32
yang  bernama  Djamaloedin  Adi  Negoro  dan  Jahja  Jacoeb.  Pendidikan  latihan  ini yaitu  pelatihan  untuk  mengasah  kemampuan  dalam  menjadi  wartawan.
15
Selain materi  pendidikan  kewartawan,  mereka  juga  belajar  tentang  ilmu  jiwa  dan  juga
pengetahuan umum.
2.2 Kehidupan Rumah Tangga Mohammad Said
Langkah,  pertemuan,  rezeki  dan  maut  ada  ditangan  tuhan  ini  adalah  sebuah kata  yang  sering  di  perdengarkan  orang  tua  jaman  dulu  dan  sepertinya  hal  ini  juga
dialami  oleh  Mohammad  Said.  Beliau  tidak  bisa  mengelak  kehendak  dari  yang mahakuasa  bahwa  dia  jatuh  cinta  kepada  sosok  wanita  yang  sangat  tanguh  dan
banyak  dikagumi  oleh  banyak  orang.  Wanita  itu  adalah  seorang  wartawan  yang sangat tangguh, pintar dan penuh semangat, wanita itu bernama Ani Idrus. Walaupun
pada waktu itu banyak juga wanita yang mengagumi kemampuan beliau yang sangat pandai membujuk dan merayu.
16
Awal  perkenalan  Mohammad  Said  dengan  Ani  Idrus  dimulai  sejak  beliau mengusahakan  surat  kabar  Penjedar.
17
Beliau  mengenal  Ani  Idrus  ketika  Ani  Idrus menjadi wartawan di Sinar Deli dan penulis di surat kabar Penjedar. Disinilah beliau
mulai  megagumi  Ani  Idrus  yang  pada  waktu  itu  sudah  berusia  21  tahun.  Ani  Idrus
15
Ibid, hal. 284.
16
Triandah Bangun, Hjj, Ani Idrus Sebagai Tokoh Wartwan Sumatera, Jakarta, CV Haji Masagung. hal. 163.
17
Said Mohammad, Sejarah Pers di Sumatera Utara, Jakarta : UI-Press, 1976. Hal. 202.
Universitas Sumatera Utara
33
sudah  sangat  mahir  menulis  dan  juga  memiliki  pesona  kecantikan  yang  melebihi wanita-wanita lainya pada waktu itu.
18
Pada  awalnya  Ani  Idrus  mengangap  Mohammad  Said  adalah  teman  sejawat, tetapi Ani Idrus tidak dapat menyimpan kekagumanya terhadap beliau yang memiliki
keuletan  serta  kemampuan  yang  mumpuni  di  bidang  jurnalistik.  Kekaguman  Ani Idrus  bertambah  setelah  beliau  menerbitkan  dan  memimpin  majalah  mingguan
Soeruan Kita. Banyak  peristiwa  yang  terjadi  ketika  Mohammad  Said  bekerja  sama  dengan
Ani  Idrus  di  surat  kabar  Soeruan  Kita  yang  membuat  cinta  mereka  berdua  tidak bertepuk  sebelah  tangan.  Mereka  saling  mengagumi  satu  sama  lain  dan  menjadi
sangat dekat karena banyaknya intesintas mereka berdua bertemu dikala menjalankan roda perusahaan surat kabar Soeruan Kita.
Di usia 21 tahun, Ani Idrus mulai merasa bahwa dia harus memikirkan masa depan  hidupnya. Di sekelilingnya tidak sedikit pemuda dengan berbagai watak serta
tabiat,  dengan  aneka  kemampuan  dan  kecakapan.  Ada  yang  terang-terangan menyatakan  rasa  hati  terhadapnya.  Ada  pula  diantara  kaum  pria  tadi  yang  hanya
samar-samar  mendekatinya  karena  takut
19
.  Mohammad  Said  adalah  pemuda
20
yang bergabung  di  pemuda  yang  mendekati  Ani  Idrus  dengan  samar-samar,  tetapi  karena
18
Ibid. hal. 203.
19
Triandah Bangun, Hjj, Ani Idrus Sebagai Tokoh Wartwan Sumatera, Jakarta, CV Haji Masagung. hal. 169.
