

3. Frase

Frase adalah satuan gramatikal yang terdiri dari dua atau lebih dari dua kata yang tidak berciri klausa dan yang pada umumnya menjadi pembentuk klausa (Djoko Kentjono, 1982: 57). Frase seperti dengan kata, frase dapat berdiri sendiri.


(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya, baik semua unsurnya maupun salah satu dari unsurnya, disebut frase endosentrik, dan frase yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan semua unsurnya disebut frase eksosentrik (Ramlan,2001: 141). Contoh frase kudu laos, ron kates, cabe puyang.

G. Makna

Dalam semantik pengertian sense ‘makna’ dibedakan dalam meaning

‘arti’. Sense ‘makna’ adalah pertautan yang ada diantara unsur-unsur bahasa itu sendiri. Menurut lyons (1977: 204) menyebutkan bahwa mengkaji dan memberikan makna suatu kata ialah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan makna yang membuat kata-kata tersebut berbeda dari kata-kata lain, sedang ‘meaning’ menyangkut kata leksikal dari kata-kata itu sendiri yang cenderung terdapat dalam kamus sebagai leksikon (Fatimah Djajasudarma, 1993: 5). Dalam istilah jamu tradisional Jawa akan dilihat dari segi makna leksikal dan makna kultural.

Makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa dsb, makna leksikal ini dipunyai unsur-unsur bahasa lepas dari penggunaannya atau konteksnya (Harimurti Kridalaksana, 1983: 103), menurut Fatimah Djajasudarma (1999: 13) makna leksikal adalah makna kata yang dapat berdiri sendiri, baik dalam bentuk turunan maupun dalam bentuk dasar. Sebagai contoh makna leksikal dalam istilah jamu Jawa misalnya jamu kunir asem, makna leksikalnya yaitu jamu yang terbuat dari asam Jawa sebagai bahan utama dan ditambahkan kunir atau kunyit.


(40)

commit to user

Makna kultural adalah makna bahasa yang dimiliki oleh masyarakat dalam hubungannya dengan budaya tertentu (Wakit Abdullah, 1999: 3). Menurut Fatimah Djajasudarma (1999: 13) Makna gramatikal (kultural) (bahasa Inggris-gramatikal meaning: functional meaning, structural meaning) adalah makna yang menyangkut hubungan intra bahasa atau makna yang muncul sebagai akibat fungsinya, sebuah kata didalam kalimat (Fatimah Djajasudarma, 1999: 13). Secara umum makna gramatikal berkenaan dengan makna yang terjadi pada proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi atau proses penggabungan dasar dengan dasar. Sedangkan makna kultural adalah makna bahasa yang dimiliki oleh masyarakat dalam hubungannya dengan budaya tertentu (Wakit Abdullah, 1999: 3). Contoh makna kultural dari jamu kunir asem yaitu jamu yang diyakini masyarakat sebagai jamu pelangsing karena jamu kunir asem terbuat dari bahan dasar buah asem yang mempunyai ciri khas rasa buah yang sangat asam, konon dengan memakan buah yang asam dapat mengecilkan tubuh karena zat asam yang terkandung di dalam nya dapat melarutkan lemak dalam tubuh. Untuk mengetahui adanya makna kultural yang berkembang maka perlu diketahui terlebih dahulu makna leksikalnya.

Makna memiliki tiga tingkat keberadaan yakni: a. Makna menjadi isi dari suatu bentuk kebahasaan. b. Makna menjadi isi dari suatu kebahasaan.

c. Makna menjadi isi komunikasi yang mampu membuahkan informasi tertentu.


(41)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara, alat, prosedur dan teknik yang dipilih dalam melakukan penelitian. Metode adalah cara untuk mengamati atau menganalisis suatu fenomena, sedangkan metode penelitian mencakup kesatuan dan serangkaian proses penentuan kerangka pikiran, perumusan masalah, penentuan sampel data, teknik pengumpulan data dan analisis data (Edi Subroto, 1992: 31).

Metode penelitian ini akan membicarakan mengenai 1). sifat penelitian; 2). lokasi penelitian; 3). data dan sumber data; 4). alat penelitian; 5). metode pengumpulan data; 6). metode analisis data; 7). metode penyajian hasil analisis data.

A. Sifat Penelitian

Sifat penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena secara empiris hidup pada penutur-penuturnya. Sehingga menghasilkan catatan berupa pemerian bahasa dan sifatnya seperti potret (Sudaryanto, 1993: 62).

