BIOGRAFI MOHAMMAD SAID (1902-1995)

(1)

Daftar Pustaka

Bangun Triandah, Hjj, Ani Idrus Sebagai Tokoh Wartwan Sumatera, Jakarta, Cv Haji Masagung, 1990.

Direja Gunawan Thaja, Chairul Tanjung Sianak Singkong, Jakarta : Kompas Gramedia, 2012.

Fu’ad Zulfikar, Menulis Biografi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008.

Gonggong Anhar, Abdul Qahar Mudzakar Dari Patriot Hingga Pemberontak Yogyakarta : Ombak, 2004.

Graves Elizabeth E. Elite Minangkabau Modern : Respons Terhadap Kolonial Belanda Abad Xix. Jakarta Yayasan Obor, 2001.

Gootschalk Louis, Mengerti Sejarah ( Terjemahan Nugroho Notosusanto), Jakarta : UI-Press, 1985.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka. 2001.

Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Yogyakarta : Tiara Wacana 1994.

Nazir Moh, Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Nusantara, 2009.

Pelzer. J Karl., Sengketa Agraria: Pengusaha Perkebunan Melawan Petani (Trj) Jakarta: Pustaka Sinar Harapan , 1991

Said Mohammad, Sejarah Pers Disuamatera Utara, Jakarta : Ui-Press, 1976.

_________, Soetan Koemala Boelan (Flora), Jakarta : Ui-Press____

Suprayitno, Mencoba (Lagi) Menjadi Indonesia, Yogyakarta : Yayasan Untuk Indonesia, 2001.

Supardi, Dasar-Dasar Ilmu Sosial. Yogyakarta: Ombak.2001


(2)

Soebagijo, Jagat Wartawan Indonesia, Jakarta : Gunung Agung, 1981.

Sinar T. Luckman. Denyut Nadi Revolusi Indonesia. Taufik Abdulah (Ed) Jakarta : PT Gramedia. 1992.

TWH Mohammad . Sejarah Perjuangan Pers Sumatera Utara . Medan Tanpa Penerbit 2001.

Karya Ilmiah

Agustono, Budi dan Oddi Arma, “ Penyerobotan Tanah: Sumatera Timur 1950-1960” Makalah, Naskah diketik.

Alexander, Robinson, Latar Belakang dan Perkembangan berdirinya Harian Umum Waspada di Kota Medan (1947-1950), Skripsi Sarjana Sejarah USU, 2000 Gusnandi, Peri, Aksi Penyerobotan Tanah Perkebunan di Sumatera Timur (

1950-1960). Skripsi Sarjana Sejarah USU, 2007.

Ritonga, Farida Hanum, Peranan Partai Politik Pada Peristiwa 3 Maret 1946 di Langkat, Skripsi Sarjana Sejarah USU, 1981.

Hutagalung, Jungjung, Partai Nasional Indonesia di Medan (1955-1966). Skripsi Sarjana Sejarah USU, 2001.


(3)

BAB III

PERANAN, AKTIVITAS DAN PEMIKIRAN MOHAMMAD SAID DALAM PERS

3.1 Peranan dan Aktivitas Mohammad Said di Dunia Pers

3.1.1 Keaadan Surat Kabar Sumatera Timur

Surat kabar di Sumatera Timur lahir dari tekanan pemerintah kolonial terhadap rakyat. Pada awalnya pers yang berkembang dikota Medan dipelopori oleh pemerintah kolonial Belanda. Surat kabar pertama yang berdiri di kota Medan adalah Deli Courant yang terbit sejak tanggal 18 maret 1885. Pemilik dan pemimpin redaksinya adalah Jaques Deen, yang berkebangsaan Belanda. Surat kabar ini terbit dua kali seminggu yaitu pada hari rabu dan pada hari sabtu, dengan oplah 150 eksemplar setiap edisinya.31

Beritanya didominasi oleh aktivitas para investor asing yang bergerak dalam bidang perkebuanan di Sumatera Timur. Disamping itu juga terdapat berita-berita tentang perlawanan Aceh, silsilah sultan Deli dan juga legenda terjadinya tanah Batak. Selain surat kaber Deli Courant juga terdapat surat kabar yang memberitakan tentang perkembangan Eropa yang bernama De Sumatera Post yang diterbitkan oleh J. Hallerman pada tahun 1899.32

31 Kurniawan Junaedhie. Ensiklopedi Pers Indonesia. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama,

1991. hal. 206.

32 H. Mohammad Said. Sejarah Pers Sumatera Utara. Medan : Percetakan Waspada, 1976.


(4)

Pada tahun 1902 terbitlah surat kabar yang berbahasa melayu yakni Pertja Timoer dibawah pimpinan Mangaradja Salembue. Surat kabar ini banyak menyajikan fakta tentang korelasi antara sultan Deli dengan pemeritah kolonial Belanda sehingga menimbulkan sikap antipati di pihak kesultanan Deli dan pemerintah Belanda terhadap keberadaan surat kabar ini, sehingga surat kabar ini berhenti terbit ditahun 1908.33

Dua tahun kemudian terbitlah surat kabar Pewarta Deli yang dikelola oleh Dja Endar Moeda. Surat kabar ini mula-mula terbit secara mingguan kemudian menjadi dua kali seminggu dan akhirnya terbit setiap hari. Surat kabar ini merupakan surat kabar nasional pertama yang terbit dikota Medan. Surat kabar ini banyak membicarakan tentang keadaan masyarakat pada waktu itu terutama nasib kuli kontrak di Sumatera Timur. Sejak tahun 1932 surat kabar Perwarta Deli di pimpin oleh Adinegoro sampai kedatangan tentara Jepang ke Indonesia.

Selain dari pada surat kabar tersebut masih banyak lagi surat kabar yang bermunculan pada masa pemerintahan kolonial Belanda di Medan, banyak yang berumur panjang tetapi banyak juga yang berumur pendek baik yang berbahasa Belanda maupun yang berbahasa Melayu dan juga ada yang berbahasa Tionghoa dan juga ada yang memakai dwi bahasa seperti surat kabar Tionghoa Melayu yang bernama "Tjin Po".


(5)

Mohammad Said setelah memulai karirnya banyak mengalami banyak tantangan yang menjadikanya sebagai wartawan yang serba bisa dan berpengaruh dijamanya. Mohammad said banyak memiliki peranan dan Aktivitas dalam perkembangan surat kabar di Sumatera Timur seperti mendirikan surat-surat kabar yang pro republik, menulis ulasan-ulasan yang yang memperjuangkan kepentingan rakyat dan lainnya walaupun hal itu membahayakan nyawanya. Aktivitas dan peranan Mohammad Said dalam dunia pers dapat kita lihat ketika Mohammad Said Memulai Karirnya di Surat Kabar Tjin Po.

3.1.2 Perjalanan Karir Mohammad Said di Pers

Mohammad Said memulai karirnya di surat kabar Tjin Po pada tahun 1928. Mohamamad Said melamar ke surat kabar ini dengan membawa contoh-contoh tulisan yang pernah ditulisnya sebagai salah satu pertimbangan untuk mempekerjakan seorang calon penulis disurat kabar. Itu adalah salah satu kebijakan yang sampai sekarang masih tetap diberlakukan disetiap surat kabar yang ada di Indonesia bilamana ingin mempekerjakan seseorang menjadi seorang pewarta atau penulis disurat kabar.

Mohamamad said tidaklah lama bekerja di Tjin Po yang terbit tiga kali dalam seminggu. Mohamamad Said bekerja di surat kabar ini hanya dua bulan, hal ini karena sikap diskriminsi masih sangat kental di tubuh surat kabar tersebut. Surat kabar yang dipimpin oleh seorang peranakan tionghoa-padang bernama Tan Tek Bie


(6)

memberhentikannya karena beliau bukanlah seorang lulusan sekolah tinggi dan seorang pribumi. Pemimpin surat kabar Tjin Po lebih mengutamakan suku Tionghoa yang bekerja di surat kabar Tjin Po ini.

Setelah keluar dari surat kabar Tjin Po, Mohammad Said tidak patah arang untuk mengeluti dunia jurnalistik dia melamar ke surat kabar Oetosan Sumatera yang dipimpin oleh Soetan Parlindungan sebagai wartawan, yang dikemudian hari menjadi pemimpin redaksi mengantikan Mohammad Idham yang berhenti secara tiba-tiba. Oetosan Sumatera adalah surat kabar yang diterbitkan oleh percetakan Sjarikat Tapanoeli yang awalnya bernama Pantjaran Berita.

Setelah berkarir di koran Oetosan Sumaetara yang dimulai sejak september 1928 Mohammad Said mulai mengenal perkumpulan politik, sosial maupun keagamaan yang bersakala nasional secara langsung. Sebelumnya Mohammad Said hanya mengetahui perkumpulan-perkumpulan itu ada dari koran yang dibacanya selama bekerja di pemerintahan Belanda di Labuhan Batu yang kemudian memberhentikanya karena tidak menyukai penindasan terhadap rakyat.

Partai Nasional Indonesia yang didirikan oleh dr. Tjipto Mangunkusunmo dan Ir. Soekarno di kota Bandung tahun 1927 adalah perkumpulan nasional yang di ikuti oleh Mohammad Said dan pernah menjadi pemimpin partai ini.

Setelah keluar dari Otesan Soematera Mohammad Said membuka praktek kantor pengacara tanpa diploma sering disebut pada tahun itu dengan sebutan zaa


(7)

kwaarnemer. Mohamamd said membuka praktek ini sebagi pekerjaan membantu masyarakat terutama buruh perkebunan yang dirugikan oleh golongan pemilik modal yang sering disebut dengan haves, selain dengan haves, buruh juga kerap kali bermasalah dengan rentenir.

Pada tahun 1937 Mohammad Said bertemu dengan seorang tokoh politik yang bernama Abdul Xarim MS yang baru bebas dari penjara Digul, Papua.34 Kedekatan Mohammad Said dengan Abdul Xarim MS terjalin karena Mohammad Said aktif dalam dunia pergerakan. Mereka berdua kemudian menerbitkan koran mingguan dengan nama Penjedar, dan Mohammad Said sebagai pemimpin redaksinya. Namun karena perbedaan paham dengan penerbit dan Abdul Xarim MS, Mohammad Said akhirnya mengundurkan diri.

Setelah keluar dari Penjedar, Mohammad Said bertemu dengan Ani Idrus seorang wartawati dari Sinar Deli. Dan pada sekitar tahun 1937 mereka menerbitkan sebuah koran mingguan bergambar bernama “Soeruan Kita”. Tapi sekitar tahun 1939 terjadi peritiwa besar yang sangat berdampak bagi kehidupan manusia di seluruh dunia yaitu perang dunia II. Masyarakat sangat tertarik akan berita tentang perkembangan perang tersebut. Hal ini membuat koran Sinar Deli kalah dari koran Pewarta Deli yang menyediakan berita yang sangat aktual dari peristiwa perang dunia ke II. Koran ini dipimpin oleh seorang akademisi yang sangat mumpuni yaitu Adinegoro. Adinegoro adalah orang pertama yang memimpin sebuah surat kabar di


(8)

Sumatera Timur yang berasal dari kalangan lulusan akademi jurnalistik. Adinegoro merupakan alumni akademi jurnalistik di Munchen, Jerman.

Penurunan jumlah pembaca dan kerugian yang semakin menumpuk akibat kalah bersaing dengan Pewarta Deli membuat Mohammad Said dan Ani Idrus menutup surat kabar tersebut, dan mereka kembali menjadi wartawan freelance di beberapa surat kabar yang masih terbit waktu itu.