20
Lihat lampiran II ketika Mohammad Said Masih Muda.
Universitas Sumatera Utara
34
Ani  Idrus  juga  memberi  respon  maka  beliau  pun  terang-terangan  mengagumi  Ani Idrus.  Ani  Idrus  akhirnya  menerimanya  karena  mengangap  beliau  adalah  seorang
laki-laki yang pintar dan bercita-cita tinggi. Sayang hidupnya seperti sebutir mutiara dalam lumpur dan ingin mengakatnya menjadi mutiara yang indah.
21
Pada  bulan  September  1939  akhirnya  Mohammad  Said  menikahi  Ani  Idrus dalam  upacara  yang  sangat  sederhana.  Hanya  sanak  kerabat  yang  dekat  saja  yang
datang,  sekadar  menyaksikan  kehadiran  keluarga  yang  baru  ditengah-tengah masyarakat.
Tanggal 6 agustus 1940 keluarga ini dikaruniai anak lelaki yang diberi nama Tribuana  dan  sekarang  terkenal  dengan  Tribuana  Said.  Setelah  mempunyai  anak
pertama  ini  Ani  Idrus  berhenti  untuk  menjadi  penulis  tetapi  naluri  menulisnya  tidak hilang.  Ani  Idrus  masih  tetap  membaca  koran-koran  yang  terbit  saat  itu  dan  juga
sering  berdiskusi  dengan  Mohammad  Said  mengenai  keadaan  surat  kabar  yang  di pegang  oleh  Mohammad  Said  dan  juga  mengenai  kajadian-kejadian  di  Sumatera
Timur maupun di Indonesia hingga internasional. Selama  berumah  tangga  ini  Mohammad  Said  tetap  aktif  sebagai  jurnalis  dan
memimpin  mingguan  Penjedar  dan  berlanjut  ke  Soeruan  Kita.  Dari  sinilah  beliau membiayai kehidupan keluarganya setiap hari.
21
Ibid, hal. 40.
Universitas Sumatera Utara
35
Di  zaman  pendudukan  Jepang  semua  surat  kabar  dan  media  massa  dilarang terbit, kecuali yang diterbitkan secara resmi oleh saudara tua itu. Bukan saja pesawat
radio yang ditangan rakyat didaftar, malah di kemudian hari disita. Pokoknya rakyat hanya  dibenarkan  membaca  dan  mendengar  hasil  siaran-siaran  resmi  pemerintah
militer Jepang.
22
Maka  Mohammad  Said  pun  berhenti  bekerja  sebagai  orang  pers.  Ia  dan istrinya mulai mengalami hidup baru dan berada dalam kesulitan biaya rumah tangga.
Mengerjakan  hal-hal  yang  belum  pernah  dikerjakan,  seperti  menjadi  makelar, perantara  sebagai  jual  beli  barang  dan  berjualan  apa  saja  yang  laku.  Yang  Penting
mendapatkan  uang  demi  keluarga.  Dalam  keadaan  ekonomi  yang  tidak  menentu lahirlah seorang anak perempuan yang mereka beri nama Saida sehingga Mohammad
Said harus bekerja lebih ekstra lagi. Setahun  setelah  kelahiran  Saida,  maka  lahirlah  adik  Saida  yang  mereka  beri
nama Indra Buana Said. Dengan lahirnya anak laki-laki kedua ini, membuat mereka harus  lebih  giat  lagi  untuk  mencukupi  kebutuhan  rumah  tangga.
23
Beliau  bekerja keras mencari uang dengan ngobyek sini-ngobyek sana atau sering disebut di Medan
dengan  ucapan  mocok-mocok,  disamping  ini  mereka  menggarap  sebidang  tanah dengan  tanaman  ubi  atau  sejenis  tanaman  pangan  lainya.  Sebagai  keluarga  yang
belum  pernah  bertani  sawah  maupun  bertani  ladang  mereka  cukup  kewalahan,
22
Ibid,  hal. 60.
23
Ibid,  hal. 71.