Deskriptif adalah metode yang bertujuan membuat deskripsi, maksudnya membuat gambaran lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai data, sifat-sifat serta hubungan fenomena-fenomena yang diteliti (Fatimah Djajasudarma, 1993: 8). Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu


(42)

commit to user

pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan masyarakat tersebut melalui bahasanya serta peristilahan (Fatimah Djajasudarma, 1993: 10). Dalam penelitian ini data yang terkumpul berbentuk kata-kata, analisis dan hasil laporan analisis menggunakan kata-kata pula.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat atau objek penelitian. Lokasi penelitian ini ada di wilayah Sukoharjo, yaitu lebih tepatnya di Ngadirejo Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. Penulis mengambil lokasi ini sebagai objek penelitian karena merupakan salah satu wilayah Jawa yang masih melestarikan kebudayaan Jawa terutama dibidang pengobatan tradisional, yaitu jamu Gendhong dan jamu Putri Gunung Jati. Sehingga secara pasti pemilihan lokasi yang tepat juga sangat mendukung dalam proses penelitian.

C. Data dan Sumber Data

Data adalah bahan penelitian (Sudaryanto, 1993: 3). Data dalam penelitian ini berupa data tulis dan lisan. Data lisan sebanyak 12, data tulis sebanyak 29. Data dalam penelitian ini berupa istilah-istilah jamu tradisional Jawa di Kabupaten Sukoharjo. Sumber data lisan berasal dari informan yang terpilih, sumber data tulis berasal dari buku Hidup Sehat bersama Jamu Putri Gunung Jati (buku panduan diagnosa dasar praktis penyakit manusia).


(43)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Pemahaman mengenai berbagai macam sumber data merupakan bagian yang sangat penting bagi peneliti, karena ketepatan memilih dan menentukan jenis sumber data akan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau informasi yang diperoleh, data tidak akan bisa diperoleh tanpa adanya sumber data (H.B Sutopo, 2002: 49).

Sumber data lisan dalam penelitian ini berasal dari informan yang terpilih dengan kriteria yang telah ditentukan, yaitu berupa tuturan yang mengandung istilah jamu tradisional. Kriterianya adalah sebagai berikut: 1). mengetahui tentang seluk beluk jamu tradisional Jawa; 2). mengetahui tentang bahasa Jawa dan budaya Jawa; 3). sehat jasmani dan rohani; 4). memiliki alat ucap dan ujaran yang baik; 5). bersedia memberikan informasi tentang jamu tradisional dengan jujur; 6). alat pendengar masih normal.

Informan yang dimaksud adalah: 1). Ibu Sumiyem, penjual jamu gendhong di Kampung Kabalan; 2) Mbah Sriyani, orang yang dianggap sebagai senior (orang yang dituakan) karena beliau lebih dari 20 tahun berjualan jamu gendhong di Pasar Kartasura; 3). Ibu Suliah, pembeli dari jamu gendhong; 4). Bapak Edi, agen dari jamu PGJ; 5). Bapak Subroto, konsumen dari jamu PGJ; 6). Ibu Ningsri, konsumen dari jamu PGJ.

Sumber data tulis berasal dari buku atau pustaka yang masih berkaitan dengan istilah-istilah jamu tradisional Jawa, yaitu Hidup Sehat bersama Jamu Putri Gunung Jati (buku panduan diagnosa dasar praktis penyakit manusia).


(44)

commit to user

D. Alat Penelitian

Alat penelitian meliputi alat utama dan alat bantu. Disebut alat utama karena merupakan alat paling dominan dalam penelitian yaitu peneliti sendiri, sedangkan alat bantu yaitu alat yang berguna untuk memperlancar penelitian seperti alat tulis, buku catatan, kamera, komputer, dan alat-alat lain yang menunjang dalam menyelesaikan penelitian ini.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode merupakan cara mendekati, mengamati, menganalisis gejala yang ada (Harimurti, 1983: 106). Sehubungan dengan jenis instrumen dan jenis data yang dikumpulkan maka yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak. Metode simak adalah metode pengumpulan data dengan jalan menyimak penggunaan bahasa yang berlangsung dalam masyarakat (Sudaryanto, 1993 : 133). Sebagai teknik dasarnya adalah teknik sadap. Caranya dengan segenap kemampuan dan pikiran penyadap pemakaian bahasa di masyarakat sekitar. Teknik ini dipakai untuk mendapatkan data dari informan secara spontan dan wajar.

Teknik lanjutan yang digunakan yaitu teknik simak libat cakap, teknik pustaka,dan teknik catat.

a. Teknik simak libat cakap, dapat dilakukan pertama-tama dengan berpartisipasi sambil menyimak dalam pembicaraan sehingga terlibat langsung dalam pembicaraan atau dialog. Di samping itu, peneliti memperhatikan penggunaan bahasa lawan bicaranya dengan aktif.