Setelah Jepang menyerang pangkalan Amerika Serikat di Pearl Harbour membuat daerah jajahan bangsa-bangsa yang tergabung dalam blok Sekutu jatuh ketangan Jepang demikian juga dengan Indonesia. Setelah kedatangan Jepang ke Indonesia membawa pengaruh yang sangat besar terhadap pers tanah air. Dunia pers dikendalikan berdasarkan undang-undang penguasa (Osamu Seiri) No 16 tentang badan-badan pengumunan dan penerangan menurut apsal 3 undang-undang itu berbunyi :

“Terlarang Menerbitkan barang tjeatkan jang

berhoeboengandengan pengomoeman ataoe penerangan beroepa penerbitan setiap hari, setiap minggoe, setiap boelan maopoen penerbitan dengan tidak tertenttoe waktunya, ketjoelai oleh badan-badan yang soedah mendapat izin” 35

Berdasarkan ketentuan tersebut, semua surat kabar Belanda dan Cina diambil alih oleh Jepang. Panglima militer Jepang kemudian menerbitkan beberapa buah surat

35 Tribuana Said. Sejarah Pers Nasional dan Pembangunan Pers Pancasila. Jakarta : Haji


(9)

kabar sebagai pengganti surat kabar yang dilarang beredar. Mengenai surat kabar yang diterbitkan Jepang selama masa pendudukan di Indonesia, dalam recent japaese

sources for Indonesia historiography” disebutkan :

Indonesia terbagi dalam dua bagian : Jawa dan Sumatera dikuasai angkatan darta Jepang selam pendudukan sementara Kalimantan, Sulawesi dan daerah sebalah timurnya dikuasai angkatan laut. Sebagai media komunikasi di daerah-daerah tersebut, ada lima surat kabar yang diterbitakn dibawah pengawasan pemerintah militer. Surat-suarat kabar tersebut adalah Jawa Shinbun di Jawa, Sumatera Shinbun di Sumatera, Borneo Shinbun di Kalimantan, Celebes Shimbun di Sulawasi dan Ceram Shimbun masing-masing diurus Asahi pres, Mainichi pers dan Yomiuri pres. Domei Press mengurusi Sumatera Shinbun bekerja sama dengan surat-surat kabar lokal domestik Jepang. Surat kabar tersebut berisi hal-hal penting yang berhubungan dengan perkembangan pemerintahan milter sehari-hari.36

Surat Kabar Sumatera Shimbun merupakan satu-satunya surat kabar diterbitkan Jepang di Sumatera.37 Surat kabar ini terbit dua edisi, yaitu edisi yang

berbahasa Indonesia dan edisi yang berbahasa Tionghoa . Edisi yang berbahsa Indonesia dimpin oleh Adinegoro dengan staf redaksinya Mahmud Nasution, Hadely Hasibuan, Bustaman dan Anwar Lukman. Sedangkan untuk yang berbahasa

36 Edward C Smith. Pembreidelan Pers Di Indonesia. Jakarta : Grafiti Press, 1983. hal. 17. 37 H. Mohammad Said . Waspada Harian Republiken di Daerah NICA. Medan. Tanpa Tahun


(10)

Tionghoa para stafnya redaksinya dari berbagai beberapa bekas harian China seperti New China Times.

Harian Sumatera Shimbun terbit pada sore hari dan dicetak pada percetakan “ Sriganda bekas percetakan Varekamp” pada pemerintahan Belanda. Sebelum dicetak

isi berita di sensor lebih dahulu oleh dinas penerangan Jepang yang bernama BUNKAKA.

BUNKAKA merupakan tempat Mohammad Said bekerja, Mohammad Said bisa bekerja di dinas ini karena kedekatanya dengan Abdul Xarim MS yang bekerja sebagi kotapraja Jepang untuk Medan. Mohammad Said bekerja di departeman penerangan sebagai penyaring berita-berita yang akan diterbitkan oleh surat kabar. Jika surat kabar tersebut menerbitkan berita yang mengkritik pemeritahan atau menceritakan penderitaan rakyat Indonesia akibat tindakan Jepang maka berita tersebut akan ditarik.

Setelah pers di kuasai oleh militer Jepang, pemberitaan menjadi Jepang centris. Semua media baik itu surat kabar maupun radio hanya berisikan kepentingan dari bangsa Jepang semata yaitu cita-cita Asia Timur Raya. Hal yang pada prakteknya membuat wartawan Indonesia dalam surat kabar Jepang itu tidak lagi mengerjakan pekerjaan jurnalistik, melainkan hanya sebagai pegawai.

Pada mulanya proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak diketahui di Medan karena putusnya hubungan dengan Jawa, rakyat semakin cemas mendengar


(11)

desus-desus bahwa tentara Belanda yang membonceng Sekutu akan segera mendarat.38 Tetapi itu hanya desas desus saja karena tidak ada berita resmi yang memberitahukan keadaan yang sebenarnya. Pihak Jepang memang sengaja mengulur waktu untuk tidak memberitahukan kekalahan mereka agar status jajahan bagi Indonesia tetap diberlakukan. Setelah tanggal 22 agustus 1945, gubernur militer Jepang Sumatera Timur Tetsuzo Nakashima mengumumkan secara resmi bahwa Jepang telah kalah perang. Dalam hal ini Sekutu telah menginstruksikan kepada Jepang untuk memelihara keamanan sampai tentara Sekutu berada didaerah ini dan rakyat harus tetap patuh kepada Jepang dalam memelihara keamanan.

Pengumuman resmi itu merupakan jawaban bagi rakyat yang selama ini hanya mendengar desus-desus. Namun berita itu tidak membawa perubahan yag berarti karena Jepang masih berkuasa, sedangkan berita tentang proklamasi belum juga terdengar. Penyiaran berita proklomasi sebenarnya telah berlangsung sejak tanggal 17 agustus 1945 melalui kantor berita Domei Jakarta, bahkan malam harinya radio India, Australia dan San Fransisco telah menyiarkan berita proklamasi, sekaligus memberitakan adanya bantahan dari pihak Jepang tentang kebenaran berita itu. 39

Dengan demikian berita tentang proklamasi kemerdekaan telah sampai keluar negeri, tetapi tidak demikian halnya di kota Medan. Informasi dari kantor berita Domei tidak diterima karena para operator yang bekerja pada kantor berita Domei

38 T. Luckman Sinar. Denyut nadi revolusi Indonesia. Taufik abdulah (ed) Jakarta ; PT

Gramedia, 1992. hal. 141.


(12)

Medan adalah orang-orang Jepang. Berita tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia di kota Medan baru terjadi setelah tiga orang perwakilan dari Sumatera yang duduk didalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dipanggil ke Jakarta untuk membicarakan tentang proklamasi kemerdekaan. Mereka adalah Mr. Teuku Mohammad Hasan, Dr. Mohamad Amir dn Mr. Abdul Abbas. Setelah kembali dari Jakarta mereka tidak segera menyiarkan informasi itu karena kondisi tidak memungkinkan. Adanya desas-desus bahwa beberapa pemimpin rakyat Sumatera Timur telah mengungsi keluar daerah membuat mereka ragu untuk merealisasikan proklamasi kemerdekaan Indonesia di kota Medan.

Situasi demikian mendorong keinginan Mohammad Said untuk segera mendirikan Pewarta Deli. Surat kabar ini diterbitkan oleh Mohammad Said dengan Sjarikat Tapanuli sebagai percetakanya. Tiga minggu setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, yaitu tanggal 29 September 1945 Mohammad Said

membuka kembali sekaligus memimpin surat kabar “Pewarta Deli” yang sebelumnya

dicabut izin penerbitanya pada masa penjajahan Belanda, Mohammad Said menjabat sebagai pemimpin redaksi yang kosong ditinggal Djamaluddin Adi Negoro yang pindah ke Bukit Tinggi, Sumatera Barat.

Berita headline Pewarta Deli telah membuka jalan mengetahui kebenaran berita proklamasi. Disini terlihat peranan surat kabar yang dipimpin oleh Mohammad


(13)

Said . Seandainya berita Pewarta Deli tidak ada, pastilah kumandang proklamasi itu akan tersimpan di kantong safari Mr. Tengku Mohammad Hasan.40

Pertemuan pemuda dan Tengku Mohammad Hasan di gedung Taman Siswa41 yang dijadikan headline oleh Pewarta Deli menjadi topik yang selalu diperbincangkan surat kabar ini,dan surat kabar yang lainya di Medan.

Setahun sebagai pemimpin redaksi di Pewarta Deli, Mohammad Said harus kembali berhenti karena surat kabar ini di breidel oleh pasukan Sekutu dengan, mesin pencetaknya di bom oleh Sekutu. Hal ini dilakukan karena surat kabar ini menerbitkan berita dengan tajuk dan sentilan yang tajam dalam mengkritik kekejaman penjajahan Belanda.

Adapun topik berita yang dijadikan headline oleh surat kabar ini adalah mengenai barang-barang kalengan yang dibawa oleh tentara Inggris ke Medan terdapat kalengan yang berisi dinamit. Walaupun berita ini benar tentara Inggris kebakaran jenggot dan mendatangi kantor Pewarta Deli yang terletak dilantai dua dari Percetakan Sjarikat Tapanuli tersebut untuk menangkap Mohammad Said, tetapi tidak jadi karena para pemuda di sekitar kantor Pewarta Deli telah bersiap-siap mengejar

40 Lihat Lampiran V Tulisan Mohammad Said berjudul, Merdeka Diumumkan terlamabat di

Medan .

41 Mohammad TWH. Sejarah Perjuangan Pers Sumatera Utara, Medan: Tanpa Penerbit,


(14)

tentara Inggris tersebut jika kalau mereka menangkap pemimpin surat kabar tersebut.42

Pada bulan September 1945 komando Asia Tenggara (Southheast Asia Comand) dibawah pimpinan Lord Louis Mounthbatten memasuki wilayah Indonesia untuk mengambil alih keamanan yang dipegang oleh tentara Jepang, sekaligus membawa pasukan NICA yang ingin kembali berkuasa di Indonesia. Sejak Oktober 1945 pasukan NICA yang membocengi Sekutu mendarat di Medan. Sambutan pesimis dari Mohammad Said dia tunjukkan melalui harian Pewarta Deli. Mohammad Said dan surat kabarnya Pewarta Deli dianggap mendeskreditkan Sekutu/Belanda. Yang akhirnya memaksa penguasa militer untuk mengambil tindakan atas harian itu dan menghancurkan Percetakan Sjarikat Tapanuli.

Surat kabar Pewarta Deli kemudian terpaksa menghentikan penerbitanya atas perintah pasukan Inggris. Ketika memberangus Pewarta Deli pada bulan Maret 1946, Sekutu juga menangkap wakil pimpinan redaksi A.O Lubis dan pemimpin percetakan Sjarikat Tapanuli Rahmat Nasution serta menghancurkan alat-alat cetak Sjarikat Tapanuli. Sedangkan pemimpin Pewarta Deli ketika itu sedang berkunjung ke Yogyakarta untuk memenuhi undangan dari pemerintah Republik.

Setelah dihancurkanya Pewarta Deli, maka surat kabar yang pro-Repulik tidak ada lagi terbit di kota medan sehingga Mohammad Said mengusulkan supaya kantor


(15)

perwakilan Antara didirikan di kota Medan. Hal ini dilakukan mengingat perlunya mass media yang mendukung Republik. Dengan usaha Mohammad Said bersama para eks wartawan Pewarta Deli didirikanlah kantor cabang Antara yang mengambil tempat di jalan pusat pasar no 126.

Situasi Keamanan yang tidak lagi menjamin pada saat itu menyebabkan banyak warga yang mengungsi bahkan gubernur sendiri mengungsi ke Pamatang Siantar dan kantor keresidenan harus pindah ke Tebing Tinggi. Dengan demikain kantor berita antara kehilangan sumber bantuan. Apalagi pasukan Poh An Tui bentukan Sekutu untuk meneror penduduk rakyat Indonesia di daerah pendudukan telah membuat kubu perlawan disekitar kantor Antara. Maka Mohammad Said menginstruksikan pemindahan kantor berita Antara ke Pematang Siantar. Mohammad Said sendiri tetap tinggal di kota Medan yang telah diduduki NICA untuk tetap melakukan perjuangan dengan media pers. Ditengah-tengah situasi keamanan yang demikian, kaum pers tetap berkeinginan untuk menerbitkan suatu harian, terlebih lagi dalam keadaan posisi dan strategi perjuangan yang semakin mendesak. Akhirnya Mohammad Said memberanikan diri untuk menerbitkan surat kabar Republiken yang diberi nama surat kabar Waspada pada tanggal 11 januari 1947.