Universitas Sumatera Utara
36
canggung  tetapi  lambat  laun  jadi  biasa  juga.  Seperti  kata  pepatah  ala  bisa  karena biasa.  Kehidupan  keluarga  ini  seperti  petani  yang  sering  tergambar  dalam  cerita
sehari-hari.  Bahwa  sehari-hari  seorang  petani  membawa  dedaunan  untuk  dimasak sebagai  pauk  dan  menanam  padi  hingga  menuai  padi  juga  dijalanii  oleh  keluarga
Mohammad  Said  ini.  Pekerjaan  ini  lah  yang  membuat  keluarga  Mohammad  Said benar-benar  menyatu  dan  semakin  harmonis  ditambah  lagi  dengan  kehadiran  ketiga
anaknya yang benar-benar pada usia yang masih lucu-lucu. Pekerjaan sebagi tukang mocok-mocok dan orang tani pada jaman Jepang itu
kemudian  berakhir  dengan  masuknya  Mohammad  Said  menjadi  pegawai  Jepang  di BUNKAKA
24
dengan  bantuan  seorang  kenalan  yang  sangat  dekat  dengan  Jepang yang  bernama  Abdul  Xarim.  Setelah  beliau  bekerja  sebagai  pegawai  BUNKAKA,
maka  perolehan  gajinya  sudah  cukup  untuk  membiayai  kehidupan  sehari-hari keluarganya walaupun sederhana. Hal demikian tidak mengherankan, karena selama
penjajahan Jepang pada umumnya kehidupan rakyat Indonesia sangat susah. Namun bagaimanapun  keadaan  itu  telah  telah  memberi  napas  kepada  istrinya  dan  dirinya
untuk mengurus ketiga anaknya. Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, tiga hari kemudian pemimpin utama
bangsa  Indonesia,  Soekarno  dan  Mohammad  Hatta  memproklamirkan  proklamasi kemerdekaan Indonesia yaitu pada hari jumat 17 agustus 1945. Suasana tak menentu,
lebih-lebih  setelah  tentara  Inggris  NICA  memasuki  kota  Medan  menyebabkan  roda
24
BUNKAKA adalah lembaga sensor berita yang didirikan oleh Jepang.
Universitas Sumatera Utara
37
kehidupan  rakyat  juga  dalam  keadan  prihatin.  Tidak  terkecuali  dalam  keluarga Mohammad  Said,  tetapi  mereka  tetap  tabah  dan  kuat  menyandang  segala  kesulitan.
Apalagi  setelah  beliau  dan  wartawan  lain  seperti  Amarullah  Ombak  Lubis  bulan september  1947  menerbitkan  surat  kabar  Pewarta  Deli,  padahal  waktu  itu  sumber
dana  sulit  sekali.  Begitu  cintanya  keluarga  ini  terhadap  kemerdekaan  Indonesia mereka  selalu  mengedepankan  tujuan  mempertahankan  kemerdekaan  daripada
masalah rumah tangga. Pasangan ini memilki saling pengertian yang dalam. Dengan saling pengertian
itulah pula dan dibantu oleh beberapa tenaga muda wartawan, pada tanggal 11 januari 1947 mereka menerbitkan harian Republiken dikota Medan bernama Waspada.
Antara  Mohammad  Said  dan  Ani  Idrus  sebagai  suami  istri  dan  sama-sama berpropesi  sebagai  wartawan,  ternyata  bukan  hanya  mengerti  dalam  urusan  rumah
tangga.  Lebih  jauh  dari  itu  mereka  berpandangan  sama  dalam  pendirian  politik. Mereka  berdua  adalah  Republikan.  Sama-sama  mempelopori  kongres  rakyat
Sumatera  Timur  bulan  april  1950,  menuntut  pembubaran  negara  Sumatera  Timur sampai  berhasil.  Berpaham  kebangsaan,  sama-sama  sebagi pengurus  PNI  dan  masih
banyak lagi aktivitas yang mereka lakukan berdua secara bersama-sama. Keluarga ini memiliki enam anak yaitu anak pertama bernama Tribuana Said,
anak  kedua  bernama  Saida  Tumengkol,  anak  ketiga  bernama  Indra  Buana,  anak  ke empat dr. Rayati Syafrin, anak kelima Drs. Med Teruna Jasa Said dan anak ke enam
Universitas Sumatera Utara
38
bernama Prabudi Said.
