commit to user
9
BAB II LANDASAN TEORI
Landasan teori disini dimaksudkan sebagai dasar atau landasan yang sifatnya teori eksplisit yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang akan
dikaji di dalam penelitian.
A.
Istilah
Menurut Harimurti 1983: 67, istilah adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan konsep, keadaan, atau sifat yang khas dalam
bidang tertentu. Sedangkan menurut Poerwadarminta 1976: 388 menjelaskan bahwa istilah adalah perkataan yang khusus mengandung arti tertentu di
lingkungan ilmu pengetahuan, pekerjaan atau kesenian. Menurut S.Prawiroatmojo dalam kamus Bausastra Jawa 1993: 287, istilah yaitu “tembung tetembungan
sing mengku teges kaanan, sifat, lan sapiturute sing mirunggan ing babagan tartamtu” kata yang mengandung makna keadaan, sifat, dan sebagainya yang
sesuai pada bagian tertentu. Jadi istilah adalah sebuah kata yang mempunyai arti dan maksud tertentu dalam suatu bidang tertentu.
B. Jamu Tradisional
Jamu adalah sebutan untuk obat tradisional dari Indonesia. Belakang popular dengan sebutan herba atau herbal. Menurut Cormentyna Sitanggang,
2004: 276, 784, jamu adalah obat yang dibuat dari akar-akaran, daun-daunan
commit to user 10
tumbuhan. Tradisional adalah sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun.
Sedangkan menurut Bausastra Jawa 2000: 295 menjelaskan bahwa jamu adalah “tamba sing panganggone sarana dipangan utawa diombe” Obat yang cara
pemakaiannya dengan dimakan atau diminum. Jamu tradisional merupakan warisan budaya bangsa yang diturunkan oleh nenek moyang dan diberikan
kepada generasi berikutnya. Jadi Jamu tradisional adalah suatu ramuan yang dipercaya oleh nenek moyang sampai sekarang yang dibuat dari akar atau
dedaunan semacam tumbuhan dan dikonsumsi dengan dimakan atau diminum penyembuhan dari dalam.
C
.
Jamu Sebagai Pengobatan Tradisional
Para orang tua dan nenek moyang kita, dengan pengetahuan dan peralatan yang sederhana telah mampu mengatasi problem kesehatan. Berbagai macam
penyakit dan keluhan ringan maupun berat. Mereka lebih senang memanfaatkan ramuan dari tumbuh-tumbuhan tertentu yang mudah didapat di sekitar tempat
tinggal mereka. Kelebihan dari tumbuhan tersebut yang diolah secara tradisional tidak mengandung efek samping yang ditimbulkan seperti yang terjadi pada
pengobatan kimia dan mudah dikerjakan dibuat oleh siapa saja dalam keadaan mendesak sekalipun.
Dalam majalah Jawa Damar Jati, ciri dari jamu Jawa supaya dapat dikonsumsi juga bermacam-macam. Ada jamu yang harus digoreng sangan lalu
dihaluskan hingga menjadi bubuk, ada yang digodhog baru diminum, ada juga
commit to user 11
yang didheplok saat tumbuhan baru dipetik langsung diperas dan diminum. Dalam pembuatan jamu tradisional Jawa ada batas aturan yang harus ditepati dan tidak
boleh dilanggar yaitu jamu tidak boleh dicampur dengan bahan kimia 2008: 11 Jika jamu dibuat dari akar dan dedaunan, artinya itu semua berasal dari
tumbuhan yang biasa disebut herbal . menurut Badan Pom RI herbal bisa digolongkan menjadi tiga yaitu: yang pertama jamu aman dikonsumsi
mempunyai khasiat yang berasal dari pengalaman, yang kedua herbal terstandar, aman dikonsumsi yang terbuat dari herbal yang sudah mempunyai standarisasinya
dan khasiatnya sudah diuji pada binatang percobaan, yang ketiga Fitoformaka obat herbal paling tinggi tingkatannya, karena paling aman dikonsumsi dan sudah
diuji secara klinis pada pasien 2008: 14. Segala bahan yang diambil dari tumbuhan entah itu daun, buah, akar,
bunga, kulit kayu dll semua termasuk herbal yang dapat dimanfaatkan sebagai jamu tradisional.