(45)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Teknik simak libat cakap ini mengunakan diri peneliti sendiri sebagai alatnya (Sudaryanto, 1988: 3). Sebagai seorang peneliti memiliki peran utama dalam sebuah penelitian, karena harus dapat menyarahkan pembicaraan dengan informan supaya pembicaraan tidak meluas kemana-mana dan juga supaya dalam berinteraksi terjalin keakraban guna mendapatkan data yang diperlukan.

b. Teknik pustaka, Teknik pustaka yaitu menggunakan data dari sumber tertulis seperti: majalah, buku, artikel, dan buku paket berbahasa Jawa dan sebagainya untuk mendapatkan data.

c. Teknik catat, teknik catat dilaksanakan dengan mencatat hal-hal yang penting dalam penggunaan bahasa, pencatatan dapat dilakukan pada waktu pengamatan atau segera setelah pengamatan berlangsung. Hal ini perlu dilakukan agar hal-hal yang penting sehubungan dengan peristiwa tutur yang sedang diamati itu tidak terlupakan atau terlewatkan.

F. Metode Analisis Data

Metode yang digunakan peneliti untuk menganalisis data yaitu dengan metode distribusional dan metode padan. Metode distribusional digunakan untuk menganalisis bentuk. Metode padan digunakan untuk menganalisis makna istilah-istilah jamu tradisional Jawa.


(46)

commit to user

1. Metode Distribusional

Metode distribusional yaitu metode yang alat penentunya dari unsur bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto, 1993: 15). Teknik dasar yang digunakan adalah teknik bagi unsur langsung (BUL). Teknik ini digunakan untuk membagi satuan lingual data menjadi beberapa unsur, dan unsur-unsur yang bersangkutan dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto, 1993: 31). Teknik ini digunakan untuk menganalisis bentuk istilah dalam jamu tradisional Jawa apakah berbentuk monomorfemis, polimorfemis atau frase. Adapun penerapan metode distribusional adalah sebagai berikut:

1. Bentuk Morfemis (satu morfem) a. Suruh [surUh] atau Sirih [sirIh]

Suruh merupakan Piper betle Linn, salah satu jamu dari jamu GD yang berkhasiat untuk menghilangkan bau badan, Suruh tumbuhan yang mudah berbuah, jenis tanaman obat berupa terna memanjat, famili Piperaceae daun hijau kekuningan, panjang, besar, lunak, terasa pedas dan tajam; buah seperti ekor panjang bergemang, warna hijau keabuan. Suruh berkategori nomina. b. Lega [l|gO]

Lega merupakan salah satu jamu dari jamu PGJ yang berkhasiat mengobati penyakit hernia atau biasa disebut ‘ketedhun

“kandung kemih membesar, terdapat benjolan dilipat paha atau


(47)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

akan tambah besar jika melakukan aktivitas yang berat. Penyakit ini sering menyerang laki-laki, tetapi dapat juga menyerang wanita meskipun kasusnya cukup jarang. Lega berkategori nomina.

2. Bentuk Polimorfemis (lebih dari satu morfem).

a. Uyup-uyup [uyUp uyUp] ‘salah satu jamu tradisional Jawa yang berkhasiat sebagai pelancar ASI dan dapat menambah produksi air susu ibu.

Istilah uyup-uyup merupakan bentuk reduplikasi utuh, yang dibentuk dari bentuk dasar uyup yang berarti ‘diseruput’ atau

langsung minum’, uyup-uyup digunakan sebagai jamu khusus untuk ibu yang sedang menyusui dan ibu yang baru melahirkan, dengan tujuan untuk melancarkan ASI dan membersihkan kandungan.

b. Pahitan [pahitan] ‘salah satu jamu tradisional Jawa yang berkhasiat sebagai obat gatal-gatal, kencing manis dsb. Terbuat dari bahan-bahan jamu yang rasanya sangat pahit seperti sambilata, daun pepaya, brutowali dsb.

Pahitan merupakan pengimbuhan atau penambahan afiksasi. morfem bebas + sufiks (-an) yaitu pahit + an.

Pahit ‘pahit’ + an → pahitan ‘sangat pahit’ Nomina (N) + sufiks –an → Nomina


(48)

commit to user

3. Bentuk Frase (terdiri dari dua/lebih kata)

a. Kudu laos [kudu laOs] ‘salah satu jamu tradisional Jawa yang berkhasiat sebagai penurunkan tekanan darah, melancarkan peredaran darah, juga berkhasiat sebagai penghangat tubuh, membuat perut merasa nyaman, menambah nafsu makan , dan menyegarkan badan.