3.1.3 Menerbitkan Waspada

Masa Perang kemerdekaan, kota Medan diblokir oleh Sekutu yang menyebabkan informasi dan komunikasi dengan masyarakat pedalaman terputus


(16)

sementara itu surat kabar Belanda dan Cina lebih menguasai informasi baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Untuk menandingi berita yang dikeluarkan Belanda itu dirasakan perlu untuk menerbitkan suatu media informasi yang dapat mengantisipasi berita-berita Belanda sesuai dengan gerak perjuangan. Oleh sebab itu diterbitkanlah surat kabar Waspada dengan perhitungan bahwa rakyat yang terkepung di daerah pendudukan akan membacanya dan hasil penerbitan itu dapat dimanfaatkan untuk menutupi biaya hidup para pegawainya.43

Surat kabar tersebut diberi nama Waspada karena tidak terlepas dari situasi dan keadaan kota Medan saat itu sedang menghadapi konflik dengan pihak Belanda. Hal ini bertitik tolak dari persetujuan Linggar Jati. Dalam merealisasikan tujuan tersebut telah dilaksanakan beberapa perundingan mengenai genjatan senjata antar kedua belah pihak. Pada tanggal 6 desember 1946 dicapailah persetujuan yang disebut persetujuan prinsip dua kilometer. Dalam penerimaan persetuujuan bersama itu, pihak Republik dipengaruhi hasutan-hasutan untuk mempertentangkan sentimen yang berkembang dikalangan masyarakat, kondisi tersebut dirancanakan pihak Sekutu demi memecah belah ras dan persatuan. Hal ini menyebabkan Mohammad Said tergugah untuk menamai surat kabar yang hendak diterbitkanya dengan nama Waspada.

Begitu besarnya keinginan Mohammad Said untuk menerbitkan surat kabar Waspada sehingga tanpa sadar bahwa persiapan belum ada sama sekali. Lima hari


(17)

sebelum surat kabar Waspada terbit, Mohammad Said mengunjungi kantor percetakan Sjarikat Tapanuli di moskee straat. Kebetulan percetakan ini sedang menganggur disebabkan kurangnya bahan yang akan dicetak dan karyawanya banyak mengungsi kedaerah pedalaman. Mahmud Nasution selaku pimpinan percetakan ini tetap bertahan dikota Medan dan tidak mau menggungsikan percetakanya kepedalaman. Setelah Mohammad Said melakukan pembicaraan dengan Rahmat Nasution sebagai pemimpin Sjarikat Tapanuli, diperoleh kata sepakat bahwa saat itu sangat penting untuk mengumandangkan suara Republik.

Setelah Sjarikat Tapanuli setuju untuk menerbitkan surat kabar Waspada diadakanlah persiapan-persiapan. Para pengecr surat kabar Waspada. Mereka menyatakan sanggup membayar kontan seberapa banyak surat kabar yang dipesan. Mohammad Said kemudian menemui rekan-rekanya sesama wartawan untuk mempersiapkan berita-berita yang akan diturunkan pada surat kabar edisi pertama itu. Para wartawan yang dicatat namanya ikut berjuang pada awal penerbitan surat kabar Waspada adalah Djafar yang bertugas sebagai wakil pemimpin redaksi, Amir Daud, Hasan Soemito dan D.I Lubis. Sedangkan Mohammad Said sendiri adalah sebagai pemimpin redaksi dan penagung jawab surat kabar Waspada.

Pada saat sibuk mempersiapkan penerbitan pertama surat kabar Waspada, Mohammad Said didatangi oleh wakil pemerintahan Belanda di kota Medan yaitu Dr. J.J Van de Velde yang didampingi seorang tentara KNIL yaitu letnan L. Manik. Mereka mendapat kabar bahwa sebuah harian Republiken akan terbit di Medan. Pada


(18)

saat berbincang-bincang letnan L.Manik menyela bahwa “ adalah janggal kota dibakar musuh sedangkan kita pemiliknya membiarkan saja. Yang artinya janggal kalau surat kabar Republik didaerah Belanda dibiarkan menghantam Belanda. Tetapi sebelumnya Dr Van De Velde menangkap isyarat yang dimaksudkan oleh Letnan Manik itu. Mohammad Said menjawab sekarang antar Republik Indonesia dan Belanda terdapat kekuasaan gencantan senjata dimana secara de fakto adalah Republik Indonesia atas seluruh wilayah Madura dan Jawa di akui oleh Sekutu dan sejak November 1946 diserah terimakan dalam status quo kemudian Mohammad Said

memberikan pertanyaan “ apakah Belanda menguasai Medan dengan membawa sistem kenaziannya atau dengan demokrasi ? Mendengar hal; tersebut Dr. JJ Van de Velde tertegun dan berkata : hukum pers Hindia Belanda yang berlaku sekarang undang-undang daruratnya adalah bahwa kita tidak meringtangi orang menerbitkan surat kabar, tetapi kita berhak untuk melarangnya dan ini tergantung dengan isi surat kabar yang telah disiapkan. Demikialah akhirnya Dr JJ. Van de Velde pulang dengan tidak melarang terbit dan Mohammad Said tidak pernah meminta izin terbit 44.

Dengan semangat dan tekadnya, akhirnya Mohammad Said dapat menerbitkan Waspada. Nomor perdana harian tersebut terbit dengan setengah lembar, dengan jumlah oplah 1000 eksemplar. Pada nomor kedua dan ketiga satu halaman dan pada penerbitan keempat terbit dengan dua halaman penuh. Demikian seterusnya beredar mulai Senin sampai Sabtu, untuk hari Sabtu terbit dengan empat halaman.

44 H. Mohammad Said . Waspada Harian Republiken di Daerah NICA. Medan :Tanpa Tahun


(19)

Banyak kendala yang dialami oleh Waspada pada awal terbit, seperti kesulitan dalam mencari pekerja, tidak adanya kertas di kota Medan dan juga adanya teror terhadap pekerja Waspada yang di lakukan oleh Tentara Kolonial Belanda. Hal yang paling susah diatasi adalah tidak adanya kertas di kota Medan sehingga membuat Mohammad Said harus membeli sendiri kertas ke Tanjung Balai karena pada waktu itu hanya Tanjung Balai daerah pelabuhan terdekat yang di kuasai oleh Republik.

Sepanjang tahun 1947- 1949 Waspada telah mengalami lima kali pembridelan karena pemberitaan oleh pihak Kolonial Belanda. Adapun pembridelan yang terjadi yaitu :

1. Tanggal 21-27 juli 1947 yaitu pada masa agresi militer Belanda. Kantor Waspada digeledah dan diperiksa oleh kapten Been. Sambil menyerahkan

surat yang isinya terjadi “ Politionale Acti” Yaitu surat untuk mengamkan

wilayah pendudukan Belanda atas kota Medan

2. Tanggal 23 Juli 1948 Pasukan militer Belanda masuk kekantor Waspada sambil menyerahkan secarik kertas yang ditandatangani oleh kolonel P. Scholten. Yang isinya menyatakan bahwa Waspada dibreidel selama 14 hari hingga 6 agustus 1948. Bersamaan dengan itu percetakan yang digunakan oleh Waspada juga dilarang melakukan aktivitas percetakan. Hal itu dilakukan

karena Waspada menulis tulisan Rosihan Anwar yang Berjudul “ Merdeka, Sepuhan Juragan” yang isinya mengenai 16 perwira Kon. Lenger di Garut


(20)

3. Tanggal 19 Agustus 1948 dilakukan oleh seorang rseiden yang bukan pihak militer Belanda. alasan pembridelan ini adalah karena berita yang dimuat Waspada tertanggal 2 agustus 1948 yaitu tentang pengurangan gaji dan pembunuhan kuli yang melarikan diri oleh tuan-tuan kebun yang ada di daerah pedalaman yang dirasa bahwa berita ini tidak benar dan merusak citra Belanda yang dikenal demokratis.

4. Desember 1948 yaitu pada masa agresi militer Belanda II, semua surat kabar yang tidak pro Belanda semuanya dibridel.45

5. 7 mei 1949 yaitu sewaktu berlangsungnya perjanjian Roem Royen, hal ini dikarenakan dalam pemberitaanya Waspada selalu menyudutkan Negara Sumatera Timur yang tergabung dengan RIS.

Ketika terjadi agresi militer Belanda keluarga Mohammad Said pernah disekap dalam sebuah kamar layaknya seperti adegan film yang sering terjadi dalam sebuah film perjuangan seperti yang pernah dituliskan oleh Mohammad Said sendiri :

“ Berita-berita yang dimuat tanggal 19 juli dan komentar radio telah mengarah kepada kemungkinan meletusnya aresi Belanda. pada pukul 0.00 malam masuk ke 21 juli, penulis baru saja masuk kekamar tidur, tiba-tiba seorang Belanda mendobrak pintu kami di loteng ke-3. Ketika telah terbuka, seorang kapten Belanda melompat kedalam cepat-cepat sambil menodongkan revolvernya.

Surat kuasa penggeledahan yang ditunjukkanya memperkenalkan namanya kapten been. Ia memberi tahu

bahwa sekarang dilancarkan “politioneele actie’ diseluruh jawa


(21)

dan sumatera. Kami sekeluarga didorong berkumpul dengan mengangkat tangan keatas.

Bunyi sepatu serdadu-serdadu yang hingar dibawah penggeledahan sedang dilakukan. Putra tertua saya melototkan matanya kearah perwira yang kelam kabut sendiri itu. Setelah sejam digeladah, rupanya tidak ada pemuda bersenjata bersembunyi kami pun dikumpul ke suatu kamar yang sempit dibagian bawah. Besok pagi-pagi kesatuan polisi Belanda menggantikan pengawalan dan kali ini cukup lama penggeledahan surat-surat dan arsip yang diperiksa...”46 Dari tulisan Mohammad Said ini menandakan bahwa Mohammad Said berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia di daerah Sumatera Timur sehingga dia harus ditawan oleh Belanda bersama pembesar-pembesar Republik lainya.

Pegalaman pahit lainya yang dialami oleh Mohammad Said pada jaman agresi militer Belanda adalah ketika berkas-berkas dan buku-buku pentingnya disita.47 Buku-buku tersebut sangat penting bagi Mohammad Said karena buku tersebutlah yang menjadi arsip dari pemikiran Mohammad Said.

Ketika terjadinya pemberontakan PRRI/PERMESTA Mohammad Said juga menunjukan loyalitasnya kepada NKRI melalui tulisannya yang dimuat di Waspada pada tanggal 1 desember 1956 dalam artikel tulisanya Mohamad Said menolak tegas adanya pemberontakan tersebut, akibatnya Waspada dilarang oleh pemberontak

46 Mohammad TWH, Op-Cit. hal. 137.


(22)

beredar di daerah Tapanuli dan Labuhan Batu yang dikuasai oleh pemberontak hingga 1961.48

Mohammad Said adalah tokoh pers yang sangat loyal terhadap NKRI sehingga Mohammad Said menjadi wartawan yang dibawa oleh pemerintah dalam melakukan kunjunganya keluar negeri. Seperti pada tanggal 18 juli 1955 ketika Soekarno melakukan lawatan ke Mesir Mohammad Said di bawa bersama Djawoto yang menjabat sebagai pemimpin redaksi Antara dan Adinegoro sebagai direktur pers biro Indonesia. Dalam lawatanya ini mereka juga bertolak ke Arab Saudi untuk menunaikan ibadah haji yang setalah lawatanya ini Mohammad Said menambahkan haji di depan namanya. Dalam Konfresi Meja Bundar Mohammad Said juga diikutkan oleh pemerintah sebagai perwakilan pers dari Indonesia.