Tuti Munawar dan kawan-kawan menyatakan bahwa untuk menganalisis suatu karya obat-obatan dan pengobatan tradisional memerlukan suatu pemikiran
yang sangat ekstra, sebab bagaimanapun juga pengobatan tradisional mempunyai beberapa jenis antara lain:
1. Obat-obatan tradisional dari tumbuhan. 2. Pengobatan dengan doa-doa dari kitab suci.
3. Pengobatan dengan mantra dan rajak 1993: 499.
commit to user 12
Dari ketiga jenis pengobatan tersebut di atas, jamu tradisional Jawa termasuk dalam jenis pengobatan yang pertama, karena jamu tradisional Jawa
terbuat dari tumbuhan tradisional. Banyak tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang mempunyai khasiat dalam
penyembuhan, walaupun demikian tidak semua tanaman obat yang digunakan mempunyai khasiat, kadang tanaman obat tersebut dipakai secara salah. Sebagian
tanaman obat akan beracun jika diminum melebihi takaran yang semestinya David Werner, 1995: 14.
Dalam mendapatkan bahan jamu tradisional tersebut kita sebagai masyarakat harus selalu pintar memanfaatkan tumbuhan atau tanaman yang
mempunyai khasiat dalam pengobatan, dengan kata lain jamu adalah obat nabati. Dengan cara coba-mencoba secara empiris, orang-orang jaman dahulu
mendapatkan pengalaman dengan berbagai macam daun, akar tumbuhan untuk mengobati penyakit.
Pengetahuan ini secara turun temurun disimpan dan dikembangkan sehingga muncul pengobatan rakyat, sebagaimana pengobatan tradisional jamu di
Indonesia. Tan dan Kirana, 2002: 3. Setiap tumbuhan mempunyai ciri yang berbeda, mulai dari bentuk, bau,
warna, dan khasiatnya berbeda. Dari tempat dan warna daunnya saja bisa diketahui bagaimana cara meramu untuk dijadikan jamu tadisional. Sifat dan ciri
tumbuhan yang bisa digunakan sebagai obat tradisional yaitu: 1.
Tumbuhan yang daunnya berwarna merah ada hubungannya dengan darah, contohnya daun Sambang getih dapat memperlancar
commit to user 13
darah, Hendelium dapat menyembuhkan penyakit ambeien, Bayem merah dapat menambah darah.
2. Tumbuhan yang ada ‘otot-ototane’ mempunyai balungan ada
hubungan nya dengan tulang, contohnya daun sambung otot. 3.
Tumbuhan yang peka dengan sentuhan dapat menjadi obat penenang, contohnya daun gagan Damarjati, 2008: 16.
D.
Hubungan Jamu Tradisional Jawa dengan Masyarakat.
Perkembangan pengobatan di Indonesia saat ini yang sedang menonjol adalah pengobatan yang menggunakan obat-obatan atau ramuan tradisional yang
lebih dikenal dengan jamu. Jamu merupakan salah satu jenis pengobatan tradisional. Pengobatan dalam masyarakat sekarang ini selain dengan cara
tradisional juga dengan cara modern, pengobatan tradisional dan modern sebenarnya merupakan dua cara yang saling melengkapi. Cara pengobatan yang
paling baik perkembangannya dan paling tinggi tingkatannya di dunia seperti hal nya: apotik hidup, bermacam-macam cara pemijatan dan akupuntur, dari berbagai
ahli pengobatan yang lainnya pun saling melengkapi satu sama lain. Pengembangan jamu tradisional Jawa ditujukan untuk melestarikan
ramuan tradisional yang telah diciptakan oleh nenek moyang dengan jalan menyempurnakan proses pembuatannya. Dalam proses pembuatan jamu
tradisional, nenek moyang menggunakan cara yang sangat sederhana seperti yang masih dikenal sampai sekarang misalnya dengan cara menumbuk dan merebus.