Kudu laos termasuk frase endosentris yang koordinatif, kesetaraan frase kudu laos dapat dibuktikan oleh unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata dan atau atau. Frase kudu laos termasuk golongan frase nomina (kudu atau mengkudu) sebagai UP diikuti frase nomina (laos atau lengkuas). Kudu N + laos N FN

2. Metode Padan

Metode padan yaitu metode analisis data yang alat penentunya diluar bahasa yang merupakan konteks sosial bagi terjadinya penggunaan bahasa di dalam masyarakat (Sudaryanto, 1985: 2). Alat penentu bahasa yang dimaksud adalah 1). kenyataan yang ditunjuk oleh bahasa atau referen bahasa; 2). alat penentunya organ pembentuk bahasa atau organ wicara; 3). bahasa lain atau leangue lain; 4). perekam dan pengawet bahasa (tulisan); 5). orang yang menjadi mitra wicara (Sudaryanto, 1993: 13). Metode ini digunakan untuk menganalisis makna leksikal dan makna kultural dari istilah-istilah jamu tradisional Jawa. Penerapan metode padan sebagai berikut:


(49)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

a. Beras kencur /b|ras k|ncUr/ adalah salah satu dari jamu GD yang terbuat dari beras dan kencur sebagai bahan utamanya, bahan lain yang dicampurkan adalah dawung, jahe, peka, kapulogo, cengkeh, daun jeruk nipis, dan kayu manis sebagai pemanis digunakan gula merah dicampur sedikit gula putih. Makna kultural dari beras kencur dikatakan oleh informan sebagai jamu yang dapat menghilangkan pegal-pegal pada tubuh, karena beras sendiri mengandung banyak nutrisi yang dipercaya dapat memulihkan stamina tubuh dan dapat mengganti energi yang telah hilang dalam beraktivitas, sedangkan kencur termasuk rimpang yang tidak berserat yang dipercaya dapat melancarkan aliran darah sehingga nutrisi yang dikandung dalam beras dapat menyebar keseluruh tubuh sebagai penghilang pegal-pegal, selain dapat menghilangkan pegal-pegal juga berkhasiat menambah nafsu makan, dan sebagai pereda batuk untuk anak. b. Lenggang jaya /lEGgaG jaya/ adalah salah satu jamu dari jamu PGJ yang terbuat dari lempuyang, cengkih, jahe, daun sirih yang dapat menyembuhkan penyakit pinggang, yang disebabkan sering nya duduk, kurang istirahat dan olah raga, kurang minum air putih. Makna kultural lenggang jaya adalah ‘oyag ayig kebandhul ing alun’ bergerak kekiri dan

kanan tanpa beban, menang, begja; kuwasa’ telah berhasil apa yang

diinginkan. Menurut konsumen dan masyarakat bahwa penyakit pinggang akan dapat disembuhkan dengan jamu lenggang jaya karena lenggang sendiri melambangkan arti bebas dan jaya melambangkan arti menang,


(50)

commit to user

pinggang akan dapat bergerak bebas tanpa merasakan rasa sakit karena otot pinggang tidak lagi mengencang.

G. Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Metode penyajian hasil analisis data menggunakan metode deskriptif, formal dan informal. Metode deskriptif adalah metode yang semata-mata hanya berdasarkan fakta-fakta yang ada atau fenomena-fenomena secara empiris hidup pada penutur-penuturnya (Sudaryanto, 1993: 63).

Metode informal, yaitu metode penyajian hasil analisis data yang menggunakan kata-kata biasa atau sederhana agar mudah dipahami. Analisis metode informal dalam penelitian ini agar mempermudah pemahaman terhadap setiap hasil penelitian. Metode formal yaitu metode penelitian data dengan menggunakan dokumen tentang data yang dipergunakan sebagai lampiran. Lampiran tersebut dapat berupa gambar-gambar , bagan, tabel, grafik, dan sebagainya. Dalam penelitian ini menggunakan lampiran gambar yaitu gambar dokumentasi foto.


(51)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

BAB IV

HASIL ANALISIS DATA

Sehubungan dengan permasalahan yang ada pada penelitian ini, maka analisis data yang akan dibicarakan ada dua hal yaitu mengenai istilah-istilah jamu tradisional Jawa, yaitu bentuk yang berupa monomorfemis, polimorfemis,dan frase, makna leksikal dan makna kultural yang ada dalam jamu tradisional Jawa bagi masyarakat, dari istilah-istilah jamu tradisional Jawa di Kabupaten Sukoharjo.

A. Bentuk Istilah Jamu Tradisional Jawa

Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan ditemukan bentuk istilah jamu tradisional Jawa berupa monomorfemis, polimorfemis, dan frase.

1. Bentuk Monomorfemis

Monomorfemis mencakup semua kata yang tergolong kata dasar, bentuk tunggal istilah-istilah jamu tradisional Jawa, dengan pengertian bahwa morfem itu dapat berdiri sendiri, bermakna dan tidak terikat dengan morfem lain. Dengan kata lain, kata tersebut belum mengalami proses morfologis atau belum mendapat tambahan apapun, belum diulang dan belum digabungkan. Adapun bentuk yang termasuk bentuk monomorfemis adalah sebagai berikut:

1. Suruh [surUh] atau Sirih [sirIh] Suruh berkategori nomina


(52)

commit to user

Suruh merupakan salah satu jamu tradisional Jawa yaitu jamu GD, suruh atau sirih adalah salah satu tanaman obat berupa terna memanjat.