Pada tanggal 1 Agustus 1961 Mohammad Said menyerahkan jabatan pimpinan redaksi dan penangung jawab direksi kepada istrinya Ani Idrus, sedangkan pemimpin direksi masih dipegang oleh Mohammad Said. Pada September 1964 Mohammad Said menunjuk anaknya menjadi pemimpin redaksi dan menjadi penangung jawab harian Waspada. Tetapi tanggal 24 februari 1965 Waspada dibredal karena Tribuana Said yang menjadi pemimpin redaksi Waspada terlibat dalam


(23)

Barisan Pendukung Soekarno (BPS) yang di fitnah oleh golongan-golongan kiri yang tergabung dalam pemerintahan.49

Pada 17 Agustus 1967 Waspada mulai terbit dibawah kepemimpinan Mohammad Said. Mohammad Said benar-benar berhenti dari dunia pers pada tanggal 1 Februari ketika Mohammad Said menyerahkan jabatanya untuk kedua kalinya kepada anaknya Tribuana Said. Mohamad Said berheti sebagai penggiat pers dan konsen di bidang politik dan penulisan sejarah.

Semasa menjadi insan pers Mohammad Said banyak memperoleh penghargaan, seperti penghargaan Satya Penegak Pers Pancasila pada tahun 1985, penghargaan sebagai tokoh yang mendirikan serikat pernerbit surat kabar di solo yang menjadi cikal bakal berdirinya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada tahun 1946.

Ketika Mohammad Said menjadi wartawan di surat kabar dijaman kolonial Belanda Mohammad Said pernah mengalami delik pers yaitu akibat dari sebuah tulisan yang dianggap memberi malu atau menghina orang. Untuk kealpaanya itu dia didenda dua puluh lima gulden, karena dituduh melanggar pasal 310 kitab undang-undang hukum pidana, wtboek van strafrecht voor nederlands indie. Mohammad Said adalah penulis yang sangat hati-hati karena dia suka membaca buku-buku yang


(24)

menyangkut hukum. Dia sering menyaksikan orang sering kali disiksa dan dicambuk kala mendapat hukuman.50

Pada jaman orde baru Mohammad Said juga memiliki pandangan tersendiri mengenai kebebasan pers yang pada waktu itu cukup ketat. Mohammad said pernah menyampaikannya ketika wawancara dengan Soebagijo.

“Tidak sepenuhnya bebas. Namun kebebasanya ada, karena

masih bisa orang menulis tanpa disensor terlebih dahulu. Mengenai makna “ tidak sepenuhnya bebas ialah karena adanya wewenang penguasa untuk mencabut izin terbit surat kabar, jadi beda dengan peraturan yang lazim yakni mereka yang terkena ranjau pers. Hanya akan dihukum berdasar

kesalahanya“.51

Dari pendapat Mohammad Said ini menandakan bahwa sebenarnya pers dijaman penjajahan Belanda dan pendudukan Jepang lebih berat penderitaanya dan hukumanya dibanding jaman orde baru.52

50 Soebagijo, Op-Cit. hal. 281. 51 Ibid, hal. 282.


(25)

BAB IV

MOHAMMAD SAID SEBAGAI POLITISI DAN SEJARAWAN

4.1 Mohammad Said Sebagai Politisi

4.1.2 Keadaan Politik di Sumatera Timur

Bagi daerah Sumatera Timur dan Tapanuli (sekarang Sumatera Utara), perkembangan atau interaksi dengan organisasi yang ada di Jawa terbatas oleh kondisi atau interaksi dengan organisasi yang lain oleh kondisi setempat yang yang berbeda-beda. Pada umumnya kehidupan berorganisasi di daerah ini dimulai abad ke 20, yang mendapat rintangan yang sangat berat. Tidak sedikit orang-orang terdidik yang berjuang terutama karena melihat penderitaan kaum buruh atau kuli kebun. Tetapi kegiatan mereka terhalang oleh tindakan pemilik-pemilik modal di perkebunan.

Organisasi-organisasi yang tumbuh dan berkembang di pula Jawa Juga ikut tumbuh dan berkembang di sumatera Timur Seperti Budi Utomo yang didirikan di Medan tahun 1908 oleh orang-orang Jawa yang tinggal di daerah perkebunan. Serekat Islam juga didirikan di Sumatera Timur oleh ulama-ulama, Dr. Pringadi adalah salah satu penggagas supaya Budi Utomo didirikan di Sumatera Timur. Dan untuk Sjarekat Islam di pegang oleh ulama sekaligus saudagar bernama Mohammad Samin.


(26)

Organisasi-organisasi pemuda yang hidup daerah Sumatera Timur tahun 20-an selain organisasi yang bersifat nasional ada juga organisasi yang bersifat lokal seperti : Jong Islamaten Bond, Indonesia Muda, Organisasi Gereja, Organisasi Islam Al Jamiatul Wasliyah. Organisasi ini bergerak dibidang keagaman dan Pendidikan.

Dikalangan penduduk pada jaman kolonial dulu terdapat kelompok kuli perkebunan, kelompok masyarakat yang dikuasai sultan-sultan dibeberapa kerajaan yaitu kerajaan Langkat, Deli, Asahan dan lainya, kemudian di daerah Karo pedalaman dan Simalungun terdapat raja-raja kecil. Sedangkan di Tapanuli rakyat langsung diperintah oleh penguasa kolonial melalui kepala-kepala nagari.

Terhadap kuli perkebunan, pemerintah kolonial Belanda tidak secara langsung menguasainya, karena sebenarnya mereka itu dikuasai oleh kaum ondernamers. Kaum ondernamers melalui koelei ordonatie menjadikan kaum buruh sebagai sapi perahan dan mengisolasikan kehidupan buruh itu dari perkembangan masyarakat sekitar. Tujuannya adalah menjadikan kelompok buruh ini turun temurun menjadi kuli. Kehidupan kuli perkebunan sangat terikat oleh kontrak yang selalu diperpanjang dan praktis mereka mereka tidak mungkin meninggalkan pekerjaan itu untuk mengubah nasib mereka. Kaum kuli sudah dibiasakan hidup royal pada hari gajian dengan demikian selalu berkekurangan, lalu setiap kali terpaksa memperpanjang kontrak untuk memperoleh uang panjar atau uang muka.


(27)

Ada juga yang menginginkan perubahan nasib, tapi tidak mungkin dilakukan dengan organisasi. Kegiatan organisasi terlarang keras diperkebunan. Jalan yang dapat ditempuh ialah melalui tulisan pada surat kabar tetapi tetap saja tidak merubah nasib buruh diperkebunan. Di Medan pada tahun 1919 berdiri serikat pekerja DSM dibawah pimpinan Muhammad Samin bernama da crediet. Serikat pekerja ini melakukan mogok kerja untuk meminta kenaikan upah tetapi tidak berhasil.

Bagi daerah Sumatera Timur, pada umumnya telah banyak pemimpin organisasi antara tahun 1926-1927. Para pemimpin itu pada umumnya berasal dari golongan petani maju, pedagang, golongan intelek, golongan agama. Mereka inilah yang punya sikap tertentu yang mempunyai kesadaran politik, punya dasar kebangsaan dan juga mempunyai tujuan. Mereka ada yang kooperasi dan ada yang non kooperasi dan mereka cenderung berjuang melalui surat kabar.

Organisasi Kepartaian juga tumbuh dan berkembang di Sumatera Timur seperti organisasi lainya. Di Sumatera Timur ada beberapa organisasi kepartaian yang memiliki basis cukup kuat disumatera seperti PKI, PNI, PESINDO dan masih banyak lagi.

Pada Sekitaran tahun 30-an masyarakat Sumatera Timur telah mengenal beberapa taktik perjuangan, yaitu melalui pendidikan politik, dengan jalan melakukan pertemuan-pertemuan rahasia yang dilakukan oleh hanya beberapa orang yang sangat dipercayai. Dalam pertemuan inilah dibicarakan masalah politik, memberi informasi


(28)

dan meneguhkan sikap serta menentukan taktik menghadapi pengawasan keras dan penangkapan-penangkapan yang semakin sering dilakukan kolonial Belanda. kelompok-kelompok ini terdiri dari berbagi jenis lapisan masyarakat dan sering kali masyarakat yang bukan anggota partai ikut. Pada tahun 30-an seni berpolitik di daerah ini bermacam-macam kode untuk menentukan apakah orang berdekatan dengan kita itu lawan atau kawan seperti cara bersalaman, cara menegur seseorang, dan cara berpakaian.53

4.1.3 Mohammad Said Sebagai Pemimpin PNI Cabang Medan

Partai Nasional Indonesia masuk ke Medan dibawakan oleh Mr. Iwa Kusuma Sumantri dan Mr. Sunaryo.54 Awal masuknya pengaruh Partai Nasional Indonesia di

Medan adalah bermula saat pemrintahan kolonial Belanda masih berkuasa di negara Sumatera Timur. Adapun tujuan dari Partai Nasional Indonesia adalah untuk mewujutkan kemerdekaan di wilayah Sumatera dan menghapus adanya perbedaan status sosial yang dimilki masyarakat Medan secara khusus dan secara umum untuk memerdekakan Indonesia dari penindasan yang dilakukan oleh kolonial Belanda masuknya Partai Nasional di wilayah Sumatera tepat pada tahun 1929, dua tahun setelah berdirinya partai politik ini yaitu 4 juli 1927, dulunya partai nasional Indonesia bernama Perserikatan Nasional Indonesia, tetapi setelah kongres di

53 Wawancara dengan Mohammad TWH. Medan 26-1-2013.

54 Suprayitno, Mencoba Lagi Menjadi Indonesia, Yogyakarta, Yayasan Untuk Indonesia,


(29)

Surabaya namanya diganti. Partai Nasional Indonesia masuk ke daerah Medan di bawakan oleh Mr. Iwa Kusuma Sumatri dan Mr. Sunaryo.55

Tujuan Partai Nasional Indonesia didirikan didasarkan munculnya kesadaran yang sangat tinggi diantara para pelajar indonesia dalam menciptakan konsep negara nasional Indonesia, bahasa nasional Indonesia, kebudayaan nasional Indonesia dan bendera nasional Indonesia serta lagu nasional. Perkembangan partai ini di wilayah sumatera bahkan wilayah lain sangat mengkwatirkan pemerintah kolonial Belanda pada saat itu. Apalagi tokoh-tokoh partai ini berasal dari kalangan intelektual yang mempunyai kesadaran yang sangat tinggi terhadap penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda. Akibat dari kekwatiran inilah pemerintah kolonial Belanda membubarkan segala aktivitas partai politik ini tahun 1931. Walaupun partai ini dibubarkan namun sumbangsih pemikiran dalam konsep nasionalisme tetap dijalankan oleh tokoh-tokohnya baik terhadap partai lain, misalnya dengan membangkitkan gerakan nasionalisme terhadap Gerakan Rakyat Indonesia (GERINDO) dan Partai Indonesia Raya (PARINDRA)

Ketika Indonesia mengalami penindasan yang dilakukan oleh Jepang, suasana dalam mewujudkan Indonesia merdeka seperti yang diinginkan oleh Partai Nasional Indonesia dalam konsep nasionalismenya semakin tertutup, terlihat dari banyaknya organisasi yang diciptakan Jepang sendiri, seperti Bushito dan lain-lain. Saat kemerdekaan Indonesia diplokamirkan tanggal 17 agustus 1945 oleh Soekarno dan


(30)

M. Hatta atas persetujuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diikuti oleh penyetujuan bentuk pemerintah negara RI meliputi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera, Kalimantan, Sulawsai, Maluku, serta Nusa Tenggara Timur56, semenjak ini pula pembenahan terhadap sistem politik dilakukan. Setelah sekian lama Partai Nasional Indonesia dibekukan atau tidak melakukan aktivitas partai. Maka pada tahun 1946 tepatnya tanggal 29 januari di kota Kediri kembali partai ini masuk arena perpolitikan Indonesia. Munculnya kekuatan Partai Nasional Indonesia saat itu merupakan warisan dari ideologi Partai Nasional Indonesia 1927.

Fenomena ini memperlihatkan bahwa Partai Nasional Indonesia di daerah Medan telah ada jauh sebelum Indonesia melepaskan diri dari kolonial Belanda. ketika Partai Nasional Indonesia dipimpin oleh Sarmidi Mangoensarkoro, pembentukan dewan daerah untuk Sumatera dilakukan yang diketuai Dr. Ak Gani.