Kemajuan jaman menuntut kepraktisan sehingga dibuatlah jamu tradisional yang
commit to user 14
sesuai dengan permintaan konsumen, seperti ‘jamu godhog’ obat rebus yang bahan-bahannya diolah secara kasar dan digodog, jamu serbuk keseluruhan bahan
diolah menjadi serbuk seperti jamu siap seduh untuk pengobatan dalam dan param, bedak dingin untuk pengobatan luar, juga jamu ekstrak bahan diolah dan
hanya diambil sarinya sehingga bentuknya dapat berupa zat padat misalnya tablet dan kapsul Sudarsini. 1990: 59.
Jamu tradisional Jawa di samping sebagai hasil karya nenek moyang bangsa Indonesia juga memiliki fungsi sosial yaitu sebagai penunjang
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, karena masyarakat lebih merasa aman menggunakannya dan menimbulkan rasa percaya akan khasiatnya bila dilihat dari
efek samping pemakaian.
E.
Etnolinguistik
Etnolinguistik adalah cabang linguistik yang menyelidiki hubungan antara bahasa dan masyarakat pedesaan atau masyarakat yang belum mengenal tulisan
Harimurti, 1983: 42.
1. Sejarah Etnolinguistik
Istilah Etnolinguistik muncul ketika ahli antropologi mulai melakukan penelitian lapangan dengan lebih serius dan profesional di awal abab 20,
terbentuknya istilah etnolinguistik dari gabungan kata etnologi kini: antropologi budaya dan linguistik. Di mana seorang ahli antropologi Amerika Serikat yang
ternama, Frans Boas, dan seorang antropologi Inggris, W.H.R. Rivers, mulai melakukan ekspedisi di kalangan ‘primitif’ di luar Eropa. Kebutuhan dan minat
untuk mempelajari bahasa masyarakat yang diteliti ini bertambah besar, ketika
commit to user 15
penelitian lapangan yang lebih serius semakin berkembang dalam disiplin antropologi.
Etnografi baik sebagai laporan penelitian maupun sebagai metode penelitian, dapat dianggap sebagai dasar dan asal-usul ilmu antropologi.
Antropologi sebagai sebuah disiplin ilmu, baru lahir pada paruh kedua abab ke-20, dengan tokoh utama seperti E.B Tylor, J. Frazer dan L.H Morgan. Dengan batasan
tulisan-tulisan tersebut mereka berusaha untuk membangun tingkat-tingkat perkembangan evolusi budaya manusia dari masa manusia mulai muncul dimuka
bumi sampai kemasa terkini. Etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan, tujuan
aktivitas ini adalah memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli. Sebagaimana dikemukaan oleh Malinowski, tujuan etnografi
adalah memahami sudut pandang penduduk asli, hubungan dengan kehidupan, untuk mendapatkan pandangan mengenai dunia 1922: 25. Oleh karena itu,
penelitian etnografi melibatkan aktivitas belajar mengenai dunia orang yang telah belajar melihat, berbicara, berfikir, dan bertindak dengan cara-cara yang berbeda.
Tidak hanya mempelajari masyarakat, tetapi juga belajar dari masyarakat. Tujuan dari etnografi adalah untuk memahami sudut pandang penduduk asli yang
berhubungan dengan kebudayaan Molinowski 1922: 25. Penelitian lapangan dalam disiplin antropologi ini dipelopori dengan tidak
sengaja oleh seorang antropolog Inggris. Bronislaw Malinowski. Dia tinggal dan hidup bersama-sama orang Trobiand di kawasan Pasifik selama dua tahun. Dia
juga belajar bahasa mereka agar bisa bercakap-cakap dan dapat mengetahui
commit to user 16
kebudayaan mereka serta pandangan hidup mereka dengan baik. Semenjak itu salah satu ciri terpenting dari penelitian antropologi dituntut untuk menguasai
bahasa masyarakat yang ditelitinya. Tradisi penelitian yang dilakukan Boas, yaitu penelitian lapangan yang
seksama mengenai sejarah berbagai macam suku bangsa Indian serta bahasa- bahasa mereka. Kemudian dikembangkan oleh beberapa muridnya, salah satu
muridnya yaitu Edward Sapir, mulai membuka sebuah persoalan baru yang penting dalam perkembangan etnolinguistik. Yaitu hubungan antara bahasa dan
kebudayaan. Kemudian salah seorang murid Sapir yaitu Benjamin Lee Whorf mengembangkan beberapa pandangan Sapir Shri Ahimsa, 1997: 1-2.