2. Sinom [sinom]

Sinom berkategori nomina.

Sinom merupakan nama lain dari daun asem Jawa, salah satu jamu tradisional Jawa yaitu jamu GD, sinom atau daun asem Jawa adalah salah satu tanaman buah perbanyak dengan biji.

3. Bajaya [bajaya]

Bajaya berkategori nomina

Bajaya merupakan salah satu jamu tradisional Jawa yaitu jamu PGJ, jamu bajaya dapat membantu mengobati penyakit batu ginjal, berbentuk serbuk jamu.

4. Brokosa [brokosa]

Brokosa berkategori nomina

Brokosa merupakan salah satu jamu tradisional Jawa yaitu jamu PGJ, jamu brokosa dapat membantu mengobati penyakit tumor atau kanker, berbentuk serbuk jamu.

5. Diates [diat|s]


(53)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Diates merupakan salah satu jamu tradisional Jawa yaitu jamu PGJ, jamu diates dapat membantu mengobati penyakit kencing manis, berbentuk serbuk jamu dan kapsul.

6. Gaga [gaga]

Gaga berkategori nomina

Gaga merupakan salah satu jamu tradisional Jawa yaitu jamu PGJ, jamu gaga dapat membantu mengobati penyakit gagal ginjal, berbentuk serbuk jamu.

7. Galing [galiG]

Galing berkategori nomina

Galing merupakan salah satu jamu tradisional Jawa yaitu jamu PGJ, jamu galing dapat membantu mengobati penyakit rematik, berbentuk serbuk jamu.

8. Gondok [gonDo?]

Gondok berkategori nomina

Gondok merupakan salah satu jamu tradisional Jawa yaitu jamu PGJ, jamu gondok dapat membantu mengobati gondok, berbentuk serbuk jamu. 9. Jakrin [jakrin]

Jakrin berkategori nomina

Jakrin merupakan salah satu jamu tradisional Jawa yaitu jamu PGJ, jamu jakrin dapat membantu mengobati penyakit jantung, berbentuk serbuk jamu.


(54)

commit to user

10. Kolsarin [kolsarin]

Kolsarin berkategori nomina

Kolsarin merupakan salah satu jamu tradisional Jawa yaitu jamu PGJ, jamu kolsarin dapat membantu mengobati penyakit kolesterol, berbentuk serbuk jamu dan kapsul.

11. Lega [l|gO]

Lega berkategori nomina

Lega merupakan salah satu jamu tradisional Jawa yaitu jamu PGJ, jamu lega dapat membantu mengobati penyakit hernia atau ketedun, berbentuk serbuk jamu.

12. Lerep [l|r|p]

Lerep berkategori nomina

Lerep merupakan salah satu jamu tradisional Jawa yaitu jamu PGJ, jamu lerep merupakan jamu penenang, berbentuk serbuk jamu.

13. Lifasa [lifasa]

Lifasa berkategori nomina

Lifasa merupakan salah satu jamu tradisional Jawa yaitu jamu PGJ, jamu lifasa dapat membantu mengobati penyakit lever atau hepatitis, berbentuk serbuk jamu dan kapsul.

14. Majarin [majarin]


(55)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Majarin merupakan salah satu jamu tradisional Jawa yaitu jamu PGJ, jamu majarin dapat membantu mengobati penyakit maag, berbentuk serbuk jamu dan kapsul.

15. Osarin [osarin]

Osarin berkategori nomina

Osarin merupakan salah satu jamu tradisional Jawa yaitu jamu PGJ, jamu osarin dapat membantu mengobati penyakit asma, berbentuk serbuk jamu. 16. Posana [posana]

Posana berkategori nomina

Posana merupakan salah satu jamu tradisional Jawa yaitu jamu PGJ, jamu posana dapat membantu mengobati penyakit pengeroposan tulang, berbentuk serbuk jamu.

17. Pusarin [pusarin]

Pusarin berkategori nomina

Pusarin merupakan salah satu jamu tradisional Jawa yaitu jamu PGJ, jamu pusarin dapat membantu mengobati penyakit darah rendah, berbentuk serbuk jamu.

18. Wibawa [wibOwO]

Wibawa berkategori nomina

Wibawa merupakan salah satu jamu tradisional Jawa yaitu jamu PGJ, jamu wibawa dapat membantu para lelaki untuk meningkatkan kemampuan sperma, berbentuk serbuk jamu.