Pembubaran terhadap Partai Nasional Indonesia terjadi lagi tetapi aktivitas partai di daerah sumatera tetap berjalan sehingga pada wal bulan november 1946 Partai Nasional Indonesia dipimpin oleh Saleh Umar, pada saat ini revolusi sosial di Sumatera Timur terjadi dalam menghilangkan hak-hak istimewa kelompok bangsawan. Ketika berbentuk propinsi Sumatera Utara (Gabungan Sumatera Timur Dan Tapanuli) pada bulan april 1948 dengan ibukotanya Medan maka segala peraturan daerah tidak lagi berkaitan dengan kebijakan Negara Sumatera Timur. Saat


(31)

terbentuknya propinsi Sumatera Utara Pimpinan Partai Nasional Indonesia dijabat oleh Mohamamad Said menggantikan Saleh Oemar.

Pada Awal kemerdekaan Republik Indonesia Mohammad Said melakukan kegiatan politik yang aman yaitu tidak terlibat kepada organisasi manapun tetapi sejak ditanda tanganinya persetujuan Renvile antara RI-Belanda awal januari 1948 dan awal dari terbentuknya Negara Sumatera Timur yang merupakan ciptaan gubernur jenderal Dr Van Mook dengan mendapat dukungan dari segelintir orang Indonesia. Membuat Mohammad Said yang sedari awalnya sangat mencintai NKRI membuat dia menunjukan eksistensi politiknya dengan menjadi orang yang terdepan menentang adanya keberadaan Negara Sumatera Timur dengan dibantu oleh istrinya Ani Idrus. 57

Ani Idrus menghimpun kekuatan dari kaum wanita untuk menentang Negara Sumatera Timur yang digabungkan dalam Organisasi Wanita Demokrat Sumatera Utara. Kegiatan-kegiatan dari organisasi wanita ini cukup banyak antara lain menyokong perjuangan Republik Indonesia untuk keutuhan negara.

Mohammad said menjadi pemimpin PNI di Sumatera Timur pada tahun 1948, yang menjadi salah satu kendaraan politik yang digunakan oleh Mohammad Said untuk mempertahankan keutuhan NKRI dari rongrongan kolonial Belanda yang dibantu oleh pasukan militer Inggris. Dalam perkembanganya memasuki tahun


(32)

an PNI mengalami kemajuan yang cukup pesat yang pada waktu itu dipimpin oleh Mohammad Said. Strategi yang digunakan oleh mohammad said adalah dengan membangun opini-opini masyarakat melalui surat kabar yang dipimpinnya waktu itu. Harian waspada menjadi corong partai untuk menyebarkan paham, gagasan, ide-ide dan kegiatan partai kepada rakyat.

Kekuatan Partai Nasional Indonesia di Medan sangat nyata dalam mengawasi berbagai penyelewengan yang dilakukan pemerintah daerah. Seperti peritiwa jatuhnya gubernur A. Hakim yang merupakan kader Masyumi pada tahun 1953. Kejatuhan gubernur ini tidak terlepas dari pengaruh PNI yang dipimpin oleh Mohammad Said. Mohammad Said Bersama Partai Nasional Indonesia Menentang dekrit yang memberikan hak benda untuk 125.000 hektar kepada perusahaan tembakau yang dikeluarkan oleh A. Hakim yang memuncak pada peristiwa Tanjungmorawa 1953.58 Dalam peristiwa ini Mohammad Said memainkan peranan politik PNI dengan memberikan pembelaan kasus tanah yang dialami oleh penduduk Sumatera Utara dalam peralihan dari tanah kolonial terhadap tanah rakyat. Untuk masalah tanah dari seluruh kader PNI yang ada di Indonesia hanya PNI Sumatera Utara yang berpihak kepada kaum buruh dan petani dan ini tidak terlepas dari pemahaman Mohammad Said yang benar-benar mendukung kaum buruh dan tani yang sudah dia jalani semasa pemerintahan Kolonial Belanda.

58 Feri Gusnandi. Aksi Penyerobotan Tanah Perkebunan di Sumatera Timur 1950-1960,


(33)

Aktivitas politik dari Mohammad Said semakin menonjol menjelang berlangsungnya Konfrensi Meja Bundar yang berlangsung dari September hingga Desember 1949 di Deen Hagg, Belanda. Seperti yang diketahui pada waktu itu, secara nasional akan terbentuk Republik Indonesia Serikat sebagai buah dari konfrensi Meja Bundar. Dengan lahirnya Republik Indonesia Serikat itu berarti keberadaan negara-negara boneka ciptan Van Mook seperti Negara Sumatera Timur, Negara Sumatera Selatan, Negara Indonesia Timur , Banjar dan lainya diakui. Disamping Republik Indonesia yang berkedudukan di Yogyakarta. Demikian juga dalam masalah ketata negaraan, kepegawaian ekonomi keuangan dan kemiliteran dan lain-lain pasti akan dihadapi dan harus dapat ditanggulangi supaya tidak terjadi gejolak yang membahayakan bangsa dan negara. Khusus sumatera Timur pada akhir 1949 itu disadari penuh oleh Mohammad Said dan pemimpin-peminpin organisasi lain, muncul masalah yang cukup rumit dan memerlukan perhatian istimewa.

Salah satu tuntutan diantara permasalahan aktual pada waktu itu ialah menderasnya tuntutan agar Negara Sumatera Timur dibubarkan, dilebur kedalam Republik Indonesia. Tuntutan rakyat membubarkan Negara Sumatera Timur semakin menderas lagi begitu Republik Indonesia Serikat berdiri tanggal 27 Desember 1949.

Sebagai insan politik Mohammad Said seusai menyelengarakan dan mensukseskan Kongres Rakyat berkecimpung penuh di Partai Nasional Indonesia dan juga sebagai pemimpin harian Waspada. Sewaktu menjabat sebagai ketua Mohammad Said bersama istrinya Ani Idrus yang pada waktu itu menjabat sebagai


(34)

ketua bagian penerangan dan propaganda aktif dalam menggiatkan penerangan kepada massa Marhaen sampai pelosok Sumaetara Utara dan mereka menerbitkan buletin bulanan partai bernama Banteng. Semasa kepemimpinan Mohammad Said di PNI Mohammad Said juga memberikan sebuah contoh demokrasi yang baik dalam perkembangan partai dengan menyelenggarakan Konfrensi Tingkat Daerah PNI yang pertama di Sibolga.

Tantangan terbesar yang Mohammad Said hadapi ketika memimpin PNI adalah banyaknya anggapan yang bahwa partai ini adalah partai orang Jawa sehingga etnis lain yang ada di Sumatera Utara masih banyak yang mau bergabung. Tetapi kecakapan Mohammad Said terbukti bahwa partai ini akhirnya bisa diterima masyarakat pada pemilu 1955 di wilayah Sumatera Utara PNI mendapat suara terbanyak kedua setelah Masyumi.59

Dalam Pemilihan tahun 1955 PNI Sumetera Utara memperoleh suara yang cukup memuaskan yaitu 3 kursi yang pada waktu itu di wakili oleh M. Saleh Umar, Dr. Lumban Tobing dan Slamet Ginting. Untuk posisi ketua DPRD Sumatera Utara jatuh kapada ketua PNI yaitu Mohammad Said, tetapi Mohamad Said menolaknya dan menyerahkanya kepada sekretaris PNI Adnan Nur Lubis, dikarenakan terjadinya pertentangan di antara kalangan partai yang menginginkan calon-calon dari daerahnya yang menjadi wakil di parlemen.


(35)

Mohammad Said menjadi kader dari PNI dari dibentuknya partai ini hingga dimulainya pemerintahan orde baru yaitu setalah menjabat sebagi MPRS yang direkomendasikan oleh PNI Osa Usep dan berhenti setahun kemudian dan resmi juga berhenti menjadi kader dari PNI karena Mohammad Said tidak menyukai intervensi militer di tubuh PNI. Setelah berhenti dari aktivitas politik Mohammad Said menjalani hidupnya sebagai penulis sejarah hingga akhir hayatnya.

4.1.4 Mohammad Said Memimpin Kongres NST

Pada tanggal 30 Juli 1947, sepuluh hari setelah agresi militer belanda I, sebuah rapat umum diadakan di Medan untuk menutut berdirinya daerah otonomi Sumatera Timur dalam rapat itu hadir komandan Brigade Z (Kolonel Scholten) residen Sumatera Timur (Mr. J. Gerristen) penasihat pemerintahan Dr. J.J. Van de Velde.60 Dalam Rapat ini maka dibentuklah Komite Istimewa Sumatera Timur yang

menjadi cikal bakal menjadi sebuah negara federasi yang bernama Negara Sumatera Timur.

Negara Sumatera Timur resmi didirikan oleh Van Mook dari dekrit resminya yang menyatakan bahwa daerah istimewa Sumatera Timur diakui sebagai sebuah negara. Pembentukan Negara Sumatera Timur bagi pihak belanda adalah sebuah upaya untuk menguasai kembali segala sumber daya alam yang sangat melimpah seperti perkebunan tembakau, perkebunan karet, dan tambang minyak bumi. Disisi lain, orang-orang penduduk asli memanfaatkan Negara Sumatera Timur untuk


(36)

memulihkan posisi mereka seperti sedia kala yang pernah mereka rasakan pada pemerintahan Kolonial Belanda. Selain motif tersebut ada juga penduduk yang mendukung Negara Sumatera Timur karena mendapat perlakuan yang tidak baik dari pihak Republik.

Pada proses dinamika pemerintahan Negara Sumatera Timur para pemimpinya tidak dapat memperoleh dukungan dari masyarakat karena mereka cenderung lebih berusaha memperdalam jurang status sosial antara bangsawan dan penduduk. Pemimpin-pemimpin Negara Sumatera Timur selalu berusaha untuk memulihkan kekuasaan kaum bangsawan melayu yang benar-benar tidak diinginkan rakyat pada masa tersebut. Selain itu kemampuan politik dari pemimpin Negara Sumatera Timur yang masih dibawah pemimpin yang pro republikan membuat Negara Sumatera Timur kehilangan dukungan dari penduduk asli seperti Simalungun, dan Karo yang menjadi berbalik menuntut supaya Negara Sumatera Timur dibubarkan.61

Selain tekanan dari penduduk yang menuntut Negara Sumatera Timur dibubarkan terdapat juga pertentanggan diantara para pemimpin Negara Sumatera Timur yang selalu menonjolkan kelompoknya. Seperti pertentangan Kesultanan Deli dan Asahan yang meminta keluarganya kembali berkuasa.

Setelah Agresi Militer Belanda Ke-II di Sumatera, Membuat Negara Sumatera Timur semakin kehilangan dukungan dari penduduk, dan juga karena peristiwa ini membuat perang baru dimulai yaitu perang gerilya yang melibatkan seluruh unsur


(37)

masyarakat, terutama masyarakat desa yang bertujuan untuk menghancurkan kekuatan militer Belanda dan pemerintah Negara Sumatera Timur.62

Selain perang para penduduk juga melakukan tuntutan untuk membubarkan Negara Sumatera Timur melalui demonstrasi. Demonstrasi yang dilakukan oleh penduduk Sumatera Timur mendapat perlakuan yang tidak baik dari militer Belanda dan pemerintah Negara Sumatera Timur sehingga membuat semakin hilangnya wibawa pemerintah Negara Sumatera Timur.

Tuntutan pembubaran Negara Sumatera Timur terjadi diseluruh daerah yang menjadi daerah Sumatera Timur. Aksi rakyat itu memuncak pada bulan Januari dan Februari 1950. Yang membuat tokoh-tokoh yang berpengaruh pada waktu itu seperti Mohammad Said, Ani Idrus, Sugondo Kartoprojo, Jahja Jacob, Udin Sjamsudin, G.B. Jasua untuk membentuk sebuah wadah yang bernama Kongres Rakyat Se-Sumatera Timur.