Sapir seorang ahli antropologi berminat dengan bahasa Indian, pada saat ia melakukan penelitian di kalangan orang Indian Amerika yang memiliki bahasa
yang sangat berbeda dengan bahasa-bahasa Eropa. Ketertarikan terhadap bahasa Indian ini karena dari bahasa inilah para ahli antropologi dapat melihat sejarah
kebudayaan suku-suku Indian tersebut. Sapir kemudian mengadakan studi perbandingan bahasa-bahasa orang Indian yang dapat digunakan menjadi salah
satu metode untuk mengetahui sejarah kebudayaan mereka. Dari studi perbandingan bahasa-bahasa Indian inilah kemudian lahir berbagai pandangan
Sapir mengenai hubungan antara bahasa dan kebudayaan. Salah satu pendapat mengatakan bahwa dalam bahasa tercermin pengetahuan masyarakat pemilik
bahasa tersebut mengenai lingkungan, sehingga lingkungan yang sama pada dasarnya tidak dilihat secara sama oleh tiap-tiap suku bangsa atau masyarakat
yang memiliki bahasa yang berbeda Sapir dalam Shri Ahimsa, 1997: 3.
commit to user 17
Benjamin Lee Whorf mengembangkan lebih lanjut mengenai pandangan Sapir, terutama mengenai bahasa dan persepsi manusia antara lain, bahwa cara
orang memandang, memahami, serta menjelaskan berbagai macam gejala atau peristiwa yang dihadapinya, sebenarnya sangat dipengaruhi oleh bahasa yang
digunakannya. Bahasa yang dimiliki suatu masyarakat, tanpa disadari mempengaruhi cara masyarakat tersebut memandang lingkungannya Sapir dalam
Shri Ahimsa, 1997: 3 Pandangan-pandangan yang dikemukaan oleh Sapir dan Whorf inilah yang
hingga kini masih merupakan dasar berbagai kajian dalam etnolinguistik. Memang, dewasa ini istilah etnolinguistik rupanya tidak lagi digunakan, namun
masih banyak kajian yang berakar dari persoalan-persoalan lain, seperti antropologi linguistik, etnosemantik, antropologi kognitif, etnosains dan
sebagainya. Namun sebenarnya apa yang terdapat dalam bidang studi ini tidak jauh bergeser dari apa yang ada dalam etnolinguistik. Oleh karena itu walaupun
istilah etnolinguistik dapat dikatakan tidak lagi popular, namun tetap dapat digunakan dan masih lebih menguntungkan menggunakan istilah etnolinguistik
dari pada istilah baru yang sebenarnya sudah lebih spesifik Shri Ahimsa, 1997: 2- 3.
2. Studi Etnolinguistik
Etnolinguistik adalah 1 cabang linguistik yang menyelidiki hubungan antara bahasa dan masyarakat pedesaan atau masyarakat yang belum mempunyai
tulisan, bidang ini juga disebut antropologi. 2 cabang linguistik antropologi yang menyelidiki hubungan bahasa dan sikap bahasawan terhadap bahasa. Salah satu
commit to user 18
aspek etnolinguistik yang sangat menonjol ialah masalah relatifitas bahasa Harimurti, 1982: 42. Relatifitas bahasa adalah salah satu pandangan bahwa
bahasa seseorang menentukan pandangan dunianya melalui kategori gramatikal dan klarifikasi semantik yang ada dalam bahasa itu dan yang dikreasi bersama
kebudayaannya Harimurti, 1982: 145. Istilah etnolinguistik berasal dari kata etnologi dan linguistik. Etnologi
berarti ilmu yang mempelajari tentang suku-suku tertentu, dan linguistik berarti ilmu yang mengkaji tentang seluk beluk bahasa keseharian manusia atau disebut
juga ilmu bahasa Sudaryanto, 1996: 9 yang lahir karena adanya penggabungan antara pendekatan yang biasa dilakukan oleh para ahli etnologi kini antropologi
budaya. Dalam studi semacam ini sebenarnya terjadi hubungan timbal-balik yang
menguntungkan antara disiplin linguistik dengan disiplin etnologi. Oleh karena itu dalam menampilkan berbagai studi etnolinguistik yang pernah atau mungkin
dilakukan dapat dibagi menjadi dua golongan, yakni 1. kajian linguistik yang memberikan sumbangan bagi etnologi dan 2. kajian etnologi yang memberikan
sumbangan bagi linguistik.