(56)

commit to user

2. Bentuk Polimorfemis

Bentuk polimorfemis meliputi (a) pengimbuhan atau penambahan afiksasi, (b) pengulangan atau reduplikasi, dan (c) pemajemukan. Adapun kata-kata yang termasuk polimorfemis adalah.

a. Pengimbuhan atau penambahan afiksasi 1. Pahitan [paitan]

Pahitan [paitan] ‘Pahitan’. Pahitan terbentuk dari kata Pahit + -an pahitan ‘sangat pahit’. Nomina + sufiks –an → denominal. Sufiks –an merupakan penjelas kata benda. Jadi pahitan merupakan salah satu jamu tradisional Jawa dari jamu GD yang dapat menyembuhkan gatal-gatal dan kencing manis, jamu pahitan terbuat dari sambilata, brutowali, ceplik sari dan empon-empon(temu giring, temu lawak, jahe, kencur,bangle, kunir).

2. Godhogan [goDogan]

Godhogan [goDogan] ‘godhogan’. Godhogan terbentuk dari kata godhog + -an → godhogan. Nomina + sufiks –an → denominal. Sufiks –an merupakan penjelas kata benda. Jadi godhogan merupakan salah satu jamu tradisional Jawa

dari jamu GD yang proses pembuatannya dengan digodhog ‘direbus’ jamu

godhogan terbuat dari brutowali, sambilata dan jahe. b. Pengulangan atau reduplikasi


(57)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

Uyup-uyup merupakan bentuk polimorfemis berupa pengulangan

keseluruhan atau reduplikasi utuh, yang dibentuk dari bentuk dasar uyup yang

berarti ‘diseruput’ atau ‘langsung minum’, uyup-uyup digunakan sebagai jamu khusus untuk ibu yang sedang menyusui dan ibu yang baru melahirkan, dengan tujuan untuk melancarkan ASI dan membersihkan kandungan. Salah satu jamu tradisional Jawa dari jamu GD yang terbuat dari empon-empon, lempuyang, gula Jawa, brutowali, suruh, ceplik sari, cabe jamu, daun pepaya.

c. Pemajemukan

4. Beras kencur [b|ras k|ncUr]

Beras ‘isi dari padi’ + kencur ‘tanaman obat’ → beras kencur

Beras kencur merupakan proses pemajemukan dari dua kata, kedua kata itu merupakan kata pokok sehingga hadir makna baru yaitu jamu beras kencur, salah satu jamu tradisional Jawa dari jamu GD yang terbuat dari dua bahan pokok yaitu beras dan kencur.

5. Kunir asem [kunIr as|m]

Kunir ‘tanaman obat’ + asem ‘masam ’ → kunir asem

Kunir asem merupakan proses pemajemukan dari dua kata, kedua kata itu merupakan kata pokok, sehingga hadir makna baru yaitu jamu kunir asem, salah satu jamu tradisional Jawa dari jamu GD yang terbuat dari dua bahan pokok yaitu kunir dan asem.


(58)

commit to user

Sari ‘inti, asri, endah, kembang’ + rapet ‘rapat atau sempit’ → sari rapet Sari rapet merupakan proses pemajemukan dari dua kata, kedua kata itu merupakan kata pokok, sehingga hadir makna baru yaitu jamu sari rapet, salah satu jamu tradisional Jawa dari jamu GD yang berbahan dasar delima, pinang, daun sirih.

7. Galian singset [galian siGs|t]

Galian ‘lubang’ + singset ‘kecil mengencang’ → galian singset

Galian singset merupakan proses pemajemukan dari dua kata, kedua kata itu merupakan kata pokok, sehingga hadir makna baru yaitu jamu galian singset, salah satu jamu tradisional Jawa dari jamu GD yang berbahan dasar delima, sambilata, jeruk nipis dan asam Jawa.

8. Dewa tuntas [dewO tuntas]

Dewa ‘ruh yang diangan-angankan sebagai penguasa alam dan manusia’ + tuntas ‘selesai’  dewa tuntas.

Dewa tuntas merupakan proses pemajemukan dari dua kata, kedua kata itu merupakan kata pokok, sehingga hadir makna baru yaitu jamu dewa tuntas, salah satu jamu Jawa dari jamu PGJ yang berbahan dasar kunyit, jinten, sambilata, bunga pacar air.


(59)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

Gatot ‘makanan yang terbuat dari gaplek yang disayat kecil-kecil kemudian direbus dan ditambah gula’ + kaca ‘benda yang tembus oleh

penglihatan dan mudah pecah’→ gatotkaca.

Gatotkaca merupakan proses pemajemukan dari dua kata, kedua kata itu merupakan kata pokok, sehingga hadir makna baru yaitu jamu gatot kaca, salah satu jamu tradisional Jawa dari jamu PGJ, yang berbahan dasar cabe jamu, rimpang jahe, merica hitam, jinten.