Atas kesepakatan bersama dari wakil-wakil rakyat seluruh kabupaten di Sumatera Timur maka sebagai ketua umum terpilihlah Mohammad Said yang juga menjabat sebagai ketua Partai Nasional Indonesia dan pemimpin harian umum Waspada. Waspada adalah harian yang terkenal sebagi koran Republik selama perang kemerdekaan.63

62 Ibid, hal. 169.


(38)

Pada Kongres ini Mohammad Said menyadari benar, betapa besarnya tanggung jawab yang dipikulkan kepadanya. Sebab pada dirinyalah diberikan kepercayaan untuk mensukseskan Kongres Rakyat Sumatera Timur yang diprogramkan dihadiri lebih dari 1000 utusan sedangkan waktu untuk persiapan cukup pendek. Pegurusan segala sesuatu bagi suksesnya di emban oleh Mohammad Said, tetapi dalam urusan teknis Mohammad Said banyak dibantu oleh istrinya Ani Idrus.

Peristiwa kongres ini merupakan peristiwa kongres rakyat terbesar di Sumatera Timur sampai sekarang sudah berganti menjadi Sumatera Utara. Karena itu panitia pusat kongres rakyat bekerja ekstra keras siang dan malam tanpa mengenal lelah. Baik dalam menentukan aturan tentang pemilihan para utusan ke kongres dari daerah-daerah yang pada waktu itu setiap 2500 orang diwakili oleh satu orang utusan, menyusun tata tertib sidang, akomodasi peserta kongres, mengundang tamu-tamu dari pusat, seperti pemerintah pusat. DPRS, RIS, Korps Diplomatik, Pembesar-Pembesar RIS dan Negara Sumatera Timur. Panitia cukup kewalahan dalam mempersiapkan kongres ini karena kongres dilakukan di Medan yang merupakan ibu kota dari Negara Sumatera Timur.

Sebagai ketua panitia kongres rakyat yang pelaksanaanya cukup dekat maka Mohammad Said mengerahkan segala kemampuanya sekaligus juga mengerahkan kemampuan istrinya dalam memperoleh dana. Istrinya Ani Idrus sangatlah lihai dan pintar dalam mencari dana untuk membiayai kongres tersebut. Disisi lain Mohammad


(39)

Said yang memiliki pengaruh yang cukup besar pada waktu itu benar-benar bermanfaat untuk mengundang para peserta kongres, baik dari pihak Republikan dan juga pihak Negara Sumatera Timur. Kongres rakyat Sumatera Timur berlangsung di Medan dari tanggal 27 sampai 30 april 1950, dihadiri 417 utusan dan puluhan orang peninjau.

Jauh sebelum kongres rakyat berlangsung di daerah telah terjadi pemilihan utusan yang akan dikirm dalalam kongres tersebut, pemilihan kongres tersebut cukup demokratis dan dilaksanakan pada umumnya di depan kantor camat. Pemilihan ini cukup menarik perhatian rakyat, ribuan orang berbondong-bondong datang ke kota untuk melakukan pemilihan, mereka banyak yang datang berjalan kaki puluhan kilometer membawa bekal sendiri, menginap di tanah lapang dan kantor pemerintahan seperti yang terjadi ditanah Karo.64

Kongres ini berlangsung di bangsal Medan-kongres65 yang memilki banyak fungsi pada saat kongres karena selain tempat berlangsungya kongres tempat ini juga dijadikan pemondokan bagi para peserta kongres. Di luar bangsal ini , terdapat bangsal kecil yang digunakan sebagai press room bagi wartawan yang ingin mengirim beritanya dan disamping bangsal ini diadakan kantor pos pembantu, bagi wartawan yang ingin mengirim surat. Pada dingding gedung Medan kongres tersebut terdapat slogan-slogan yang intinya adalah “suara rakyatlah penentunya”. Bangsal ini

64 Triandah Bangun, Op-Cit. hal. 168.


(40)

dihiasi dengan warna merah putih, dibelakang meja pimpinan terpampang gambar presiden Soekarno yang besar, dihiasi bendera merah putih.

Kongres ini dihadiri oleh peninjau-peninjau resmi yang datang pada saat kongres seperti Mr. Tambunan, Wangsa Wijdajda, Roeslan Abdul Gani, Suska, Purbujo Kolopaking, Suparto, M. Natsir, M. Junan Nasution, Zainal Abidin, Wondoamisemo, dan Sumarto. Pada malam resepsi hadirlah Gubernur militer dan teritorium Sumatera, Kolonel Simbolon beserta opsir-opsirnya dan juga tampak hadir opsir-opsir Belanda beserta opsir-opsir NICA. Selain para kalangan militer tampak hadir juga orang-orang terkemuka dari berbagai kalangan seperti kalangan pedangang dan juga perkebunan. Dari pihak Negara Sumatera Timur yang hadir dalam kongres ini yaitu Mr. Abbas, Jaksa Agung Sumatera Timur Dt. Hafiz Haberman, kepala wilayah Deli dan Serdang merangkap wakil walikota Medan, R.M. Sarsidi, Kepala Departemen Lalu Lintas, F.H. Rotty.

Dalam pembukaan kongres ini terlihat sikap Mohammad Said yang mengkritik pemerintah Republik Indonesia Serikat yaitu :

“bahwa persoalan utama pada masa itu adalah bukan pada paham federalis dan unitaris, tetapi sisa-sisa kolonialis yang masih bertahan di tengah-tengah masyarakat Sumatera Timur. Kongres yang berlangsung selama tiga hari ini dan dihadiri oleh kira-kira 3.000 orang telah menghasilkan resolusi mendukung penggabungan Sumatera Timur kedalam Republik

Indonesia dan menghapuskan NST...”66


(41)

Resolusi dan pidato ini secara panjang lebar adalah sebuah kritik kepada pemerintahan Republik Indonesia Serikat yang sangat lamban untuk melaksanakan mosi Yamin dan yunan yang disampaikan dalam rapat Republik Indonesia Serikat. Demikianlah kongres ini berlangsung selam tiga hari dan mengalami perdebatan-perdabatan yang mengkerucutkan bahwa kongres memutuskan bahwa Negara Sumatara Timur kembali kepangkuan NKRI. Sebagai insan politik Mohammad Said seusai menyelengarakan dan mensukseskan Kongres Rakyat berkecimpung penuh di Partai Nasional Indonesia dan juga sebagai pemimpin harian Waspada.

4.2 Mohammad Said Sebagai Sejarawan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sejarawan adalah orang yang ahli serta mengkususkan untuk meneliti dan menulis sejarah.67Sejarawan dapat

digolongkan menjadi dua jenis yaitu sejarawan akademisi dan sejarawan atodidak. Sejarawan akademisi artinya yaitu orang yang ahli dalam meneliti dan menuliskan sejarah dengan menempuh studi khusus dibidang sejarah dan sejarawan autodidak adalah orang yang ahli menuliskan dan meneliti sejarah dengan belajar sendiri.

Perkembangan sejarawan di Indonesia dimulai dari jaman penjajahan Belanda telah banyak orang-orang yang meneliti sejarah baik secara atodidak maupun dengan cara menempuh dunia pendidikan tinggi. Pada masa kemerdekaan sejarawan atodidak di Indonesia banyak sekali yang berkembang tidak terkecuali di Sumatera Timur yang

67 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, 2012.


(42)

juga banyak menghasilkan sejarawan atodidak dan salah satunya adalah Mohammad Said.

Mohammad Said banyak menuliskan karya-karya sejarah tanpa pernah mengikuti pendidikan khusus bidang sejarah seperti kuliah di perguruan tinggi. Secara kuantitas karya yang dihasilkan oleh Mohammad Said tidak kalah dengan yang dihasilkan oleh lulusan perguruan tinggi. Tetapi dari segi kualitas karya dari Mohammad Said masih perlu untuk di kaji ulang lagi, baik dari segi metode penelitian maupun dari tata cara penulisanya. Dari isi dan ide penulisan yang terdapat pada buku-buku Mohammad Said tidaklah salah hanya perlu di perbaiki di sisi pemilihan kata-kata dan juga dari segi penentuan sumber-sumber primer dalam penelitian tersebut. Salah satu kekurangan dari tulisan-tulisan Mohammad Said yang dapat kita lihat adalah seringnya Mohammad Said terpengaruh tentang mitos-mitos yang jelas-jelas bukan sejarah

Kemampuan Mohammad Said untuk berbahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa Belanda serta di tunjang dengan kemapuan menulis telah menciptakan Mohammad Said menjadi seorang penulis sejarah yang sangat produktif. Kemampuan bahasa Inggris dan Belandanya dia pergunakan untuk mempelajari literatur-literatur tentang sejarah bangsa ini yang pada umumnya menggunakan bahasa Belanda dan bahasa Inggris seperti karyanya yang berjudul Aceh Sepanjang Abad yang banyak menggunakan sumber-sumber yang berbahasa Belanda dan bahasa Inggris.


(43)

Mohammad Said adalah seorang sejarawan yang memiliki sifat cendikiawan, kecendikiawanya dalam menulis sejarah terlihat dari karya-karya Mohammad Said banyak yang menyinggung tentang denyut kehidupan sosial, politik dan budaya masyarakat sekitar. Kemampuan Mohammad Said menulis karya sejarah yang menyetuh nadi kehidupan masyarakat menjadikan karyanya sering dijadikan sumber penelitian dari berbagai disiplin ilmu. Salah satu karya Mohammad Said yang terkenal dengan nadi kehidupan masyarakat yaitu karya yang berjudul Koeli Kontrak Tempo Doleloe.

Uraian-urain yang disuguhkan oleh Mohammad Said dalam karya-karyanya memberikan gambaran tentang babakan sejarah yang terjadi. Seperti dalam karyanya yang berjudul Aceh Sepanjang Abad yang menggambarkan babakan sejarah di Aceh walaupun dalam karyanya terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki seperti metode penelitian yang digunakan.

Dewasa ini banyak orang menuliskan sejarah di media massa dan menjadikanya sebagai bahan utama. Salah satu media yang menjadikan sejarah sebagai bahan utama adalah majalah historia. Hal seperti ini juga sudah dilakukan oleh Mohammad Said semasa hidupnya. Mohammad Said banyak menulis sejarah tentang masa kolonial Belanda ketika memimpin harian Waspada. Tulisan sejarah Mohammad Said mencapai ratusan di surat kabar. Banyak karyanya yang diterbitkan secara bersambung dan sering digunakan sebagai bahan diskusi di kalangan akademik di universitas-universitas.


(44)

Selain menghasilkan karya dalam bentuk buku, Mohammad Said juga seringkali meghasilkan tulisan berupa makalah-makalah sejarah. Makalah-makalah tersebut tidak jarang di seminarkan diberbagai daerah dan dihadiri dari berbagai kalangan, seperti seminar masuknya agama islam ke Indonesia yang diselenggarakan di dua kota besar yaitu Aceh dan Medan. Selain seminar tentag islam Mohammad Said juga pernah menjadi pembicara kunci dalam seminar sejarah pers tiga jaman di Jakarta dan seminar Tuanku Tambusi di Medan.

Mohammad Said bukanlah penulis yang bagaikan pohon pisang, yang hanya berbuah satu kali. Pada usia Mohammad Said sudah semakin senja, dengan beragam kendala yang harus dia lalui Mohammad Said tetap bisa membuktikan jati dirinya sebagai seorang penulis yang akan terus berkarya. Beliau membuktikan bahwa sakit dan penyakit bukanlah penghalang untuk berkarya. Meskipun Mohammad Said harus berada di atas kursi roda akibat penyakit yang dideritanya sejak berhenti dari Waspada, tidak berarti kegiatannya menyusut.

Tidak hanya dalam mengikuti perkembangan dunia dan menuangkan hasil renungan dalam tulisan Mohammad Said masih melakukan penelitian dan aktif didalam pengembangan ilmu tulis menulis kepada warga dilingkungan tempat tinggal Mohammad Said. Gaya bicaranya yang selalu meledak-ledak sebagai ciri khas orang yang tegas, tetap melekat pada dirinya setiap kali hadir ditengah-tengah masyarakat.