25
Selama empat puluh tahun Mohammad Said  dan Ani Idrus sehilir  semudik,  ringan  sama  dijingjing  berat  sama  dipikul,  senasib  sepenangungan
dan  saling  mengisi  akhirnya  harus  berpisah  sebagai  suami  istri.  Mereka  masing- masing  mencari jalan hidup maing-masing. Karena tidak ada kecocokan lagi diantara
mereka berdua.
26
Setelah  berpisah  ditahun  1980-an  dengan  Ani  Idrus,  Mohammad  Said meneruskan  hidupnya  sambil  menjalani  pengobatan  karena  beliau  memiliki  sakit
dikakinya  yang  membutuhkan  perawatan  yang  rutin.  Disaat  melakukan  pengobatan beliau  diperkenalkan  oleh  keluarganya  kepada  seorang  wanita  yang  bernama
Usmariati yang menjadi wanita tambatan hati terakhirnya. Mohammad Said  menikahi  Usmariati pada  tanggal  4 April 1984 dikediaman
barunya di Jakarta setelah berpisah dengan Ani Idrus. Tempat pernikahan ini jugalah yang menjadi kediaman dari beliau dan istrinya Usmariati.
Setelah  menikah  segala  aktivitas  dari  belia  benar-benar  di  bantu  oleh Usmariati,  mulai  dari  pengobatan  dan  juga  kegiatan  dalam  mencari  sumber-sumber
untuk tulisan-tulisan baik untuk buku maupun untuk artikel-artikel. Selama tiga tahun keluarga ini tinggal di Jakarta dan akhirnya kembali ke Sumatera dan menetap di Sei
Buluh hingga ahir hayatnya.
27
25
Lihat Lampiran III Mohammad Said Bersama keluarga.
26
Wawancara dengan Saida Tumenggkol. 23-1-2013.
27
Lihat Lampiran IV, Mohammad Said dan Usmariati.
Universitas Sumatera Utara
39
Selama  bersama  Usmariati  beliau  tidak  pernah  berhenti  berkarya  dan  juga menyalurkan ilmu yang dimilikinya kepada orang-orang disekitarnya dan juga kepada
orang-orang yang datang bertemu dengannya. Usmariati selain menjadi instrinya juga sebagai orang yang yang mendapat ajaran langsung  beliau seperti cara mengkliping
yang  baik  dan  cara  mengambil  foto  yang  bagus.  Selain  berbagi  ilmu  beliau  juga memberikan  ajaran  tentang  pentinganya  disiplin  itu  untuk  kehidupan  seperti  yang
disampaikanya kepada Mohammad T.W.H.
28
Setelah  kembali  ke  Sumatera  Utara  bersama  istrinya  Keadaan  kesehatan Mohammad  Said  semakin  berkurang,  Istrinya  Usmariati  Sering  kali  bolak  balik
merawat  beliau  ke  rumah  sakit  Malahayati  dan  Rumah  Sakit  Permata  Bunda  yang terletak  di  Medan.  Setelah  menetap  tinggal  di  Sei  buluh  beliau  sudah  harus
menggunakan  kursi  roda  dan  dengan  tulus  Usmariati  merawat  Mohammad  Said Sampai ahir hanyat Mohammad Said.
29
Setelah  melakukan  serangkaian  pengobatan  akhirnya  Mohammad  Said berpulang ke rahmatullah pada hari Rabu, 26 April 1995 pukul 10:20 Wib dalam usia
89 tahun. Jenazahnya dimakamkan hari kamis, 27 April 1995 di perkuburan muslim Jalan Thamrin Medan.
30
28
Wawancara dengan mohammad TWH, Medan. 26-1-2013.
29
Wawancara dengan Usmariati , Sei Buluh. 7-2-2013.
30
Waspada 3 Mei 1995. Tokoh Pers, Sejarawan Dan Pendiri Harian Waspada H. Mohammad Said berpulang , Lihat Lampiran 11.
Universitas Sumatera Utara
11
BAB I PENDAHULUAN