10. Jati dewa [Iati dewO]

Jati ‘nyatu, tulen’ + dewa ‘ruh yang diangan-angankan sebagai penguasa

alam dan manusia’  jati dewa

Jati dewa merupakan proses pemajemukan dari dua kata, kedua kata itu merupakan kata pokok, sehingga hadir makna baru yaitu jamu jati dewa, salah satu jamu tradisional Jawa dari jamu PGJ yang berbahan dasar kunyit, adas pulosari, jeruk purut.

11. Kurat sari [kurat sari]

Kurat ‘urat’ + sari ‘inti, asri, endah, kembang’  kurat sari

Kurat sari merupakan proses pemajemukan dari dua kata, kedua kata itu merupakan kata pokok, sehingga hadir makna baru yaitu jamu kurat sari, salah satu jamu tradisional Jawa dari jamu PGJ yang berbahan dasar jahe, temulawak, jinten.

12. Lancar seni [lancar s|ni]


(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

13. Pelem sari [p|l|m sari]

Makna kultural jamu pelem sari, pelem ‘nama pohon dan buah’

sedangkan sari ‘inti,asri, endah, kembang’. Jamu pelem sari dapat membantu mengobati panas dalam atau sariawan. Secara kesehatan sariawan disebabkan kurangnya vitamin C. vitamin C sendiri terdapat dalam buah-buahan yang sebagian besar mempunyai rasa asam (sari atau inti). Pelem buah mangga yang masih muda mempunyai ciri khas dengan rasanya yang asam, bahan yang terkandung dalam jamu pelem sari sebagian besar berupa buah-buahan yang mempunyai rasa asam seperti blimbing wuluh. informan percaya dengan mengkonsumsi jamu pelem sari dapat mempercepat penutupan luka sariawan dalam mulut, sariawan yang terbuka akan mengkirut dan akhirnya menutup.


(2)

commit to user

72

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian tentang istilah jamu tradisional Jawa di Kabupaten Sukoharjo, dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Dalam penelitian istilah-istilah jamu tradisional Jawa di Kabupaten Sukoharjo, terdapat tiga bentuk, yaitu bentuk monomorfemis, polimorfemis, dan frase. Bentuk monomorfemis berupa kata dasar yang berjumlah 18 yaitu suruh, sinom, bajaya, brokosa, diates, gaga, galing, gondok, jakrin, kolsarin, lega, lerep, lifasa, majarin, osarin, posana, pusarin, wibawa. Bentuk polimorfemis berupa reduplikasi berjumlah 1 yaitu uyup-uyup, penambahan afiks yang berjumlah 2 yaitu pahitan, godhogan dan pemajemukan berjumlah 17 yaitu

beras kencur, kunir asem, sari rapet, galian singset, gatot kaca, dewa tuntas, jati dewa, kurat sari, lancar seni, lenggang jaya, mahkota jaya, nokilo sari, pelem sari, putri indah, srikandi skw, strong tl, ungu jaya. Bentuk frase berjumlah 3 yaitu cabe puyang, kudu laos, ron kates.

2. Makna yang terdapat dalam istilah-istilah jamu tradisional Jawa di Kabupaten Sukoharjo adalah makna dasar dari istilah tersebut yaitu makna leksikal terdapat dalam bentuk monomorfemis, makna gramatikal yaitu makna yang muncul setelah adanya proses gramatikal, makna gramatikal terdapat pada bentuk polimorfemis dan makna kultural yaitu makna yang dimiliki oleh masyarakat yang berhubungan dengan masyarakat dan kebudayaan, dalam hal


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

ini adalah khasiat jamu tradisional yang dipercaya oleh masyarakat. Makna kultural muncul pada masyarakat dengan adanya kepercayaan bahwa tanaman obat tradisional atau herbal yang menjadi bahan utama jamu tradisional Jawa lebih meyakinkan tanpa efek samping dan jauh dari bahan kimia, jika dibandingkan dengan obat-obat toko atau pabrik. Makna leksikal dan makna kultural dalam penelitian ini dikaji hanya pada jamu yang terdapat pada jamu tradisional Jawa (jamu gendhong dan jamu putri gunung jati).

B. Saran

Penelitian istilah-istilah jamu tradisional Jawa di Kabupaten Sukoharjo dibatasi pada bentuk dan makna dengan kajian etnolinguistik. Karena penelitian ini merupakan penelitian awal, maka penulis penyarankan kepada peneliti berikutnya untuk meneliti lebih lanjut dari istilah jamu tradisional Jawa dengan kajian yang berbeda seperti kajian leksikografi, sosiolinguistik guna melengkapi penelitian ini.


(4)

commit to user

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Chaer. 1994. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Abi Kosno. 1990. Pepak Bahasa Jawa. Surabaya: Express.