(45)

Semasa hidupnya yang sudah mengidap berbagai penyakit Mohammad Said bersama istrinya sering kali berkunjung keperpustakaan dan bercerita dengan orang yang ada di perpustakaan mengenai pers dan sejarah yang dia ketahui. Mohammad Sering menolak istirahat dikala istrinya Usmariati memintanya ber istirahat dengan ucapan“… masak hanya karena sakit macam ini lantas tidur melulu. Harus tidur dengan siapa?”. 68

Mohammad Said tidak pernah membatasi kegiatan dan aktivitasnya. Bedanya, kalau dulu orang akan selalu melihat lelaki bertubuh tambun dengan kacamata tebal tersebut hadir sendirian. Dimasa tuanya Mohammad Said tidak seperti itu lagi. Penampilannya sama, namun ada orang yang membantunya untuk mendorong kursi roda, menaik turunkan ke kendaraan, dan membantu keperluannya. “… maunya saya,

ya, masih macem dulu, bisa keluyuran ke mana-mana sendirian “. Tetapi, kan tidak

semua tempat umum di medan ini yang bisa diakses dengan bebas oleh orang seperti saya?” katanya kepada Shobiran Siregar ketika bercerita dengan Mohammad Said.69

Sebagai sejarawan, Mohammad Said menerima berbagai penghargaan yaitu dari Pemerintah Daerah Istimewa Aceh yang pada waktu itu dijabat oleh Gubernur Ali Hasjmy berupa Sarakata Pancacita dan Medali Pancacita dan penghargaan dari Majelis Ulama Indonesia berupa Sarakata Ulama dan Medali Ulama untuk peran

68 Wawancara dengan Usmariati , Sei Buluh 7-2-2013. 69 Wawancara dengan Shobiran Siregar, Medan 4-2-2013.


(46)

aktifnya dalam seminar-seminar di Aceh, antara lain seminar masuk dan berkembangnya Islam di Nusantara yang diadakan oleh MUI Aceh di Banda Aceh.

4.2.1 Analisa Karya-Karya Mohammad Said Sebagai Sejarawan

Mohammad Said adalah salah seorang sejarawan yang produktif walaupun belajar secara autodidak, bahkan Mohammad Said bisa mengalahkan para sejarawan akademisi dalam berkarya. Karya-karya Mohammad Said banyak yang tersohor dan mendapat respon yang bagus dalam perkuliahan, masyarakat dan juga di pemerintahan seperti Aceh Sepanjang Abad, Soetan Kemala Boelan, Sejarah Pers di Sumatera Utara.

Kedudukan karya sejarah umumnya dikaitkan dengan tiga hal, yakni sebagai peristiwa, sebagai kisah dan sebagai ilmu disamping ilmu sejarah itu tidak terlepas dari waktu, tempat dan manusia. Sejarah sebagai peristiwa adalah kejadian, kenyataan, aktualitas sejarah yang telah terjadi atau berlangsung pada waktu atau masa lampau. Sejarah sebagai kisah adalah rangkaian cerita berupa narasi yang disusun dari memori atau ingatan, kesan, atau tafsiran manusia terhadap kejadian atau peristiwa yang terjadi pada waktu yang lampau. Sejarah sebagai ilmu adalah sejarah merupakan susunan pengetahuan tentang peristiwa dan cerita yang terjadi di dalam masyarakat manusia pada masa lampau yang disusun secara sistematis dan metodis berdasarkan asas-asas prosedur dan metode secara teknik yang sudah diakui.

Mohammad Said banyak dilabeli oleh orang dengan kata sejarawan dan banyak juga karyanya yang di berikan penghargaan sebagai karya sejarah, untuk


(47)

melihat karya-karya tersebut sebagai karya sejarah dan melihat Mohammad Said sebagai sejarawan maka mari kita lihat karya terbaik Mohammad Said dianalisa dari sejarah itu adalah ilmu, karena karya ini merupakan karya ilmiah. Sebagai Ilmu, karya sejarah harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu empiris, mempunyai objek, memiliki teori, memiliki generalisasi, menggunakan metode.70 Jika di klasifikasikan

semua karya Mohammad Said sudah memenuhi persyaratan sebagai karya sejarah, tetapi belum seutuhnya sempurna seperti dalam penggunaan metode. Berikut adalah kajian singkat terhadap karya terbaik Mohammad Said.

4.2.1.1 Aceh Sepanjang Abad

Aceh sepanjang abad adalah buku yang paling terkenal dari karya-karya Mohammad Said. Buku "Aceh Sepanjang Abad", merupakan buku sejarah terlengkap yang mengungkapkan peristiwa demi peristiwa sejarah Aceh dalam periode klasik hingga peristiwa-peristiwa sejarah Aceh kontemporer, Dengan perjalanan Aceh yang memiliki lika-liku sejarah yang sangat panjang dan unik. Dalam menulis buku ini mohammad said memadukan sumber-sumber dari dalam dan dari luar negeri seperti yang terdapat didalam daftar pustaka dan juga lampiran yang dicantumkan.

Aceh yang dalam perjalanannya yang memiliki lika-liku sejarah yang sangat panjang dan unik dalam perlawanan terhadap Belanda seakan-akan tidak pernah habis-habisnya untuk dikupas. Ini dikarenakan sejarah Aceh merupakan sejarah yang


(48)

berhubungan langsung dengan peristiwa sejarah dunia, baik sebelum datangnya Islam maupun setelah Aceh dipengaruhi oleh agama Islam.

Hal ini dapat dilihat sejak jilid pertama buku Aceh Sepanjang Abad yang mengungkapkan sejarah Aceh sejak zaman pra-sejarah hingga ke Pemerintahan Aceh masa Sultan Mahmudsyah. Jika dibandingkan dengan apa yang ditulis Danys Lombard dalam buku 'Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda', maka buku "Aceh Sepanjang Abad" ini jauh lebih lengkap. Buku Mr. Lombard hanya mengungkapkan sejarah Aceh dalam periode 1607-1636. Sedangkan buku ini mengulas perjuangan Aceh hingga tahun 1945.

Dari segi isi buku ini tidak diragukan lagi memiliki kualitas yang cukup baik. Seperti komentar dari seorang sarjana Antropologi dan Studi-Studi Asia dari Cornell University menyebut buku ini menyajikan ‘perspektif nasionalis’ tentang sejarah Aceh dalam buku Shadow dan Sound ; The Historical Thought of a Sumatera

People.71 Tetapi dari segi metode penulisan karya Mohamammad Said ini masih

perlu diperbaiki seperti metode penulisanya. Dalam pengumpulan sumber, kritik sumber, interpretasi dalam karya ini sudah cukup baik, walaupun masih terdapat beberapa kekurangan seperti dalam penggunaan sumber Hikayat Raja-Raja Pasai sebagai sumber utama.72 Dari keseluruhan dari buku ini historiografinya yang masih

71 James T. Siegel. Shadow dan sound ; The historical thought of a sumatera People,

Chicago: University Of Chicago, 1979. hal. 70.


(49)

sangat kurang. dalam penulisan buku ini penulis banyak menggunakan bahasa yang tidak ilmiah seperti kutipan berikut :

“Dalam pada itu, saudagar-saudagar inggris di semanjung Melayu menyatakan kemarahan mereka atas tidak-tanduk Belanda di Sumatera Timur”... 73

Tetapi kekurangan bahasa ini diakui oleh Mohammad Said sendiri seperti yang disampaikan dalam kata pengantarnya.

“Perlu dicatat dsini, mengenai ejaan penulis mengakui kurang terpelihara. Ada ejaan yang betul-betul diturut menurut sebutanya, ada yang tidak. Pertama penulis mengakui hal itu memang merupakan kesilapan kalau tidak dikatakan kesemberonoan, yaitu kesilapan yang terjadi sesudah kesempatan untuk memperbaikinya tidak diperoleh lagi. kedua kesilapan yang timbuul karena ejaaan yang merupakan kebiasaan penulis memakainya dalam kedudukan sebagai wartawan yang mengeja sesuatu patah kata dari lapaz-lapaz

yang sudah di-Indonesia-kan”74...

4.2.1.2Soetan Kemala Boelan

Karya Mohammad Said ini adalah merupakan karya Biografi. Biografi merupakan salah satu karya sejarah, jika karya tersebut telah mengikuti aturan bahwa sejarah itu adalah sebuah ilmu. Biografi merupakan perjalanan kehidupan seorang tokoh yang ditulis oleh orang berdasarkan sumber-sumber yang ada.

Karya yang berjudul Soetan Kemala Bulan ini ditulis Mohammad Said bercerita tentang seorang tokoh yang menggunakan nama samaran Flora, yang

73Ibid, hal. 492. 74 Ibid, hal. XXV.


(50)

berjuang melalui tulisan-tulisan di media untuk menentang penjajahan belanda di daerahnya. Tokoh ini adalah seorang kepala kuria, yaitu sebuah jabatan yang diberikan oleh Kolonial Belanda kepada pribumi untuk memimpin perkampungan. Tetapi tokoh ini tidak berpihak kepada Belanda melainkan berpihak kepada rakyatnya. Tokoh ini adalah seorang tokoh Mandailing yang sangat gigih memperjuangkan hak-hak rakyatnya baik dari segi politik ekonomi maupun sosial budaya.

Jika di lihat dari kacamata sejarah sebagai ilmu, karya ini sudah memenuhi kriteria sebagai karya sejarah. Tetapi dilihat dari metodenya karya ini masih memiliki kelemahan yang harus diperbaiki demi menjadikan karya ini sebagai karya sejarah yang lebih baik. Kelemahan dalam karya ini dapat kita lihat dari proses pertama penelitian sejarah yaitu tahap pencarian atau pengumpulan sumber. Dalam pengumpulan sumber penulis menggunakan dua bentuk penelitian yaitu penelitian kepustakaan dan studi lapangan yang disebutkan dalam kata pengantar.

“Dalam melengkapi penyusunan buku ini saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada putra almarhum Soetan Kemala Bulan atas kesediaan mereka memberikan bahan-bahan mengenai almarhum. Terutama diantaranya adalah sehimpunan bahan yang disimpan dengan cermat oleh putranya Raja Dolok Parlindungan Lubis, SH. Catatan tersebut adalah catatan tangan Soetan Koemala Bulan sendiri. Demikian pula kepada tokoh-tokoh tua yang sejaman denganya yang masih hidup diwaktu penyusunan buku ini yang telah bersedia


(51)

meluangkan waktu mereka untuk memberi fakta-fakta melalui

wawancara tulis.”75

Dalam kata pengantar tersebut dapat kita lihat bahwa Mohammad Said sudah memenuhi kriteria penelitian tetapi beliau tidak memberikan sebuah penelitian lapangan dalam penulisan buku ini padahal dalam buku biografi kita harus menggunakan sumber lapangan sebagai sumber sekunder dan tidak mencari sumber yang lebih luas lagi mengenai Soetan Kemala Bulan.

Pada tahap kedua penelititian sejarah yaitu tahap kritik sumber, dalam tahap ini juga Mohammad Said tidak berhasil mengkritik sumber yang didapat. Yaitu sumber tersebut termasuk sumber sejarah atau bukan seperti yang tertulis berikut.

“Mengenai silsilah Soetan Kemala Bulan dapat dicatat bahwa ia adalah keturunan Namora Pande Bosi yang pada jaman dahulu kala bertempat tinggal di huta Lobu Hatongga, Sigalangan. Namora Pande Besi berputra kembar dua orang yaitu si Langkitnang Laut dan Sibaitung. Kepada kedua putra kembarnya namora pande besi beramanat supaya mereka bersama-sama berangkat meninggalkan huta lobu Hatongan menghiliri batang Angkola kemudian menyusur ke hulu Batang Gadis dan dimana ada dua sungai yang muaranya bertentangan atau ada sungai yang bermuara ke sungai lain disitulah mereka mendirikan pemukiman”... 76

Dalam kutipan tersebut dapat kita lihat bahwa Mohammad Said menggunakan cerita rakyat sebagai sumbernya. Hal ini membuktikan bahwa Mohammad Said tidak memperhatikan dan mengkritik sumber secara baik.

75 Mohammad Said. Soetan Koemala Boelan ( Flora), Jakarta: Ui Press._ Hal X 76 Ibid, hal. 80.


(52)

Pada tahap interpretasi dan historiografi masih terlihat sedikit kekurangan dari buku ini, hal dapat kita perhatikan pada isi secara keseluruhan yang tidak fokus kepada Soetan Kemala Bulan. Isi buku ini kita tidak menjelaskan seperti apa peranan konkritnya Soetan Kemala Bulan dalam menentang Belanda.