a . Kajian Linguistik untuk Etnologi
Dalam hal ini untuk dapat memahami perilaku para warga suatu masyarakat dengan baik, khasanah pengetahuan yang mereka miliki harus
diketahui dan ini berarti bahwa bahasa mereka harus dipelajari. Dalam konteks inilah suatu kajian linguistik akan sangat berarti bagi etnologi. Kajian linguistik
yang memberikan sumbangan bagi etnologi terdiri dari beberapa bagian yaitu:
commit to user 19
a. Bahasa dan Pandangan Hidup Salah satu kajian yang dapat dilakukan disini adalah tentang pandangan
hidup masyarakat sebagaimana tercermin dalam bahasa mereka. Kita dapat mengambil contoh dari bahasa Jawa, dalam bahasa Jawa terdapat tingkatan-
tingkatan bahasa yakni, ngoko, krama dan krama inggil. Kajian yang mendalam dalam bahasa Jawa ini akan dapat membawa kita pada kesimpulan bahwa kategori
alus dan kasar merupakan kategori yang penting bagi orang Jawa, melalui bahasa Jawa dapat diketahui pandangan hidupnya. Bahasa yang dimaksud disini adalah
istilah yang digunakan dalam penyebutan nama jamu dan bahan pembuat jamu tradisional . contoh penerapan dalam hal ini adalah penyebutan bahan jamu yang
berupa daun sirih dalam bahasa Indonesia, suruh [surUh] dalam bahasa Jawa ngoko, sedhah [s|Dah] yang termasuk dalam bentuk monomorfemis berkategori
nomina dalam bahasa Jawa krama. b. Bahasa dan Struktur Pemikiran
Penelitian mengenai dimensi-dimensi kenyataan yang dianggap penting oleh suatu kebudayaan, kemudian juga memunculkan suatu cabang kajian baru
yang berusaha mengungkapkan struktur pemikiran manusia. Hal ini memang merupakan akibat lebih lanjut yang tidak dapat dihindari, karena ketika berbagai
hasil penelitian tentang sistem klasifikasi harus ditampilkan dalam bentuk berbagai model yang digunakan tersebut memang mencerminkan struktur
pemikiran yang ada pada manusia. Upaya untuk mendalami berbagai macam sistem klasifikasi serta berbagai model yang dapat digunakan untuk
commit to user 20
menampilkannya kini menjadi sebuah spesialisasi yang disebut antropologi kognitif cognitive antropology.
Kajian ini pertama-tama memusatkan perhatian pada dimensi semantik dari berbagai istilah yang ada dalam suatu domain
‘bidang’ dalam suatu kebudayaan. Misalnya saja bidang kekerabatan, bidang klasifikasi tanaman, atau
bidang peneliti, kemudian menyusun suatu kerangka klasifikasi yang akan dapat menampilkan sistem klasifikasi yang ditemukan dengan lebih mudah dan jelas.
Secara tidak langsung kerangka klasifikasi yang merupakan suatu struktur ini mencerminkan struktur yang ada dibalik berbagai istilah yang ada dalam suatu
bidang yang diteliti, dan ini dianggap juga mencerminkan struktur yang ada dalam pemikiran manusia, walaupun belum atau bukan merupakan keseluruhan struktur.