Abu Nala. 2003. Manfaat Apotik Hidup. Temanggung: Bina Karya.

Cormentyna Sitanggang. 2004. Kamus Pelajar Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Jakarta: Pusat Bahasa.

David Werner. 1995. Where There Is no Doctor: Edisi Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medika.

Djoko Kentjono. 1982. Dasar-dasar Linguistik Umum. Jakarta: Fakultas Sastra UI.

Edi Subroto. 1992. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta: University Sebelas Maret Press.

Eko Widiyanto. 2005. Kagungan Dalem Buku Racikan Jampi Jawi jilid II (Suatu Kajian Filologis) (Skripsi). Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.

Fatimah Djajasudarma T. 1993. Semantik I: Pengantar ke Arah Ilmu Makna. Bandung: PT Eresco.

---. 1999. Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: Refika Aditama.

Harimurti Kridalaksana. 1983. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Harini, dkk. 2000. Kamus Penyakit dan Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

H.B Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Hidha Watari. 2008. Kajian Etnolinguistik: Istilah Unsur-unsur Sesaji dalam


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sragen (Suatu Tinjauan Etnolinguistik) (Skripsi). Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.

Istiana Purwarini. 2006. ‘Kajian Etnolinguistik: Istilah Perlengkapan dalam

Upacara Perkawinan Adat Jawa di Kecamatan Mojolaban Kabupaten

Sukoharjo’. (Skripsi). Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.

Jamu PGJ. 2008. Hidup Sehat bersama Jamu Putri Gunung Jati, Buku Panduan Diagnosa Dasar Praktis Penyakit Manusia. Sidoarjo: PGJ.

J.W.M Verhaar. 1983. Pengantar Linguistik Jilid I. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. ---. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.

Laksono Wiyoto. Macam-macam Ramuan Asli Obat Tradisionil Warisan Para Leluhur. Solo: Amigo.

Lyons John. 1977. Semantics: Volume I. Cambridge: Cambridge University. Mohamad Mahfud. 2003. Esensi Pemikiran Mujtahid. Kediri: Forum Kajian

Ilmiah.

Nababan. P.W.J. 1993. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Parera. J.D. 1990. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga.

Purwadi. 2004. Kamus Jawa-Indonesia Populer. Yogyakarta: Media Abadi. Ramlan. M. 1980. Ilmu Bahasa Indonesia: Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptik.

Yogyakarta: C.V Karyono.

---.2001. Ilmu Bahasa Indonesia SINTAKSIS. Yogyakarta: C.V Karyono

S.Prawiroatmojo. 1993. Bausastra Jawa-Indonesia. Jakarta: C.V Haji Masagung. Salim Lubis Moh Abadi. Mengenal Apotik Hidup. Surabaya: Usaha Nasional. Shri Ahimsa Putra. 1997. Etnolinguistik : Beberapa Bentuk Kajian. Makalah.

Temu Ilmiah dan Sastra. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Balai Penelitian Bahasa.


(6)

commit to user

Soedarsono, dkk. 1985. Celaka, Sakit, Obat, dan Sehat Menurut Konsepsi Orang Jawa.Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sudarsini. 1990. Naskah ‘Racikan Boreh Saha Parem’ karya Paku Buwana IX (Suntingan Naskah dan Kajian Budaya) (Skripsi). Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.

Sudaryanto. 1985. Linguistik : Esai tentang Bahasa dan Pengantar ke dalam Ilmu

Bahasa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

---. 1988. Metode Linguistik Bagian kedua : Metode dan Aneka Teknik Penggunaan Data. Yogyakarta: Gadjah Mada Universiy Press.

---. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

---. 1996. Linguistik : Identitasnya, Cara Penanganan Objeknya, dan Hasil Kajiannya. Yogyakarta: Yayasan Ekalawya bekerjasama dengan Duta Wacana University Press.

Tan Hoan Tjay, Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.

Thomas A.N.S. 1989. Tanaman Obat Tradisional (1). Yogyakarta: Kanisius. Tim. 2001. Kamus Bahasa Jawa Bau Sastra. Yogyakarta: Balai Bahasa

Yogyakarta.

Tim. 2003. Kamus Pertanian Umum. Jakarta: Penebar Sandaya.

Tim. 2005. Pedoman Penulisan dan Pembimbingan Skripsi/ Tugas Akhir Fakultas Sastra Dan Seni Rupa. Surakarta: Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.

Wakit Abdullah. 1999. Bahasa Jawa Dialek Masyarakat Samin di Kabupaten Blora. Laporan Penelitian Dasar. Surakarta: FSSR UNS didanai oleh Dirjen Dikti.

Wiryo Hadikusuma, dkk. Resep Lengkap Jamu dan Obat Kuno Mujarab. Surabaya: Anugrah.