4.2.1.3Sejarah Pers di Sumatera Utara

Sejarah pers di sumatera utara adalah buku Mohammad Said yang ditulis pada tahun 1976. Buku ini merupakan karya Mohammad Said yang paling sering digunakan oleh peneliti dalam meneliti perkembangan pers di Sumatera Utara. Buku ini menjadi buku wajib bagi para penulis yang menulis mengenai Perkembangan pers di Sumatera Utara. Dalam buku ini dirangkum hampir semua surat-surat kabar yang berdiri dari jaman kolonial Belanda hingga pada jaman kemerdekaan. Polemik-polemik yang membumbui surat-surat kabar dan betapa kejamnya pemerintahan kolonial Belanda untuk membatasi perkembangan pers di Sumatera Utara juga dirangkum di dalam buku ini.

Pada judul buku sudah tergambar bahwa buku ini adalah buku sejarah. Jika dikaji lebih dalam, penulisan buku ini tidak jelas menggunakan metode seperti apa. Tetapi jika jika dikaji dari metode sejarah, karya ini benar-benar sudah mengikuti metode sejarah walaupun tidak sempurna.

Pada langkah pertama dalam penelitian sejarah yaitu pengumpulan sumber, Mohammad said melakukan pengumpulan sumber dengan melakukan studi lapangan dan studi kepustakaan. Dalam studi kepustakaan Mohammad Said mencari data


(53)

keperpustakaan balai pustaka, perpustakaan surat-surat kabar/ majalah di colindale (London) dan westeinde di Den Haag perpustakaan Koninklijk Institut Voor de Tropen di Amsterdam, Koniklijk Institut Voor de Taal, Land end Volkenkunde di Leiden, Rijksuniversiteit Bibliotheek di Leiden. Dan melakukan studi lapangan dengan mewawancari para pelaku pers di Sumaetra Utara, yang Mohamamd Said cantumkan di kata pengantar.

“Kepada para petugas di lembaga kebudayaan Indonesia di Jakarta yag banyak sekali membantu menyediakan surta-surat kabar/ majalah bahkan buku-buku yang ingin penulis telaaah, penulis megucapkan terima kasih khusus. Pernyataan serupa disampaikan kepada para petugas perpustakaan dibalai pustaka dan dibeberapa perpustakaan luar negri termasuk perpustakaan surat-surat kabar/ majalah di Colindale (London) dan Westeinde di Den Haag perpustakaan Koninklijk Institut Voor de Tropen di Amsterdam, Koniklijk Institut Voor de Taal, Land End Volkenkunde di Leiden, Rijksuniversiteit Bibliotheek di Leiden dan lain-lain.”77

Dalam karya ini Mohammad Said sangat berimbang karena tidak menitik beratkan peristiwa pada dirinya yang juga pelaku sejarah dalam bidang pers, dalam kurun waktu yang diteliti dalam karya ini. Di dalam karya ini Mohamamad Said sudah melakukan kritik sumber dan interpretasi yang cukup baik, dilihat dari sumber-sumber yang digunakan oleh Mohammad Said yang terlampir dalam karya ini dan isinya.

Hal yang perlu diperhatikan lagi dari karya ini adalah historiografinya yang masih perlu diperbaiki. Dalam karya ini bahasa yang digunakan masih memiliki bahasa yang bertele-tele seperti berikut:


(54)

“Sampai nafas terakhir “ Matahari Indonesia” masih gigih untuk melanjutkan perang penannya. Ketika mangaradja Ihoetan dihadapkan kepengadilan dan memakai seorang adpokat Belanda ia pun dikecam dalam matahari indonesia” sebagai seorang nasionalis karena tidak memakai advokat Indonesia. Pada tanggal 26 januari 1929 matahari Indonesia masih menghantam mengarajda Ihoetan gara-gara membiarkan hakim menggunakan kata-kata “kowe” dan kamoe kepadanya ketika bersoal jawab dimuka hakim”78...

Gaya bahasa seperti ini hampir terkandung dalam keseluruhan buku ini. Tetapi buku ini cukup bagus karena merangkum hampir semua peristiwa yang dialami pers secara periodik yang merupakan hal utama dalam karya sejarah.


(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Mohammad Said adalah seorang jurnalis, politikus dan sejarawan yang handal. Mohammad Said Pernah membuka praktek kantor pengacara tanpa diploma untuk membantu masyarakat yang dirugikan golongan the haves dan rentenir. Mohammad Said banyak menerima penghargaan atas karya-karyanya, baik sebagai wartawan, politikus, maupun sebagai sejarawan seperti : "Satya Penegak Pers Pancasila"Tahun 1991, penghargaan Peniti Emas dari Ketua Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat H. Zulharmans, penghargaan dari Pemerintah Daerah Istimewa Aceh / Gubernur Ali Hasjmy berupa Sarakata Pancacita dan Medali Pancacita, penghargaan dari Majelis Ulama Indonesia berupa Sarakata tahun 1978,

Mohammad Said adalah seorang autodidak walaupun sempat mengecap pendidikan tetapi pendidikanya hanya lulus sekolah rendah dan sempat merasakan sekolah di Normaal School selama dua tahun tetapi tidak tamat. Semua kemampuan menulis dan berpolitiknya diperoleh dengan belajar sendiri.

Mohammad Said lahir pada tanggal 17 Agustus 1905 di Labuhan Bilik. Mohammad Said adalah anak ke empat dari tujuh bersaudara. Mohammad Said tumbuh dan berkembang di sebuah keluarga yang sederhana. Mohammad said mempunyai dua orang istri. Istri pertama bernama Ani Idrus dan istri kedua bernama


(1)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulisan skripsi ini tidak terlaksana dan selesai tanpa bantuan, dorongan layanan dan semangat baik materil maupun moril dari banyak pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada sekalian handai tolan yang telah membantu demi terselesainya sebuah tulisan yang sederhana ini. Bantuan itu datang dari berbagai pihak.

1. Kedua orang tua penulis tercinta, ayahanda S. Hutasoit dan ibunda R. Sinaga yang telah mencurahkan kasih sayang, pengorbanan moril dan materil dan doa restu kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan karya sederhana ini. Tanpa kalian penulis bukanlah apa-apa dan karya ini mungkin hanya ada dalam khayalan penulis.

2. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU, Pembantu Dekan beserta seluruh staf pegawai.

3. Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sejarah USU serta Dra. Nurhabsyah, M.Si. selaku Sekretaris Departemen Ilmu Sejarah yang telah membantu lancarnya penyelasain skripsi ini.

4. Dosen pembimbing penulis, Dr. Suprayitno. M. Hum, yang telah memberikan masukan, saran, kritik, nasihat, waktu luang, serta perhatian yang begitu besar kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini.


(2)

5. Bapak Drs. J.F. Daulay, M. SP. selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis yang telah mencurahkan perhatian, nasehat, semangat serta kasih sayang sebagai bapak angkat penulis di kampus selama penulis menjadi mahasiswa. 6. Kepada seluruh staf pengajar Departemen Sejarah yang telah memberikan

penulis banyak pencerahan, pengetahuan, pengalaman, pendidikan serta wawasan selama penulis menjadi mahasiswa baik itu di kampus mapun di luar kampus. Tidak lupa juga pada staf tata usaha Departemen Sejarah, Bang Ampera yang telah banyak membantu penulis terutama masalah administrasi selama penulis menjadi mahasiswa.

7. Kepada keluarga bapak Alm. Mohammad Said yang telah memberikan data penulisan skripsi ini dan juga bersedia menjadi narasumber utama dalam penulisan tulisan ini.

8. Kepada keluarga besar Karya Salemba Empat dan INDOFOOD yang telah memberikan penulis banyak pencerahan, pengalaman, semangat dan bantuan finansial selama penulis menjadi mahasiswa. Tidak lupa juga saya menyampaikan terima kasih kepada teman-teman BISMA atas bantuan dan dorongan kalian semua.


(3)

Hotman, Yuni, Riana, Eko, Albert dan yang lainya atas dukungan, dorongan serta kekompakan kita.

11.Kepada seluruh mahasiswa Departemen Sejarah atas dukungan dan perhatian kalian semua.

Akhirnya untuk semua orang yang telah membantu langsung maupun tidak langsung penulisan skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih. Semoga kebaikan kalian semua mendapat imbalan dari Tuhan. Amin.

Medan, April 2013

Penulis


(4)

ABSTRAK

Biografi adalah perjalanan kehidupan seorang tokoh yang ditulis oleh orang lain berdasarkan sumber-sumber yang otentik. Biografi merupakan karya sejarah yang digunakan untuk mengenang dan sebagai ucapan terima kasih keapada orang yang berjasa kepada keluarga, negara dan orang banyak.Tulisan ini sebuah biografi orang yang berkarya kepada keluarga, bangsa dan orang banyak yang berjudul “Biografi Mohammad said 1905-1995”. Banyak tokoh yang berkarya dan memberikan sumbangsih yang besar bagi perkembangan bangsa ini, tetapi mereka sering dilupakan dan melupakan siapa tokoh tersebut. Oleh karena itu maka karya ini ditulis sebagai salah satu cara memberikan penghargaan dan mengenang tokoh yang berjasa kepada bangsa ini seperti seorang Mohammad Said. Dengan ditulisnya karya ini maka kita akan mengetahui seperti apa dedikasi yang beliau curahkan bagi perkembangan bangsa ini. Dedikasi-dedikasi yang beliau berikan ini dapat kita jadikan sebagai pedoman dan acuan untuk memberikan dedikasi kita terhadap bangsa ini.

Karya ini menceritakan seorang warga negara Indonesia bernama Mohammad Said yang memberikan dedikasinya untuk negara ini selama hidupnya.Mulai dari menjadi wartawan, politisi, dan sebagai sejarawan.Beliau lahir pada tahun 1902 di Labuhan Bilik dan meninggal pada tahun 1995 di Medan.Beliau hidup di tiga jaman yang berbeda yaitu jaman penjajahan kolonial Belanda, pendudukan Jepang dan masa kemerdekaan.

Karya ini di tulis secara narasi dengan menggunakan metode sejarah dan mengadopsi teori ilmu psikologi yaitu psichohistory dan psichoanalysis sebagai ilmu bantunya. Dengan ilmu bantu ini penulis dapatmemberikan pemahaman yang dalam terhadap tokoh ini.


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

ABSTRAK ... v

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan dan Manfaat ... 9

1.4 Tinjauan Pustaka Lapangan ... 10

1.5 Metode Penelitian ... 12

BAB II. MASA KECIL, PENDIDIKAN DAN KEHIDUPAN BERUMAH TANGGA MOHAMMAD SAID 2.1 Masa Kecil dan Pendidikan Mohammad Said ... 14

2.2 Kehidupan Berumah Tangga Mohamamad Said ... 22

BAB III. PERANAN, AKTIVITAS DAN PEMIKIRAN MOHAMMAD SAID DALAM PERS 3.1 Peranan dan Aktivitas Mohammad Said di Dunia Pers ... 30

3.1.1 Keadaan Surat Kabar Sumatera Timur ... 30


(6)

3.1.3 Menerbitkan Waspada ... 42

BAB IV. MOHAMMAD SAID SEBAGAI POLITISI DAN SEJARAWAN 4.1 Peranan dan Aktivitas Politik Mohammad Said ... 52

4.1.1 Kondisi Politik Sumatera Timur ... 52

4.1.2 Mohammmad Said Sebagai pemimpin PNI Medan ... 55

4.1.3 Mohammad said Memimpin Kongres Sumatera Timur ... 62

4.2 Mohammad said Sebagai sejarawan ... 68

4.2.1 Analisa karya mohammad said sebagai sejarawan ... 73

4.2.1.1 Aceh sepanjang abad ... 74

4.2.1.2 Sutan Kemala Bulan ... 75

4.2.1.3 Sejarah Pers di Sumatera Timur ... 79

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 82

5.2 Saran ... 85