Hal ini berkaitan dengan istilah-istilah yang terdapat dalam jamu tradisional Jawa yang mengandung makna kultural yang mencerminkan struktur
pemikiran masyarakat Jawa. c. Bahasa dan Perubahan Masyarakat
Kajian tentang bahasa dengan maksud untuk mengetahui lebih dalam tentang kebudayaan suatu masyarakat atau suku bangsa sudah sangat banyak
dilakukan. Asumsi dasar yang biasa digunakan dalam studi semacam ini adalah bahwa khasanah pengetahuan yang dimiliki oleh suatu masyarakat itu tersimpan
dalam bahasa mereka. Pengetahuan inilah yang digunakan oleh warga masyarakat tersebut untuk menjelaskan dan memahami segala apa yang dihadapi, serta
digunakan untuk membimbing mereka mewujudkan perilaku yang tepat dalam suatu situasi dan kondisi tertentu. Oleh karena itu untuk dapat memahami perilaku
commit to user 21
para warga masyarakat dengan baik, khasanah pengetahuan yang mereka miliki harus diketahui dan ini berarti bahwa bahasa mereka harus dipelajari.
d. Bahasa dan cara memandang kenyataan Selain tentang pandangan hidup, kajian tentang bahasa dan maknanya
akan memungkinkan kita mengetahui cara memandang kenyataan yang ada dikalangan pendukung bahasa yang kita teliti, artinya kita dapat mengetahui
dimensi-dimensi kenyataan mana yang mereka anggap penting dan relevan dalam kehidupan mereka, dan dari sini kita dapat mengetahui tempat unsur kenyataan
tertentu dalam kehidupan mereka. Dalam hal ini mengenai istilah jamu tradisional Jawa yang mengandung makna sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan
masyarakat Jawa khususnya tentang pengobatan tradisional yang mereka anggap lebih baik tanpa efek samping seperti pengobatan dengan obat kimia.
b. Kajian Etnologi untuk Linguistik
Kajian Etnologi yang memberikan sumbangan bagi linguistik. Dalam hal ini data kebahasaan yang diperoleh para ahli antropologi dalam penelitian
lapangan mereka juga tidak sedikit, mereka menggunakan nya untuk menggali bahasa masyarakat yang mereka teliti dan belum pernah dideskripsikan oleh orang
lain. Kajian etnologi yang memberikan sumbangan bagi linguistik terdiri dari beberapa bagian yaitu:
a. Kebudayaan dan Sejarah Bahasa Para ahli etnologi tidak dapat mengabaikan sejarah bahasa karena
pentingnya pengetahuan tentang sejarah ini bagi upaya memahami berbagai
commit to user 22
macam kegiatan sosial-budaya dalam masyarakat serta relasi-relasi yang dimiliki dengan berbagai macam masyarakat lain disekitarnya.
Sejarah kebudayaan suatu suku bangsa yang direkontruksikan oleh para ahli antropologi ini juga akan sangat bermanfaat bagi seorang ahli bahasa yang
tertarik pada persebaran bahasa dan sejarah persebaran tersebut. b. Kebudayaan dan Peta Bahasa
Para ahli etnolinguistik yang memiliki latar-belakang linguistik yang kuat biasanya tidak lupa untuk meneliti bahasa masyarakat yang mereka teliti,
kemudian para ahli tersebut melakukan analisis kebahasaan dengan menempatkan bahasa tersebut dalam konteks sejarah dan kebudayaan masyarakat pemilik
bahasa. Seringkali mereka juga melukiskan bahasa-bahasa tersebut dengan baik, karena pengetahuan mengenai bahasa lokal ini memang sangat diperlukan jika
seorang ahli etnologi sedang melakukan penelitian secara intensif atas suatu kebudayaan. Deskripsi semacam inilah yang kemudian akan bermanfaat bagi para
ahli perbandingan bahasa, yang ingin mengetahui ‘kekerabatan’ satu bahasa dengan bahasa yang lain.
Dengan adanya data linguistik bahasa-bahasa daerah, yang berasal dari hasil penelitian para ahli etnologi, kajian perbandingan bahasa akan memperoleh
data yang lebih banyak, sehingga upaya untuk menyusun peta kekerabatan berbagai bahasa manusia juga akan lebih mudah dilakukan, dan hubungan
kekerabatan bahasa tersebut akan lebih jelas.
commit to user 23
c. Kebudayaan dan Makna Bahasa Salah satu bidang penting dalam studi bahasa adalah semantik atau studi
mengenai makna-makna yang ada dalam sebuah bahasa. Konteks kebahasaan yang terkait erat dengan konteks sosial-budaya masyarakat pemilik bahasa
tersebut sangat beraneka ragam dan seorang ahli bahasa tidak selalu mampu mengali berbagai dimensi semantik dari suatu kata, karena ini memerlukan
penelitian lapangan dengan waktu yang cukup lama. Dalam konteks inilah para ahli etnologi dapat memberikan sumbangan pada linguistik.
F.
Struktur 1. Monomorfemis
Monomorfemis monomorphemic terjadi dari suatu morfem. Morfem, merupakan satuan bahasa terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan yang
tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil misalnya ter-, di- pensil Harimurti Kridalaksana, 1983: 110. Menurut Djoko Kentjono 1982:
44-45 satu atau lebih morfem akan menyusun sebuah kata. Kata dalam hal ini ialah satuan gramatikal bebas yang terkecil. Kata bermorfem satu disebut kata
monomorfemis dengan ciri-ciri dapat berdiri sendiri sebagai kata, mempunyai makna dan berkategori jelas. Kata bermorfem lebih dari satu disebut kata
polimorfemis. Penggolongan kata menjadi jenis monomorfemis dan polimorfemis adalah menggolongkan berdasarkan jumlah morfem yang menyusun kata.
Pada dasarnya semua kata yang tergolong pada kata dasar dalam istilah jamu tradisional Jawa dapat dikatakan morfem bebas dengan pengertian bahwa
commit to user 24
morfem itu dapat berdiri sendiri dengan makna tertentu tanpa dilekati imbuhan, dengan kata lain subjeknya belum mengalami proses morfologis atau belum
mendapat tambahan apapun, belum diulang dan belum digabungkan atau dimajemukkan.
2. Polimorfemis
Kata polimorfemis dapat dilihat sebagai hasil proses morfologis yang berupa perangkaian morfem. Proses morfologis meliputi: 1. Pengimbuhan atau
afiksasi penambahan afiks penambahan afiks dapat dilakukan di depan, di tengah, di belakang, atau di depan dan di belakang morfem dasar. Afiks yang
ditambahkan di depan disebut awalan atau prefiks, yang di tengah disebut sisipan atau infiks, yang di belakang disebut akhiran atau sufiks, yang di depan dan di
belakang disebut sirkumfiks atau konfiks; 2. Pengulangan atau reduplikasi, reduplikasi adalah proses dan hasil pengulangan satuan bahasa sebagai alat
fonologis atau gramatikal Harimurti Kridalaksana, 1983: 143; 3. Pemajemukan yaitu proses morfologi yang membentuk satu kata dari dua atau lebih dari dua
morfem dasar atau proses pembentukan dua kata baru dengan jalan menggabungkan dua kata yang telah ada sehingga melahirkan makna baru. Arti
yang terkandung dalam kata majemuk adalah arti keseluruhan bukan menurut arti yang terkandung pada masing-masing kata yang mendukungnya.
3. Frase
Frase adalah satuan gramatikal yang terdiri dari dua atau lebih dari dua kata yang tidak berciri klausa dan yang pada umumnya menjadi pembentuk klausa
Djoko Kentjono, 1982: 57. Frase seperti dengan kata, frase dapat berdiri sendiri.
commit to user 25
Frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya, baik semua unsurnya maupun salah satu dari unsurnya, disebut frase endosentrik, dan frase
yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan semua unsurnya disebut frase eksosentrik Ramlan,2001: 141. Contoh frase kudu laos, ron kates, cabe puyang.
G. Makna